PENDAHULUAN
No Nama Peneliti Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
dan tahun
Pengalaman Tujuan penelitian Jenis penelitian Peneliti telah
1 Yuningsih dkk., Pencegahan Ulkus ini untuk yang digunakan mengidentifikasi
(2019) Berulang Pada memperoleh adalah desain enam
Penderita pemahaman kualitatif dengan tema yang telah
pengalaman pendekatan sesuai dengan tujuan
DiabeMellitus Di pencegahan ulkus fenomenologi jenis penelitian yaitu
Wilayah Kerja berulang pada deskriptif pencegahan ulkus
Uptd Puskesmas penderita Diabetes berulang
Awiluar Mellitus di pada penderita
wilayah kerja Diabetes Mellitus
UPTD Puskesmas sebagai
Awiluar hasil penelitian.
Kabupaten Ciamis Temanya yaitu: 1)
dengan Pola diet
menggunakan pada penderita
metode kualitatif Diabetes Mellitus, 2)
dengan desain Latihan
fenomenologi jasmani pada
deskriptif. penderita Diabetes
Mellitus,
3) Jenis terapi pada
penderita Diabetes
Mellitus, 4)
Menejemen
lingkungan pada
penderita Diabetes
Mellitus, 5)
Menejemen
diri pada penderita
Diabetes Mellitus, 6)
Istirahat pada
penderita Diabetes
Mellitus.
Post Amputation
2 Kusuma, (2017) Response Penelitian
And ini bertujuan
Penelitian ini menggunakan
Analisis tema diperoleh dari
Coping Of untuk studi kualitatif hasil wawancara pada
Diabetes Mellitus mengeksplorasi dengan pendekatan peneitian ini terhadap
Patient In Ulin berbagai fenomenolgi. respon dan koping
General Hospital pengalaman pasien Fenomenologi partisipan pada
Banjarmasin DM pasca menyediakan pasien DM post
amputasi tentang pemahaman yang amputasi.
respon dan koping mendalam tentang Menghasilkan 2 tema
yang dialaminya fenomena utama yang
sebagaimana yang ditemukan seperti (1)
dialami beberapa berbagai respon post
individu. Untuk amputasi, dan (2)
mengeksplorasi berbagai koping
secara mendalam pasien DM post
dan naturalistik amputasi. Tema-
dari pengalaman tema ini akan peneliti
pasien DM pasca uraikan kembali per
amputasi sub-tema untuk
memperoleh
pemahaman
bagaimana ke dua
tema tersebut
terbentuk berdasarkan
pengalaman para
paertisipan
Pengalaman Penelitian ini Penelitian ini Pertisipan terdiri atas
3 Harissya, dkk Psikologis Pasien bertujuan untuk menggunakan 5 orang perempuan
(2022) Diabetes Melitus memberikan metode kualitatif dan 2 orang laki-laki.
dengan DFU peluang pada dengan pendekatan Karakteristik usia
(Diabetic Foot pasien untuk fenomenologi. semua partisipan
Ulcer) Pasca menceritakan Partisipan yang terlibat selama
Amputasi bagaimana yang diteliti pada penelitian ini
pengalaman penelitian ini merupakan lanjut
psikologis pasien adalah pasien DM usia. Mulai dari
DFU setelah dengan diabertic lansia awal sebanyak
amputasi sesuai foot ulcer yang 4 orang, yaitu berusia
dengan versinya telah menjalani 52 tahun sebanyak
masing-masing amputasi dan dua orang, 53 tahun
bertempat tinggal sebanyak dua orang,
di Kota Padang. dan 54 tahun
Pengumpulan sebanyak satu orang.
Partisipan terlibat
dalam penelitian ini
juga merupakan
lansia akhir yaitu
sebanyak dua orang,
yaitu lansia yang
berusia 57 tahun satu
orang, dan satu orang
partisipan yang
berusia 61 tahun.
Tujuh orang
partisipan yang
berpartisipasi dalam
penelitian ini rata-rata
tidak bekerja kembali
setelah mendapatkan
prosedur amputasi,
dan hanya 1
partisipan yang
Kembali bekerja
setelah amputasi.
Jenis amputasi yang
di alami partisipan
pada umumnya yaitu
amputasi minor yakni
sebanyak 5 orang dan
dua orang lainnya
menjalani amputasi
mayor. Selain itu,
partisipan yang
terlibat dalam
penelitian ini
seluruhnya beragama
Islam. Berdasarkan
analisis data secara
induktif enggunakan
metode Collaizi,
ditemukan tiga tema.
Temu tersebut
menjelaskan tentang
pengalaman
psikologis pasien
DFU pasca amputasi,
yaitu dampak
emosional, gangguan
citra tubuh dan harga
diri rendah, dan
adaptasi diri terhadap
kehilangan.
Pengalaman Untuk mengetahui Penelitian ini Hasil penelitian
4 Laily, (2016) Pasien Diabetes bagaimana merupakan menunjukkan bahwa
Melitus Dalam pengalaman pasien penelitian penanganan yang
Perawatan Luka diabetes melitus kualitatif dengan tidak tepat pada saat
Diabetik Di dalam perawatan metode terjadi luka dan tidak
Kelurahan luka diabetik di fenomenologi adanya penangan
Kalikajar Kelurahan deskriptif. awal luka
Kabupaten Kalikajar partisipan pada mengakibatkan kaki
Wonosobo Kabupaten penelitian ini infeksi yang
Wonosobo. diambil secara menyebabkan
purposive amputasi atau
sampling operasi. Partisipan
berjumlah 9 orang membersihkan luka
yang terdiri dari 4 dengan cairan spirtus
pasien diabetes dan mencucinya
melitus yang dengan air mengalir
pernah mengalami pada saat ada
luka diabetik, 4 luka. Pada perawatan
orang anggota lanjutan, partisipan
keluarga pasien, menjalani operasi dan
dan 1 perawat amputasi.
Puskesmas Perawatan yang
Kalikajar 1. dijalani partisipan
Pengumpulan data meliputi
dengan wawancara debridement,
mendalam dan cleansing,
penggunaan
observasi. Analisa data obat topikal, dan
menggunakan dressing. Kontrol
bantuan software infeksi dengan cara
open code 4.02. konsumsi obat
antibiotik
berdasarkan resep
dokter dan
penggunaan
antibiotik topikal.
Faktor yang
mempengaruhi
perawatan luka
partisipan adalah
tingkat pengetahuan.
Pengetahuan dan
pemahaman
partisipan tentang
perawatan luka
diabetik masih
kurang yang
disebabkan
kurangnya paparan
informasi tentang
manajemen
penyakit DM dan
manajemen
komplikasinya.
Partisipan menyadari
pentingnya
pencegahan luka
kembali. Upaya yang
dilakukan partisipan
dalam pencegahan
luka kembali meliputi
manajemen
lingkungan, kontol
makanan, kontrol
kesehatan
rutin, kontrol gula
darah dengan obat
(terapi farmakologi),
serta perawatan kuku
kaki dan pemakaian alas kaki.
Hasil pengamatan
5 Kusumaningrum,
Karakteristik Diabetic
Penelitian ini bertujuan
Penelitian ini merupakan karakteristik DFU
(2020) Foot Ulcer untuk penelitian menunjukkan bahwa
(DFU) pada menggambarkan kuantitatif kedalaman luka lebih
Individu dengan karakteristik DFU descriptive dengan banyak teridentifikasi
Diabetes Mellitus pada pasien pendekatan cross- pada area subkutan/
(DM): Studi dengan DM. sectional. Teknik dermis ke jaringan
Deskripsi – Cross sampling yang lemak (40 pasien;
Sectional digunakan adalah 54,8%) daripada di
consecutive lapisan lain. Selain
sampling. Besar itu, juga ditunjukkan
sampel minimal bahwa sebagian besar
pada penelitian responden
adalah 73 teridentifikasi
responden mempunyai luka
yang dikategorikan
parah (55; 75,3%).
Dengan demikian
dapat disimpulkan
bahwa karakteristik
DFU pada pasien DM
cenderung bervariasi.
Identifikasi dini dan
pengawasan intensif
sangat penting untuk
meningkatkan
manajemen DFU dan
untuk menghindari
amputasi ekstremitas
bawah
2.1.1 Pengertian
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit yang diakibatkan terganggunya
proses metabolisme glukosa di dalam tubuh yang disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi pada
membran basalis dengan karakteristik hiperglikemia (American Diabetes
Association, 2023).
World Health Organization (WHO) merumuskan bahwa Diabetes
Melitus yaitu sekumpulan problema anotomik dan kimiawi akibat dari
sejumlah faktor dimana didapatkan defisiensi dari insulin yang absolut atau
relative dengan gangguan fungsi insulin. (World Health Organization,
2020). Menurut Smeltzer & Bare (2019), diabetes melitus merupakan suatu
penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multisistem dan mempunyai
karakteristik hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau kerja
insulin yang tidak adekuat.
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan
meningkatnya kadar glukosa dalam darah (Hiperglikemia) sebagai akibat
adanya kelainan insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Bentuk dari DM
Tipe 2 dapat bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai
defisiensi relative sampai kondisi dominan defek sekresi insulin disertai
resistensi insulin (PERKENI, 2019).
Menurut Decroli (2019), Diabetes Melitus Tipe 2 yaitu suatu keadaan
dimana terjadi gangguan sensitifitas insulin dan /atau gangguan sekresi
insulin, dimana tubuh tidak mampu lagi memproduksi cukup insulin untuk
mengkompensasi peningkatan insulin resisten.
2.2 Etiologi
Diabetes Melitus Tipe 2 menurut ADA (2019), terjadi karena penurunan
frekuensi produksi insulin yang dihasilkan oleh sel β pancreas, yang
melatarbelakangi terjadinya resistensi insulin. Decroli (2019) menyebutkan
DM tipe 2 disebabkan oleh gangguan produksi insulin, fungsi insulin atau
kedua-duanya. Hormon Insulin berfungsi mengatur kadar gula darah.
Diabetes yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan Gula darah yang tinggi
(Hiperglikemia), dan seiring waktu mengakibatkan kerusakan banyak sistem
dalam tubuh, terutama pembuluh darah dan syaraf (WHO, 2020).
Kadar insulin bisa normal, meningkat atau rendah tetapi fungsi untuk
metabolism glukosa berkurang atau tidak ada sehingga glukosa darah
meningkat, yang disebut hiperglikemia. Kurangnya kadar insulin
menyebabkan pasien membutuhkan insulin dari luar. Secara Klinis,
Diabetes Melitus terjadi saat tubuh tidak mampu lagi menghasilkan insulin
ang cukup untuk mengkompensasi peningkatan insulin yang resisten.
2.3 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada penderita DM biasanya tergantung dari tingkat
hiperglikemia yang telah dialami oleh pasien. Manifestasi klinis yang dapat
muncul pada seluruh tipe diabetes adalah poliuria, polidipsia serta
poliphagia. Poliuria dan polidipsia dapat terjadi sebagai akibat dari
kehilangan cairan secara berlebihan. Pasien akan mengalami poliphagia
yang diakibatkan dari kondisi metabolic yang telah diinduksi dengan adanya
defesiensi insulin serta memecahkan lemak serta protein.
Gejala lain yang timbul adalah lemah, lelah adanya perubahan pada
penglihatan, rasa gatal pada tungkai atau kaki, disertai dengan kulit kering,
adanya luka yang dalam penyembuhannya lama serta infeksi secara
berulang (Smeltzer, et al. 2008 dalam Damayanti, 2017).
2.4 Klasifikasi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2020 menyatakan
bahwa DM yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM gestasional, dan DM tipe lain.
Namun jenis DM yang paling umum yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2.
2.4.1 Ziabetes melitus tipe 1
DM tipe 1 merupakan proses autoimun atau idiopatik dapat
menyerang orang semua golongan umur, namun lebih sering terjadi
pada anak-anak. Penderita DM tipe 1 membutuhkan suntikan insulin
setiap hari untuk mengontrol glukosa darahnya (IDF, 2019). DM tipe
ini sering disebut juga Juvenile Diabetes atau Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (IDDM), yang berhubungan dengan antibody
berupa Islet Cell Antibodies (ICA), Insulin Autoantibodies (IAA), dan
Glutamic Acid Decarboxylase Antibodies (GADA). 90% anak-anak
penderita IDDM mempunyai jenis antibody ini (Bustan, 2007 dalam
Alkhoir, 2020).
2.4.2 Diabetes melitus tipe 2
DM tipe 2 atau yang sering disebut dengan Non Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM) adalah jenis DM yang paling sering
terjadi, mencakup sekitar 90% pasien DM didunia (IDF, 2019).
Keadaan ini ditandai oleh resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif. Menurut Greenstein dan Wood (2010) dalam Alkhoir (2020)
menyebutkan bahwa DM tipe ini lebih sering terjadi pada usia diatas
40 tahun, akan tetapi dapat pula terjadi pada orang dewasa muda dan
anak-anak.
2.4.3 Diabetes melitus gestational
DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi
glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada
trimester kedua dan ketiga. DM gestasional berhubungan dengan
meningkatnya komplikasi perinatal (Alfi et al., 2019). Diabetes yang
didiagnosis pada trimester kedua atau ketiga kehamilan dan tidak
mempunyai riwayat diabetes sebelum kehamilan (ADA, 2020 dalam
Alkhoir, 2020).
2.4.4 Diabetes melitus tipe lain
DM tipe ini terjadi akibat penyakit gangguan metabolik yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa darah akibat faktor genetik fungsi sel
beta, kerusakan kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit
metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit autoimun
dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan penyakit DM (Alfi et
al., 2019).
2.5 Patofisiologi
Pada DM terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin,
yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, maka akan terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin
disertai dengan penurunan reaksi intrasel. Dengan demikian insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan oleh jaringan. Ada beberapa
faktor yang diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin. Antara lain yaitu faktor genetik, usia (resistensi insulin
cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun), obesitas, riwayat keluarga
dan kelompok etnik tertentu seperti golongan Hispanik serta penduduk asli
Amerika (Wulandari, 2018).
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan.
Pada pasien toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat
yang normal atau sedikit meningkat.
Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat
dan terjadi DM (Wulandari, 2018). Meskipun terjadi gangguan sekresi
insulin yang merupakan ciri khas DM, namun masih terdapat insulin dengan
jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan
keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetes jarang terjadi
pada DM. Jika DM tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut
lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hyperosmolar nonketotik
(HHNK) (Wulandari, 2018).
2.6 Komplikasi
b. Fase proliferasi
Fase proliferasi terjadi karena simultan dengan fase migrasi dan
proliferasi sel basal yang juga terjadi selama 2 sampai 3 hari, pada
fase ini terdiri dari neoangiogenesis, penbentukan jaringan yang
sudah tergranulasi, dan juga epitelisasi Kembali. Jaringan yang
sudah terganulasi terbentuk oleh pembuluh darah kapiler 21 dan
limfatik kedalam luka dan kolagen yang disintesis kemudian olhe
fibroblast akan memberikan kekuatan pada kulit. Sel epitel akan
mengeras dan memberikan waktu untuk kolagen memperbaiki
jaringan yang luka atau rusak. Proliferasi dari fibroblast dan
sintesis kolagen membutuhkan waktu selama dua minggu.
3.3
Gambar Analisis (Sugiyono, 2016)