Anda di halaman 1dari 17

REFRAT

Terapi Toksik Botulinum untuk Pengobatan


Distonia

Disusun oleh:
Michael Leaniel (112022101)

Pembimbing:
dr. Lenny Irawati Yohosua, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN JIWA 


RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI JAWA BARAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN 
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA JAKARTA
PERIODE 26 DESEMBER 2022 – 28 JANUARI 2023

1
DAFTAR ISI

Halaman Cover...........................................................................................................................0
BAB I.........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN......................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................3
1.2 Tujuan Umum..............................................................................................................4
1.3 Tujuan Khusus.............................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................................5
2.1 Definisi...........................................................................................................................5
2.2 Etiologi............................................................................................................................5
2.3 Epidemiologi..................................................................................................................6
2.4 Klasifikasi.......................................................................................................................6
2.5 Patofisiologi....................................................................................................................8
2.6 Manifestasi Klinis...........................................................................................................9
2.7 Pemeriksaan Diagnosis.................................................................................................12
2.8 Diagnosa Banding.........................................................................................................13
2.9 Penatalaksanaan............................................................................................................13
2.10 Prognosis.....................................................................................................................14
2.11 Penyulit........................................................................................................................14
BAB III.....................................................................................................................................15
PENUTUP................................................................................................................................15
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................16

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Distonia adalah gangguan gerak yang fitur utamanya adalah otot tak sadar terjadi
kontraksi atau spasme. Istilah distonia ini awalnya diperkenalkan oleh Oppenheim pada tahun
1911 untuk menggambarkan otot dan kelainan postural yang terlihat dalam kondisi ini.
Konsep distonia sendiri membingungkan sebagai istilah telah digunakan untuk
menggambarkan sebagai gejala (misalnya lengan distonik postur), penyakit (dystonia torsi
primer) atau sindrom. 1

Distonia mewakili kelompok umum dari gangguan gerak yang mencakup berbagai
kondisi dari satu-satunya manifestasi adalah kejang otot distonik, dimana distonia merupakan
salah satu bagian yang lebih parah dari kondisi neurologis. Distonia dapat berkembang pada
usia berapa pun, terbagi dalam masa bayi (<2 tahun), anak (3-12 tahun), remaja (13-20
tahun), awal (21-40) dan akhir (> 40 tahun). Onset distonia sering terjadi pada usia awal (<26
tahun) dan akhir (> 26 tahun). 1

Dalam studi populasi genetik dan klinis pada distonia, 80% dari populasi mengalami
tremor untuk distonia pada umumnya (Larsson dan Sjogren, 1966). Marsden melaporkan
bahwa 14% pasien dengan umum idiopatik nonfamilial distonia terlihat dengan tremor
(Marsden, 1974). Selain itu, 68% pasien dengan serviks distonia memiliki tremor kepala (Pal
et al., 2000). Namun, Rondot memeriksa 132 pasien dengan cervical distonia, yang
mengungkapkan aktivitas berirama dan tremor ekstremitas atas di 40% dan 21% pasien
(Rondot et al., 1981, seperti dikutip dalam Jedynak et al., 1991). 3

Dalam survei pada writer`s kram, tremor tangan dilaporkan di hampir setengah dari
subyek (Sheehy, 1982). Selain itu, Jankovic diselidiki 350 pasien yang didiagnosis dengan
tremor esensial (ET), berbasis pada kehadiran tremor di kepala, tangan, atau suara dalam
tidak adanya penyakit lain yang dapat menyebabkan tremor. Oleh karena itu, prevalensi
distonia dengan tremor sangat bervariasi tergantung pada laporan. 3 Hidup dengan distonia
dapat menyakitkan dan melemahkan, serta memalukan dan stigma. Pekerjaan, kegiatan sosial
dan kualitas hidup dapat secara signifikan berdampak.2

3
1.2 Tujuan Umum
1.2.1 Diketahuinya terapi toksik botulinum untuk pengobatan distonia.

1.3 Tujuan Khusus


1.3.1 Diketahuinya definisi dan etiologi distonia.
1.3.2 Diketahuinya epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinis distonia
1.3.3 Diketahuinya cara mendiagnosis serta penanganan tatalaksana yang tepat
distonia.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Distonia adalah gangguan gerakan ditandai kontraksi otot yang abnormal sering
berulang, kelainan postur, atau keduanya. Gerakan distonik biasanya berpola, memutar,
dan mungkin gemetar. Distonia sering dimulai atau diperburuk oleh suatu gerakan
volunter dan terkait dengan aktivasi otot overflow.4

2.2 Etiologi

Sebagian besar kasus distonia tidak memiliki penyebab spesifik. Distonia


tampaknya berkaitan dengan masalah pada basal ganglia. Basal ganglia adalah daerah
otak yang bertanggung jawab untuk memulai kontraksi otot. Masalahnya melibatkan
hubungan antara sel-sel saraf.5

Distonia dapat disebabkan oleh kerusakan pada basal ganglia. Kerusakan tersebut
dapat dikarenakan adanya:

1. Trauma otak.

2. Stroke.

3. Tumor.

4. Kekurangan oksigen.

5. Infeksi.

6. Reaksi obat.

7. Keracunan yang disebabkan oleh timbal atau karbon monoksida.

8. Idiopatik atau distonia primer yang sering diwariskan dari orangtua. Beberapa
pembawa gen distonia ini mungkin tidak pernah muncul gejala distonia. Gejala
dapat bervariasi secara luas diantara anggota keluarga yang sama.5

5
2.3 Epidemiologi

Kejadian populasi yang sebenarnya dari prevalensi distonia tidak diketahui.


Angka-angka prevalensi tersedia biasanya didasarkan pada studi kasus didiagnosis. Hal
ini terutama terjadi dengan distonia yang dapat hadir dalam berbagai cara, dan sejumlah
besar kasus distonia fokal tidak terdiagnosis atau bahkan salah didiagnosis. Sebuah studi
di South Tyrol di Austria mempelajari sampel acak dari populasi berusia di atas 50 tahun
berikutnya. Distonia primer didiagnosis pada 6 dari 707 orang yang diteliti memberikan
prevalensi 7320 per juta penduduk usia yang dipilih. Ini menunjukkan bahwa dalam
penuaan populasi, distonia adalah gangguan neurologis yang relatif umum. 1 Dalam studi
yang lain, distonia mempengaruhi sekitar 1% dari populasi, dan perempuan lebih rentan
terkena distonia daripada laki-laki.5

2.4 Klasifikasi

Berdasarkan bagian tubuh yang terkena:6

1. Distonia generalisata, mengenai sebagian besar atau seluruh tubuh.

2. Distonia fokal, terbatas pada bagian tubuh tertentu,sering saat usia 40-50 tahun. Dan
wanita tiga kali lipat lebih sering dibandingkan laki-laki. Gejala tersering yang
timbul yaitu cervical dystonia, blepharospasme, oromandibular dystonia, laryngeal
dystonia, dan limb dystonia.

3. Distonia multifokal, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang tidak berhubungan.
Satu atau kedua kaki, tangan dan kaki, atau wajah dan tangan.

4. Distonia segmental, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang berdekatan. Contohnya
mata, mulut, dan wajah bagian bawah.

5. Hemidistonia, melibatkan lengan dan tungkai pada sisi tubuh yang sama, seringkali
merupakan akibat dari stroke.

Berdasarkan onset:7

6
1. Early onset (≤20-30 tahun): Biasanya dimulai dari kaki atau lengan dan sering
menjalar ke anggota badan lainnya.

2. Late onset: biasanya dimulai dari leher (termasuk laring), otot-otot kranial atau satu
lengan. Cenderung tetap terlokalisasi dengan perkembangan terbatas untuk otot yang
berdekatan.

Beberapa pola distonia memiliki gejala yang khas:6

1. Distonia torsi, sebelumnya dikenal sebagai dystonia musculorum deformans atau


DMD. Merupakan distonia generalisata yang jarang terjadi dan bisa diturunkan,
biasanya berawal pada masa kanak-kanak dan bertambah buruk secara progresif.
Penderita bisa mengalami cacat yang serius dan harus duduk dalam kursi roda.

2. Tortikolis spasmodik atau tortikolis merupakan distonia fokal yang paling sering
ditemukan. Menyerang otot-otot di leher yang mengendalikan posisi kepala,
sehingga kepala berputar dan berpaling ke satu sisi. Selain itu, kepala bisa tertarik ke
depan atau ke belakang. Tortikolis bisa terjadi pada usia berapapun, meskipun
sebagian besar penderita pertama kali mengalami gejalanya pada usia pertengahan.
Seringkali mulai secara perlahan dan biasanya akan mencapai puncaknya. Sekitar
10-20% penderita mengalami remisi (periode bebas gejala) spontan, tetapi tidak
berlangsung lama.

Gambar 1. Macam-macam Tortikolis Spasmodik

3. Blefarospasme merupakan penutupan kelopak mata yang tidak disadari.


Gejala awalnya bisa berupa hilangnya pengendalian terhadap pengedipan mata. Pada
awalnya hanya menyerang satu mata, tetapi akhirnya kedua mata biasanya terkena.
Kejang menyebabkan kelopak mata menutup total sehingga terjadi kebutaan
fungsional, meskipun mata dan penglihatannya normal.

4. Distonia kranial merupakan distonia yang mengenai otot-otot kepala, wajah dan leher.

7
5. Distonia oromandibuler menyerang otot-otot rahang, bibir dan lidah.
Rahang bisa terbuka atau tertutup dan penderita mengalami kesulitan berbicara dan
menelan.

6. Distonia spasmodik melibatkan otot tenggorokan yang mengendalikan proses


berbicara. Juga disebut distonia spastik atau distonia laringeal, yang menyebabkan
kesulitan dalam berbicara atau bernafas.

7. Sindroma Meige adalah gabungan dari blefarospasme dan distonia oromandibuler,


kadang-kadang dengan disfonia spasmodik.

8. Kram penulis merupakan distonia yang menyerang otot tangan dan kadang lengan
bawah bagian depan, hanya terjadi selama tangan digunakan untuk menulis. Distonia
yang sama juga disebut kram pemain piano dan kram musisi.

9. Distonia dopa-responsif merupakan distonia yang berhasil diatasi dengan obat-obatan.


Salah satu variannya yang penting adalah distonia Segawa.
Mulai timbul pada masa kanak-kanak atau remaja, berupa kesulitan dalam berjalan.
Pada distonia Segawa, gejalanya turun-naik sepanjang hari, mulai dari kemampuan
gerak di pagi hari menjadi ketidakmampuan di sore dan malam hari, juga setelah
melakukan aktivitas.

2.5 Patofisiologi

Mutasi pada tujuh gen yang berbeda telah dikaitkan dengan distonia. Lokalisasi
dan kemungkinan fungsi ini protein akan ditampilkan di neuron skema. Mutasi pada
GTP cyclohydrolase I (GCH1) atau tyrosine hydroxylase (TH) merusak sintesis dopamin
di DYT5 dystonia. Sebuah amino tunggal penghapusan asam di Torsina, pendamping
molekul dalam amplop nuklir dan endoplasma reticulum (ER), bertanggung jawab untuk
DYT1 dystonia. Mutasi pada α 3 subunit dari Na+/K + ATPase (ATP1A3) menyebabkan
onset yang cepat dystonia parkinsonisme (DYT12). mutasi pada ε sarcoglycan, mungkin
biasanya ditemukan pada membran plasma neuron, menyebabkan myoclonus dystonia
(DYT11). Mutasi pada myofibrillogenesis regulator 1 (MR 1), a enzim detoksifikasi
diduga, menyebabkan paroksismal dyskinesia non-kinesigenic (DYT8). A faktor
transkripsi umum, TAF1 bermutasi di X terkait dystonia parkinsonisme (DYT3).6

8
2.6 Manifestasi Klinis

Gejala pada penderita distonia antara lain leher berputar diluar kesadaran, tremor,
kesulitan berbicara. Gejala tersebut disebabkan karena:5,6

- Cedera ketika lahir


- Infeksi
- Reaksi terhadap obat tertentu
- Trauma
- Stroke

Sekitar 50% kasus tidak memiliki hubungan dengan penyakit maupun cedera, dan
disebut distonia primer atau distonia idiopatik. Distonia juga bisa merupakan gejala dari
penyakit lainnya, yang beberapa diantaranya diturunkan.6

Gejala dan Tanda:5,9

- Gejala awal adalah kemunduran dalam menulis (setelah menulis beberapa baris
kalimat), kram kaki dan kecenderungan tertariknya satu kaki keatas atau
kecenderungan menyeret kaki setelah berjalan atau berlari pada jarak tertentu.
- Leher berputar atau tertarik diluar kesadaran penderita, terutama ketika penderita
merasa lelah.
- Gejala lainnya adalah tremor dan kesulitan berbicara atau mengeluarkan suara.
- Gejala awalnya bisa sangat ringan dan baru dirasakan hanya setelah olah raga berat,
stres atau karena lelah. Lama-lama gejalanya menjadi semakin jelas dan menyebar
serta tak tertahankan.

9
Gambar 2. (a) Kram penulis, (b) Distonia servikal, (c) Dystonia musculorum deformans,
(d) Parkinsonian

Awal mula serangan :5

1. Reaksi distonia akut

Spasme otot dan kontraksi involunter yang timbul beberapa menit. Kelompok
otot yang paling sering terjadi yaitu otot wajah, leher, lidah, ekstraokuler,
bermanifestasi sebagai tortikolis, disartria bicara, dan sikap badan yang tidak biasa.5

2. Akatisia

Merupakan bentuk yang paling sering dari sindroma ekstrapiramidal yang


diinduksi oleh obat antipsikotik. Manifestasi klinis berupa perasaan subjektif
kegelisahan (restlessness) yang panjang, dengan gerakan yang gelisah, umumnya kaki
yang tidak bisa tenang. Penderita dengan akatisia berat tidak mampu untuk duduk
tenang, perasaannya menjadi cemas atau iritabel. Akatisia terkadang sulit dinilai dan
sering salah diagnosis dengan ansietas atau agitasi dari pasien psikotik, yang
disebabkan dosis antipsikotik yang kurang.5

10
3. Kronik

a. Tardive dyskinesia

Terjadi setelah menggunakan antipsikotik minimal selama 3 bulan atau


setelah pemakaian antipsikotik dihentikan selama 4 minggu untuk oral dan 8
minggu untuk injeksi depot, maupun setelah pemakaian dalam jangka waktu yang
lama (umumnya setelah 6 bulan atau lebih). Penderita yang menggunakan APG I
dalam jangka waktu yang lama sekitar 20-30% akan berkembang menjadi tardive
dyskinesia. Seluruh APG I dihubungkan dengan risiko tardive dyskinesia.5

Umumnya berupa gerakan involunter dari mulut, lidah, batang tubuh, dan
ekstremitas yang abnormal dan konsisten. Gerakan oral-facial meliputi mengecap-
ngecap bibir (lip smacking), menghisap (sucking), dan mengerutkan bibir
(puckering) atau seperti facial grimacing. Gerakan lain meliputi gerakan irregular
dari limbs, terutama gerakan lambat seperti koreoatetoid dari jari tangan dan kaki,
gerakan menggeliat dari batang tubuh.5

b. Tardive dystonia

Ini merupakan tipe kedua yang paling sering dari sindroma tardive.
Gerakan distonik adalah lambat, berubah terus menerus, dan involunter serta
mempengaruhi daerah tungkai dan lengan, batang tubuh, leher (contoh torticolis,
spasmodic disfonia) atau wajah (contoh meige’s syndrome). Tidak mirip benar
dengan distonia akut.5

c. Tardive akatisia

Mirip dengan bentuk akatisia akut tetapi berbeda dalam respons terapi
dengan menggunakan antikolinergik. Pada tardive akatisia pemberian
antikolinergik memperberat keluhan yang telah ada.5

 d. Tardive tics

Sindroma tics multiple, rentang dari motorik tic ringan sampai kompleks
dengan involuntary vocazations (tardive gilles de la tourette’s syndrome).5

e. Tardive myoclonus

11
Singkat, tidak stereotipik, umumnya otot rahang tidak sinkron. Gangguan
ini jarang dijumpai.5

Gambar 3. Area-area yang Bisa Terkena Distonia

2.7 Pemeriksaan Diagnosis


Pemeriksaan yang dapat dilakukan di antaranya adalah pemeriksaan fisik
neurologis. Pemeriksaan laboratorium tergantung pada tampilan klinis. Pasien dengan
distonia simplek tidak membutuhkan tes. Pemeriksaan kualitatif untuk mendeteksi
adanya antipsikotik tidak tersedia secara luas. Selain itu, kandungan obat dalam serum
untuk tranquilizer mayor tidak berkorelasi dengan baik dengan keparahan klinis dari
overdosis dan tidak bermanfaat pada pengobatan akut. Pemeriksaan rutin elektrolit,
nitrogen urea darah, kreatinin darah, glukosa darah, dan bikarbonat bermanfaat dalam
menilai status hidrasi, fungsi ginjal, status asam basa, dan termasuk hipoglikemi sebagai
penyebab kelainan sensorium.6

Kontraksi otot yang terus menerus sering menyebabkan perusakan otot yang
terlihat dari peningkatan potassium, asam urat, dan keratin kinase-MM. Perusakan otot
juga menghasilkan myoglobin yang diserap oleh ginjal, sehingga menyebabkan disfungsi

12
tubulus ginjal. Dehidrasi memperburuk penyerapan ini. Pada myoglobinuria, urin
menjadi berwarna cokelat gelap.6

2.8 Diagnosa Banding

1. Sindroma putus obat

2. Parkinson’s Disease

3. Distonia primer

4. Tetanus

5. Gangguan gerak ekstrapiramidal primer

2.9 Penatalaksanaan

Sejumlah tindakan dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan kejang otot dan
nyeri adalah sebagai berikut.6

1. Obat-obatan
Telah digunakan bebeapa jenis obat yang membantu memperbaiki
ketidakseimbangan neurotransmitter. Obat yang diberikan merupakan sekumpulan
obat yang mengurangi kadar neurotransmitter asetilkolin, yaitu triheksilfenidil,
benztropin, dan prosiklidin HCl. Obat yang mengatur neurotransmitter GABA bisa
digunakan bersama dengan obat diatas atau diberikan tersendiri (pada penderita
dengan gejala yang ringan), yaitu diazepam, lorazepam, klonazepam, dan baklofen.
Obat lainnya memberikan efek terhadap neurotransmiter dopamin. Obat yang
meningkatkan efek dopamin adalah levodopa/karbidopa dan bromokriptin. Obat yang
mengurangi efek dopamin adalah reserpin atau tetrabenazin. Untuk mengendalikan
epilepsi diberikan obat anti kejang karbamazepin.

2. Toksin Botulinum
Sebuah pengobatan yang baru-baru ini diperkenalkan ialah toksin botulinum
yang juga disebut Botox atau Xeomin.5 Sejumlah kecil racun ini bisa disuntikkan
kedalam otot yang terkena untuk mengurangi distonia fokal. Pada awalnya racun ini

13
digunakan untuk mengobati blefarospasme. Racun menghentikan kejang otot dengan
menghambat pelepasan neurotransmitter asetilkolin. Efeknya bertahan selama
beberapa bulan sebelum suntikan ulangan dilakukan.6 Injeksi toksin botulinum perlu
diulang setiap tiga bulan.5,9

3. Pembedahan dan Pengobatan lainnya


Jika pemberian obat tidak berhasil atau efek sampinya terlalu berat, maka
dilakukan pmbedahan. Distonia generalisata stadium lanjut telah berhasil diatasi
dengan pembedahan yang menghancurkan sebagian dari talamus. Resiko dari
pembedahan ini adalah gangguan berbicara, karena talamus terletak didekat struktur
otak yang mengendalikan proses berbicara. Pada distonia fokal (termasuk
blefarospasme, disfonia spasmodik dan tortikolis) dilakukan pembedahan untuk
memotong atau mengangkat saraf dari otot yang terkena. Beberapa penderita distonia
spasmodik bisa menjalani pengobatan oleh ahli patologi berbicara-berbahasa. Terapi
fisik, pembidaian, penatalaksanaan stres dan biofeedback juga bisa membantu
pemderita distonia jenis tertentu.5,10

2.10 Prognosis

Prognosis pasien dengan sindrom ekstra piramidal yang akut masih baik bila
gejala langsung dikenali dan ditanggulangi. Sedangkan prognosis pada EPS yang
kronik lebih buruk. Pasien dengan tardive distonia sangat buruk. Sekali terkena,
kondisi ini biasanya menetap pada pasien yang mendapat pengobatan neuroleptik
selama lebih dari 10 tahun.5,8

2.11 Penyulit
1. Gangguan gerak yang dialami penderita akan sangat mengganggu sehingga
menurunkan kualitas penderita dalam beraktivitas.

2. Pada distonia laring dapat menyebabkan asfiksia dan kematian.

3. Gangguan gerak saat berjalan dapat menyebabkan penderita terjatuh dan


mengalami fraktur.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Distonia adalah kontraksi otot yang singkat atau lama, biasanya menyebabkan 
gerakan  atau  postur  yang  abnormal,  termasuk  krisis okulorigik, prostrusi lidah, trismus,
tortikolis, distonia laring-faring, dan postur distonik pada anggota gerak dan batang tubuh.4

Distonia lebih banyak diakibatkan oleh APG I terutama yang mempunyai potensi
tinggi, dan umumnya terjadi di awal pengobatan (beberapa jam sampai beberapa hari
pengobatan) atau pada peningkatan dosis secara bermakna.5

Gejala distonia berupa gerakan distonik yang disebabkan oleh kontraksi atau spasme
otot, onset yang tiba-tiba dan terus menerus, hingga terjadi kontraksi otot yang tidak
terkontrol. Otot yang paling sering mengalami spasme adalah otot leher (torticolis dan
retrocolis), otot rahang (trismus, gaping, grimacing), lidah (protrusion, memuntir) atau
spasme pada seluruh otot tubuh (opistotonus). Pada mata terjadi krisis okulogirik. Distonia
glosofaringeal yang menyebabkan disartria, disfagia, kesulitan bernapas, hingga sianosis.
Spasme otot dan postur yang abnormal, umumnya yang dipengaruhi adalah otot-otot di
daerah kepala dan leher, tetapi terkadang juga daerah batang tubuh dan ekstremitas bawah.
Distonisa laring dapat menyebabkan asfiksia dan kematian. Sering terjadi pada penderita usia
muda (usia belasan atau dua puluhan) dan kebanyakan pada perempuan.5,6

15
DAFTAR PUSTAKA

1. TT Warner ,Prof. Reta Lila Weston Institute of Neurological Studies, UCL Institute of
Neurology, Consultant Neurologist National Hospital for Neurology and Neurosurgery.
Dystonia: Clinical Features, Diagnosis and Treatment. Available from
http://birminghammodis.com/handbook/11%20Warner%20Dystonia.pdf. Accessed: 1
Januari 2023.

2. The Dystonia Society. Dystonia A Guide To Good Practice. London : November 2017.
P13-14.

3. Young Eun Kim and Beom Seok Jeon. Dystonia with Tremors: A Clinical Approach.
Seoul National University Hospital Korea : March 2018. P75.

4. Mark Hallett, M.D. Pathophysiology of Dystonia: Translation. Human Motor Control


Section, NINDS, Bethesda : May 2019. P3.

5. Neil Lava. Dystonia: Causes, Types, Symptoms, and Treatments. WebMD Medical
Reference September 2018. Available from http://www.webmd.com/brain/dystonia-
causes-types-symptoms-and-treatments?page=2. Accessed: 1 Januari 2023

6. O Xandra, Breakfield, Blood, J Anne et al. The Pathophysiological Basis of Dystonias


Neuroscience. Departemen psychiatry and neurological and athinoula A martinos center
for biomedical imaging, massachusset general hospital and Harvard medical scool,
Boston, Massachussets. USA. 2018. Volume 9.

7. A. Albanese Chairman, et al. A systematic review on the diagnosis and treatment of


primary (idiopathic) dystonia and dystonia plus syndromes: report of an EFNS/MDS-ES
Task Force. European Journal of Neurology May 2018; 13(5): 433-444

8. Donna Page, MSc et al, 2017. Quality of Life in Focal, Segmental, and
Generalized Dystonia : A Journal of Movement Disorder, Vol. 22, No. 3, 2017, pp.
341–347.

9. Slawek J, Friedman A, Potulska A et al, 2020. Factors affecting the health-related


quality of life of patients with cervical dystonia and the impact of botulinum toxin
type A injections. Funct Neurol 2020; 22: 95-100.

16
10. Claire M.Gudex, MB ChB et al, 2019. Effect of Dystonia and Botulinum Toxin
Treatment on Health-Related Quality of Life : A Journal of Movement Disorder, Vol.
13,No. 6, 2019, pp.941-946.

17

Anda mungkin juga menyukai