PENGKAJIAN KEPERAWATAN
AKUT
BRADEN SCALE UNTUK LUKA
DECUBITUS
Pendahuluan
Dekubitus merupakan masalah yang sangat serius
terutama bagi pasien yang harus dirawat lama di rumah
sakit dengan keterbatasan aktifitas
Lamanya hari perawatan serta kondisi penyakit akan
mengancam terjadinya dekubitus
Perawatan yang cukup lama, baik di bangsal rumah
sakit maupun di rumah, terutama klien dengan keadaan
kronis dan imobilisasi, risiko terjadinya dekubitus
(pressureulcer) akan meningkat.
Maka diperlukan suatu perkiraan dan pencegahan
terhadap dekubitus ini secara sistematis
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Decubitus
Definisi
Luka dekubitus adalah suatu area yang terlokalisir
dengan jaringan yang mengalami nekrosis dan biasanya
terjadi pada permukaan tulang yang menonjol, sebagai
akibat dari tekanan dalam jangka waktu yang lama
menyebabkan peningkatan tekanan kapiler (Suriadi
2004).
Luka tekan (pressureulcer) atau dekubitus merupakan
masalah serius yang sering tejadi pada pasien yang
mengalami gangguan mobilitas, seperti pasien stroke,
injuri tulang belakang atau penyakit degeneratif.
Area decubitus
NationalPressureUlcerAdvisoryPanel(NPUAP) mengklasifikasikan
dekubitus dalam 4 stadium berdasarkan kedalaman jaringan yang
terkena, yaitu:
Stadium I
Stadium III
Tahap ini dikarakteristikan oleh kehilangan seluruh
lapisan kulit (fullthickness). Kerusakan dan nekrosis
meliputi lapisan dermis dan jaringan subkutan tetapi
tidak melewatinya sampai terlihat fasia. Luka terlihat
sebagai lubang dalam, luka dapat terinfeksi. Biasanya
luka terbuka dan mempunyai drainase yang terdiri dari
cairan dan protein. Pasien dapat mengalami demam,
dehidrasi, anemia, dan leukositosis.
Stadium IV
Kehilangan lapisan kulit secara lengkap hingga tampak
tendon, tulang, ruang sendi. Berpotensi untuk terjadi
destruksi dan risiko osteomyelitis. Kerusakan dapat
meluas, dapat terbentuk saluran sinus pada derajat ini.
Kelembapan
Sub skala ini mengukur tingkat kulit yang terpapar kelembapan.Pada
subskala ini terdapat 4 (empat) tingkat nilai, yaitu; 1 adalah nilai
terendah (risiko tinggi) dan 4 adalah nilai tertinggi (risiko rendah).
Nilai 1 diberikan apabila terjadi kelembapan kulit yang konstan, yaitu
saat kulit selalu lembab karena perspirasi, urine dsb. Kelembapan
diketahui saat klien bergerak, membalik tubuh atau dengan dibantu
perawat.
Nilai 2 diberi apabila kulit sangat lembab, yaitu saat kelembaban
sering terjadi tetapi tidak selalu lembab (Page, 2010). Idealnya alat
tenun dalam keadaan ini harus diganti setiap pergantian jaga.
Nilai 3 diberikan pada saat kulit kadang lembab, yaitu pada waktu
tertentu saja terjadi kelembaban. Dalam keadaan ini, idealnya alat
tenun diganti dengan 1 kali pertambahan ekstra (2 x sehari).
Nilai 4 diberikan pada saat kulit jarang lembab, yaitu pada saat
keadaan kulit biasanya selalu kering, alat tenun hanya perlu diganti
sesuai jadwal (1 x sehari), (Sari, 2012).
Aktifitas
Pada subskala ini terdapat 4 (empat) tingkat nilai, yaitu; 1 adalah
nilai terendah (risiko tinggi) dan 4 adalah nilai tertinggi (risiko
rendah).
Nilai 1 diberikan kepada klien dengan tirah baring, yang beraktifitas
terbatas di atas tempat tidur saja.
Nilai 2 diberikan kepada klien yang dapat bergerak (berjalan)
dengan keterbatasan yang tinggi atau tidak mampu berjalan. Tidak
dapat menopang berat badannya sendiri dan / atau harus dibantu
pindah ke atas kursi atau kursi roda.
Nilai 3 diberikan kepada klien yang dapat berjalan sendiri pada
siang hari, tapi hanya dalam jarak pendek/dekat, dengan atau tanpa
bantuan. Sebagian besar waktu dihabiskan di atas tempat tidur atau
kursi.
Nilai 4 diberikan kepada klien yang dapat sering berjalan ke luar
kamar sedikitnya 2 kali sehari dan di dalam kamar sedikitnya 1 kali
tiap 2 jam selama terjaga (Sari, 2012).
Mobilisasi
Kemampuan mengubah dan mengontrol posisi tubuh. Pada subskala ini
terdapat 4 (empat)
Nilai 1 adalah nilai terendah (risiko tinggi) dan 4 adalah nilai tertinggi
(risiko rendah).
Nilai 1 diberikan pada klien dengan imobilisasi total. Tidak dapat
melakukan perbuahan posisi tubuh atau ekstrimitas tanpa bantuan,
walaupun hanya sedikit.
Nilai 2 diberikan kepada klien dengan keadaan sangat terbatas, yaitu
klien dengan kadang-kadang melakukan perubahan kecil pada posisi
tubuh dan ekstrimitas, tapi tidak mampu melakukan perubahan yang
sering dan berarti secara mandiri.
Nilai 3 diberika kepada klien yang mobilisasinya agak terbatas, yaitu
klien yang dapat dengan sering melakukan perubahan kecil pada posisi
tubuh dan ekstrimitas secara mandiri.
Nilai 4 diberikan kepada klien yang tidak memiliki ketidakterbatasan
dalam hal mobilisasi, yaitu keadaan klien dapat melakukan perubahan
posisi yang bermakna dan sering tanpa bantuan (Sari, 2012).
Nutrisi
Pola asupan makanan yang lazim. Pada subskala ini
terdapat 4 (empat) tingkat nilai, yaitu; 1 adalah nilai
terendah (risiko tinggi) dan 4 adalah nilai tertinggi (risiko
rendah).
Nilai 1 diberikan kepada klien dengan keadaan asupan
gizi yang sangat buruk,
Nilai 2 diberikan kepada klien dengan keadaan mungkin
kurang asupan nutrisi,
Nilai 3 diberikan kepada klien dengan keadaan cukup
asupan nutrisi,
Nilai 4 dinerika kepada klien yang baik asupan
nutrisinya, yaitu klien dengan keadaan makan makanan
yang diberikan. (Sari, 2012).
Pembahasan
Semakin rendah skor skala Braden pasien maka
semakin tinggi pula resiko terjadinya dekubitus.
Braden lewat Protocolsbylevelofrisk
merekomendasikan intervensi keperawatan
sesuai dengan skor braden yang diperoleh
berikut ini: Total skor itu akan dibagi dalam 5
kategori yaitu : >18 tidak berisiko, 15-18
mempunyai risiko ringan, 13-14 mempunyai risiko
sedang, 10-12 mempunyai risiko tinggi dan < 9
mempunyai risiko sangat tinggi (Zakiyyah, 2014).
Evidences Say..
Penelitian lain yang dilakukan oleh Widodo (2007) berjudul Uji Kepekaan
Instrumen Pengkajian Risiko Dekubitus Dalam Mendeteksi Dini Risiko
Kejadian Dekubitus dijelaskan bahwa dari beberapa instrument, termasuk
skala Braden, skala Norton memiliki kemampuan mendeteksi risiko
kejadian dekubitus sangat tinggi yaitu pada hari ketiga sebesar 27,5%,
hari keenam 22,5% dan pada hari ke-sembilan sebesar 12,5%. Bila
dibuat rata-rata risiko sangat tinggi kejadian dekubitus pada skala Norton
adalah 20,7%, risiko tinggi 57,5%, dan risiko sedang 21,8%, serta tidak
ada responden yang di deteksi risiko rendah dengan menggunakan skala
Norton.
Hasil penelitian ini sangat relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Van marum, Ooms, Ribbe & Van Eijk dalam Handoyo (2002) yang
menyimpulkan bahwa skala Norton lebih baik mendeteksi risiko dekubitus
pada pasien yang dirawat di Nursing home dibandingkan dengan skala
yang lain.
karena skala Norton merupakan skala yang paling simpel dan mudah
untuk digunakan oleh perawat dalam menentukan derajat risiko
dekubitus, sehingga hal ini akan mempermudah perawat dalam merekam
hasil dari pasien yang akan dinilai dengan skala Norton dibandingkan
dengan skala lain yang lebih rumit seperti skala Waterlow
Hasil studi ini sama dengan studi yang dilakukan oleh Bergstrom et
al, dalam Handoyo (2002). Dalam penelitiannya menyimpulkan
bahwa skala Braden dan Norton mempunyai kemampuan yang
tinggi dibanding dengan skala MNS dan Waterlow dalam
mengklasifikasikan derajat risiko terhadap kemungkinan timbulnya
dekubitus. Hal ini dikarenakan beberapa faktor. Pertama jumlah
item yang ada pada skala Braden dan Norton lebih terfokus kearah
faktor penyebab timbulnya dekubitus seperti aktivitas dan mobilitas.
Kedua komponen skala pada kedua skala tersebut diatas juga
sangat simpel dan mudah dimengerti. Hal inilah yang
memungkinkan skala Braden dan Norton memiliki kemampuan yang
sama. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah,
bahwa dalam penelitian ini skala Norton lebih peka dalam
mendeteksi dini skala dekubitus. Pada hari ketiga, keenam, dan
kesembilan, skala Norton lebih peka dalam mendeteksi dini risiko
dekubitus pada pasien tirah baring dibanding skala Braden.