M DENGAN GANGGUAN
SISTEM PERNAFASAN : PENYAKIT PARU OBSTRUKSI
KRONIK DI IGD PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG
Disusun Oleh :
NUR MUTOHHAROH
A11300918
S1 KEPERAWATAN
2015 / 2016
LEMBAR PENGESAHAN
Hari :
Tanggal :
Tempat :
Mengetahui
Judul................................................................................................................ i
Lembar Pengesahan......................................................................................... ii
A. Pengertian............................................................................................. 1
B. Etiologi.................................................................................................. 1
C. Batasan Karakteristik............................................................................ 2
D. Patofisiologi dan Patway Keperawatan................................................ 3
E. Intervensi Keperawatan........................................................................ 4
Bab 3 : Pembahasan........................................................................................ 11
LAMPIRAN
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
PPOK adalah penyakit paru obstruksi kronik dengan karakteristik
adanya hambatan aliran udara di salurann nafas yang bersifat progresif
nonreversible atau resversibel parsial, serta adanya respon inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang berbahaya (Gold, 2009).
PPOK / COPD (Cronic Obstruction Pulmonary Disease) adalah
istilah yag sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang
berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran
udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Price, Sylvia Anderson :
2005).
PPOK adalah kondisi ireversible yang berkaitan dengan dispnea
saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru
(Bruner & Suddarth, 2002).
PPOK merupakan obstruksi saluran pernafasan yang progresif dan
ireversibel, terjadi bersamaam bronkitis kronik, emfisema atau kedua-
duanya (Snider, 2003).
COPD adalah bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asma
bronchiale (Smeltzer, 2002).
B. Etiologi
Menurut Arief Mansjoer (2002) Penyebab terjadinya PPOK
tergantung dari jumlah partikel gas yang dihirup oleh seorang individu
selama hidupya. Partikel gas ini termasuk :
1. Asap rokok
a. Perokok aktif
b. Perokok pasif
2. Polusi udara
a. Polusi di dalam ruanga asap rokok, asap kompor
b. Polusi di luar ruangan, gas buang kedaraan bermotor, debu jalanan
3. Polusi ditempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
a. Infeksi saluran nafas bawah berulang
Faktor penyebab dan faktor utama menurut Nell. F. Gordan (2002)
bagi penderita PPOK atau kondisi yang secara bersama membangkitkan
penderita penyakit PPOK yaitu :
1. Usia semakin bertambah faktor resiko semakin tinggi
2. Jenis kelamin pria lebih beresiko dibanding wanita
3. Merokok
4. Berkurangnya fungsi paru-paru, bahka pada saat gejala penyakit tidak
dirasakan
5. Keterbukaan terhadap berbagai polusi, seperti asap rokok dan debu
6. Polusi udara
7. Infeksi sistem pernafasan akut seperti pneumonia dan bronkitis
8. Asma episodik
9. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim
yang normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan
orang yang kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia
yang relatif muda walaupun tidak merokok.
C. Batasan Karakteristik
Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi :
1. Batuk bertambah berat
2. Produksi sputum bertambah
3. Sputum berubah warna
4. Sesak nafas bertambah berat
5. Bertambahnya keterbatasan aktifitas
6. Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronik
7. Penurunan kesadaran
8. Ekspirasi yang memanjang
9. Penggunaan otot bantu pernafasan
10. Edema kaki, asites
D. Patofisiologi dan Patway Keperawatan
Faktor resiko utama dari PPOK adalah merokok. Kompone-
komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil
mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami
kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan
pada sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator
mukosiliaris da menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah
besar dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai
tempat persemaian mikroorgaisme penyebab infeksi dan menjadi sangat
purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses
ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari
ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental
dan adanya peradangan (Gold, 2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya
peradangan kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara
progresif merusak struktur penunjang di paru. Akibat hilagnya elastisitas
saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran
udara kolaps terutama pada ekspirasi normal tejadi akibat pegempisan
(recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian apabila,
apabila tidak tejadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam
paru dan saluran udara kolaps (Gold, 2009).
Berbeda degan asma yang memiliki sel inflamasi predominan
berupa eusinofil, komposisi selular pada inflamasi saluran nafas pada
PPOK predominan dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi
makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan Elastase,
yang tidak di imbagi denga antiprotease, sehingga terjadi kerusakan
jaringan (Kamangar, 2010). Kelainan ventilasi berhubungan dengan
adanya inflamasi jalan nafas, edema, bronkokonstriksi dan hipersekresi
mukus. Kelainan perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada
arteriol (Chojnowski, 2003). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan
sesak nafas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal
ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan
pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru seperti ventilasi, distribusi
gas, difusi gas maupun perfusi darah akan mengalami gangguan.
Patway
Pencetus
PPOK Inflamasi
Perbesaran alveoli
bersihan jalan nafas tidak
Hipertiroid kelenjar mukosa efektif
Gangguan
Ekspansi paru pertukaran gas
pernafasan meningkat
Pola Nafas tidak
efektif
Intoleransi
aktifitas
E. Intervensi Keperawatan
Diagosa Kep NOC NIC Rasional
Bersihan jalan Setelah dilakukan 1. Monitor 1. Mengetahui
nafas tidak tindakan respirasi dan peningkatan RR
efektif b.d keperawatan 1x 2 status O2 2. Mencegah
ketidakedekuatan jam diharapkan 2. Beri pasien – terjadinya
batuk, Klien dapat sampai 8 gelas dehidrasi
peningkatan meningkatkan cairan / hari 3. Mengeluarkan
produksi mukus bersihan jalan kecuali terdapat sputum / dahak
nafas dengan korpulmonal 4. Menghindari
kriteria hasil : 3. Ajarkan teknik faktor pencetus
1. Klien mampu batuk efektif yang
mendemonstra 4. Intruksikan memperberat
sikan batuk pasien untuk sesak
efektif menghindari 5. Untuk
2. Intake cairan iritan seperti mengurangi
adekuat asap rokok, gejala yang
3. Suara nafas aerosol, suhu muncul
bersih yang ekstrim
dan asap
5. Kolaborasi
dengan dokter
pemberian obat :
a. Antibiotik
b. Nebulizer :
ventolin +
flexotid
Gangguan Setelah dilakukan 1. Kaji dispnea, 1. Whezing atau
Pertukaran gas tindakan takipnea, bunyi mengi indikasi
b.d keperawatan 1 x pernafasan akumulasi
ketidakseimbang 2 jam diharpkan abnormal sekret
an perfusi klien tidak ada 2. Evaluasi 2. Akumulasi
ventilasi gangguan perubahan sekret dapat
pertukaran gas. tingkat mengganggu
Dengan kriteria kesadaran, catat oksigenasi di
hasil : tanda-tanda organ
1. Frekuensi sianosis dan 3. Membantu
nafas normal perubahan mengoreksi
(16-24 x / warna kulit, hipoksemia
menit) membran yang terjai
2. Tidak ada mukosa da sekunder
disritmia warna kuku 4. Mengurangi
3. Melaporkan 3. Pantau konsumsi
penurunan pemberian oksigen pada
dispnea oksigen periode
4. Menunjukan 4. Anjurkan untuk respirasi
perbaikan bedrest, batasi 5. Bronkodilator
dalam laju dan bantu mendilatasi
aliran aktivitas sesuai jalan nafas
ekspirasi kebutuhan dengan
5. Berikan obat- membantu
obatan melawan edema
bronkodilator mukosa
bronkial
Pola nafas tidak Setelah diberikan 1. Kaji kualitas, 1. Untuk
efektif asuhan frekuensi dan mengetahui
keperawatan 1 x kedalaman sejauh mana
2 jam diharapkan pernafasan perubahan
ketidakefektifan 2. Posisikan pasien kondisi pasien
nafas paien dapat semi fowler 2. Penurunan
teratasi. Degan degan kepala diafragma
kriteria hasil : ditinggikan 60- memperluas
1. Tanda-tanda 90 derajat daerah dada
vital dalam 3. Observasi tanda- sehingga
rentang tanda vital ekspansi paru
normal (TD : 4. Bantu dan bisa maksimal
120-130/ 90- ajarkan pasien 3. Peningkatan RR
100 mmHg, N nafas dalam dan takikardi
: 60-100 x/ yang efektif merupakan
menit, RR : 5. Kolaborasi indikasi adanya
16-24 x/menit, dengan dokter penurunan
S : 36,5-37,5 untuk pemberian fungsi paru
C) obat dan 02 4. Penekanan otot-
2. Tidak ada otot dada serta
suara nafas abdomen
tambahan membuat batuk
lebih efektif
5. Pemberian
oksigen dapat
menurunkan
beban
pernafasan dan
mencegah
terjadinya
sianosis
Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan 1. Posisikan pasien semi
nafas tidak efektif keperawatan 1x 2 jam fowler
b.d sekresi diharapkan Klien dapat 2. Monitor dan ukur
bronkus meningkatkan bersihan respirasi dan status
jalan nafas dengan kriteria O2, TD , nadi, suhu
hasil : 3. Beri pasien – sampai
1. Klien mampu 8 gelas cairan / hari
mendemonstrasikan kecuali terdapat
batuk efektif korpulmonal
2. Intake cairan adekuat 4. Ajarkan teknik batuk
3. Suara nafas bersih efektif
5. Intruksikan pasien
untuk menghindari
iritan seperti asap
rokok, aerosol, suhu
yang ekstrim dan asap
6. Kolaborasi dengan
dokter pemberian
obat :
a. Antibiotik
b. Nebulizer :
ventolin +
flexotid
2. Gangguan Setelah dilakukan tidakan 1. Kaji dispnea,
pertukaran gas keperawatan 1 x 2 jam takipnea, bunyi
b.d diharpkan klien tidak ada pernafasan abnormal
ketidakseimbagan gangguan pertukaran gas. 2. Evaluasi perubahan
perfusi ventilasi Dengan kriteria hasil : tingkat kesadaran,
1. Frekuensi nafas normal catat tanda-tanda
(16-24 x / menit) sianosis dan
2. Tidak ada disritmia perubahan warna
3. Melaporkan penurunan kulit, membran
dispnea mukosa da warna
4. Menunjukan perbaikan kuku
dalam laju aliran 3. Pantau pemberian
ekspirasi oksigen
4. Anjurkan untuk
bedrest, batasi dan
bantu aktivitas sesuai
kebutuhan
5. Berikan obat-obatan
bronkodilator
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
EVALUASI KEPERAWATAN
Pasien akan mendapatkan hasil yang lebih baik bila dilakukan latihan
teknik relaksasi otot sebelum melakukan breathing retraining karena
pasien yang mengalami sesak napas akan mengalami kekakuan pada otot-
otot bantu pernapasan (Hoeman, 1996). Teknik relaksasi selain bertujuan
untuk mengurangi ketegangan otot bantu pernapasan, menurunkan
penggunaan energi dalam bernapas yang dapat meningkatkan kerja
pernapasan, juga untuk menurunkan kecemasan pasien PPOK akibat sesak
napas yang dialaminya.
Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
Volume 2. Jakarta : EGC
Guyton, & Hall (2001). Human Physiology and Diseases Mechanism. Edisi 3 (
Terjemahan oleh Petrus Andrianto, 2001). Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC