Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pelayanan kesehatan pada masa kini sudah merupakan industri jasa kesehatan
utama dimana setiap rumah sakit bertanggung gugat terhadap penerima jasa pelayanan
kesehatan. Keberadaan dan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan ditentukan
oleh nilai-nilai dan harapan dari penerima jasa pelayanan tersebut. Disamping itu,
penekanan pelayanan kepada kualitas yang tinggi tersebut harus dapat dicapai dengan
biaya yang dapat dipertanggung-jawabkan.
Dengan demikian, semua pemberi pelayanan ditekan untuk menurunkan biaya
pelayanan namun kualitas pelayanan dan kepuasan klien sebagai konsumen masih tetap
menjadi tolak ukur utama keberhasilan pelayanan kesehatan yang diberikan.
Tim pelayanan keperawatan memberikan pelayanan kepada klien sesuai dengan
keyakinan profesi dan standar yang ditetapkan. Hal ini ditujukan agar pelayanan
keperawatan yang diberikan senantiasa merupakan pelayanan yang aman serta dapat
memenuhi kebutuhan dan harapan klien.
Asuhan keperawatan yang bermutu dan dapat dicapai jika pelaksanaan asuhan
keperawatan dipersepsikan sebagai suatu kehormatan yang dimiliki oleh para perawat
dalam memperlihatkan sebagai suatu kehormatan yang dimiliki oleh perawat dalam
memperlihatkan haknya untuk memberikan asuhan yang manusiawi, aman, serta sesuai
dengan standar dan etika profesi keperawatan yang berkesinambungan dan terdiri dari
kegiatan pengkajian, perencanaan, implementasi rencana, dan evaluasi tindakan
keperawatan yang telah diberikan.
Masalah Hipertensi menjangkiti kira-kira 50 juta penduduk United State dan
kirakira 1 milyar penduduk belahan dunia lain. Data terakhir dari Framingham Heart
Study mengatakan bahwa individu yang termasuk normotensi pada umur 55 tahun
mempunyai waktu hidup 90% dengan risiko hipertensi (Chobanian,2003). Tekanan darah
tinggi (hipertensi) merupakan masalah besar, tidak hanya di negara barat tetapi juga di
Indonesia. Bila tidak diatasi, tekanan darah tinggi akan mengakibatkan jantung bekerja
keras hingga pada suatu saat akan terjadi kerusakan yang serius (Anonim, 2010).
Di Jawa Tengah, dari tahun ke tahun menunjukkan persentase kasus hipertensi
menunjukkan peningkatan. Dibandingkan dengan kasus penyakit tidak menular secara
keseluruhan, pada tahun 2004 persentase kasus hipertensi 17,34%, meningkat menjadi
29,35% di tahun 2005. Kemudian pada tahun 2006 mengalami pengkatan menjadi
39,47% (Anonim, 2010).

Di Indonesia banyaknya penderita hipertensi diperkirakan 15 juta orang tetapi


hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6- 15% pada orang dewasa,
50% diantaranya tidak menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga mereka
cenderung untuk menjadi hipertensi berat karena tidak menghindari dan tidak mengetahui
faktor risikonya, dan 90% merupakan hipertensi esensial (Armilawaty, 2007).

Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala


yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung
koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah menjadi
masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa
negara yang ada di dunia. Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terutama di
negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, diperkirakan
menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita
hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini (Armilawaty, 2007).

1.2. TUJUAN
1.2.1. Tujuan umum
Tujuan umum dari makalah ini adalah untuk mengetahui tentang Konsep Proses
Keperawatan
1.2.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui tahap pengkajian dalam proses keperawatan
b. Untuk mengetahui tahap diagnosa dalam proses keperawatan
c. Melaksanakan pengkajian pada pasien dengan masalah utama hipertensi.
d. Menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan masalah utama
hipertensi
BAB II
KONSEP TEORITIS

2.1.TAHAP PROSES KEPERAWATAN


Perawat memerlukan keterampilan dalam mencatat proses keperawatan,
Pencatatan proses keperawatan merupakan metode yang tepat untuk pengambilan
keputusan yang sistematis, problemasolving dan riset lebih lanjut, format proses
keperawatan merupakan kerangka atau dasar keputusan dan tindakan termasuk juga
pencatatan hasil berfikir dan tindakan keperawatan. Dokumentasi adalah bagian integral
proses, bukan sesuatu yang berbeda dari metode problema-solving. Dokumentasi proses
keperawatan mencakup pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan, tindakan, Perawat
kemudian mengobservasi dan mengevaluasi respon klien terhadap tindakan yang
diberikan dan mengkomunikasikan informasi tersebut kepada tenaga kesehatan lainnya.

Penerapan proses keperawatan dalam asuhan keperawatan untuk klien merupakan


salah satu wujud tanggung jawab dan tanggung gugat perawat terhadap klien. Pada
akhirnya, penerapan proses keperawatan ini akan meningkatkan kualitas layanan
keperawatan kepada klien.

Proses keperawatan merupakan cara yang sistematis yang dilakukan oleh perawat
bersama dengan klien dalam menentukan asuhan keperawatan dengan melakukan
pengkajian, merumuskan diagnose, merencanakan tindakan yang akan dilakukan,
melaksanakan tindakan serta mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan dengan
berfokus pada klien. Lalu kelima proses tersebut didokumentasikan oleh perawat pada
sebuah catatan keperawatan.

2.2. TAHAP PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Pengkajian keperawatan adalah merupakan tahap awal proses keperawatan dan


merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber
data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
Tahap pengkajian merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari
berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
Aktifitas Pengkajian keperawatan meliputi :
2.2.1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah proses mendapatkan informasi tentang status kesehatan
klien. Bersifat signifikan, sistematis, dan merefleksikan perubahan status
kesehatan klien.
1) Tipe Data
Tipe pada saat pengumpulan data berupa Data Subjektif (data yang
didapatkan dari pasien berupa keluhan yang dinyatakan dari pasien pada saat
itu), dan Data Objektif (data yang didapatkan oleh perawat secara langsung
dan bisa diukur / dilihat).
2) Karakteristik Data
Data yang dikumpulkan untuk menunjang diagnosis keperawatan harus
mempunyai karakteristik yang lengkap, akurat, nyata dan relevan.
3) Sumber Data
Sumber data dapat berupa primer atau sekunder. Data primer berasal dari
klien sendiri, sedangkan data sekunder bapat didapatkan dari orang terdekat
klien, catatan klien, riwayat penyakit, konsultasi, hasil pemeriksaan
diagnostic, catatan medis dan anggota tim kesehatan lainnya, dari perawat
lain dan dari kepustakaan.
4) Metode Pengumpulan Data
Data dapat dikumpulkan dengan mewawancarai klien, dengan observasi atau
melakukan pemeriksaan fisik.

Disamping itu, masalah-masalah yang mungkin terjadi pada saat


mengumpulkan data yang juga harus dihindari perawat yaitu :
1) Ketidakmampuan perawat dalam mengorganisasi data.
2) Kehilangan data yang telah diperoleh.
3) Data yang diperoleh tidak relevan.
4) Adanya duplikasi data.
5) Salah mempersepsikan data.
6) Data yang tidak lengkap.
7) Adanya interpretasi data dalam mengobservasi perilaku.
8) Kegagalan dalam mengambil data dasar terbaru.

2.2.2. Validasi Data


Validasi data adalah upaya untuk memberikan justifikasi pada data yang telah
dikumpulkan dengan melakukan perbandingan data subyek dan data obyek yang
didapat dari berbagai sumber dengan berdasarkan standar nilai normal.
Data yang perlu di validasi adalah data yang abnormal / di ragukan keabsahannya.

2.2.3. Organisasi Data


Organisasi data yaitu mengelompokkan data berdasarkan kerangka kerja yang
dapat membantu mengidentifikasi masalah.
Cara mengelompokkan data :
1. Berdasarkan sistem tubuh.
2. Berdasarkan kebutuhan dasar (Maslow)
3. Berdasarkan teori keperawatan.
4. Berdasarkan pola kesehatan fungsional.

2.2.4. Identifikasi Pola / Masalah


Identifikasi masalah merupakan langkah terakhir dari tahap pengkajian dengan
jalan melakukan prosesing data / analisa data, yang merupakan proses intelektual
yang meliputi : mentabulasi, menyeleksi, mengklarifikasi, menginterpretasi serta
membuat kesimpulan.
Hasil dari Analisa data akan mendapatkan pernyataan “Diagnosa Keperawatan”.
Format Pengumpulan Data :
1. Identitas Klien
Meliputi nomer regristasi, nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, status
perkawinan, agama, Pendidikan, alamat, tanggal masuk rumah sakit (MRS),
tanggal pengkajian, jaminan kesehatan dan penanggung jawab.
2. Riwayat Keperawatan / Kesehatan
Meliputi keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan masa
lalu, riwayat kesehatan keluarga (genogram), riwayat kesehatan lingkungan,
riwayat psikososial, riwayat tumbuh kembang, riwayat imunisasi dan riwayat
persalinan.
3. Pola Fungsi Kesehatan
Meliputi pola persepsi-pemeliharaan kesehatan, pola aktivitas-latihan, pola
nutrisi-metabolisme, pola eliminasi, pola istirahat-tidur, pola kognitif-
perceptual, pola toleransi-koping stress, persepsi diri-konsep diri, pola
seksual-reproduksi, pola hubungan-peran, pola nilai keyakinan.
4. Pemeriksaan
Meliputi pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
5. Tanda tangan perawat yang mengkaji dan tanggal.

2.3. TAHAP DIAGNOSA KEPERAWATAN


2.3.1. Pengertian Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon
individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau
potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat secara
akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti
untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah status
kesehatan klien (Herdman, 2012).

NANDA menyatakan bahwa diagnosa keperawatan adalah ”keputusan


klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah
kesehatan aktual atau potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan
untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan
perawat”.

Semua diagnosa keperawatan harus didukung oleh data, dimana menurut


NANDA diartikan sebagai ”defenisi karakteristik”. Definisi karakteristik
tersebut dinamakan ”Tanda dan gejala”, Tanda adalah sesuatu yang dapat
diobservasi dan gejala adalah sesuatu yang dirasakan oleh klien.

Diagnosa keperawatan menjadi dasar untuk pemilihan tindakan


keperawatan untuk mencapai hasil bagi anda, sebagai perawat, yang dapat
diandalakan(NANDA Internasional, 2007)

Diagnosa keperawatan berfokus pada, respon aktual atau potensial klien


terhadap masalah kesehatan dibandingkan dengan kejadian fisiologis,
komplikasi, atau penyakit.
2.3.2. Pengkajian Diagnosa
Menurut (Nurjannah, 2012) dalam menentukan diagnosa keperawatan
yang mungkin muncul pada pasien, untuk itu maka diperlukan pengkajian
keperawatan untuk mempermudah perawat dalam menentukan diagnosa yang di
alami oleh pasien, maka dari itu perlu dilakukan langkah-langkah pengkajian
berikut dalam menentukan diagnosa :
 Pengkajian tanda vital
 Pengkajian untuk keamanan
 Pengkajian untuk situasi khusus
 Pengkajian untuk klien hamil
 Pengkajian untuk sistem gastrointestinal
 Pengkajian untuk sisstem perkemihan
 Pengkajian aktifitas, istirahat dan mobilitas/Pergerakan
 Pengkajian kenyamanan, kulit, dan integritas jaringan
 Pengkajian untuk nutrisi
 Pengkajian kondisi psikologi
 Pengkajian untuk kognitif dan persepsi
 Pengkajian untuk spiritual, values, dan religious
 Pengkajian untuk tingkah laku
 Pengkajian untuk seksualitas dan aspek sosial
 Pengkajian bayi/anak
 Pengkajian Caregiver
 Pengkajian Komunitas
 Pengkajian Keluarga
 Pengkajian lingkungan
 Pengkajian terkait karakteristik

2.3.3. Jenis Diagnosa Keperawatan


Penentuan diagnosa kesperawatan, bagaimanapun lebih sulit dan kompleks
dari pada penentuan diagnosa medis. Hal itu dikarenakan data dari hasil
pengkajian tidak selalu menjadi data batasan karakteristik (S) dalam format PES
pada diagnosa keperawatan, tetapi juga bisa menjadi etiologi (E) pada format
PES. Data ini bahkan bisa berfungsi sebagai label diagnosa itu sendiri
(Herdman, 2012).
Diagnosa keperawatan menurut Carpenito (2001) dapat di bedakan
menjadi diagnosa keperawatan syndrome dan kolaborasi, Sedangkan menurut
Herdman (2012) diagnosa keperawatan dapat dibedakan menjadi diagnosa
keperawatan aktual, resiko, kemungkinan, dan kesejahteraan. Diagnosa
keperawatan menurut Carpenito (2001) dan Herdman (2012) dapat di jelaskan
sebagai berikut :
2.3.3.1.Aktual
suatu diagnosa keperawatan yang menggambarkan penilaian klinis yang
harus di validasi oleh perawat karena adanya batasan karakteristik
mayor. Jenis keperawatan tersebut memiliki empat komponen : dimulai
dari label, defenisi, karakteristik dan faktor yang berhubungan. Label
yang di berikan juga harus singkat dan jelas, hal itu bertujuan untuk
mempermudah dalam membantu membedakan diagnosa yang ada agar
dapat di bedakan antara diagnosa yang satu dengan diagnosa yang
lainnya. Syarat untuk menegakkan suatu diagnosa keperawatan maka di
perlukan adanya Problem, etiology, symptom(PES) yang dijelaskan
sebagai berikut :
1. Problem (Masalah)
Tujuan penulisan pernyataan masalah adalah menjelaskan status
kesehatan atau masalah kesehatan klien secara singkat dan sejelas
mungkin. Karena pada bagian ini dari diagnosa keperawatan
mengidentifikasi apa yang tidak sehat tentang klien dan apa yang
harus di rubah tentang status kesehatan klien dan juga memberikan
pedoman terhadap tujuan dari asuhan keperawatan. Dengan
menggunakan standar diagnosa dari Herdman mempunyai
keuntungan yang signifikan yaitu :
a. Untuk membantu perawat untuk berkomunikasi antara yang satu
dengan yang lainnya dengan menggunakan istilah yang di
mengerti secara umum.
b. Sebagai metode untuk mengidentifikasi perbedaan masalah
keperawatan yang ada dengan masalah medis.
c. Semua perawat dapat bekerjasama dalam menguji dan
mendefenisikan kategori diagnosa dalam mengidentifikasi
kriteria pengkajian dan intervensi keperawatan dalam
meningkatkan asuhan keperawatan.
2. Etiologi (Penyebab)
Etiologi (penyebab) adalah faktor faktor klinik dan personal yang
dapat merubah status kesehatan atau mempengaruhi perkembangan
masalah. Etiologi mengidentifikasi fisiologis, psikologis, sosiologis,
dan spiritual serta faktor-faktor lingkungan yang di percaya
berhubungan dengan masalah baik sebagai penyebab maupun faktor
resiko. Karena etiologi mengidentifikasi faktor yang mendukung
terhadap faktor masalah kesehatan klien, maka etiologi sebagai
pedoman atau sasaran langsung dari intervensi keperawatan. Jika
terjadi kesalahan dalam menentukan penyebab maka tindakan
keperawatan menjadi tidak efektif dan efesien.
3. Symptom (tanda atau gejala)
Merupakan identifikasi data objektif dan subjektif sebagai tanda dari
masalah keperawatan memerlukan kriteria evaluasi.

2.3.3.2.Resiko
Diagnosa keperawatan resiko menggambarkan penilaian klinis dimana
individu maupun kelompok lebih rentan mengalami masalah yang sama
di bandingkan orang lain di dalam situasi yang sama atau serupa. Syarat
untuk menegakkan diagnosa resiko ada unsur PE (Problem and Etiologi )
dan untuk penggunaan batasan karakteristik yaitu “resiko dan resiko
tinggi “ tergantung dari tingkat kerentanan/keparahan suatu masalah.
Dan faktor yang terkait untuk diagnosa keperawatan resiko merupakan
faktor yang sama dengan keperawatan aktual seperti yang sudah dibahas
sebelumnya di diagnosa keperawatan aktual.

2.3.3.3.Kemungkinan : diagnosa kemungkinan adalah diagnosa keperawatan


yang memerlukan data tambahan, hal tersebut bertujuan untuk mencegah
timbulnya suatu diagnosa yang bersifat sementara, dan dalam
menentukan suatu diagnosa keperawatan yang bersifat sementara
bukanlah menunjukan suatu kelemahan atau keraguan dalam
menentukan suatu diagnosa, akan tetapi merupakan suatu proses penting
dalam keperawatan.

2.3.3.4. Kesejahteraan
Diagnosa keperawatan kesejahteraan merupakan penilaian klinis tentang
keadaan individu, keluarga atau masyarakat dalam transisi dari tingkat
sejahtera tertentu menjadi tingakat sejahtera yang lebih tinggi (Herdman,
2007).

2.3.3.5.Syndrome
Diagnosa syndrome merupakan kumpulan gejala diagnosa keperawatan,
karena terdiri dari diagnosa keperawatan aktual dan resiko yang di
perkirakan ada karena situasi atau peristiwa tertentu. Dan didalam
diagnosa syndrome terdapat etiologi dan faktor pendukung lainnya yang
bertujuan untuk mempermudah dalam menegakkan suatu diagnosa.
(Carpenito, 2001).

2.3.4. Diagnosa Kolaborasi


Diagnosa kolaborasi merupakan suatu masalah keperawatan dimana
perawat perlu membuat suatu keputusan klinik yang akurat dan tepat terkait
dengan perubahan patofisiologis pada status kesehatan klien. Telah diketahui
bahwa tanda dan gejala yang didapatkan dalam pengkajian dapat menjadi milik
diagnosa keperawatan atau kolaboratif. Tetapi pada kenyataannya ini tampak
tidak terlalu diperhatikan dalam proses „diagnostic reasoning‟. Referensi yang
ada biasanya juga memisahkan dua hal ini, contohnya Carpenito (2006
Carpenito , 2008) adalah referensi yang membedakan diagnosa keperawatan dan
diagnosa kolaborasi dalam dua topik yang berbeda.

Inti dari suatu hubungan kolaborasi yaitu adanya perasaan saling


ketergantungan (interdefensasi) untuk kerjasama dan bekerjasama. Bekerjasama
dalam suatu kegiatan dapat memfasilitasi kolaborasi yang baik. Kerjasama
mencerminkan proses koordinasi pekerjaan agar tujuan atau target yang telah di
tentukan dapat tercapai (Carpenito, 2006).
Didalam diagnosa keperawatan kolaborasi yang perlu di perhatikan yaitu
tanggung jawab dari keperawatan, mulai dari mendiagnosa, mengintervensi
serta meperhatikan kemajuan yang dialami oleh klien. Dalam hal ini perawat
tidak sendiri, melainkan melakukankolaborasi dengan dokter dan praktisi
kesehatan lainnya untuk memantau kestabilan fisiologis dari klien, kemudian
untuk melihat perlu atau tidaknya dilakukan tindakan (Carpenito, 1983).

2.3.5. Penegakan Diagnosa Keperawatan


Lunney (2012) menyebutkan bahwa pengetahuan mengenai diagnosa,
defenisi dan batasan karakteristik merupakan pengetahuan yang sangat luas dan
kompleks, dan hamper tidak mungkin bagi perawat untuk mengingat semua
informasi yang ada, sehingga pentingnya bagi perawat untuk mengakses
informasi yang diperlukan tersebut. Kemampuan untuk menemukan informasi
yang relevan ini menjadi suatu hal yang penting karena akan mendukung
kemampuan dalam menentukan diagnosa (harjai dan Tiwari, 2009).

ISDA (Intans’s Screening Diagnoses Assessment) dapat dipertimbangkan


sebagai sarana untuk mengakses informasi tersebut dan memberikan petunjuk
kemungkinan diagnosa keperawatan atau diagnosa potensial yang mungkin
terdapat pada klien. ISDA juga lebih komprehensif karena tidak hanya
menskrining diagnosa keperawatan tetapi juga menskreening diagnosa potensial
komplikasi (Nurjannah, 2010).

Sedangkan langkah – langkah penegakakan diagnosa yaitu dengan


menuliskan Problem,Etiology (PE) dan Problem, Etiology, Sympthom (PES)
untuk format diagnosa resiko dan aktual, kemudian catat diagnosa keperawatan
diagnosa keperawatan resiko dan aktual kedalam masalah atau format diagnosa,
lalu gunakan diagnosa NANDA, pastikan dari data pengkajian untuk
menentukan diagnosa, masukkan pernyataan diagnosa kedalam daftar masalah,
gunakan diagnosa untuk pedoman perencanaan, implmentasi dan evaluasi.

Penegakan diagnosa yang akurat merupakan langkah awal yang sangat


penting untuk membuat rencana asuhan keperawatan yang tepat kepada klien.
Meskipun begitu terkadang perawat terlalu percaya diri mengenai keakuratan
penilaian yang mereka lakukan dan hal ini dapat berkembang menjadi ketidak
akuratan dalam membuat diagnosa. Banyak hal yang mempengaruhi keakuratan
menegakan diagnosa.

Studi yang dilakuakan oleh Nurjannah et al (2013) meneliti keakuratan


penegakan diagnosa keperawatan dengan kolaboratif dengan membandingkan
dua metode dalam menegakkan diagnosa yaitu metode 4 tahap (Wilkinson,
2007) dan 6 tahap (6 steps of diagnostic reasoning method) (Nurjannah &
Warsini, 2013). Hasil penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan 6 steps
of diagnostic reasoning method terbukti telah meningkatkan kemungkinan
penegakan diagnosa yang lebih akurat (Nurjannah et al, 2013).

2.4. HIPERTENSI

2.4.1. Pengertian
Pengertian hipertensi olehbeberapa sumber adalah sebagai berikut :
1. Hipertensi adalah keadaan seseorang yang mengalami peningkatan tekanan
darah diatas normal sehingga mengakibatkan peningkatan angka morbiditas
maupun mortalitas, tekanan darah fase sistolik 140 mmHg menunjukkan
fase darah yang sedang dipompa oleh jantung dan fase diastolik 90 mmHg
menunjukkan fase darah yang kembali kejantung (Triyanto, 2014).
2. Hipertensi merupakan gangguan pada sistem peredaran darah yang sering
terjadi pada lansia, dengan kenaikan tekanan darah sistolik lebih dari 150
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg, tekanan sistolik
150-155 mmHg dianggap masih normal pada lansia (Sudarta, 2013).
3. Hipertensi merupakan faktor resiko penyakit kardiovaskuleraterosklerosis,
gagal jantung, stroke dan gagal ginjal ditandaidengan tekanan darah sistolik
lebih dari 140 mmHg dan tekanandarah diastolik lebih dari 90 mmHg,
berdasarkan pada dua kali pengukuran atau lebih (Smeltzer, Bare, Hinkle, &
Cheever, 2012).
4. Hipertensi adalah kenaikan tekanan darah baik sitolik maupun diastolik yang
terbagi menjadi dua tipe yaitu hipertensi esensial yang paling sering terjadi
dan hipertensi sekunder yang disebabkan oleh penyakit renal atau penyebab
lain, sedangkan hipertensi malignan merupakan hipertensi yang berat,
fulminan dan sering dijumpai pada dua tipe hipertensi tersebut (Kowalak,
Weish, &Mayer,2011)
5. Hipertensi merupakan peningkatan abnormal tekanan darah didalam
pembuluh darah arteri dalam satu poeriode, mengakibatkanarteriola
berkonstriksi sehingga membuat darah sulit mengalir danmeningkatkan
tekanan melawan dinding arteri(Udjianti, 2011).

Berdasarkan pengertian oleh beberapa sumber tersebut, maka dapat ditarik


kesimpulan bahwa hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan
diastolik, dengan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan diastolik lebih
dari 90 mmHg, hipertensi juga merupakan faktor resiko utama bagi penyakit
gagal ginjal, gagal jantung dan stroke.

2.4.2. Etiologi
Faktor resiko yang dapat mempengaruhi hipertensi dibagi menjadi dua yaitu:
1. Faktor yang tidak dapat diubah/ dikontrol
a. Umur
Tekanan darah sedikit meningkat dengan bertambahnya umur
merupakan hal yang wajar. Hal ini disebabkan oleh perubahan pembuluh
darah dimana pembuluh darah aorta dan arteri menurun elastisitasnya
sehingga menjadi kaku.
b. Jenis kelamin
Perempuan akan mengalami peningkatan resiko tekanan darah tinggi
(hipertensi) setelah menopouse yaitu usia diatas 45 tahun. Perempuan
yang belum menopouse dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan
dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar
kolesterol HDL rendah dan tingginya kolesterol LDL (Low Density
Lipoprotein) mempengaruhi terjadinya proses aterosklerosis dan
mengakibatkan tekanan darah tinggi.
c. Riwayat Keluarga
Menurut Nurkhalida (2010), orang-orang dengan sejarah keluarga yang
mempunyai hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat
keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga
mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer.
d. Genetik
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar
monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur).

2. Faktor yang dapat diubah/ dikontrol


a. Merokok
Merokok lebih dari satu pak rokok sehari berisiko 2 kali lebih rentan
mengalami hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok (Yundini,
2011). Nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui rokok, masuk
ke dalam aliran darah dan merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri
serta mengakibatkan proses aterosklerosis.
b. Konsumsi Garam
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik
cairan di luar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume
dan tekanan darah.
c. Konsumsi Lemak Jenuh
Meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan
tekanan darah.
d. Konsumsi Alkohol
Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas.
Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel
darah merah serta kekentalan darah merah berperan dalam menaikkan
tekanan darah (Nurkhalida, 2010).
e. Kurang Olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena
olahraga teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah. Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan
risiko menderita hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat
badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi
denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja
lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung
harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri
(Darmojo, 2010).
f. Stres
Apabila stress menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah
menjadi tetap tinggi. Stres dapat merangsang kelenjar adrenal melepaskan
hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih
kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stres berlangsung
cukup lama, tubuh berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul
kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat
berupa hipertensi atau penyakit maagh (Gunawan, 2012).
g. Obesitas
Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas
saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah. Makin
besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok
oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang
beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi
tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga
meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah.
Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air.

2.4.3. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konnstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak
ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor
seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhirespon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive
terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra
vaskuler. Semua factor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.

Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan fungsional


pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan
darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan
daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang
dipompa oleh jantung ( volume sekuncup ), mengakibatkan penurunan curang
jantung dan peningkatan tahanan perifer ( Brunner & Suddarth, 2002 ).
Pathways Hipertensi

umur Jenis kelamin Gaya hidup obesitas

Elastisitas , arteriosklerosis

hipertens
i

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan struktur

Penyumbatan pembuluh darah

vasokonstriksi

Gangguan sirkulasi

otak ginjal Pembuluh darah Retina

Resistensi Suplai O2 Vasokonstriksi sistemik koroner Spasme


pembuluh otak pembuluh darah arteriole
darah otak menurun ginjal
vasokonstriksi Iskemi
diplopia
Blood flow miocard
Nyeri Gangguan sinkop munurun
kepala pola tidur Afterload
Nyeri dada Resti injuri
meningkat
Respon RAA
Gangguan
perfusi Penurunan Fatique
jaringan Rangsang curah jantung
aldosteron
Intoleransi
aktifitas
Retensi Na

edema
2.4.4. Manifestasi Klinis
Kadang-kadang hipertensi esensial berjalan tanpa gejala, dan baru
timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target sepertu pada ginjal,
mata, otak dan jantung. Gejalanya adalah sakit kepala, epistaksis, pusing atau
migren, marah, telinga berdengung, mimisan, sukar tidur dan sesak nafas, rasa
berat dit tengkuk, mata berkunang-kunang.

Gangguan serebral akibat hipertensi dapat berupa kejang, atau gejala-


gejala akibat perdarahan pembuluh darah otak yang berupa kelumpuhan,
gangguan kesadaran bahkan sampai koma. Apabila gejala tersebut timbul,
merupakan pertanda tekanan darah perlu segera diturunkan (Soeparman,
1999).

2.4.5. Komplikasi Hipertensi


Beberapa komplikasi yang bisa terjadi akibat hipertensi antara lain:
1. Stroke
Stroke dapat terjadi akibat perdarahan di otak, atau akibat embolus yang
terlepas dari pembuluh darah non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke
dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi
otak mengalami hipertrofi dan penebalan sehingga aliran darah ke daerah-
daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami
ateroskelosis dapat melemah dan kehilangan elastisitas sehingga
meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.
2. Infark Miokardium
Penyakit ini dapat terjadi apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak
dapat menyuplai darah yang cukup oksigen ke miokardium atau apabila
terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui arteri koroner.
Karena hipertensi kronik dan hipertrofi ventrikel, maka kebutuhan oksigen
miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia
jantung yang menyebabkan infark. Hipertrofi ventrikel dapat menimbulkan
perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga
terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan pembentukan
pembekuan darah.
3. Gagal Ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan yang
tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, yaitu glomerulus. Dengan rusaknya
glomerulus, aliran darah ke unit-unit fungsional ginjal terganggu, nefron
akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia serta kematian.
Dengan rusaknya membrane glomerulus, protein akan keluar melalui urin
sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang menyebabkan edema
yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.
4. Enselopati (Kerusakan Otak)
Enselopati dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang
meningkat cepat). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini dapat
menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam
ruang interstitium di seluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron di
sekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian mendadak.

2.4.6. Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium
 HB : untuk menilai vikositas dan indikator faktor resik seperti anemia.
 BUN kreatinin menilai perfusi / faal renal
 Glukosa serum hiperglikemia ( DM adalah presipilator hipertensi/akibat
dari peningkatan katekolamin.
 Kadar kolesterol trgliserida : peningkatan mengindikasikan predisposisi
pembentukan plaquatheromaatus
 Kadar serum aldosteron : menilai adanya aldosteronisme primer
 Uric acid : hiperuricemia merupkan implikasi faktor resiko hipertensi
 Elektrolit : seru potassium (hipokalemi) mengindikasikan adanya
aldosteronisme, efek samping terapi diuretik, serum calcium bias
meningkat berkontribusi terhadap hipertensi
 Urine : analisa adanya darah, protein, glukosa dalam urine untuk
mengidentifikasikan fungsi renal.
 ECG : Untuk mengetahui cardiomegali dan gangguan konduksi
kelistrikan
 EKG : Tampak gelombang P pulmonal ( hipertensi pulmonal, RVH )
2.4.7. Penatalaksanaan Hipertensi
1. Terapi farmakologis
1) Diuretik
Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida
sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya
terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Selain mekanisme
tersebut, beberapa diuretik juga menurunkan resistensi perifer sehingga
menambah efek hipotensinya.
2) Penghambat Adrenergik
Stimulasi reseptor beta pada otak dan perifer akan memacu penglepasan
neurotransmitter yang akan meningkatkan aktivitas sistem saraf
simpatis. Stimulasi reseptor beta pada ginjal akan menyebabkan
penglepasan renin dan meningkatkan aktivitas sistem renin angiotensin
aldosteron. Efek akhirnya adalah peningkatan cardiac output,
peningkatan tahanan perifer dan peningkatan sodium yang diperantai
aldosteron dan retensi air
3) Vasodilator
Obat ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot
polos (otot pembuluh darah) yang menurunkan resistensi dan karena itu
mengurangi tekanan darah.Terdapat beberapa obat yang termasuk
golongan vasodilator antara lain hidralazin, minoksidil, diakzoksid dan
natrium nitroprusid. Efek samping yang sering terjadi pada pemberian
obat ini adalah pusing dan sakit kepala.
4) Penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE-Inhibitor)
Angiotensin converting enzym inhibitor (ACE-Inhibitor) menghambat
secara kompetitif pembentukan angiotensin II dari prekusor angitensin I
yang inaktif, yang terdapat pada pembuluh darah, ginjal, jantung,
kelenjar adrenal dan otak. Vasodilatasi secara langsung akan
menurunkan tekanan darah, sedangkan berkurangnya aldosteron akan
menyebabkan ekskresi air dan natrium. Terdapat beberapa obat yang
termasuk golongan ACE- Inhibitor antara lain benazepril, captopril,
enalapril, fosinopril, lisinoril, moexipril, penindropil, quinapril,
ramipril, trandolapril dan tanapres
5) Antagonis Reseptor Angiotensin II (Angiotensin Receptor Blocker,
ARB). ARB sangat efektif menurunkan tekanan darah pada pasien
hipertensi dengan kadar renin yang tinggi seperti hipertensi
renovaskular dan hipertensi genetik, tapi kurang efektif pada hipertensi
dengan aktivitas renin yang rendah. Terdapat beberapa obat yang
termasuk golongan antagonis reseptor ATII antara lain kandersartan,
eprosartan, irbesartan, losartan, olmesartan, telmisartan dan valsartan.
6) Antagonis Kalsium (Calcium Channel Blocker (CCB)
Antagonis kalsium bekerja dengan menghambat influks ion kalsium ke
dalam sel miokard, sel-sel dalam sistem konduksi jantung dan sel-sel
otot polos pembuluh darah. Efek ini akan menurunkan kontraktilitas
jantung, menekan pembentukan dan propagasi impuls elektrik dalam
jantung dan memacu aktivitas vasodilatasi, interferensi dengan kontriksi
otot polos pembuluh darah. Semua hal di atas adalah proses yang
bergantung pada ion kalsium. Terdapat tiga kelas CCB : dihdropiridin
(nifedipin, amlodipin, veramil dan benzotiazipin (diltiazem).

2. Terapi non-farmakologis

1) Kontrol Berat Badan. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada


orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan sesorang
yang badannya normal. Sedangkan, pada penderita hipertensi
ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat badan lebih (overweight).
Dengan demikian, obesitas harus dikendalikan dengan menurunkan
berat badan (Depkes, 2015).
2) Mengurangi asupan garam. Pengurangan asupan garam secara drastis
akan sulit dirasakan. Batasi sampai dengan kurang dari 5 gram (1
sendok teh) per hari pada saat memasak (Depkes, 2015).
3) Melakukan Olahraga teratur. Berolahraga seperti senam aerobik atau
jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali dalam seminggu,
diharapkan dapat menambah kebugaran dan memperbaiki
metabolisme tubuh yang akhirnya mengontrol tekanan darah (Depkes,
2015)
4) Berhenti merokok. Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh
darah sehingga dapat memperburuk hipertensi. Zat-zat kimia beracun
seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok
yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak jaringan endotel
pembuluh darah arteri yang mengakibatkan proses arterosklerosis dan
peningkatan tekanan darah. Merokok juga dapat meningkatkan denyut
jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung.
Merokok pada penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan
risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri.
5) Pijat Refleksi. Pijat refleksi adalah suatu praktik memijat titik-titik
tertentu pada tangan dan kaki. Manfaat pijat refleksi untuk kesehatan
sudah tidak perlu diragukan lagi. Salah satu khasiatnya yang paling
populer adalah untuk mengurangi rasa sakit pada tubuh. (Wahyuni,
2014).

3. Terapi Herbal

Salah satu terapi herbal untuk mangatasi hipertensi adalah


mengkonsumsi air rebusan daun binahong. Tanaman binahong mempunyai
manfaat sangat besar dalam dunia pengobatan, secara empiris dapat
menyembuhkan berbagai penyakit. Dalam pengobatan yang digunkan
adalah bagian akar, batang, daun, bunga serta umbi. Daun binahong
merupakan salah satu ekstraksi yang mengandung flavonoid
tinggi,tanaman yang mengandung flavonoid tinggi mampu memberikan
efek yang baik bagi kesehatan kardiovaskuler termasuk untuk mengontrol
hipertensi. Flavonoid bekerja dengan cara merelaksasi otot dan
meningkatkan efek vasodilatasi pembuluh darah sehingga tekanan darah
dapat menurun (Novitaningtyas, 2014).

2.4.8. Pengkajian Keperawatan


a. Airway
Adakah sumbatan di jalan nafas atau penumpukan secret
b. Breathing
1. Sesak nafas saat beraktifitas
2. Tachipnea, ortophnea
3. Riwayat perokok
4. Distress pernapasan atau penggunaan otot bantuan tambahan
5. Bunyi napas tambahan
6. Sianosis
c. Circulation
- Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengan suara gallop
- Kaji peningkatan JVP
- Adanya Suara terdengar jelas pada S4 dan S3
- Monitoring tekanan darah
- Pemeriksaan EKG mungkin menunjukan:
1. Sinus tachikardi
2. right bundle branch block (RBBB)
3. right axis deviation (RAD)
d. Disability
Kecemasan, depresi, euphoria, mudah marah (mini neurologi : gcs, pupil
dan tonus otot)
e. Exsposure
Adanya jejas atau luka pada seluruh permukaan kulit
f. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
takipnea
g. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner,
penyakit serebrovaskuler
Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna
kulit, suhu dingin
h. Integritas Ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria,
factor stress multipel
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue
perhatian, tangisan yang meledak, otot muka tegang,
pernapasan menghela, peningkatan pola bicara
i. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
j. Makanan / Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi
garam, lemak dan kolesterol
Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema
k. Neurosensori
Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala,
berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis
Tanda :,perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan
retinal optik
l. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital
berat, nyeri abdomen
m. Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea,
dispnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum,
riwayat merokok
Tanda : distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi
napas tambahan, sianosis
n. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi psotural
o. Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala : factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit
jantung, DM , penyakit ginjal
Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon
2.4.9. Tahap Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload, vasokontriksi, iskemia
miokard
2. Nyeri akut b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral dan iskemia
3. Kelebihan volume cairan
4. Intoleransi aktivtas b.d kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen
5. Ketidakefektifan koping
6. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
7. Resiko cidera
8. Defisiensi pengetahuan
9. Ansietas
BAB III
TINJAUAN KASUS

B. PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

1. Identitas diri klien

Nama : Ny. N
Umur : 65 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Status Perkawinan : Janda
Suku : Melayu
Alamat : Jalan meranti no.77 Tampan
Tanggal masuk RS : 13 April 2019
Alasan masuk RS : Pusing tiba-tiba dan terjatuh dari Tempat tidur
Yang Mengirim : datang sendiri
Diagnosa Medis : Hipertensi
Tanggal Pengkajian : 13 April 2019
Nomor MR : 51-21-66

2. Riwayat Penyakit
p. Alasan masuk rs
 Keluhan utama saat masuk RS
Pasien datang ke IGD dengan keluhan pusing, memar pada dagu dan lutut
kanan, serta mengeluh mual.
 Riwayat penyakit sekarang
 Pada saat pengkajian pasien mengatakan mual, pusing, nyeri pada dagu yang
memar, pasien tampak lemah, tampak memar dibagian dagu dan lutut TD
150/90 mmHg, GCS : 15 (E:4 M:6 V:5)
q. Riwayat penyakit dahulu
 Pasien mengatakan riwayat penyakit DM 8 tahun yang lalu
 Keluarga Pasien mengatakan penyakit hipertensi baru tahun ini
r. Riwayat penyakit sekarang.
Pada saat pengkajian pasien mengatakan mual, pusing, nyeri pada dagu yang
memar, pasien tampak lemah, tampak memar dibagian dagu dan lutut TD 150/90
mmHg, GCS : 15 (E:4 M:6 V:5)
s. Genogram & Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga klien tidak ada yang menpunyai riwayat pennyakit keturunan seperti
hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, Asma,TBC.

46 65

17 15 12

Keterangan :
= Laki-laki
= perempuan
= Tinggal serumah
= Keluarga yang sakit
= Hubungan keluarga
= Anggota keluarga yang meninggal karena sakit tapi tidak diketahui
penyebab sakitnya. Tidak ada penyakit keturunan dan penyakit menular
keluarga
t. Riwayat pengobatan/alergi
Klien mempunyai riwayat pengobatan maag, kliena tidak mempunyai riwayat alergi
baik makanan, minuman, maupun obat.
3. Pengkajian awal

 Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan


Pengetahuan tentang penyakit / perawatan
pasien mengatakan tidak mengetahui tentang penyakitnya yaitu hipertensi pasien
hanya mengetahui jika ia memiliki penyakit maag. Perawatan yang diketahui oleh
pasien tentang penyakitnya tidak banyak, pasien tidak tahu bahaya-bahaya apa
saja yang mengancam jika ia tidak bisa menjaga kondisinya dengan baik dan
benar
 Polanutrisi/metabolikProgram di Rumah Sakit
Pasien diberikan MLRG tetapi terkadang juga diberikan makanan yang dibawa
dari rumah oleh keluarga, karena pasien tidak selera dengan makanan yang sudah
disediakan oleh rumah sakit.
 Intake Makanan
Pasien makan 3x sehari, makanan yang disediakan oleh rumah sakit. Porsi
makanan yang disediakan tidak habis. Hanya ¼ bagian yang dimakan.
 Intake Cairan
Pasien terpasang infuse RL. Pasien hanya minum air putih ±4 gelas/hari.
 Pola Eliminasi
Buang air besar
Pasien BAB 1x sehari
 Buang air kecil
BAK pasein lancar namun sering , hanya saja sedikit yang keluar, tidak ada terasa
hambatan pada saat BAK. BAK normal 6-8 x sehari, jumlahnya 400-2000 ml.
 Pola aktivitas dan latihan

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4


Makan / minum V
Toileting v
Berpakaian V
Mobilitas ditempat tidur V
Berpindah V
Ambulasi / ROM V
 Pola Perceptual
(penglihatan, pendengaran, pengecap, sensasi)
Penglihatan klien baik, klien tidak menggunakan kaca mata. Pendengaran klien
baik, klien tidak menggunakan alat bantu dengar. Pengecap, sensasi, klien selama
sakit mengatakan terasa pahit.

 Pola Persepsi Diri


( pandangan klien tentang sakitnya, kecemasan, konsep diri )
Klien cemas dengan penyakit yang ia miliki, terlebih dengan rasa berat ditengkuk
yang menyebabkan ia pusing dan tidak bisa duduk lama serta dengan badannya
yang terasa lemas, perut kembung serta nyeri ulu hati dan kaki yang sesekali
terasa kebas

 Pola seksualitas dan reproduksi.


(fertilitas, libido, menstruasi, kontrasepsi, dll)
Pasien menggunakan KB suntik, sudah menikah satu kali dan memiliki dua orang
anak. Klien mengatakan tidak pernah memiliki riwayat gangguan reproduksi

 Pola peran dan hubungan


(komunikasi, hubungan dengan orang lain, kemampuan keuangan)Pasien
memiliki hubungan yang baik dengan tetangga disekitar rumah, memiliki
komunikasi yang baik dengan keluarga juga teman-teman pengajian. Kemampuan
keuangan pasien cukup baik, pasien memiliki suami juga anak yang sudah
bekerja.

 Pola Managemen koping stress


(perubahan terbesar dalam hidup pada akhir-akhir ini )
Pasien mengatakan tidak ada perubahan yang terlalu besar, yang berubah
hanyalah keadaanya sekarang yang terbaring lemah di rumah sakit, tidak bisa
mengurus suami juga anak-anaknya seperti biasa.

 Sistem nilai dan kepercayaan


(pandangan klien tentang agama, kegiatan keagamaan, dll)
Pasien beragama islam, ia menganggap bahwa sakit yang ia alami sekarang adalah
cobaan dari tuhan dan ia harus ikhlas juga sabar dalam menerimanya dan
menjalaninya.

4. Observasi dan Pemeriksaan Fisik

 PemeriksaanTanda-Tanda Vital

TD : 150/90 mmHg P : 24 x/menit

N : 88x/menit S : 36,8 oC

 Pemeriksaan Nyeri

Provokatif/ Paliatif (P) : benturan


Qualitas / Quantitas (Q) : nyeri tumpul
Region / Radiasi (R) : kepala
Skala Seviritas : ringan
Timing (T) : hilang timbul
 Kepala
Rambut : Rambut lurus pendek Berwarna putih uban Kulit kepala tidak
berketombe
Mata :Simetris Kiri dan kanan Konjungtiva anemis sklera tidak ikterik
palpebra tidak odema
Mulut : Mukosa kering,mulut agak kotor.
Bibir : Bibir bagian atas oedema
Gigi : Menggunakan gigi palsu
Telinga : simetris kiri dan kanan,tidak ada kelainan.
 Leher
Kelenjer getah bening tidak membesar
Kelenjer tyroid tidak ada pembesaran /tidak ada kelaianan.
 Tangan
Terpasang Infus tangan kanan
Tangan kanan Lemah.
 Dada (Paru & jantung)

Paru-Paru
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan.
Palpasi : fromitus kiri dan kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler
Jantung
Inspeksi : Iktus tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba satu jari LMCS Ric V
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : irama jantung teratur

 Abdomen
Inspeksi :Normal
Palpasi :Tidak ada massa atau asites
Perkusi :Tympani
Auskultasi :Bising Usus 20 kali/menit.

 Genetalia
Terpasang kateter

 Kaki
Akral teraba hangat, tidak oedema

 Punggung
Tulang punggung teraba normal tidak ada decubitus, dan tidak ada kelainan
bentuk

5. Program Terapi

13-4-2019
Oral :
Amlodipine10 mg 1X1
Candesartan 1X1
Cefadroksil 2X1
Bisoprolol 2X1
Infus :
RL 15 gtt/i
Injeksi
Ranitidin 2X1
Ondansetron 8mg 3X1
Ketorolak 3X1
Drip Lasix 5 amp habis dalam 24 jam

Diit
MLRG 2

6. Hasil Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium

Hasil labor Tanggal 13 april 2019:

Hasil Pemeriksaan Nilai Normal


Hemoglobin : 7,8 Hemaglobin : P : 14-18 W: 12-16
Ureum : 181 Ureum : 10-40
Clorida : 108 Clorida : 96-106
Leukosit : 4.260 Leukosit : 4.000-11.000
Creatinin : 7,2 Creatinin : 0,6-1,3
Trombosit : 75.000 Trombosit : 150.000-450.000
Kalium : 5,2 Kalium : 3,5-5,2
Hematokrit : 28,8 Hematokrit : 37-47
Natrium : 141 Natrium : 135-145

C. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan d peningkatan tekanan vaskuler serebral


2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
D. Analisa Data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1. DS : Faktor predisposisi usia, Nyeri akut
 Klien mengatakan nyeri jenis kelamin,merokok,
pada kepala dan nyeri stress, kurang olahraga,
pada dagu obesitas.
 Klien mengatakan pusing
dan mual Hypertensi
 Keluarga mengatakan
memar pada dagu Kerusakan volume darah

DO : Perubahan struktur
 Tampak klien meringis
 Tampak memar pada Vasokontriksi
dagu kiri
 TD : 150/90 mmhg Gangguan sirkulasi
Nadi : 88 x/i
 Hasil lab Resistensi pembuluh
Hemoglobin : 7,8 darah arteri meningkat
Ureum : 181
Clorida : 108 Nyeri kepala
Leukosit : 4.260
Creatinin : 7,2
Trombosit : 75.000
Kalium : 5,2
Hematokrit : 28,8
Natrium : 141
2. DS :
 Keluarga klien Kelemahan fisik Intoleransi aktivitas
mengatakan aktivitas
dibantu
 Keluarga klien
mengatakan kondisi klien
masih lemah, tidak bias
melakukan aktivitas
sendiri
DO :
 Klien kelihatan lemah
 Aktivitas klien dibantu
keluarga dan perawat
 Klien terpasang infus dan
dower Kateter

Anda mungkin juga menyukai