Anda di halaman 1dari 31

ANALISA INSTRUMEN

PENGKAJIAN KEPERAWATAN
AKUT
BRADEN SCALE UNTUK LUKA
DECUBITUS

Pendahuluan
Dekubitus merupakan masalah yang sangat serius
terutama bagi pasien yang harus dirawat lama di rumah
sakit dengan keterbatasan aktifitas
Lamanya hari perawatan serta kondisi penyakit akan
mengancam terjadinya dekubitus
Perawatan yang cukup lama, baik di bangsal rumah
sakit maupun di rumah, terutama klien dengan keadaan
kronis dan imobilisasi, risiko terjadinya dekubitus
(pressureulcer) akan meningkat.
Maka diperlukan suatu perkiraan dan pencegahan
terhadap dekubitus ini secara sistematis

Di negara maju, angka kejadian dekubitus pada pasien yang


dirawat di rumah sakit ada kecenderungan mengalami peningkatan,
terutama pasien usia lanjut dengan kasus gangguan neurologik.
Berdasarkan studi Amstrong et all, cit. Handoyo (2002) yang
dilakukan di Amerika menunjukkan bahwa 3% 10% pasien yang
dirawat di rumah sakit mengalami dekubitus.
Di Indonesia pasien yang dirawat di rumah sakit terutama di
bangsal penyakit bedah, dan bangsal penyakit dalam banyak yang
mengalami dekubitus.
Untuk deteksi dini terhadap adanya dekubitus diperlukan suatu alat
pengkajian yang dapat menilai derajat luka dekubitus.

Perawat sangat berperan dalam mencegah timbulnya


dekubitus dengan cara deteksi awal terhadap timbulnya
dekubitus dengan menggunakan berrbagai skala.
Identifikasi risiko dekubitus dapat dilakukan dengan
beberapa skala pengkajian risiko, seperti Skala Gosnell,
dan Skala Braden.
Ketiga skala ini bertujuan mengidentifikasi risiko tinggirendahnya kemungkinan untuk terjadinya dekubitus dan
segera melakukan tindakan pencegahan agar tidak
terjadi dekubitus di kemudian hari sesuai tingkatan
risiko.

Skala Braden, dalam keperawatan dianggap


memiliki efektifitas tinggi dalam menentukan
risiko terjadinya dekubitus. Dalam skala Braden
terdapat 6 (enam) subskala untuk menentukan
tingkatan risiko terjadinya dekubitus.
Subskala tersebut meliputi Persepsi Sensorik,
Kelembapan, Aktivitas, Mobilisasi, Nutrisi, serta
Friksi dan Gesekan

TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Decubitus
Definisi
Luka dekubitus adalah suatu area yang terlokalisir
dengan jaringan yang mengalami nekrosis dan biasanya
terjadi pada permukaan tulang yang menonjol, sebagai
akibat dari tekanan dalam jangka waktu yang lama
menyebabkan peningkatan tekanan kapiler (Suriadi
2004).
Luka tekan (pressureulcer) atau dekubitus merupakan
masalah serius yang sering tejadi pada pasien yang
mengalami gangguan mobilitas, seperti pasien stroke,
injuri tulang belakang atau penyakit degeneratif.

Dekubitus adalah kerusakan jaringan yang terjadi


apabila kulit dan jaringan lunak di bawahnya tertekan
oleh tonjolan tulang dan permukaan eksternal dalam
jangka waktu yang lama menyebabkan peningkatan
tekanan kapiler.
Dekubitus merupakan suatu lesi iskemik pada kulit dan
jaringan di bawahnya yang disebabkan oleh adanya
tekanan yang merusak aliran darah dan limfe. Keadaan
iskemia ini menyebabkan nekrosis jaringan dan akan
menimbulkan luka. Dekubitus ini bisa terjadi pada pasien
yang berada dalam suatu posisi dalam jangka waktu
lama baik posisi duduk maupun berbaring (Handoyo,
2002).

Dekubitus merupakan suatu jaringan nekrosis pada area


yang terlokalisasi dan cenderung untuk terus meluas jika
jaringan lunak tertekan diantara tonjolan tulang dan
permukaan luar tertekan dalam jangka waktu yang lama.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dekubitus
adalah lesi iskemik kulit dan jaringan lunak di bawahnya
yang terlokalisasi dan cenderung untuk meluas jika diberi
tekanan yang dapat merusak aliran darah dan limfe dalam
jangka waktu yang lama.
Tekanan yang diberikan akan mengganggu suplai darah
ke daerah yang tertekan sehingga menimbulkan kematian
jaringan (Sari, 20012).

Faktor-faktor yang berkontribusi terjadinya perkembangan


dekubitus sebagai berikut (Zakiyyah, 2014):

Mobilitas dan aktivitas


Penurunan sensori persepsi
Kelembaban
Gesekan dan Robekan
Nutrisi
Usia
Merokok
Indeks masa tubuh
Tekanan darah rendah
Temperatur Kulit
Stress Emosional

Area decubitus

NationalPressureUlcerAdvisoryPanel(NPUAP) mengklasifikasikan
dekubitus dalam 4 stadium berdasarkan kedalaman jaringan yang
terkena, yaitu:
Stadium I

adanya eritema yang tidak menjadi pucat bila ditekan. Sebelum


dekubitus stadium I ini terbentuk maka area kemerahan yang
ditekan akan menjadi pucat untuk sementara waktu dan akan
kembali menjadi eritema setelah tekanan dilepaskan, sedangkan
pada stadium I kulit tidak menjadi pucat bila ditekan. Temperatur
kulit berubah hangat atau dingin, bentuk perubahan menetap dan
ada sensasi gatal atau nyeri. Area yang tertekan bentuknya tidak
teratur, dan menggambarkan bentuk tonjolan tulang yang memberi
tekanan pada area tersebut. Kerusakan jaringan masih minimal dan
bersifat reversibel dan dapat sembuh dalam 5-10 hari.
Stadium II
Terdapat kehilangan kulit parsial yang menyangkut lapisan
epidermis dan atau dermis. Luka bersifat superficial dan secara
klinis nampak seperti abrasi, melepuh atau lubang yang dangkal.

Stadium III
Tahap ini dikarakteristikan oleh kehilangan seluruh
lapisan kulit (fullthickness). Kerusakan dan nekrosis
meliputi lapisan dermis dan jaringan subkutan tetapi
tidak melewatinya sampai terlihat fasia. Luka terlihat
sebagai lubang dalam, luka dapat terinfeksi. Biasanya
luka terbuka dan mempunyai drainase yang terdiri dari
cairan dan protein. Pasien dapat mengalami demam,
dehidrasi, anemia, dan leukositosis.
Stadium IV
Kehilangan lapisan kulit secara lengkap hingga tampak
tendon, tulang, ruang sendi. Berpotensi untuk terjadi
destruksi dan risiko osteomyelitis. Kerusakan dapat
meluas, dapat terbentuk saluran sinus pada derajat ini.

Metode yang lain dari pengklasifikasian luka


dengan mengobservasi warna:
Blackswounds,jikaluka sudah nekrosis
Yellowwound,jika luka dengan eksudat, serabut debris
berwarna kuning
Redwound, jika luka dalam fase activehealingdan lebih
bersih, tampilan warna mulai dari merah muda sampai
granulasi berwarna merah dan jaringan epitel mulai
tumbuh. Selain sistem klasifikasi diatas, indikator lain
selain warna kulit, faktor suhu, tampilan orangepeel,
kontur kulit, data laboratorium, dapat menjadi faktor
pendukung dalam memprediksikan luka tekan khususnya
pasien dengan warna kulit yang lebih gelap (Lahman,
2009).

Pengkajian Resiko Braden Scale


Persepsi Sensorik
Penilaian ini didasrkan pada kemampuan untuk merespon tekanan
berarti yang berhubungan dengan respon terhadap ketidaknyamanan.
Pada subskala ini terdapat 4 (empat) tingkat nilai, yaitu; 1 adalah nilai
terendah (risiko tinggi) dan 4 adalah nilai tertinggi (risiko rendah).
Nilai 1 diberikan apabila terjadi keterbatasan total, yaitu tidak adanya
respon pada stimulus nyeri akibat kesadaran yang menurun ataupun
karena pemberian obat-obat sedasi atau keterbatasan kemampuan
untuk merasakan nyeri pada sebagian besar permukaan tubuh.
Nilai 2 diberikan apabila sangat terbatas, yaitu hanya berespon hanya
pada stimulus nyeri. Tidak dapat mengkomunikasinya
ketidaknyamanan, kecuali dengan merintih dan / atau gelisah. Atau
mempunyai gangguan sensorik yang membatasi kemampuan untuk
merasakan nyeri atau ketidaknyamanan pada separuh permukaan
tubuh.

Nilai 3 diberikan pada saat hanya terjadi sedikit


keterbatasan yaitu dalam keadaan klien berespon pada
perintah verbal, tetapi tidak selalu dapat
mengkomunikasikan ketidaknyamanan atau harus
dibantu membalikkan tubuh. Atau mempunyai gangguan
sensorik yang membatasi kemampuan merasakan nyeri
atau ketidaknyamanan pada 1 atau 2 ektrimitas. Nilai 4
diberikan pada saat tidak terjadi gangguan, yaitu dalam
berespon pada perintah verbal dengan baik. Tidak ada
penrunan sendorik yang akan membatasi kemampuan
untuk merasakan atau mengungkapkan nyeri atau
ketidaknyamanan (Sari, 2012).

Kelembapan
Sub skala ini mengukur tingkat kulit yang terpapar kelembapan.Pada
subskala ini terdapat 4 (empat) tingkat nilai, yaitu; 1 adalah nilai
terendah (risiko tinggi) dan 4 adalah nilai tertinggi (risiko rendah).
Nilai 1 diberikan apabila terjadi kelembapan kulit yang konstan, yaitu
saat kulit selalu lembab karena perspirasi, urine dsb. Kelembapan
diketahui saat klien bergerak, membalik tubuh atau dengan dibantu
perawat.
Nilai 2 diberi apabila kulit sangat lembab, yaitu saat kelembaban
sering terjadi tetapi tidak selalu lembab (Page, 2010). Idealnya alat
tenun dalam keadaan ini harus diganti setiap pergantian jaga.
Nilai 3 diberikan pada saat kulit kadang lembab, yaitu pada waktu
tertentu saja terjadi kelembaban. Dalam keadaan ini, idealnya alat
tenun diganti dengan 1 kali pertambahan ekstra (2 x sehari).
Nilai 4 diberikan pada saat kulit jarang lembab, yaitu pada saat
keadaan kulit biasanya selalu kering, alat tenun hanya perlu diganti
sesuai jadwal (1 x sehari), (Sari, 2012).

Aktifitas
Pada subskala ini terdapat 4 (empat) tingkat nilai, yaitu; 1 adalah
nilai terendah (risiko tinggi) dan 4 adalah nilai tertinggi (risiko
rendah).
Nilai 1 diberikan kepada klien dengan tirah baring, yang beraktifitas
terbatas di atas tempat tidur saja.
Nilai 2 diberikan kepada klien yang dapat bergerak (berjalan)
dengan keterbatasan yang tinggi atau tidak mampu berjalan. Tidak
dapat menopang berat badannya sendiri dan / atau harus dibantu
pindah ke atas kursi atau kursi roda.
Nilai 3 diberikan kepada klien yang dapat berjalan sendiri pada
siang hari, tapi hanya dalam jarak pendek/dekat, dengan atau tanpa
bantuan. Sebagian besar waktu dihabiskan di atas tempat tidur atau
kursi.
Nilai 4 diberikan kepada klien yang dapat sering berjalan ke luar
kamar sedikitnya 2 kali sehari dan di dalam kamar sedikitnya 1 kali
tiap 2 jam selama terjaga (Sari, 2012).

Mobilisasi
Kemampuan mengubah dan mengontrol posisi tubuh. Pada subskala ini
terdapat 4 (empat)
Nilai 1 adalah nilai terendah (risiko tinggi) dan 4 adalah nilai tertinggi
(risiko rendah).
Nilai 1 diberikan pada klien dengan imobilisasi total. Tidak dapat
melakukan perbuahan posisi tubuh atau ekstrimitas tanpa bantuan,
walaupun hanya sedikit.
Nilai 2 diberikan kepada klien dengan keadaan sangat terbatas, yaitu
klien dengan kadang-kadang melakukan perubahan kecil pada posisi
tubuh dan ekstrimitas, tapi tidak mampu melakukan perubahan yang
sering dan berarti secara mandiri.
Nilai 3 diberika kepada klien yang mobilisasinya agak terbatas, yaitu
klien yang dapat dengan sering melakukan perubahan kecil pada posisi
tubuh dan ekstrimitas secara mandiri.
Nilai 4 diberikan kepada klien yang tidak memiliki ketidakterbatasan
dalam hal mobilisasi, yaitu keadaan klien dapat melakukan perubahan
posisi yang bermakna dan sering tanpa bantuan (Sari, 2012).

Nutrisi
Pola asupan makanan yang lazim. Pada subskala ini
terdapat 4 (empat) tingkat nilai, yaitu; 1 adalah nilai
terendah (risiko tinggi) dan 4 adalah nilai tertinggi (risiko
rendah).
Nilai 1 diberikan kepada klien dengan keadaan asupan
gizi yang sangat buruk,
Nilai 2 diberikan kepada klien dengan keadaan mungkin
kurang asupan nutrisi,
Nilai 3 diberikan kepada klien dengan keadaan cukup
asupan nutrisi,
Nilai 4 dinerika kepada klien yang baik asupan
nutrisinya, yaitu klien dengan keadaan makan makanan
yang diberikan. (Sari, 2012).

Friksi dan Gesekan


Pada subskala ini terdapat 3 (tiga) tingkat nilai, yaitu; 1 adalah nilai
terendah (risiko tinggi) dan 3 adalah nilai tertinggi (risiko rendah).
Nilai 1 diberikan pada klien dengan masalah, yaitu klien yang
memerlukan bantuan sedang sampai maksimum untuk bergerak. Tidak
mampu mengangkat tanpa terjatuh. Seringkali terjatuh ke atas tempat
tidur atau kursi, sering membutuhkan maksimum untuk posisi kembali
Kejang, kontraktur atau agitasi menyebabkan friksi terus menerus.
Nilai 2 diberikan kepada klien dengan masalah yang berpotensi, yaitu
klien yang bergerak dengan lemah dan membutuhkan bantuan
minimum. Selama bergerak kulit mungkin akan menyentuh alas tidur,
kursi, alat pengikat atau alat lain. Sebagian besar mampu
mempertahankan posisi yang relatif baik diatas kursi atau tempat tidur,
tapi kadang-kadang jatuh ke bawah.
Nilai 3 diberikan kepada klien yang tidak memiliki masalah, yaitu klien
yang bergerak di atas tempat tidur maupun kursi dengan mandiri dan
mempunyai otot yang cukup kuat untuk mengangkat sesuatu sambil
bergerak. Mampu mempertahankan posisi yang baik di atas tempat
tidur atau kursi.

Nilai total pada pada skala Braden ini berada


pada rentang 6-23, tergantung pada hasil
penilaian perawat tersebut.
Total nilai rendah menunjukkan risiko tinggi
dekubitus, sehingga perlu pencegahan segera.
Klien dewasa di rumah sakit dengan nilai 16
atau kurang dan klien lansia dengan 17 ataupun
18 dianggap berisiko. (Sari, 2012).

Pembahasan
Semakin rendah skor skala Braden pasien maka
semakin tinggi pula resiko terjadinya dekubitus.
Braden lewat Protocolsbylevelofrisk
merekomendasikan intervensi keperawatan
sesuai dengan skor braden yang diperoleh
berikut ini: Total skor itu akan dibagi dalam 5
kategori yaitu : >18 tidak berisiko, 15-18
mempunyai risiko ringan, 13-14 mempunyai risiko
sedang, 10-12 mempunyai risiko tinggi dan < 9
mempunyai risiko sangat tinggi (Zakiyyah, 2014).

Penggunaan Bradens Scale untuk pengkajian risiko


dekubitus telah diteliti reliabilitas dan validitasnya oleh
beberapa peneliti.
Penelitian lain menyatakanInter-raterreliabilitytool ini
dilaporkan berkisar antara 88% - 99%, dengan spesifitas
64% - 90% dan sensitifitas 83 100%. Akan tetapi, tidak
semua penelitian mendukung penggunaan skala braden
pada beberapa pertimbangan dan aspek demografis
penelitian.

Evidences Say..

Penelitian yang dilakukan oleh Seongsook tahun 2002 di Korea


Selatan untuk membandingkan validitas alat risiko ulkus tiga
tekanan: Skala Cubbin dan Jackson, Braden, dan Douglas. Data
dikumpulkan tiga kali per minggu 48-72 jam setelah masuk
berdasarkan tiga skala untuk mengukur risiko dekubitus. Data
diperoleh dari 112 unit perawatan intensif (ICU) pasien di rumah
sakit pendidikan Ulsan, Korea selama 11 Desember 2000 untuk
10 Februari 2001. Empat elemen yang dilihat adalah sensitivitas,
spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi negatif. Hasilnya
adalah sebagai berikut: Skala Cubbin dan
Jackson: 89%, 61%, 51%, 92%, Skala Braden: 97%, 26%, 37%,
95%, dan Skala Douglas: 100%, 18%, 34%, 100%. Secara
keseluruhan, skala Cubbin dan Jackson menunjukkan validitas
terbaik di antara skala diuji

Penelitian lain yang dilakukan di China daratan pada tahun 2005


digunakan untuk mengembangkan skala Braden yang dimodifikasi,
untuk mengevaluasi validitas prediktif,
dan untuk mengidentifikasi risiko tekanan ulkus agar lebih valid untuk
aplikasi di rumah sakit. Penerapan awal dengan skala Braden yang
dimodifikasi dengan penambahan subskala jenis kulit danbodybuild.
Penelitian ini.melibatkan empat ratus dua puluh sembilan subyek yang
dirawat di dua rumah sakit perawatan akut di Daratan China dalam
waktu 24 jam dan bebas dekubitus pada saat masuk. Hal ini diikuti
pengkajian kulit setiap hari untuk mencatat setiap luka tekan yang
dilakukan oleh perawat. Hasilnya sembilan subjek memiliki dekubitus
terdeteksi pada Tahapan I (89%) dan II (11%) setelah rata-rata dirawat
selama 11 hari. Pada skala yang dimodifikasi ini, menunjukkan bahwa
jenis kulit dan body building yang tinggi adalah faktor prediktif yang
signifikan, sedangkan gizi adalah yang paling tidak berpengaruh. Uji
validitas prediktif melaporkan bahwa skala Braden yang dimodifikasi
menunjukkan keseimbangan yang lebih baik dari sensitivitas (89%)
dan spesifisitas (75%) pada skor skala Braden dan Norton.

Dalam penelitian Lahmann dkk (2009) di Jerman,


menemukan bahwa tidak semua subskala dalam skala
Braden memiliki pengaruh yang sama dalam
menentukan risiko terjadinya dekubitus. Subskala yang
paling mempengaruhi terjadinya dekubitus menurut
penelitian tersebut adalah subskala friksi dan gesekan.
Subskala yang dianggap penting selanjutnya adalah
nutrisi dan aktifitas. Sedangkan yang dianggap paling
tidak mempengaruhi dalam subskala tersebut adalah
persepsi sensori.

Dalam penelitian terbaru, oleh Page dkk (2010) di Australia,


ditemukan bahwa suatu skala penilai risiko terjadinya dekubitus
yang terbaru dan memiliki keefektifitasan yang lebih tinggi daripada
skala Braden sedang dikembangkan oleh The Northern Hospital
Human Research Ethics Committee dan the Northern Clinical
Research Centre and the Injury Prevention Unit at the Northern
hospital., Austarlia. Skala ini dinamakan The Northern Hospital
Pressure Ulcer Prevention Plan (TNH-PUPP). Selain memiliki
keefektifitasa yang lebih tinggi, skala TNH-PUPP ini lebih mudah
digunakan dan tidak memerlukan pelatihan untuk
menggunakannyaPenelitian lain dilakukan pada kelompok anak
yang beresko mengalami luka tekan, yang dilakukan oleh Anthony
tahun 2010 di Inggris yang membandingkan tiga metode penilaian
resiko berupa skala Braden, Glavin dan Glamorgan, didapatkan
hasil bahwa skala Glamorgan memiliki kemampuan prediksi yang
lebih tinggi dan ebih baik dari dua skala yang lain.

Penelitian yang dilakukan oleh Seong-Hi Park tahun


2015 menunjukkan bahwa penggunaan Braden Scale
sebagai instrument pengkajian resiko pada luka
decubitus memiliki nilai validitas menengah. Dua puluh
satu studi diagnostik dengan kualitas metodologi yang
tinggi, yang melibatkan 6070 pasien, secara Metaanalisis menunjukkan bahwa sensitivitas skala braden
adalah 0,72 (95% CI 0,68, 0,75); dengan spesifisitas
0,81 (95% CI 0,80,
0.82), dan sROC AUC adalah 0,84 (SE 0,02). Sebuah
analisis rinci menegaskan bahwa
usia dan referensi standar adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi akurasi diagnostik
Skala Braden

Penelitian lain yang dilakukan oleh Widodo (2007) berjudul Uji Kepekaan
Instrumen Pengkajian Risiko Dekubitus Dalam Mendeteksi Dini Risiko
Kejadian Dekubitus dijelaskan bahwa dari beberapa instrument, termasuk
skala Braden, skala Norton memiliki kemampuan mendeteksi risiko
kejadian dekubitus sangat tinggi yaitu pada hari ketiga sebesar 27,5%,
hari keenam 22,5% dan pada hari ke-sembilan sebesar 12,5%. Bila
dibuat rata-rata risiko sangat tinggi kejadian dekubitus pada skala Norton
adalah 20,7%, risiko tinggi 57,5%, dan risiko sedang 21,8%, serta tidak
ada responden yang di deteksi risiko rendah dengan menggunakan skala
Norton.
Hasil penelitian ini sangat relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Van marum, Ooms, Ribbe & Van Eijk dalam Handoyo (2002) yang
menyimpulkan bahwa skala Norton lebih baik mendeteksi risiko dekubitus
pada pasien yang dirawat di Nursing home dibandingkan dengan skala
yang lain.
karena skala Norton merupakan skala yang paling simpel dan mudah
untuk digunakan oleh perawat dalam menentukan derajat risiko
dekubitus, sehingga hal ini akan mempermudah perawat dalam merekam
hasil dari pasien yang akan dinilai dengan skala Norton dibandingkan
dengan skala lain yang lebih rumit seperti skala Waterlow

Hasil studi ini sama dengan studi yang dilakukan oleh Bergstrom et
al, dalam Handoyo (2002). Dalam penelitiannya menyimpulkan
bahwa skala Braden dan Norton mempunyai kemampuan yang
tinggi dibanding dengan skala MNS dan Waterlow dalam
mengklasifikasikan derajat risiko terhadap kemungkinan timbulnya
dekubitus. Hal ini dikarenakan beberapa faktor. Pertama jumlah
item yang ada pada skala Braden dan Norton lebih terfokus kearah
faktor penyebab timbulnya dekubitus seperti aktivitas dan mobilitas.
Kedua komponen skala pada kedua skala tersebut diatas juga
sangat simpel dan mudah dimengerti. Hal inilah yang
memungkinkan skala Braden dan Norton memiliki kemampuan yang
sama. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah,
bahwa dalam penelitian ini skala Norton lebih peka dalam
mendeteksi dini skala dekubitus. Pada hari ketiga, keenam, dan
kesembilan, skala Norton lebih peka dalam mendeteksi dini risiko
dekubitus pada pasien tirah baring dibanding skala Braden.

Skala Braden dan skala Norton akan mendeteksi dini dekubitus


dengan rata-rata (mean) yang semakin mengecil. Hal ini
menunjukkan bahwa penilaian angka risiko dekubitus dapat
berubah-ubah setiap hari sesuai dengan kondisi pasien, dan
pelayanan perawatan yang diberikan dalam upaya mencegah risiko
dekubitus. Disamping itu, peran perawat dalam memberikan
penyuluhan kesehatan pada keluarga agar dapat merawat
keluarganya juga berpengaruh terhadap pencegahan dekubitus
pada pasien tirah baring. Hal ini sesuai penelitian Dihardjo dkk.,
(2005) yang menyatakan bahwa keterlibatan keluarga dalam upaya
pencegahan dekubitus pada pasien defisit neurologis di ruang
Dahlia RSUP dr. Sardjito Yogyakarta termasuk dalam kategori baik.
Peran perawat sebagai pemberi informasi yang benar dan akurat
mengenai dekubitus dan pencegahanya kepada pasien dan
keluarganya perlu ditingkatkan.

Anda mungkin juga menyukai