Anda di halaman 1dari 20

PRESSURE ULCER (DEKUBITUS) ATAU LUKA TEKAN

DEFINISI

Pressure (Interface Pressure) is the force per unit area that acts perpendicularly between the
body and the support surface (AHCPR, 1994).

It is affected by the stiffness and thickness of the support surface, the composition of the
body tissue, and the geometry of the body being supported (AHCPR, 1994).

A pressure ulcer (PU) is an area of localized damage to the skin and underlying tissue caused
by pressure, shear, friction, and/or a combination of these. (EPUAP,1999)

Atau

Luka Decubitus adalah suati area yang terlokalisir dengan jaringan yang mengalami nekrosis
yang biasanya terjadi pada bagian permukaan tulang yangmenonjol sebagai akibat dari
tekanan dalam janka waktu lama sehingga menyebabkan penekanan pada kapiler.

ETIOLOGI

Penyebab Luka decubitus dapat bagi menjadi dua yaitu faktor ekstrinsik dan intrinsik.
Adapun faktor ekstrinsik adalah sebagai berikut: (Braden and Bergstrom, 2000);

1. Tekanan
Faktor tekanan pada tulang-tulang yang menonjol dalam jangka waktu lama sehingga
menyebabkan terjadi iskemik pada jaringan dan akhirnya menyebabkan kematian
jaringan. (Lihat gambar di bawah ini)
2. Pergesekan dan Pergeseran

Gaya gesekan adalah sebagai faktor yang menyebabkan iskemik (Reichel 1958).
Keadaan ini dapat terjadi pasien di tempat tidur yang kemudian pasien merosot dan kulit
sering kali mengalami regangan dan tekanan yang mengakibatkan terjadinya iskemik
jaringan pada daerah yang mengalamai gesekan dan pergerseran tersebut.

3. Kelembaban
Kondisi kulit pasien yang sering mengalami kelembaban yang tinggi akan menyebabkan
terjadinya maserasi kemudian dengan adanya gesekan dan pergeseran sehingga
memudahkan terjadinya kerusakan pada kulit tersebut. Kelembaban ini terjadi akibat
inkontinensia, drain luka, banyak keringat dan lain sebagainya.
FAKTOR INTRINSIK

1. Usia
Usia dapat mempengaruhi terjadinya luka Dekubitus, karena bertambahnya usia
sepertiusia lanjut mudah sekali untuk terjadinya decubitus, karena pada usia lanjut terjadi
penurunan atau perubahan kualitas kulit yaitu elastitas kulit menurun dan berkurangnya
sirkulasi pada daerah kulit (dermis).

2. Suhu
Kondisi tubuh yang mengalami peningkatan suu akan berpengaruh pada kondisi
jaringan. Peningkatan suhu ini akan berisiko terjadinya iskemik jaringan. Selian itu juga
terjadinya penurunan elastisitas kulit yang mengakibatkan tidak toleran terhadap adanya
gesekan dan pergeseran sehinggga akan mudah mengalami kerusakan pada kulit tersebut.
Menurut Bergstrom N and Braden 1992, Suriadi dkk 2003 menjelaskan bahwa Adanya
hubungan yang bermakna antara peningkatan suhu tubuh dengan resiko terjadinya
decubitus.

3. Nutrisi
Nutrisi merupakan faktor yang dapat berkontribusi terjadinya luka decubitus. Pada
penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara
pasien yang mengalami decubitus dengan malnutrisi. Hal ini disebabkan karena kadar
albumin serum yang rendah di dalam darah pasien yang berkontribusi dengan
perkembangan terjadinya luka decubitus. Penelitian yang dilakukan Bergstrom, Norvel,
and Braden 1988, Allman et all, 1986) menjelaskan bahwa hypoalbunemia berhubungan
dengan luka pada pasien yang di rawat.

4. Tekanan antar permukaan (Interface Pressure)


Tekanan Interface adalah suatu pengukuran kuantitaif yang berupa hasil pengukurannya
dari antar permukaan bagian-bagian tulang yang menonjol dengan permukaan tempat
tidur diikur dengan satuan mmHg (milli meter air raksa).
Penelitian sebelumnya menurut Suriadi dkk, 2003 dalam penelitiannya melaporkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tekanan interface pressure dengan
terjadinya luka decubitus, semakin tinggi tekanan interface pressure maka akan semakin
berisiko terjadinya decubitus, karena meningkatnya tekanan interface dapat
mengakibatkan terjadinya sumbatan pada pembuluh darah kapiler yang tertekan dan
gangguan pada system limfatik yang konsekuensinya mengakibatkan kerusakan jaringan
dan berkembang menjadi luka decubitus. Hasil penelitian (Supriadi, dkk 2014)
menyebutkan bahwa tekanan antar muka (interface pressure) yang beresiko terjadinya
decubitus adalah 50 mmHg dengan menggunakan alat Palm Q. Di bawah ini gambar
instrument Palm Q.
Skema patofisiologi dapat di lihat di bawah ini.

Ada beberapa faktor lain yang dapat berkontribusi terjadinya decubitus yaitu menurunnya
persepsi sensoris, immobilisasi dan atau keterbatasan fisik. Ketiga faktor ini meruapakan
dampak dari lama tekanan interface dan intensitas tekanan pada tulang yang menonjol (Bony
prominance).
Gambar-gambar di bawah ini merupakan akibat dari Dekubitus:
PATOFISIOLOGI

Luka decubitus merupakan dampak dari tekanan antar permukaan antara tubuh (tulang-tulang
yang menonjol) dengan permukaan tempat tidur sehingga menyebabkan terjadinya
penekanan pada pembuluh darah mengakibatkan berkurangnya suplai atau sirkulasi darah
pada area tersebut, sehingga lama kelamaan jaringan setempat terjadi iskemik, hipoksia, dan
berkembang menjadi nekrosis. Tekanan normal pada kapiler adalah 32 mmHg. Apabila
tekanan kapiler melebihi dari tekanan darah dan struktur pembuluh darah pada kulit, maka
akan terjadi kolaps. Kolapsnya pembuluh darah akan menghambat proses oksigenasi dan
nutrisi ke jaringan dan aliran darah menjadi terhambat. Adanya peningkatan tekanan arteri
akan terjadi perpindahan cairan ke kapiler, hal ini akan menyokong terjadinya edema dan
konsekuensinya terjadi autolysis. Faktor lain juga menyebabkan aliran limpatik menurun dan
hal ini juga menyokong terjadinya edema dan berkontribusi untuk terjadinya nekrosis pada
jaringan.
PENGKAJIAN

S.S Scale

Interface (3). Risk (0). No risk


pressure Interface pressure ≥ 35 mmHg (bony Interface pressure
prominence; at sacrum). < 35 mmHg (bony prominence; at sacrum).
Body (4). Risk (0). No risk
temperature Body temperature ≥ 37.4 C °. Body temperature < 37.4 C °.
Smoking (2). Risk (0). No risk
Smoke ≥ 1 pack of cigarette/day before Smoke< 1 pack of cigarette/day before at this
at this admission. Stopped smoking ≥ 1 admission. Former; smoke < 1 pack/day, or ≥
pack/day between 1 month and 1 year 1 pack/day and stooped smoking > 1 year.
before this admission. And or never smoking.

Total score

Braden Scale

No Factor Result
1 Sensory perception: 3. Slightly limited
1. Completely limited 4. No impairment
2. Very limited
2 Moisture: 3. Occasionally
1. Constantly moist 4. Rarely moist
2. Very moist
3 Mobility: 3. Slightly limited
1. Completely immobile 4. No limitation
2. Very limited
4 Activity: 3. Walks occasionally
1. Bedfast 4. Walks frequently
2. Chair fast
5 Nutrition: 3. Adequate
1. Very poor 4. Excellent
2. Probability inadequate
6 Friction and Shear: 2. Potential problem
1. Problem 3. No apparent problem
Total
Skala Braden Versi Indonesia

Skala Braden
Pengkajian untuk Memprediksi Risiko Luka Dekubitus

Faktor Deskripsi
Persepsi sensori 1. Keterbatasan penuh
Tidak ada respon (tidak mengerang, menyentak atau
Kemampuan untuk menggenggam) terhadap rangsangan nyeri karena menurunnya
merespon secara tingkat kesadaran atau sedasi, atau terbatasnya kemampuan untuk
tepat terhadap rasa merasakan nyeri yang sebagain besar pada permukaan tubuh.
tidak nyaman yang
berhubungan dengan 2. Sangat terbatas
tekanan. Hanya dapat merespon terhadap rangsangan nyeri. Namun tidak
dapat menyampaikan rasa tidak nyaman kecuali dengan
mengerang atau sikap gelisah, atau mempunyai ganggujan sensori
yang menyebabkan terbatasnya kemampuan untuk merasakan
nyeri atau tidak nyaman pada lebih dari ½ bagian tubuh.

3. Keterbatasan ringan
Dapat merespon panggilan tetapi tidak selalu dapat
menyampaikan respon rasa tidak nyaman atau keinginan untuk
merubah posisi badan. Memiliki beberapa gangguan sensori yang
membatasinya untuk dapat merasakan nyeri atau tidak nyaman
pada satu atau kedua ekstrimitas.

4. Tidak ada gangguan


Dapat merespon panggilan. Tidak memiliki penurunan sensori
sehinggga dapat menyatakan rasa nyeri atau rasa tidak nyaman.

Kelembaban 1. Selalu lembab


Kulit selalu dalam keadaan lembab oleh kerinbgat, urine dan
Tingkat keadaan lainnya, keadaan lembab dapat dilihat pada setiap kali pasien
dimana kulit digerakkan atau dibalik.
menjadi lembab
2. Umumnya lembab
Kulit sering terlihat lembab akan tetapi tidak selalu. Pakaian
pasien dan atau alas tempat tidur harus diganti sedikitnya satu kali
setiap pergantian dinas.

3. Kadang-kadang lembab
Kulit kadang-kadang lembab. Penggantian pakaian pasien dan
atau alas tempat tidur sehingga jadual rutin, perlu diganti minimal
satu kali sehari.

4. Jarang lembab
Kulit biasanya dalam keadaan kering, pakaian pakaian dan atau
alas tempat tidur diganti sesuai dengan jadual rutin penggantian.
Mobilitas 1. Tidak mampu bergerak sama sekali
Tidak dapat merubah posisi badan atau ekstrimitas bahkan posisi
Kemampuan untuk yang ringan sekaligus tanpa adanya bantuan.
merubah dan
mengatur posisi 2. Sangat terbatas
Kadang-kadang merubah posisi badan atau ekstrimitas, akan tetapi
tidak dapat merubah posisi sesering mungkin atau bergerak secara
aktif (merubah posisi badan terhadap tekanan) secara mandiri.
3. Tidak ada masalah/Keterbatasan ringan
Bergerak secara mandiri baik di kursi maupun di atas tempat tidur
dan memiliki kekuatan otot yang cukup untuk menjaga posisi
badan sepenuhnya selama bergerak. Dapat mengatur posisi yang
baik di temapt tidur ataupun di kursi kapan saja.

4. Tanpa keterbatasan
Dapat merubah posisi badan secara tepat dan sering mengatur
posisi badan tanpa adanya bantuan.

Aktivitas 1. Total di tempat tidur


Hanya terbaring di tempat tidur
Tingkat aktivitas
2. Dapat duduk
Kemampuan untuk berjalan sangat terbatas atau tidak bisa sama
sekali dan tidak mampu menahan berat baadan dan atau harus di
bantu untuk kembali ke kursi atau kursi roda.

3. Berjalan kadang-kadang
Selama siang hari kadang-kadang dapat berjalan, tetapi jaraknya
sangat dekat saja dengan atau tanpa bantuan. Lebih banyak
menghabiskan waktunya di atas tempat tidur atau di kursi pada
setiap pergantian dinas.

4. Dpaat berjalan
Berjalan keluar ruangan sedikitnya 2 (dua) kali sehari dan berjalan
di dalam ruangan sedikitnya sekali setiap 2 jam selama waktu
terjaga.

Nutrisi 1. Sangat buruk


Tidak pernah menghabiskan makanan. Jarang makan lebih dari
Pola kebiasaan 1/3 dari makanan yang diberikan. Makan mengandung protein
makan sebanyak 2 porsi atau kurang setiap harinya. Kurang
mengkonsumsi cairan . Tidak mengkonsumsi cairan suplemen
atau pasien dipuasakan, dan atau mengjkonsumsi makanan cairan
atau mendapatkan cairan infuse melalui intra vena lebih dari 5
hari.

2. Kurang mencukupi
Jarang sekali menghabiskan makanan dan biasanya hanya
mengahbiskan kira-kira ½ porsi makanan yang diberikan.
Pemasukan makanan yang mengandung protein hanya tiga porsi
setiap harinya. Kadang-kadang mengkonsumsi makanan suplemen
atau mendapatkan makanan cairan atau selang NGT dengan
jumlah yang kurang dari kebutuhan optimum per hari.

3. Mencukupi
Satu hari makan tiga kali. Setiap makan mengkonsumsi lebih dari
½ porsi. Mengkonsumsi sebanyak 4 porsi makanan yang
mengandung protein setiap harinya. Kadang menolak untuk
makan, tapi biasanya mengkonsumsi makanan suplemen bila
diberikan atau mendapatkan makanan melalui selang NGT atau
cairan infuse berkalori tinggi yang dapat memenuhi kebutuhan
nutrisi.

4. Sangat baik
Menghabiskan setiap makanan yang diberikan. Tidak pernah
meolak. Mengkonsumsi 4 porsi atau lebih menu protein. Kadang
mengemil, tidak
memerlukan makanan suplemen.

Pergesekan dan 1. Bermasalah


Pergeseran Memerlukan bantuan sedang sampai maksimal untuk bergerak.
Tidak mungkin memindahkan badan tanpa pergesekan dengan
alas tempat tidur. Sering merosot ke bawah di atas tempat tidur
atau kursi, dan sering sekali memerlukan bantuan yang maksimal
untuk pengembalian posisi semula. Kekakuan pada otot,
kontraktur atau gelisah yang sering menimbulkan terjadinya
gesekan yang terus menerus.

2. Potensial bermasalah
Bergerak lemah atau memerlukan bantuan minimal. Selama
bergerak kulit kemungkinan bergesekan dengan alas tempat tidur,
kursi, sabuk pengekangan atau alat bantu lain. Hampir selalu
menjaga badan dengan cukup baik di kursi ataupun di tempat
tidur, namun kadang-kadang merosot ke bawah.

3. Keterbatasan ringan
Dapat merubah posisi badan atau ekstrimitas secara mandiri
meskipun dengan gerakan ringan.

@Barbara Braden dan Nancy Bergstrom, (1988), Penerjemah Suriadi, S.Kp, 2002.
WOUND ASSESSMENT DESIGN-R
Patient name : ……… (year),……(month)……(date)

Age : Time: Room/no. bed:

Depth (Kedalaman)
0 No particular skin lesion and no redness 3 Lesion extends into the subcutaneous tissue
(Tidak ada tanda lesi dan kemerahan pada kulit) (Lesi mencapai jaringan subkutan)
1 Persistent redness 4 Lesion extends to muscle, tendon and bone
(Kemerahan menetap) (Lesi mencapai otot, tendon dan tulang)
2 Lesion extends into dermis 5 Lesion extends into the articular or body cavity, or it
d (Lesi mencapai dermis) D is impossible to measure the depth
(Lesi mencapai artikular atau rongga tubuh, atau
tidak mungkin diukur
U No understand
(Tidak diketahui)
Exudate (Keluaran)
0 None (Tidak ada) Heavy (Banyak): requires dressing change more than
1 Slight:does not require daily dressing change twice a day
e (Tidak perlu mengganti dressing setiap hari) E 6 (Perlu mengganti dressing lebih dari 2x sehari
3 Moderate (Sedang): Perlu mengganti dressing setiap hari
Size (Ukuran)
0 None (Tidak ada)
3 Smaller than 4 cm2 (Lebih kecil dari 4 cm²
6 4 cm2 or larger, but smaller than 16 cm²
4 cm2 atau lebih, tapi lebih kecil dari 16 cm²
s 8 16 cm2 or larger, but smaller than 36 cm² S 15 100 cm² or larger
16 cm2 atau lebih, tapi lebih kecil dari 36 cm² 100 cm² atau lebih
9 36 cm2 or larger, but smaller than 64 cm²
36 cm2 atau lebih, tapi lebih kecil dari 64 cm²
12 64 cm2 or larger, but smaller than 100 cm²
64 cm2 atau lebih, tapi lebih kecil dari 100 cm²

Inflammation/Infection (Infeksi)
0 None (Tidak ada) Clear signs of local infection (inflammation, pus and
3 foul smell)
Ada tanda-tanda infeksi lokal
i 1 Signs of inflammation (fever, redness, swelling, and pain around the I 9 Systemic impact such as fever (Sistemik seperti
wound) Ada tanda-tanda inflamasi (demam, kemerahan, bengkak, dan demam)
nyeri sekitar luka)

Granulation (Granulasi)
Granulation cannot assessed because the wound is healed or too shallow Healthy granulation tissue occupies 10% or more but
0 (Granulasi tidak bias dikaji karena luka sembuh) 4 less than 50%
(Jaringan granulasi sehat mencapai 10% atau lebih)
tapi kurang 50%
Healthy granulation tissue occupies 90% or more Healthy granulation tissue occupies less than 10%
g 1 (Jaringan granulasi sehat mencapai 90% atau lebih) G 5 (Jaringan granulasi sehat kurang dari 10%)
Healthy granulation tissue occupies 50% or more, but less than 90% No healthy granulation tissue exists
3 (Jaringan granulasi sehat mencapai 90% atau lebih tapi kurang 90% 6 (Tidak ada jaringan granulasi)

Necrotic Tissue (Jaringan Nekrotik)


3 Soft necrotic tissue (Terdapat jaringan nekrotik tissue
lunak)
n 0 None (Tidak ada) N 6 Hard and thick necrotic tissue is attached to the
wound (Keras dan tebal menempel pada luka)
Pocket (Undermining) Kantong(Terowongan)
6 Smaller than 4 cm²
p 0 None (Tidak ada) (Kurang dari 4 cm²)
9 4 cm² or larger, but smaller than 16
cm² (4 cm² atau lebih, tapi kurang dari 16 cm²)
12 16 cm² or larger, but smaller than 36
+P cm² (16 cm² atau lebih, tapi kurang dari 36 cm²)
24 36 cm² or larger
(36 cm² atau lebih)
PERAWATAN LUKA DEKUBITUS
DERAJAT LUKA KARAKTERISTIK LUKA TINDAKAN DRESSING
I Kulit utuh, Eritema yang tidak 1. Tidak perlu balutan Lapisan Transparan:
hilang pada kulit yang intak. 2. Cegah lebih lanjut akibat 1. Tegaderm
Dapat dirasakan nyeri, keras, tekanan atau gesekan 2. Carra Film
lunak, lebih hangat, atau lebih (kasur anti decubitus dan 3. OpSite
dingin dibandingkan dengan miring kiri-kanan jika 4. Bioclusive
jaringan sekitarnya. tidak ada kontra
indikasi).
Bagi pasien yang memiliki 3. Pantau secara teratur.
kulit gelap: Pemudaran warna,
edema, kemerahan, dan hangat
di atas tulang yang menonjol.
Dapat sulit di deteksi.

II Dasar luka bersih. Kehilangan 1. Gunakan balutan yang Lapisan Transparan:


kulit sebagian (partial dapat menjaga dasar 1. Tegaderm
thickness) yang mencakup luka tetap lembab. 2. Carra Film
epidermis, dermis atau 2. Jaga agar kulit yang utuh 3. OpSite
keduanya. disekitarnya tetap 4. Bioclusive
kering.
Luka superficial dan tampak 3. Isi rongga luka dengan Hidrogel:
seperti lecet, lepuh, atau balutan yang menyerap 1. Hypergel
lubang luka yang dangkal. kelebihan drainase dan 2. CarraSorb
Tidak ada Slough atau memar. mempertahankan 3. Nu-gel
kelembaban lingkungan. 4. Curafil
5. Intrasit gel
6. Dll

Balutan Hidrokoloid:
1. Tegasorb
2. Comfeel
3. Duoderm
4. Restore
5. Dll

Balutan yang dilumuri


madu:
1. Medihoney
2. Apinate
3. Manuka honey
4. dll
III Eskar dan nekrosis. 1. Tindakan sama dengan Hidrogel:
Kehilangan seluruh bagian tingkat II, ditambah 1. Hypergel
kulit (Full thickness) termasuk dengan menghilangkan 2. CarraSorb
kerusakan atau nekrosis (debridemen) sekar dab 3. Nu-gel
jaringan sub kutan. jaringan nekrotik. (Luka 4. Curafil
Dapat rusak hingga fasia. pada tumit dengan eskar 5. Intrasit gel
Luka tampak sepeti lubang kering dan tidak ada 6. Dll
yang dalam dengan atau tanpa edema, eritema, atau
terowongan (undermining) drainase tidak Balutan Hidrokoloid:
pad jaringan sekitar. memerlukan 1. Tegasorb
Kedalaman bervariasi menurut debridemen). 2. Comfeel
lokasi anatomis. 2. Debridemen dapat 3. Duoderm
dilakukan secara 4. Restore
pembedahan dengan 5. Dll
menggunakan enzim Alginat:
atau secara mekanis 1. Curasorb
dengan menggunakan 2. Algiderm
balutan basah-kering, 3. Sorbsan
semprotan air, atau
4. Algosteril
direndam di air yang
berpusar (whirlpool) 5. dll
(Catatan; Debridemen
dapat secara Balutan Foam:
pembedahan, pemakaian 1. Flexzan
enzim dan mekanis). 2. Curafoam
3. Mepilex
4. dll

Agen Debridemen yang


menggunakan enzim:
1. Panafil
2. Santyl
3. Accuzyme
4. Papain gel
5. dll

Balutan yang dilumuri


madu:
1. Medihoney
2. Apinate
3. Manuka honey
4. dll

Balutan berisi matrix


kolagen:
1. Prisma
2. Promogra
3. Biopad
4. Fibrocol Plus
5. dll
IV Kerusakan jaringan yang 1. Tindakan sama seperti Lapisan Transparan:
berat. Kehilangan seluruh tahap II dan III, 1. Tegaderm
bagian kulit (full thickness). ditambah dengan 2. Carra Film
Bisa terdapat slough atau menghilangkan semua 3. OpSite
eskar. jaringan mati, 4. Bioclusive
Hancurnya jaringan secara mengeksplorasi area
luas, dan nekrosis, atau lubang bawah kulit, dan Hidrogel:
kerusakan pada otot, tulang, menghilangkan “akar” 1. Hypergel
atau jaringan pendukung kulit (kerusakan yang 2. CarraSorb
lainnya. menjalar). 3. Nu-gel
Terdapat lubang bawah kulit 2. Gunakan balutan yang 4. Curafil
(underming) dan saluran bersih dan kering sela 8 5. Intrasit gel
sinus. 24 jam setelah 6. Dll
debridement tajam untuk
mengontrol perdarahan, Balutan Hidrokoloid:
kemudian mulai lagi 1. Tegasorb
dengan balutan lembab. 2. Comfeel
3. Duoderm
4. Restore
5. Dll

Alginat:
1. Curasorb
2. Algiderm
3. Sorbsan
4. Algosteril
5. dll

Balutan Foam:
1. Flexzan
2. Curafoam
3. Mepilex
4. dll

Agen Debridemen yang


menggunakan enzim:
1. Panafil
2. Santyl
3. Accuzyme
4. Papain gel
5. dll

Balutan berisi matrix


kolagen:
1. Prisma
2. Promogra
3. Biopad
4. Fibrocol Plus
5. dll

Tidak dapat Kehilangan seluruh jaringan Harus dilakukan


dikategorikan kulit (full thickness) pada debridement untuk
bagian dasar luka tertutupi mengeksplorasi dasar
oleh aringan lender berwarna luka sehingga
kuning, cokelat, abu-abuan, kedalaman dan tahapnya
atau cokeleat keabu-abuan. dapat ditentukan, ketika
Termasuk tahap III dan IV sudah ditentukan, ikuti
tindakan untuk tahap
yang sesuai.

Suspected Deep Tissue Area berwarna ungu atau 1. Kulit yang utuh: berikan
Injury (SDTI) merah tua pada kulit utuh pelinung kelembaban
yang memucat atau area atau pelindung kulit.
dengan lepuh yang berisi Observasi setiap hari.
darah akibat kerusakan 2. Lepuh yang berisi darah:
jaringan lunak di bawahnya jaga kulit lepuhan tetap
karena tertekan dan/atau utuh, penggunaan
gesekan. pelembab kulit dapat
bermanfaat.
Pertimbangkan
pemberian balutan untuk
melindungi. Observasi
setiap hari.

Balutan ANTIMIKROBA yang dibaluri dengan perak (silver) atau kadeksomer; untuk luka
yang terinfeksi:

1. Acticoat
2. Allevyn Ag.
3. Aquacel Ag
4. Iodosorb
5. dll
Definition of evidence level

The panel assigned each recommendation of rating of A, B, or C to indicate the strength of


the evidence supporting the recommendation. The ratings were based on the following
criteria:

A: Results of two or more randomized controlled clinical trials on pressure ulcers in


humans provide support.

B: Results of two or more controlled clinical trials on pressure ulcers in humans provide
support, or when appropriate, results of two or more controlled trials in an animal
model provide indirect support.

C: This rating requires one or more of the following: (1) results of one controlled trial;
(2) results of at least two case series/descriptive studies on pressure ulcers in humans; or
(3) expert opinion.

Risk Assessment Tools and Risk Factors

Bed- and Chair-Bound Individuals

Bed- and chair-bound individuals or those with impaired ability to reposition should be
assessed for additional factors that increase risk for developing pressure ulcers.

Clinical guidelines: prediction and prevention of pressure ulcers

These factors include immobility, incontinence, nutritional factors such as inadequate dietary
intake and impaired nutritional status, and altered level of consciousness. Individuals should
be assessed on admission to acute care and rehabilitation hospitals, nursing homes, home care
programs, and other health care facilities. A systematic risk assessment can be accomplished
by using a validated risk assessment tool such as the Braden Scale or Norton Scale. Pressure
ulcer risk should be reassessed at periodic intervals. (Strength of Evidence = A.) All
assessments of risk should be documented. (Strength of Evidence = C.)

Skin Care and Early Treatment

Skin Inspection

All individuals at risk should have a systematic skin inspection at least once a day, paying
particular attention to the bony prominences. Results of skin inspection should be
documented. (Strength of Evidence = C.)

Skin Cleansing

Skin cleansing should occur at the time of soiling and at routine intervals. The frequency of
skin cleansing should be individualized according to need and/or patient preference. Avoid
hot water, and use a mild cleansing agent that minimizes irritation and dryness of the skin.
During the cleansing process, care should be utilized to minimize the force and friction
applied to the skin. (Strength of Evidence = C.)

Dry Skin

Minimize environmental factors leading to skin drying, such as low humidity (less than 40
percent) and exposure to cold. Dry skin should be treated with moisturizers. (Strength of
Evidence = C.)

Massage

Avoid massage over bony prominences. (Strength of Evidence=B.)

Exposure to Moisture

Minimize skin exposure to moisture due to incontinence, perspiration, or wound drainage.


When these sources of moisture cannot be controlled, under pads or briefs can be used that
are made of materials that absorb moisture and present a quick-drying surface to the skin.
Topical agents that act as barriers to moisture can also be used. (Strength of Evidence = C.)

Friction and Shear Injuries

Skin injury due to friction and shear forces should be minimized through proper positioning,
transferring, and turning techniques. In addition, friction injuries may be reduced by the use
of lubricants (such as corn starch, and creams), protective films (such as transparent film
dressings, and skin sealants), protective dressings (such as hydrocolloids), and protective
padding. (Strength of Evidence = C.)

Nutrition

When apparently well-nourished individuals develop an inadequate dietary intake of protein


or calories, caregivers should first attempt to discover the factors compromising intake and
offer support with eating. Other nutritional supplements or support may be needed. If dietary
intake remains inadequate and if consistent with overall goals of therapy, more aggressive
nutritional intervention such as enteral or parenteral feedings should be considered. (Strength
of Evidence = C.)

For nutritionally compromised individuals, a plan of nutritional support and/or


supplementation should be implemented that meets individual needs and is consistent with
the overall goals of therapy. (Strength of Evidence = C.)

Mobility and Activity

If potential for improving mobility and activity status exists, rehabilitation efforts should be
instituted if consistent with the overall goals of therapy. Maintaining current activity level,
mobility, and range of motion is an appropriate goal for most individuals. (Strength of
Evidence = C.)
Documentation

Interventions and outcomes should be monitored and documented. (Strength of Evidence =


C.)

Mechanical Loading and Support Surfaces

Protect against the adverse effects of external mechanical forces: pressure, friction, and
shear.

Repositioning

Any individual in bed who is assessed to be at risk for developing pressure ulcers should be
repositioned at least every 2 hours if consistent with overall patient goals. A written schedule
for systematically turning and repositioning the individual should be used. (Strength of
Evidence = B.)

Documentation

Interventions and outcomes should be monitored and documented. (Strength of Evidence =


C.)

Positioning Devices

For individuals in bed, positioning devices such as pillows or foam wedges should be used to
keep bony prominences (for example, knees or ankles) from direct contact with one another,
according to a written plan. (Strength of Evidence = C.)

Pressure Relief for the Heels

Individuals in bed who are completely immobile should have a care plan that includes the use
of devices that totally relieve pressure on the heels, most commonly by raising the heels off
the bed. Do not use donut-type devices. (Strength of Evidence = C.)

Side-lying Positions

When the side-lying position is used in bed, avoid positioning directly on the trochanter.
(Strength of Evidence = C.)

Bed Positioning

Maintain the head of the bed at the lowest degree of elevation consistent with medical
conditions and other restrictions. Limit the amount of time the head of the bed is elevated.
(Strength of Evidence=C.)

Lifting Devices

Use lifting devices such as a trapeze or bed linen to move (rather than drag) individuals in
bed who cannot assist during transfers and position changes. (Strength of Evidence = C.)
Pressure-Reducing Devices for Beds

Any individual assessed to be at risk for developing pressure ulcers should be placed when
lying in bed on a pressure-reducing device, such as foam, static air, alternating air, gel, or
water mattresses. (Strength of Evidence = B.)

Pressure from Sitting Any person at risk for developing a pressure ulcer should avoid
uninterrupted sitting in a chair or wheelchair. The individual should be repositioned, shifting
the points under pressure at least every hour or be put back to bed if consistent with overall
patient management goals. Individuals who are able should be taught to shift weight every 15
minutes. (Strength of Evidence = C.)

Pressure-Reducing Devices for Chairs

For chair-bound individuals, the use of a pressure-reducing device such as those made of
foam, gel, air, or a combination is indicated. Do not use donut-type devices. (Strength of
Evidence = C.)

Postural Alignment

Positioning of chair-bound individuals in chairs or wheelchairs should include consideration


of postural alignment, distribution of weight, balance and stability, and pressure relief.
(Strength of Evidence = C.)

Plans and Scheduling

A written plan for the use of positioning devices and schedules may be helpful for chair-
bound individuals. (Strength of Evidence=C.)

Education

Reduce the incidence of pressure ulcers through educational programs

Scope

Educational programs for the prevention of pressure ulcers should be structured, organized,
and comprehensive and directed at all levels of health care providers, patients, and family or
caregivers. (Strength of Evidence = A.)

Topics

The educational program for prevention of pressure ulcers should include information on the
following items (Strength of Evidence = B):

Etiology and risk factors for pressure ulcers.

Risk assessment tools and their application.

Skin assessment.
Selection and/or use of support surfaces.

Development and implementation of an individualized program of skin care.

Demonstration of positioning to decrease risk of tissue breakdown.

Instruction on accurate documentation of pertinent data.

Roles and Presentation

The educational program should identify those responsible for pressure ulcer prevention,
describe each person's role, and be appropriate to the audience in terms of level of
information presented and expected participation. The educational program should be
updated on a regular basis to incorporate new and existing techniques or technologies.
(Strength of Evidence = C.)

Sumber:

NPUAP dan Hopkins Tracey (2011) Terjemahan; Intisari Medikal Bedah; Buku
Praktik Klinik, EGC, Jakarta.

Agency for Health Care Policy and Research (AHCPR). Pressure ulcers in adults:
prediction and prevention. Rockville (MD): U.S. Department of Health and Human
Services, Public Health Service, AHCPR; 1992 May. 63 p. (Clinical practice guideline;
no. 3).

Anda mungkin juga menyukai