Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

ULKUS

A. Definisi

Luka adalah keadaan hilang atau terputusnya kontinuitas jaringan yang disebabkan
banyak hal atau berbagai faktor. Luka merupakan rusaknya sebagian
dari jaringan tubuh. Luka sering sekali terjadi dalam aktivitas sehari-hari. Biasanya luka yang
terjadi bervariasi bentuk dan dalamnya sesuai dengan benda yang mengenainya. Jika tidak diobati,
luka dapat menyebabkan infeksi. Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang
menyebabkan kerusakan dan
biasanya berhubungan dengan hilangnya fungsi. Pertama saat barier rusak akibat ulkus, luka bakar,
trauma, atau neoplasma maka sangat penting mengembalikan integritasnya dengan segera. Kedua
Penyembuhan luka didefinisikan sebagai fenomena komplek yang melibatkan berbagai tahapan
proses, regenerasi dari
proses inflamasi parenkim, migrasi dan proses proliferasi baik dari sel jaringan
parenkim dan ikat, sintesis protein matriks ekstraselular, renovasi dari jaringan ikat dan
komponen parenkim. Terdapat tiga fase pada proses fisiologis
penyembuhan luka yaitu fase inflamasi, fase proliferasi, dan fase remodeling. Semua fase ini
dikendalikan oleh berbagai sitokin termasuk beberapa faktor
pertumbuhan yang telah diidentifikasi dalam penyembuhan luka (Hardiyanti, 2017).

Vulnus laceratum adalah luka terbuka yang terdiri dari akibat kekerasan tumpul yang
kuat sehingga melampaui elastisitas kulit atau otot. Luka robek
atau vulnus laceratum merupakan luka dengan tepi yang bergerigi, tidak teratur, seperti luka
yang disebabkan oleh kaca atau goresan kawat. Biasanya
perdarahan lebih sedikit karena mudah terbentuk cincin trombosis akibat
pembuluh darah yang hancur. Secara umum luka dapat dibagi menjadi 2 yaitu: simple bila
hanya melibatkan kulit, kompukatum bila melibatkan kulit dan
jaringan dibawahnya.

Trauma arteri umumnya dapat disebabkan oleh trauma benda tajam


(50%) misalnya karena tembakan, luka-luka tusuk, trauma kecelakaan kerja atau kecelakaan lalu
lintas, trauma arteri dibedakan berdasarkan beratnya cidera :
1. Derajat I adalah robekan adviticia dan media, tanpa menembus dinding.
2. Derajat II adalah robekan varsial sehingga dinding arteri juga terluka dan

biasanya menimbulkan pendarahan yang hebat.


3. Derajat III adalah pembuluh darah putus total, gambaran klinis menunjukan
pendarahan yang tidak besar, arteri akan mengalami vasokontriksi dan retraksi sehingga
masuk ke jaringan karen elastisitasnya.

B. Etiologi
Luka dapat disebabkan oleh berbagai hal, yaitu:
1. Trauma mekanis yang disebabkan karena tergesek, terpotong, terbentur dan terjepit.
2. Trauma elektris dan penyebab cidera karena listrik dan petir 3. Trauma termis, disebabkan
oleh panas dan dingin
4. Trauma kimia, disebabkan oleh zat kimia yang bersifat asam dan basa serta zat iritif dan
berbagai korosif lainnya

C. Patofisiologi
Vulnus laceratum terjadi akibat kekerasan benda tumpul, goresan, jatuh, kecelakaan
sehingga kontinuinitas jaringan terputus. Pada umumnya respon tubuh terhadap trauma akan
terjadi proses peradangan atau inflamasi. Reaksi
peradangan akan terjadi apabila jaringan terputus. Dalam keadaan ini ada
peluang besar timbulnya infeksi yang sangat hebat. Penyebabnya cepat yang disebabkan oleh
mikroorganisme yang biasanya tidak berbahaya. Reaksi
peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang dikoordinasikan dengan baik yang dinamis dan
kontiyu untuk menimbulkan reaksi peradangan maka
jaringan harus hidup dan harus di mikrosekulasi fungsional. Jika jaringan yang nekrosis luas maka
reaksi peradangan tak di temukan di tengah jaringan yang hidup dengan sirkulasi yang utuh
terjadi pada tepinya antara jaringan mati dan
hidup (Tasijawa, 2018).
Nyeri timbul karena kulit mengalami luka infeksi sehingga terjadi kerusakan jaringan sel-
sel yang rusak akan membentuk zat kimia sehingga akan menurunkan ambang stimulus
terhadap reseptormekano sensitif

dan hemosensitif.Apabila nyeri diatas hal ini dapat mengakibatkan gangguan rasa nyaman nyeri
yang berlanjut istirahat atau tidur terganggu dan terjadi
ketertiban gerak

D. Tanda dan gejala


Tanda-tanda umum adalah syok dan syndroma remuk (cris syndroma), dan tanda-
tanda lokal adalah biasanya terjadi nyeri dan
pendarahan. Syok sering terjadi akibat kegagalan sirkulasi perifer ditandai dengan tekanan darah
menurun hingga tidak teraba, keringat dingin dan lemah, kesadaran menurun hingga tidak sadar.
Syok dapat terjadi akibat adanya daerah yang hancur misalnya otot-otot pada daerah yang luka,
sehingga hemoglobin turut hancur dan menumpuk di ginjal yang mengakibatkan kelainan yang
disebut “lower Nepron / Neprosis”, tandanya urine berwarna merah, disuria
hingga anuria dan ureum darah meningkat (Sujeri, 2018).
E. Pathway

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan diagnostik yang perlu dilakukan terutama jenis darah lengkap tujuannya untuk
mengetahui tentang infeksi yang terjadi pemeriksaannya melalui laboratorium.
2. Sel-sel darah putih leukosit dapat terjadi kecenderungan dengan kehilangan

sel pada lesi luka dan respon terhadap proses infeksi.


3. Hitung darah lengkap hematokrit mungkin tinggi atau lengkap 4. Laju endap darah (LED)
menunjukkan karakteristik infeksi.
5. Gula darah random memberikan petunjuk terhadap penyakit diabetes melitus.
6. MRI
7. CT-Scan
8. Ultrasonografi

G. Komplikasi
1. Komplikasi dini : hematoma, seroma, dan infeksi
2. Komplkasi lanjut : keloid, parut hipertrifik dan kontraktur.

H. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian a. Identitas
Nama, umur, suku/bangsa, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan
b. Riwayat kesehatan sekarang 1) Sumber kecelakaan
2) Sumber panas atau penyebab yang berbahaya.
3) Faktor yang mungkin berpengaruh seperti alkohol, obat-obatan. 4) Keadaan fisik
sekitar luka.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien memiliki penyakit keturunan atau tidak seperti (DM, gagal
jantung, sirosishepatis, gangguan pernafasan). d. Pemeriksaan fisik

1) Aktifitas atau istirahat Gejala : merasa lemah.

Tanda : perubahan kesadaran, penurnan kekuatan tahanan 2) Sirkulasi


Gejala : perubahan tekanan darah atau normal.
Tanda : perubahan frekwensi jantung takikardi atau bradikardi.
3) Integritas ego
Gejala : perubahan tingkah laku dan kepribadian. Tanda : ketakutan, cemas,
gelisah
4) Eliminasi
Gejala : konstipasi, retensi urin.
Tanda : belum buang air besar selama 2 hari.
5) Nerosensori

Gejala : vertigo, tinitus, baal pada ekstremitas, kesemutan, nyeri. Tanda : sangat
sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, pusing,
nyeri pada daerah cidera , kemerah-merahan.
6) Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri pada daerah luka bila di sentuh atau di tekan.
Tanda : wajah meringis, respon menarik pada rangsang nyeri yang hebat, gelisah,
tidak bisa tidur
7) Kulit
Gejala : nyeri, panas.
Tanda : pada luka warna kemerahan , bau, edema.

2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan agen injuri (biologis, kimia, fisik,
psikologis, kerusakan jaringan)
b. Kerusakan integritas jaringanberhubungan dengan gangguan sirkulasi, iritan zat kimia,
defisit cairan, kelebihan cairan, hambatan mobilitas fisik, kurang pengetahuan,
faktor mekanik (tekanan,

koyakan/robekan, friksal), faktor nutrisi, radiasi, dan suhu ekstrim.


3. Intervensi keperawatan
No Masalah Keperawatan (SDKI) SLKI SIKI
1. Nyeri akut Tingkat nyeri Manajemen Nyeri
Definisi : pengalaman Setelah dilakukan tindakan Tindakan-tindaka :
sensorik atau emosional keperawatan selama 3x8 1. Observasi
yang berkaitan dengan jam maka diharapkan ekspektasi 1.1
kerusakan jaringan actual Identifikasi factor
tingkat nyeri menurun dengan kriteria
atau fungsional, dengan pencetus dan
onset mendadak atau lambat hasil:
1. Keluhan nyeri menurun pereda nyeri 1.2
dan berintensitas ringan
2. Meringis menurun Monitor kualitas
himgga erat yang
3. Frekuensi nadi membaik 4. Pola nyeri
berlangsung kurang dari 3 1.3 Monitor lokasi dan penyebaran
nafas membaik Tekanan darah
ulan Nyeri
membaik
1.4 Monitor intensitas nyeri dengan
Penyebab : menggunakan skala
1. Agen pencedera 1.5 Monitor durasi dan frekuensi nyeri
fisiologis (mis. 2. Teraupetik
inflamasi, iskemia, 1.6 Ajarkan Teknik
neoplasma)
nonfarmakologis untuk mengurangi
2. Agen pencedera
rasa nyeri
kimiawi (mis. terbakar, 1.7 Fasilitasi istirahat dan tidur
bahan kimia iritan) 3. Edukasi
Agen pencedera fisik (mis. 1.8 Anjurkan memonitor nyeri secara
abses, amputasi, terbakar, mandiri
terpotong, mengangkat berat, 1.9 Anjurkan menggunakan analgetik
prosedur operasi, trauma, secara tepat
latihan fisik berlebihan) 3. Kolaborasi
Integritas Kulit dan Jaringan Kolaborasi pemberian obat analgetik
Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit
2. Gangguan integritas kulit keperawatan selama 3x8
Definisi : jam maka diharapkan ekspektasi
Kerusakan kulit (demis integritas kulit meningkat dengan Tindakan-tindakan :
dan/atau epidermis) atau Kriteria hasil: 1. Observasi
jaringan (mebran nukosa, 1. Elastisitas meningkat
1.1 Identifikasi penyebab gangguan
kornea, fasia, otot, tendon, 2. Hidrasi meningkat
integritas kulit (mis. perubahan
tulang, kartilago, kapsul 3. Perfusi jaringan meningkat sirkulasi, perubahan status nutrisi,
sendi dan/atau logamen). 4. Kerusakan jaringan menurun penurunan kelembaban, suhu
lingkungan ekstrem, penurunan
mobilitas)
2. Terapeutik
5. Kerusakan
kulit menurunlapisan 2.1 Ubah
baringposisis tiap 2 jam jika tirah
6. Nyeri 2.2 Lakukan pemijatan pada area
menurun penonjolan tulang,
7. Perdarahan jika perlu
menurun 2.3 Bersihkan perineal dengan air
hangat, terutama
Kemerahan menurun
8.
selama periode diare
Hematoma menurun
2.4 Gunakan produk berbahan
9.

10.Pigmentasi abnormal petrolium atau minyak


menurun 11. Jaringan pada kulit kering
parut menurun 2.5 Gunakan produk berbahan

12. Nekrosis menurun ringan/alami dan hipoalergik pada


kulit sensitive
2.6 Hindari produk berbahan dasar

alkohol pada kulit kering Edukasi


2.7 Anjurkan menggunakan pelembab

(mis. lotion, serum)


2.8 Anjurkan minum air yang cukup
2.9 Anjurkan meningkatkan asupan

nutrisi 2.10 Anjurkan meningkatkan


asupan buah dan sayur 2.11 Anjurkan
menghindari terpapar suhu ekstrem
Anjurkan menggunakan tabir surya SPF
minimal 30 saat erada di luar rumah
DAFTAR PUSTAKA

Hardiyanti, S. (2017). Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah. Analisis Praktek Klinik
Keperawatan Pada Pasien Vulnus Laceratum Dengan
Perawatan Luka Modern.
Sujeri. (2018). Poltekkes Palembang Prodi Keperawatan Lubuklinggau. Penerapan Perawatan Luka
Dengan Nacl 0,9% Pada Pasien Vulnus Laceratum Di Ruang Rawat Inap.
Tasijawa, J. (2018). Stikes Majapahit Mojokerto. Asuhan Keperawatan Vulnus Laceratum Di Instalasi
Di Ruang (Igd) Instalasi Gawat Darurat Puskesmas Bangsal Mojokerto.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st ed.).
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I).
Jakarta.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia. Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id

Anda mungkin juga menyukai