Anda di halaman 1dari 11

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pembahasan

Bab ini memberikan ulasan dan bahasan mengenai asuhan keperawatan yang

diberikan kepada Ny. D dengan gangguan sistem endokrin: ketidakstabilan kadar

gukosa darah berhubungan dengan resistensi insulin akibat Diabetes Militus Tipe

II di Jl. Adisucipto asrama sudirman kartika 9 No 3 Kubu Raya tahun 2020, di

pandang dari sudut konsep dan terori. Pembahasan difokuskan pada aspek

pengkajian dan diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, serta

evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.

Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya.

Kemampuan mengidentifikasi masalah keperawatan yang terjadi pada tahap

ini akan menentukan diagnosis keperawatan. Diagnosis yang diangkat akan

menentukan desain perencanaan yang ditetapkan. Selanjutnya, tindakan

keperawatan dan evaluasi mengikuti perencanaan yang dibuat. Oleh karena

itu, pengkajian harus dilakukan dengan teliti dan cermat sehingga seluruh

kebutuhan perawatan pada klien dapat diidentifikasi (Rohmah & Walid,

2014).

Pada proses pengkajian, penulis memperoleh data atau informasi dimulai

ketika datang kerumah Ny. D di Jl. Adisucipto asrama sudirman kartika 9 No


3 Kubu Raya tahun 2020. Setelah mendapat kasus penulis mengunjungi klien,

setelah melakukan pertemuan dan perkenalan dengan klien, penulis

melakukan kontrak waktu untuk melakukan pengkajian.

Pengkajian dilakukan pada Ny. D dengan teknik, pertama-tama penulis

melakukan bina hubungan saling percaya terlebih dahulu terhadap klien, baru

setelah itu melakukan kontrak waktu, menjelaskan tujuan, wawancara,

pemeriksaan fisik, dan observasi. Pada saat penulis melakukan pengkajian

klien sebagai manusia yang bio, psiko, sosio, dan spiritual. Dalam

pelaksanaannya penulis mendapat kemudahan dalam memproses informasi

karena klien sangat kooperatif.

Untuk mendapatkan data pengkajian secara Auto dan Allo Anamnesa,

auto anamnesa penulis melakukan wawancara pada dena keluarga atau orang

terdekat klien dan melakukan pengkajian terhadap klien (Ny. D). Setelah

dilakukan pengkajian Ny. D mengatakan keluhan utama yang dirasakan pada

saat ini adalah klien mengatakan merasakan pusing, leher tegang, dan selalu

ingin buang air kecil. Klien mengatakan bahwa sakit yang di deritanya datang

kurang lebih 3 tahun yang lalu, klien mengatakan awalnya klien

memeriksakan sakit nya ke Rumah Sakit terdekat, setelah itu klien

menanyakan hasilnya dan hasil dari Rumah Sakit tersebut didapatkan hasil

bahwa GDS nya 330 mg/dl.

Dari pengkajian yang telah dilakukan pada tanggal 01 April 2020 sampai

dengan 07 April 2020, klien mengatakan beberapa permasalahan yang ada


pada dirinya, sehingga ada 5 masalah keperawatan yang muncul. Faktor

pendukung dari pengkajian ini adalah kerjasama dan hubungan yang baik

antara klien dan perawat. Sehingga penulis tidak banyak mengalami kesulitan

pada saat melakukan pengkajian. Sedangkan faktor penghambatnya adalah

klien terkadang tidak fokus saat ditanya.

2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan dari teori pada literatur yang ada, perumusan diagnosa pada

klien dengan Diabetes Militus tipe II (DM Tipe II) terdapat 7 diagnosa

keperawatan menurut SDKI, 2016 yaitu: Nyeri akut berhubungan dengan agen

pencidera fisiologis (inflamasi), kekurangan volume cairan berhubungan

dengan diuresis osmotic, kehilangan gastrik yang berlebihan (mual, muntah),

perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

adekuatan insulin dan peburunan masukan oral, perubahan perfusi jaringan

perifer berhubungan dengan penurunan aliran arterial, defisit pengetahuan

berhubungan dengan kurangnya terpaparnya informasi, gangguan mobilitas

fisik berhubungan dengan nyeri, dan resiko gangguan integritas kulit

berhubungan dengan perubahan sirkulasi.

Sedangkan pada saat dilapangan penulis hanya menemukan 5 diagnosa

keperawatan berdasarkan respon atau kondisi klien saat ini yaitu:

ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi insulin,

nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologis (inflamasi),

gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, defisit pengetahuan


berhubungan dengan kurangnya terpaparnya informasi tentang Diabetes

Militus Tipe II dan hipertensi, risiko perfusi perifer tidak efektif berhubungan

dengan hipertensi.

Perbedaan jumlah diagnosa tersebut dikarenakan pada saat dilapangan

beberapa diagnosa keperawatan yang tidak bisa diangkat sebab data terkait

dengan kondisi klien yang didapat dilapangan ada yang kurang mednukung

untuk diangkat sebagai diagnosa pada asuhan keperawatan pada Ny. D dengan

Diabetes Militus Tipe II.

Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sama dengan teori yang

dibahas dengan kasus yang ada dilapangan. Antara lain, Nyeri akut

berhubungan dengan agen pencidera fisiologis (inflamasi), defisit

pengetahuan berhubungan dengan kurangnya terpaparnya informasi tentang

Diabetes Militus Tipe II dan hipertensi, gangguan mobilitas fisik berhubungan

dengan nyeri, resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan

sirkulasi.

Adapun diagnosa yang tidak diangkat pada kasus ini adalah kekurangan

volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik, kehilangan gastrik yang

berlebihan (mual, muntah), perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan adekuatan insulin dan peburunan masukan oral,

perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran

arterial. Penulis tidak mengankat diagnosa tersebut karna kurangnya

pengetahuan yang dimiliki penulis dalam menentukan dan mengankat


diagnosa atau masalah keperawatan yang ada, Oleh karna itu penulis hanya

mengankat empat diagnosa keperawatan yang dibahas.

Dari 5 masalah keperawatan yang sudah penulis bahas diatas, maka

penulis mengankat prioritas sesuai dengan kondisi klien pada saat itu yakni

ketidakstabilan kadar glukosa darah, hal ini disebabkan karena variasi kadar

glukosa darah naik/turun dari rentang normal yang menyebabkan

ketidakstabilan kadar glukosa darah.

3. Perencanaan

Perencanaan keperawatan adalah pengembangan strategi desain untuk

mencegah, mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang telah

diidentifikasi dalam diagnosis keperawatan. Desain perencanaan

menggambarkan sejauh mana perawat mampu menetapkan cara

menyelesaikan masalah dengan efektif dan efisien (Rohmah & Walid, 2014).

Pada tahap ini merupakan suatau kegiatan perencanaan dalam melakukan

asuhan keperawatan selanjutnya, karena menentukan keberhasilan asuhan

keperawatan yang memiliki kriteria yang akan dicapai oleh penulis. Kegiatan

yang dilakukan penulis dalam tahap perencanaan ini meliputi: penetapan

prioritas masalah, perumusan tujuan, penentuan kriteria hasil dan rencana

tindakan yang sesuai dengan masalah yang ditemukan. Menurut Artika

(2016), didalam perencanaan asuhan keperawatan menggunakan metode,

SMART: Spesifik (secara khusus), Measurable (dapat diukur), Anchivieble

(dapat dicapai), Reality (nyata), dan Time (standar waktu).


Rencana keperawatan yang telah dibuat berdasarkan standar intervensi

keperawatan Indonesia (2016), dan standar diagnosa keperawatan Indonesia

(2017), yang disesuaikan pada pasien, kemampuan tim kesehatan dengan

ketersediaan fasilitas kesehatan yang ada. Menciptakan suasana senyaman

mungkin bagi pasien, membina kepercayaan pasien, dan keluarga juga

diikutsertakan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien.

Perencanaan diklasifikasikan dalam tindakan keperawatan yaiitu observasi,

terapeutik, edukasi dan kolaborasi.

Perencanaan disusun sesuai apa yang ingin dicapai agar lebih terarah dan

fokus dengan masalah yang akan diatasi sesuai intervensi keperawatan.

Perencanaan tindakan keperawatan pada Ny. D diberikan sejalan dengan

rencana tindakan keperawatan yang disususn oleh tim penulis.

4. Pelaksanaan

Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi

pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan

sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Rohmah &

Walid, 2014).

Prinsip utama dalam melakukan pelaksanaan keperawatan yaitu bina

hunungan saling percaya, utamakan kepentingan pasien, legal etik terhadap

pasien, menepati janji, dan berkolaborasi dengan tim kesehatan lainya yaitu,

dokter, perawat ruangan, ahli gizi, dan analis. Pelaksanaan tindakan


keperawatan dilakukan penulis selama tiga hari dimulai dari tanggal 02 April

sampai dengan 04 April 2020, yang mengacu pada keperawatan yang telah

ditentukan pada tahap sebelumnya, tindakan keperawatan dapat berjalan

dengan baik dan semua terlaksana selama pemberian asuhan keperawatan.

Semua didalam tindakan keperawatan yang diberikan kepada Ny. D penulis

menggunakan standar operasional dan legal etik menurut Nasrullah (2014),

diantaranya Autonomy (otonomi), Beneficience (berbuat baik), Justice

(keadilan), Non maleficience (tidak merugikan), Veracity (kejujuran), Fidelity

(loyalitas/ketaatan), Confidentiality (kerahasiaan).

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada Ny. D berdasarkan rencana

tindakan yang telah disususun oleh penulis, beberapa tindakan keperawatan

yang dapat dilakukan dengan baik oleh penulis, namun ada beberapa tindakan

keperawatan yang masih belum terlaksana sesuai denagan tindakan

keperawatan yang sudah disusun. Hal ini disebabkan oleh adanya keterbatasan

waktu penulis dalam mengimplementasikan tindakan keperawatan tersebut.

Tindakan selanjutnya didelegalasikan dengan perawat ruangan. Dokumentasi

tindakan keperawatan pada Ny. D penulis hanya memaparkan aktivitas asuhan

keperawatan selama penulis berkunjung kerumah pasien. Akan tetapi penulis

tetep memonitor perkembangan pasien agar dapat melihat tindakan

keperawatan yang sudah diberikan dan perkembangan pada pasien.


5. Evaluasi

Menurut Rohmah & Walit (2014), evaluasi keperawatan adalah penilaian

dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati)

dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.

Semua tindakan keperawatan yang dilakukan berdasarkan legal etik

komunikasi sikap (terapeutik) dan sesuai dengan SOP (standar oprasional

prosedur) adalah standar yang harus dijadikan sebagai acuan dalam

memberikan setiap pelayanan. Standar kinerja ini sekaligus dapat digunakan

untuk menilai kinerja instansi pemerintah secara internal maupun eksternal,

setiap sistem manajemen kualitas yang baik selalu didasari oleh SOP

kemudian disosisalisasikan kepada semua pihak yang berkompeten untuk

melaksanakannya (Nazvia, 2014).

Tahap evaluasi pada Ny. D, penulis menggunakan tahap evaluasi dengan

menggunakan dua metode yaitu, evaluasi proses yang merupakan respon

pasien dari setiap tindakan yang sudah diberikan, dan evaluasi hasil

merupakan penilaian dari hasil keseluruhan tindakan melalui perubahan

prilaku pada pasien. Tahap evaluasi ini merupakan penilaian hasil dari tujuan

yang sebelumnya telah ditetapkan pada tahap perencanaan keperawatan pada

Ny. D, yang dinyatakan secara subjektif dan objektif kemudian dianalisa

(Rohmah & Walit, 2014).

Apabila masalah belum teratasi maka intervensi perencanaan dapat

dilanjutkan bahkan dapat direncanakan tindakan tambahan sesuai dengan


keadaan pasien, tetapi apabila masalah teratasi atau pasien pulang maka

penulis dapat menghentikan intervensi pada diagnosa yang sudah ditentukan.

Kelima diagnosa keperawatan yang muncul pada Ny. D, ada 4 diagnosa

teratasi sebagian pada tanggal 04 April 2020 yaitu: ketidakstabilan kadar

glukosa darah berhubungan dengan resistensi insulin, nyeri akut berhubungan

dengan agen pencidera fisiologis (inflamasi), gangguan mobilitas fisik

berhubungan dengan nyeri, risiko perfusi perifer tidak efektif berhubungan

dengan hipertensi, dan ada 1 diagnosa yang teratasi yaitu defisit pengetahuan

berhubungan dengan kurangnya terpaparnya informasi tentang Diabetes

Militus Tipe II dan hipertensi.

Diagnosa ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan

resistensi insulin teratasi sebagian dilihat dari pernyataan klien yang dilakukan

pada saat evaluasi klien mengatakan Klien mengatakan pusing, sering buang

air kecil, leher tegang, lemah. klien mengatakan masih melakukan terapi

insulin setiap hari dan klien tampak lemah, klien tampak lelah atau lesu,

glukosa dalam darah tinggi =278 mg/dl, nyeri akut dianggap masalah teratasi

sebagian dilihat dari pernyataan pasien saat dilakukan evaluasi pasien

mengatakan klien mengatakan masih terasa nyeri pada kakinya P: karna klien

terdapat oedem, Q: Klien mengatakan seperti tertekan, R: terdapat didua belah kaki

klien S: skala 3, T: Klien mengatakan terjadinya nyeri saat klien berjalan sehingga

klien merasakan nyeri pada bagian kaki yang oedem, klien masih tampak lemah,

klien tampak meringis, pada diagnosa defisit pengetahuan masalah sudah


teratasi dilihat dari evaluasi terhadap pasien yang menyatakan klien

mengatakan sudah paham tentang penyakitnya, klien mengatakan sudah bisa

memilih latihan apa saja yang dilakukan untuk mengurangi sakitnya (Diabetes

Militus Tipe II), diagnosa selanjutnya yaitu gangguan mobilitas fisik masalah

teratasi sebagian dilihat dari evaluasi pada pasien yang mengatakan aktivitas

masih dibantu dengan keluarga dan pasien mengatakan oedem masih

mengganggu aktivitas klien, pada diagnosa yang terakhir yaitu risiko

gangguan perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hipertensi dimana

pada diagnosa ini masalah juga teratasi sebagian dilihat dari tahap evaluasi

yang dilakukan pada pasien dan pasien mengatakan Klien mengatakan masih

sedikit pusing, leher masih rerasa sedikit tegang, TTV: TD 190/90 mmHg N:

76 x/menit R: 22 x/menit S: 36 oC.

Tahap evaluasi penulis mendapatkan beberapa faktor yaitu faktor

pendukung dan faktor panghambat dalam tahap evaluasi ini, adapun faktor

pendukung adalah pasien dan keluarga menunjukkan sikap yang kooperatif

serta sarana dan prasarana yang sangat mendukung dalam melakukan tindakan

evaluasi, pada faktor penghambat pada tahap evaluasi adalah yaitu

keterbatasan waktu serta ketidak efektifnya dalam satu pasien.

B. Keterbatasan dan Kelemahan Studi Kasus

Keterbatasan dalam penulisan ilmiah ini adalah kurangnya informasi yang

didapatkan dari klien karena studi kasus dilakukan dirumah klien, jadi tidak ada

informasi baik itu dari perawat maupun buku rekam medis, persediaan alat untuk
melakukan pengkajian, sehingga intervensi belum dalam terealisasikan secara

maksimal. Solusi dalam mengatasi keterbatasan bisa dilakukan dengan cara

berkolaborasi dengan institusi pendidikan untuk persedian alat yang lengkap

dilaboratorium institusi dan membina hubungan saling percaya dengan

meningkatkan jumlah pertemuan.

Anda mungkin juga menyukai