Anda di halaman 1dari 12

LAPORN PENDAHULUAN

DIABETES MILITUS

DISUSUN OLEH:

YOGI PRANATA
170104158

PROGAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HARAPAN
BANGSA
PURWOKERTO
LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELLITUS

A. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
(Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula
(glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif
(Arjatmo, 2002).
Diabetes militus adalah gangguan metabolisme yang ditanai dengan
hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme
karbohidrat ,lemak dan protwin yang disebabkan oleh penurunan sekresi
insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan
komplikasi kronis makrovaskuler ,mikrovaskuler dan neuropati(yuliana
elin,2009)
Diabetes militus adala suatu penyakit kronik disebabka olehgangguan
metabolism yang berhubungan dengan insulin dalam tubuh.(Arita.2009)

B. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
Disebabkan oleh distruksi sel-sel pulau-pulau langerhans akbatproses
autoimun
2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
Disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin
3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)
C. Etiologi
1. Diabetes tipe I:
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA. (Brunner dan Suddarth,
2002).
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans
dan insulin endogen. (Brunner dan Suddarth, 2002).
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta.interaksi antara faktor-faktor genetik
,imonologi dan ingkungan dalam etiologi diabete tipe 1 merupakan
pokok perhatian riset yang berlanjut ,meskipun kejadian yang
menimbulkan destruksi sel beta tidak dimengerti sepenuhnya ,namun
pernyataan bahwa kerentanan genetik merupakan faktor dasar yang
melandasiproses terjadinya diabetes tipe 1. (Brunner dan Suddarth,
2002).
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga. (Brunner dan Suddarth, 2002)
D. Patofisiologi danPathways
Pada diabetes tipe 1 terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Hiperglikemia-puasa terjadi akibat produksi glukosa
yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar ; akibatnya,
glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa
berlebihan diekresikan dalam urin, ekresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis
osmotik. Sebagian akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya
simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan
glukosa baru dari asam-asam amino serta substansi lain), namu pada
penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan
lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Di saamping itu akan
terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi
badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan
keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam-basa tubuh
apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya
dapat menyebabkan tanda-tanda dan gelaja seperti nyeri abdomen, mual,
muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton, dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian
insulin bersama dengan cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan
memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi
gejala hiperglikemia serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai
pemantauan kadar glukosa darah yang sering merupakan komponen terapi
yang penting.

E. Tanda dan Gejala


Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada
DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah
keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua,
sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus
dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya
gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta
kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh
dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering
ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Coma hiperglikaemikum
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati viseral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi,
dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia
urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak
bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi
pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM
usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi
insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan
ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan
hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia
seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia
lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan
dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
- Plasma vena < 100 100-200 >200
- Darah kapiler <80 80-200 >200
Kadar glukosa darah puasa
- Plasma vena <110 110-120 >126
- Darah kapiler <90 90-110 >110
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

G. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta
neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa
darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan

H. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
2. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat
terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau
tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
3. Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
4. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,
perubahan tekanan darah
5. Integritas Ego
Stress, ansietas
6. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare.
7. Makanan / Cairan

Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
8. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan
penglihatan.
9. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
10. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
11. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

I. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimangan nutrisi b.dketidakmampuan untuk mengabsorbsi makanan
2. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
3. Kerusakan integritas kulit b.d kondisi gangguan metabolik
4. Resiko injury

J. Intervensi
1. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan
masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
a. Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
b. Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
a. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
b. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan
makanan yang dapat dihabiskan pasien.
c. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual,
muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa
sesuai dengan indikasi.
d. Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit
dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
e. Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
f. Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit
lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
g. Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
h. Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
i. Kolaborasi dengan ahli diet.

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.


Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi
perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara
individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik
b. Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
c. Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas
d. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
e. Pantau masukan dan pengeluaran
f. Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas
yang dapat ditoleransi jantung
g. Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
h. Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi
tidak teratur
i. Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa,
pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati


perifer).
Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan
penyembuhan.
Kriteria Hasil :
Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :
a. Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi
ganti balut.
b. Kaji tanda vital
c. Kaji adanya nyeri
d. Lakukan perawatan luka
e. Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
f. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
4. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan
Tujuan : pasien tidak mengalami injury
Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injury
Intervensi :

a. Hindarkan lantai yang licin.


b. Gunakan bed yang rendah.
c. Orientasikan klien dengan ruangan.
d. Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
e. Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi
DAFTAR PUSTAKA
Arjatmo Tjokronegoro. 2002. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI.
Brunner & suddart.2002.Buku Keperawatan Medikal Bedah.jakarta:EGC
Carpenito, Lynda Juall. 2005. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa
YasminAsih, Jakarta : EGC.
Doenges, Marilyn E. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made
Sumarwati. Jakarta : EGC.
Ikram, Ainal. 2005.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut
jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI.
Luecknote, Annette Geisler. 2002.Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani,
Jakarta:EGC,.
Murwani,Arita. 2009.perawatan pasien penyakit dalam.yogyakarta:Mitra Cendikia Offset.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester,
Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.

Anda mungkin juga menyukai