Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Melitus (DM) di
Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Diabetes Care, 2004). Sedangkan hasil Riset kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada
kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Dan
daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%.
Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Departemen Kesehatan RI Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K), MARS, DTM&H saat
membuka Seminar dalam rangka memperingati Hari Diabetes Sedunia 2009, 5 November 2009
di Jakarta.
Prof. Tjandra Yoga mengatakan berdasarkan hasil Riskesdas 2007 prevalensi nasional DM
berdasarkan pemeriksaan gula darah pada penduduk usia >15 tahun diperkotaan 5,7%.
Prevalensi nasional Obesitas umum pada penduduk usia >= 15 tahun sebesar 10.3% dan
sebanyak 12 provinsi memiliki prevalensi diatas nasional, prevalensi nasional Obesitas sentral
pada penduduk Usia >= 15 tahun sebesar 18,8 % dan sebanyak 17 provinsi memiliki prevalensi
diatas nasional. Sedangkan prevalensi TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) pada penduduk usia
>15 tahun di perkotaan adalah 10.2% dan sebanyak 13 provinsi mempunyai prevalensi diatas
prevalensi nasional. Prevalensi kurang makan buah dan sayur sebesar 93,6%, dan prevalensi
kurang aktifitas fisik pada penduduk >10 tahun sebesar 48,2%. Disebutkan pula bahwa
prevalensi merokok setiap hari pada penduduk >10 tahun sebesar 23,7% dan prevalensi minum
beralkohol dalam satu bulan terakhir adalah 4,6%.
Dalam sambutannya Prof. Tjandra Yoga menjelaskan, Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit
kronis yang disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin atau
karena penggunaan yang tidak efektif dari produksi insulin.Hal ini ditandai dengan tingginya
kadar gula dalam darah. Penyakit ini membutuhkan perhatian dan perawatan medis dalam waktu
lama baik untuk mencegah komplikasi maupun perawatan sakit.
Diabetes Melitus terdiri dari dua tipe yaitu tipe pertama DM yang disebabkan keturunan dan tipe
kedua disebabkan life style atau gaya hidup. Secara umum, hampir 80 % prevalensi diabetes
melitus adalah DM tipe 2. Ini berarti gaya hidup/life style yang tidak sehat menjadi pemicu
utama meningkatnya prevalensi DM. Bila dicermati, penduduk dengan obes mempunyai risiko
terkena DM lebih besar dari penduduk yang tidak obes.
WHO merekomendasikan bahwa strategi yang efektif perlu dilakukan secara terintegrasi,
berbasis masyarakat melalui kerjasama lintas program dan lintas sektor termasuk swasta. Dengan
demikian pengembangan kemitraan dengan berbagai unsur di masyarakat dan lintas sektor yang
terkait dengan DM di setiap wilayah merupakan kegiatan yang penting dilakukan. Oleh karena
itu, pemahaman faktor risiko DM sangat penting diketahui, dimengerti dan dapat dikendalikan
oleh para pemegang program, pendidik, edukator maupun kader kesehatan di masyarakat
sekitarnya.
Prof. Tjandra Yoga menambahkan bahwa pada Sidang Umum Persatuan Bangsa Bangsa (PBB)
dalam press release tanggal 20 Desember 2006 telah mengeluarkan Resolusi Nomor 61/225 yang
mendeklarasikan bahwa epidemic Diabetes Melitus merupakan ancaman global dan serius
sebagai salah satu penyakit tidak menular yang menitik-beratkan pada pencegahan dan
pelayanan diabetes di seluruh dunia. Sidang ini juga menetapkan tanggal 14 Nopember sebagai
Hari Diabetes Se-Dunia (World Diabetes Day) yang dimulai tahun 2007.
.
Oleh karena itu, program Pengendalian Diabetes Melitus dilaksanakan dengan prioritas upaya
preventif dan promotif, dengan tidak mengabaikan upaya kuratif. Serta dilaksanakan secara
terintegrasi dan menyeluruh antara Pemerintah, Masyarakat dan Swasta (LP, LS, Profesi, LSM,
Perguruan Tinggi).
Sedangkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1575 tahun 2005, telah dibentuk
Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular yang mempunyai tugas pokok memandirikan
masyarakat untuk hidup sehat melalui pengendalian faktor risiko penyakit tidak menular,
khususnya penyakit DM yang mempunyai faktor risiko bersama.
Sesuai dengan tema Hari Diabetes Sedunia tahun 2009, ??Pahami Diabetes dan Kendalikan??,
maka memahami diabetes harus dilakukan secara menyeluruh, baik faktor risikonya,
diagnosanya maupun komplikasinya. Dan Kendalikan Diabetes sangatlah penting dilaksanakan
sedini mungkin, untuk menghindari biaya pengobatan yang sangat mahal. Bahkan semenjak
anak-anak dan remaja, gaya hidup sehat dengan mengkonsumsi banyak sayur dan buah,
membiasakan olah raga dan tidak merokok merupakan kebiasaan yang baik dalam pencegahan
Diabetes Melitus. Oleh karena itu, peran para pendidik baik formal maupun informal, edukator
DM dan para kader sangat memegang peranan penting untuk menurunkan angka kesakitan DM.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan.
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks:
52921669, Call Center: 021-30413700, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id,
info@puskom.depkes.go.id, kontak@puskom.depkes.go.id.
http://www.depkes.go.id/article/print/414/tahun-2030-prevalensi-diabetes-melitus-di-indonesia-
mencapai-213-juta-orang.html
HARI GINJAL SEDUNIA 2016: CEGAH NEFROPATI
SEJAK DINI
DIPUBLIKASIKAN PADA : RABU, 09 MARET 2016 00:00:00, DIBACA : 12.667
KALIJakarta, 9 Maret 2016
Beberapa tahun belakangan telah terjadi perubahan pola penyakit di Indonesia, antara lain
dengan meningkatnya tren penyakit katastropik setiap tahun. Penyakit katastropik, merupakan
penyakit berbiaya tinggi dan secara komplikasi dapat membahayakan jiwa penderitanya, antara
lain: penyakit ginjal, penyakit jantung, penyakit syaraf, kanker, diabetes mellitus, dan
haemofilia.
Mengutip data sebaran kasus dan biaya klaim di Rawat Jalan Tingkat Lanjut (RJTL) Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sampai dengan triwulan III tahun 2015, kasus
sistem saluran kemih berjumlah sebanyak 3.094.915 urutan tertinggi ketiga, namun
menghabiskan biaya lebih dari 3 Trilyun rupiah.
Demikian kutipan paparan Menteri Kesehatan dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI,
pada pertengahan Februari lalu di Gedung Nusantara, Jakarta (15/2).
World Kidney Day (WKD) atau Hari Ginjal Sedunia 2016 yang diperingati setiap hari Kamis
pada minggu kedua di bulan Maret. Tahun ini, Hari Ginjal Sedunia jatuh pada tanggal 10 Maret
2016 dan berfokus pada Pencegahan Penyakit Ginjal Harus Dilakukan Sejak Dini demi
membangun generasi mendatang yang lebih sehat.
Berkaitan dengan hal tersebut, Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementerian
Kesehatan RI, dr. Lily Sriwahyuni Sulistyowati, MM, menegaskan bahwa kerusakan jaringan
ginjal yang berfungsi untuk menyaring darah atau dikenal juga dengan istilah Nefropati,
merupakan penyakit tidak menular yang sebenarnya dapat dicegah. Penyakit ginjal dijuluki
sebagai silent disease karena seringkali tidak menunjukkan tanda-tanda peringatan dan jika tidak
terdeteksi, akan memperburuk kondisi penderita dari waktu ke waktu.
Penyakit ginjal kronis bersifat irreversible, artinya tidak bisa menjadi normal kembali, yang bisa
dilakukan hanyalah mempertahankan fungsi ginjal yang ada, jelas dr. Lily.
Salah satu perawatan bagi penderita gagal ginjal kronis adalah hemodialysis atau lebih dikenal
dengan sebutan cuci darah, yang dapat mencegah kematian tetapi tidak dapat menyembuhkan
atau memulihkan fungsi ginjal secara keseluruhan. Pasien harus menjalani terapi dialysis
sepanjang hidupnya (biasanya 1-3 kali seminggu) atau sampai mendapat ginjal baru melalui
operasi pencangkokan ginjal.
Mengutip data 7th Report of Indonesian Renal Registry, urutan penyebab gagal ginjal pasien
yang mendapatkan haemodialisis berdasarkan data tahun 2014, karena hipertensi (37%),
penyakit dibetes mellitus atau Nefropati Diabetika (27%), kelainan bawaan atau Glomerulopati
Primer (10%), gangguan penyumbatan saluran kemih atau Nefropati Obstruksi (7%), karena
Asam Urat (1%), Penyakit Lupus (1%) dan penyebab lain lain-lain (18%).
Dapat kita lihat bahwa sebagian besar penyebab gagal ginjal disebabkan faktor risiko perilaku
yang kurang sehat, yang merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit tidak menular, terang
dr. Lily.
Tidak hanya orang dewasa, anak-anak juga mempunyai risiko terkena penyakit tidak menular
(PTM), khususnya penyakit ginjal. Anak-anak memiliki risiko penyakit ginjal bahkan pada usia
dini (bayi). Oleh karena itu, penting mendorong deteksi dini dan penerapan pola hidup yang
sehat sejak Ibunya mengandung lahir, tumbuh, membesar dan terus berlanjut hingga masa
tuanya.
Untuk itu, guna mencegah berbagai risiko penyakit tidak menular, khususnya pencegahan gagal
ginjal kronis, Kemenkes mengajak masyarakat untuk CERDIK, tandas dr. Lily.
CERDIK merupakan kepanjangan dari: Cek kesehatan secara berkala; Enyahkan asap rokok;
Rajin beraktifitas fisik; Diet yang baik dan seimbang;Istirahat yang cukup; dan Kelola stress.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat,Kementerian Kesehatan
RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline (kode
lokal) 1500-567, SMS 081281562620, faks (021) 5223002, 52921669, dan alamat email
kontak[at]kemkes[dot]go[dot]id.
http://www.depkes.go.id/article/print/16031000001/hari-ginjal-sedunia-2016-cegah-nefropati-sejak-
dini.html