Disusun oleh:
Michael Leaniel (112022101)
Pembimbing:
dr. Lenny Irawati Yohosua, Sp.KJ
1
DAFTAR ISI
Halaman Cover...........................................................................................................................0
BAB I.........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN......................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................3
1.2 Tujuan Umum..............................................................................................................4
1.3 Tujuan Khusus.............................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................................5
2.1 Definisi...........................................................................................................................5
2.2 Etiologi............................................................................................................................5
2.3 Epidemiologi..................................................................................................................6
2.4 Klasifikasi.......................................................................................................................6
2.5 Patofisiologi....................................................................................................................8
2.6 Manifestasi Klinis...........................................................................................................9
2.7 Pemeriksaan Diagnosis.................................................................................................12
2.8 Diagnosa Banding.........................................................................................................13
2.9 Penatalaksanaan............................................................................................................13
2.10 Prognosis.....................................................................................................................14
2.11 Penyulit........................................................................................................................14
BAB III.....................................................................................................................................15
PENUTUP................................................................................................................................15
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................16
2
BAB I
PENDAHULUAN
Distonia adalah gangguan gerak yang fitur utamanya adalah otot tak sadar terjadi
kontraksi atau spasme. Istilah distonia ini awalnya diperkenalkan oleh Oppenheim pada tahun
1911 untuk menggambarkan otot dan kelainan postural yang terlihat dalam kondisi ini.
Konsep distonia sendiri membingungkan sebagai istilah telah digunakan untuk
menggambarkan sebagai gejala (misalnya lengan distonik postur), penyakit (dystonia torsi
primer) atau sindrom. 1
Distonia mewakili kelompok umum dari gangguan gerak yang mencakup berbagai
kondisi dari satu-satunya manifestasi adalah kejang otot distonik, dimana distonia merupakan
salah satu bagian yang lebih parah dari kondisi neurologis. Distonia dapat berkembang pada
usia berapa pun, terbagi dalam masa bayi (<2 tahun), anak (3-12 tahun), remaja (13-20
tahun), awal (21-40) dan akhir (> 40 tahun). Onset distonia sering terjadi pada usia awal (<26
tahun) dan akhir (> 26 tahun). 1
Dalam studi populasi genetik dan klinis pada distonia, 80% dari populasi mengalami
tremor untuk distonia pada umumnya (Larsson dan Sjogren, 1966). Marsden melaporkan
bahwa 14% pasien dengan umum idiopatik nonfamilial distonia terlihat dengan tremor
(Marsden, 1974). Selain itu, 68% pasien dengan serviks distonia memiliki tremor kepala (Pal
et al., 2000). Namun, Rondot memeriksa 132 pasien dengan cervical distonia, yang
mengungkapkan aktivitas berirama dan tremor ekstremitas atas di 40% dan 21% pasien
(Rondot et al., 1981, seperti dikutip dalam Jedynak et al., 1991). 3
Dalam survei pada writer`s kram, tremor tangan dilaporkan di hampir setengah dari
subyek (Sheehy, 1982). Selain itu, Jankovic diselidiki 350 pasien yang didiagnosis dengan
tremor esensial (ET), berbasis pada kehadiran tremor di kepala, tangan, atau suara dalam
tidak adanya penyakit lain yang dapat menyebabkan tremor. Oleh karena itu, prevalensi
distonia dengan tremor sangat bervariasi tergantung pada laporan. 3 Hidup dengan distonia
dapat menyakitkan dan melemahkan, serta memalukan dan stigma. Pekerjaan, kegiatan sosial
dan kualitas hidup dapat secara signifikan berdampak.2
3
1.2 Tujuan Umum
1.2.1 Diketahuinya terapi toksik botulinum untuk pengobatan distonia.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Distonia adalah gangguan gerakan ditandai kontraksi otot yang abnormal sering
berulang, kelainan postur, atau keduanya. Gerakan distonik biasanya berpola, memutar,
dan mungkin gemetar. Distonia sering dimulai atau diperburuk oleh suatu gerakan
volunter dan terkait dengan aktivasi otot overflow.4
2.2 Etiologi
Distonia dapat disebabkan oleh kerusakan pada basal ganglia. Kerusakan tersebut
dapat dikarenakan adanya:
1. Trauma otak.
2. Stroke.
3. Tumor.
4. Kekurangan oksigen.
5. Infeksi.
6. Reaksi obat.
8. Idiopatik atau distonia primer yang sering diwariskan dari orangtua. Beberapa
pembawa gen distonia ini mungkin tidak pernah muncul gejala distonia. Gejala
dapat bervariasi secara luas diantara anggota keluarga yang sama.5
5
2.3 Epidemiologi
2.4 Klasifikasi
2. Distonia fokal, terbatas pada bagian tubuh tertentu,sering saat usia 40-50 tahun. Dan
wanita tiga kali lipat lebih sering dibandingkan laki-laki. Gejala tersering yang
timbul yaitu cervical dystonia, blepharospasme, oromandibular dystonia, laryngeal
dystonia, dan limb dystonia.
3. Distonia multifokal, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang tidak berhubungan.
Satu atau kedua kaki, tangan dan kaki, atau wajah dan tangan.
4. Distonia segmental, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang berdekatan. Contohnya
mata, mulut, dan wajah bagian bawah.
5. Hemidistonia, melibatkan lengan dan tungkai pada sisi tubuh yang sama, seringkali
merupakan akibat dari stroke.
Berdasarkan onset:7
6
1. Early onset (≤20-30 tahun): Biasanya dimulai dari kaki atau lengan dan sering
menjalar ke anggota badan lainnya.
2. Late onset: biasanya dimulai dari leher (termasuk laring), otot-otot kranial atau satu
lengan. Cenderung tetap terlokalisasi dengan perkembangan terbatas untuk otot yang
berdekatan.
2. Tortikolis spasmodik atau tortikolis merupakan distonia fokal yang paling sering
ditemukan. Menyerang otot-otot di leher yang mengendalikan posisi kepala,
sehingga kepala berputar dan berpaling ke satu sisi. Selain itu, kepala bisa tertarik ke
depan atau ke belakang. Tortikolis bisa terjadi pada usia berapapun, meskipun
sebagian besar penderita pertama kali mengalami gejalanya pada usia pertengahan.
Seringkali mulai secara perlahan dan biasanya akan mencapai puncaknya. Sekitar
10-20% penderita mengalami remisi (periode bebas gejala) spontan, tetapi tidak
berlangsung lama.
4. Distonia kranial merupakan distonia yang mengenai otot-otot kepala, wajah dan leher.
7
5. Distonia oromandibuler menyerang otot-otot rahang, bibir dan lidah.
Rahang bisa terbuka atau tertutup dan penderita mengalami kesulitan berbicara dan
menelan.
8. Kram penulis merupakan distonia yang menyerang otot tangan dan kadang lengan
bawah bagian depan, hanya terjadi selama tangan digunakan untuk menulis. Distonia
yang sama juga disebut kram pemain piano dan kram musisi.
2.5 Patofisiologi
Mutasi pada tujuh gen yang berbeda telah dikaitkan dengan distonia. Lokalisasi
dan kemungkinan fungsi ini protein akan ditampilkan di neuron skema. Mutasi pada
GTP cyclohydrolase I (GCH1) atau tyrosine hydroxylase (TH) merusak sintesis dopamin
di DYT5 dystonia. Sebuah amino tunggal penghapusan asam di Torsina, pendamping
molekul dalam amplop nuklir dan endoplasma reticulum (ER), bertanggung jawab untuk
DYT1 dystonia. Mutasi pada α 3 subunit dari Na+/K + ATPase (ATP1A3) menyebabkan
onset yang cepat dystonia parkinsonisme (DYT12). mutasi pada ε sarcoglycan, mungkin
biasanya ditemukan pada membran plasma neuron, menyebabkan myoclonus dystonia
(DYT11). Mutasi pada myofibrillogenesis regulator 1 (MR 1), a enzim detoksifikasi
diduga, menyebabkan paroksismal dyskinesia non-kinesigenic (DYT8). A faktor
transkripsi umum, TAF1 bermutasi di X terkait dystonia parkinsonisme (DYT3).6
8
2.6 Manifestasi Klinis
Gejala pada penderita distonia antara lain leher berputar diluar kesadaran, tremor,
kesulitan berbicara. Gejala tersebut disebabkan karena:5,6
Sekitar 50% kasus tidak memiliki hubungan dengan penyakit maupun cedera, dan
disebut distonia primer atau distonia idiopatik. Distonia juga bisa merupakan gejala dari
penyakit lainnya, yang beberapa diantaranya diturunkan.6
- Gejala awal adalah kemunduran dalam menulis (setelah menulis beberapa baris
kalimat), kram kaki dan kecenderungan tertariknya satu kaki keatas atau
kecenderungan menyeret kaki setelah berjalan atau berlari pada jarak tertentu.
- Leher berputar atau tertarik diluar kesadaran penderita, terutama ketika penderita
merasa lelah.
- Gejala lainnya adalah tremor dan kesulitan berbicara atau mengeluarkan suara.
- Gejala awalnya bisa sangat ringan dan baru dirasakan hanya setelah olah raga berat,
stres atau karena lelah. Lama-lama gejalanya menjadi semakin jelas dan menyebar
serta tak tertahankan.
9
Gambar 2. (a) Kram penulis, (b) Distonia servikal, (c) Dystonia musculorum deformans,
(d) Parkinsonian
Spasme otot dan kontraksi involunter yang timbul beberapa menit. Kelompok
otot yang paling sering terjadi yaitu otot wajah, leher, lidah, ekstraokuler,
bermanifestasi sebagai tortikolis, disartria bicara, dan sikap badan yang tidak biasa.5
2. Akatisia
10
3. Kronik
a. Tardive dyskinesia
Umumnya berupa gerakan involunter dari mulut, lidah, batang tubuh, dan
ekstremitas yang abnormal dan konsisten. Gerakan oral-facial meliputi mengecap-
ngecap bibir (lip smacking), menghisap (sucking), dan mengerutkan bibir
(puckering) atau seperti facial grimacing. Gerakan lain meliputi gerakan irregular
dari limbs, terutama gerakan lambat seperti koreoatetoid dari jari tangan dan kaki,
gerakan menggeliat dari batang tubuh.5
b. Tardive dystonia
Ini merupakan tipe kedua yang paling sering dari sindroma tardive.
Gerakan distonik adalah lambat, berubah terus menerus, dan involunter serta
mempengaruhi daerah tungkai dan lengan, batang tubuh, leher (contoh torticolis,
spasmodic disfonia) atau wajah (contoh meige’s syndrome). Tidak mirip benar
dengan distonia akut.5
c. Tardive akatisia
Mirip dengan bentuk akatisia akut tetapi berbeda dalam respons terapi
dengan menggunakan antikolinergik. Pada tardive akatisia pemberian
antikolinergik memperberat keluhan yang telah ada.5
Sindroma tics multiple, rentang dari motorik tic ringan sampai kompleks
dengan involuntary vocazations (tardive gilles de la tourette’s syndrome).5
e. Tardive myoclonus
11
Singkat, tidak stereotipik, umumnya otot rahang tidak sinkron. Gangguan
ini jarang dijumpai.5
Kontraksi otot yang terus menerus sering menyebabkan perusakan otot yang
terlihat dari peningkatan potassium, asam urat, dan keratin kinase-MM. Perusakan otot
juga menghasilkan myoglobin yang diserap oleh ginjal, sehingga menyebabkan disfungsi
12
tubulus ginjal. Dehidrasi memperburuk penyerapan ini. Pada myoglobinuria, urin
menjadi berwarna cokelat gelap.6
2. Parkinson’s Disease
3. Distonia primer
4. Tetanus
2.9 Penatalaksanaan
Sejumlah tindakan dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan kejang otot dan
nyeri adalah sebagai berikut.6
1. Obat-obatan
Telah digunakan bebeapa jenis obat yang membantu memperbaiki
ketidakseimbangan neurotransmitter. Obat yang diberikan merupakan sekumpulan
obat yang mengurangi kadar neurotransmitter asetilkolin, yaitu triheksilfenidil,
benztropin, dan prosiklidin HCl. Obat yang mengatur neurotransmitter GABA bisa
digunakan bersama dengan obat diatas atau diberikan tersendiri (pada penderita
dengan gejala yang ringan), yaitu diazepam, lorazepam, klonazepam, dan baklofen.
Obat lainnya memberikan efek terhadap neurotransmiter dopamin. Obat yang
meningkatkan efek dopamin adalah levodopa/karbidopa dan bromokriptin. Obat yang
mengurangi efek dopamin adalah reserpin atau tetrabenazin. Untuk mengendalikan
epilepsi diberikan obat anti kejang karbamazepin.
2. Toksin Botulinum
Sebuah pengobatan yang baru-baru ini diperkenalkan ialah toksin botulinum
yang juga disebut Botox atau Xeomin.5 Sejumlah kecil racun ini bisa disuntikkan
kedalam otot yang terkena untuk mengurangi distonia fokal. Pada awalnya racun ini
13
digunakan untuk mengobati blefarospasme. Racun menghentikan kejang otot dengan
menghambat pelepasan neurotransmitter asetilkolin. Efeknya bertahan selama
beberapa bulan sebelum suntikan ulangan dilakukan.6 Injeksi toksin botulinum perlu
diulang setiap tiga bulan.5,9
2.10 Prognosis
Prognosis pasien dengan sindrom ekstra piramidal yang akut masih baik bila
gejala langsung dikenali dan ditanggulangi. Sedangkan prognosis pada EPS yang
kronik lebih buruk. Pasien dengan tardive distonia sangat buruk. Sekali terkena,
kondisi ini biasanya menetap pada pasien yang mendapat pengobatan neuroleptik
selama lebih dari 10 tahun.5,8
2.11 Penyulit
1. Gangguan gerak yang dialami penderita akan sangat mengganggu sehingga
menurunkan kualitas penderita dalam beraktivitas.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Distonia adalah kontraksi otot yang singkat atau lama, biasanya menyebabkan
gerakan atau postur yang abnormal, termasuk krisis okulorigik, prostrusi lidah, trismus,
tortikolis, distonia laring-faring, dan postur distonik pada anggota gerak dan batang tubuh.4
Distonia lebih banyak diakibatkan oleh APG I terutama yang mempunyai potensi
tinggi, dan umumnya terjadi di awal pengobatan (beberapa jam sampai beberapa hari
pengobatan) atau pada peningkatan dosis secara bermakna.5
Gejala distonia berupa gerakan distonik yang disebabkan oleh kontraksi atau spasme
otot, onset yang tiba-tiba dan terus menerus, hingga terjadi kontraksi otot yang tidak
terkontrol. Otot yang paling sering mengalami spasme adalah otot leher (torticolis dan
retrocolis), otot rahang (trismus, gaping, grimacing), lidah (protrusion, memuntir) atau
spasme pada seluruh otot tubuh (opistotonus). Pada mata terjadi krisis okulogirik. Distonia
glosofaringeal yang menyebabkan disartria, disfagia, kesulitan bernapas, hingga sianosis.
Spasme otot dan postur yang abnormal, umumnya yang dipengaruhi adalah otot-otot di
daerah kepala dan leher, tetapi terkadang juga daerah batang tubuh dan ekstremitas bawah.
Distonisa laring dapat menyebabkan asfiksia dan kematian. Sering terjadi pada penderita usia
muda (usia belasan atau dua puluhan) dan kebanyakan pada perempuan.5,6
15
DAFTAR PUSTAKA
1. TT Warner ,Prof. Reta Lila Weston Institute of Neurological Studies, UCL Institute of
Neurology, Consultant Neurologist National Hospital for Neurology and Neurosurgery.
Dystonia: Clinical Features, Diagnosis and Treatment. Available from
http://birminghammodis.com/handbook/11%20Warner%20Dystonia.pdf. Accessed: 1
Januari 2023.
2. The Dystonia Society. Dystonia A Guide To Good Practice. London : November 2017.
P13-14.
3. Young Eun Kim and Beom Seok Jeon. Dystonia with Tremors: A Clinical Approach.
Seoul National University Hospital Korea : March 2018. P75.
5. Neil Lava. Dystonia: Causes, Types, Symptoms, and Treatments. WebMD Medical
Reference September 2018. Available from http://www.webmd.com/brain/dystonia-
causes-types-symptoms-and-treatments?page=2. Accessed: 1 Januari 2023
8. Donna Page, MSc et al, 2017. Quality of Life in Focal, Segmental, and
Generalized Dystonia : A Journal of Movement Disorder, Vol. 22, No. 3, 2017, pp.
341–347.
16
10. Claire M.Gudex, MB ChB et al, 2019. Effect of Dystonia and Botulinum Toxin
Treatment on Health-Related Quality of Life : A Journal of Movement Disorder, Vol.
13,No. 6, 2019, pp.941-946.
17