Oleh:
Shinta Anni Fadilla
175070107111041
Pembimbing:
dr. Neila Raisa, Sp.S
LABORATORIUM/SMF NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM DR. SAIFUL ANWAR MALANG
2021
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
B. Epidemiologi
Kasus tics dilaporkan paling banyak dialami anak-anak pada usia
sekolah (7-11 tahun) yaitu sebesar 3-20% dari keseluruhan kasus. Kasus
persisten tic disorder (berlangsung lebih dari 12 bulan) pada anak
diperkirakan sebesar 3 sampai 4%. Perbandingan antara penderita yang
berjenis kelamin laki-laki dan perempuan sebesar 4:1. Tic disorder dilaporkan
lebih tinggi insidennya pada ras Caucasian dan Asia, walaupun penelitian
yang lebih sistematis masih belum dilakukan. (Leckman, J. F., Peterson, B.
S., Pauls, D. L., & Cohen, D. J. (1997). TIC DISORDERS. Psychiatric Clinics
of North America, 20(4), 839–861. doi:10.1016/s0193-953x(05)70348-8 )
Tic harus dapat dibedakan dengan kelainan motorik lain pada anak
seperti korea, diskinesia, childhood motor stereotypies, yang dapat
dihubungkan dengan gangguan perkembangan, retardasi mental, dan
cerebral palsy. (Gloor, Friederike & Walitza, Susanne. (2016). Tic Disorders
and Tourette Syndrome: Current Concepts of Etiology and Treatment in
Children and Adolescents. Neuropediatrics. 47. 10.1055/s-0035-1570492.)
Pemeriksaan fisik yang paling penting pada tic fasialis adalah inspeksi
dan dapat meminta pasien untuk merekam tic saat di rumah untuk
diperlihatkan kepada dokter pada pertemuan berikutnya. Pada pemeriksaan
fisik perlu juga dilakukan pemeriksaan neurologis seperti pemeriksaan
derajat kesadaran, pemeriksaan motorik, dan pemeriksaan psikologis seperti
pemeriksaan status mental.
F. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnosis tic fasialis sebenarnya hanya diperlukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik, tidak ada pemeriksaan penunjang khusus
yang diperlukan, tetapi terkadang dalam kasus tertentu diperlukan
pemeriksaan EEG untuk menyingkirkan adanya kejang pada pasien.
G. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis tic facialis dapat merujuk pada sign dan
symptoms pasien. Onset tic normalnya muncul di bawah usia 18 tahun.
Harus dapat memastikan bahwa gejala yang timbul bukan merupakan
pengaruh kondisi medis lain atau pengaruh obat tertentu.
Transient tic disorder adalah tic dengan satu atau lebih gejala yang
berlangsung kurang dari 12 bulan secara berurutan. Chronic motor atau
vocal tic disorder didiagnosa apabila terdapat satu atau lebih gejala tic yang
berlangsung hampir setiap hari selama lebih dari 12 bulan. Pada orang
dengan tic disorder tetapi bukan Tourette’s syndrome biasanya hanya
mengalami tic motorik atau vokal saja, jarang yang mengalami keduanya.
Kriteria diagnosis tic disorder berdasarkan DSM V (American
Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder
Edition (DSM-V). Washington : American Psychiatric Publishing.)
1. Tourettte Disorder (307.23 [F95.2])
a. Baik gerakan motorik multipel maupun satu atau lebih tic vokal telah
muncul pada suatu waktu selama terjadi penyakit, meski belum tentu
bersamaan
b. Frekuensi tic mungkin bertambah dan berkurang tetapi telah bertahan
selama lebih dari 1 tahun sejak saat onset tic pertama
c. Awitannya terjadi sebelum usia 18 tahun
d. Gangguan tersebut tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat
(misalnya kokain) atau kondisi medis lain (misalnya penyakit Huntington,
ensefalitis postviral).
2. Kelainan motor persisten (kronik) atau tic vokal (307.22 [F95.1])
a. Tic motorik atau vokal tunggal atau ganda telah muncul selama penyakit,
tetapi tidak kedua motorik dan vokal.
b. Frekuensi tic mungkin bertambah dan berkurang tetapi telah bertahan
selama lebih dari 1 tahun sejak saat onset tic pertama.
c. Awitannya sebelum usia 18 tahun.
d. Gangguan tersebut tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat
(misalnya kokain) atau kondisi medis lain (misalnya penyakit Huntington,
ensefalitis postviral).
e. Kriteria tidak pernah terpenuhi untuk gangguan Tourette.
Tentukan jika:
Hanya dengan tic motorik
Hanya dengan tic vokal
3. Gangguan Tic Sementara / Provisional Tic Disorder (307.21 [F95.0])
a. Tic telah muncul kurang dari 1 tahun sejak onset tic pertama.
b. Awitannya sebelum usia 18 tahun.
c. Gangguan tersebut tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat
(misalnya kokain) atau kondisi medis lain (misalnya penyakit Huntington,
ensefalitis postviral).
d. Kriteria tidak pernah terpenuhi untuk gangguan Tourette atau motorik
(kronis) persisten atau gangguan vokal tic
H. Diagnosis Banding
1. Facial Myokimia
Facial Myokimia adalah gerakan pada otot wajah yang tidak disadari,
singkat dan menetap. Facial myokimia jarang terjadi dibanding dengan
movement disorder yang lain. Secara klinis, facial myokimia sulit dibedakan
dengan movement disorder lainnya, tetapi dapat dibedakan melalui
karakteristik hasil Electromyogram (EMG). Didapatkan lonjakan yang singkat,
berulang dengan lonjakan sebesar 2-60 Hz pada facial myokimia. Facial
myokimia terjadi karena ada abnormalitas di batang otak. Penyebab facial
myokimia sendiri masih belum diketahui tetapi biasanya idiopatik dan dapat
sembuh dalam beberapa minggu tanpa pengobatan.
2. Hemifacial Spasme
Hemifacial spasme adalah kontraksi tonik dan klonik yang involunter
yang terjadi pada otot yang diinervasi oleh nervus fasialis (N. VII) dan hanya
mengenai satu sisi wajah saja. Kelainan ini jarang ditemukan, dengan insiden
pertahunnya 1 per 100.000. Lebih banyak penderita perempuan dari laki-laki.
Onsetnya biasanya muncul pada dekade ke lima kehidupan. Keluhan awal
biasanya karena spasme dari otot orbicularis oculi yang menyebabkan
kelopak mata menutup secara tiba-tiba tanpa disadari. Hal tersebut
menganggu penglihatan pasien dan juga menimbulkan rasa malu pada
pasien. Lama-kelamaan otot yang terkena bertambah tidak hanya orbicularis
oculi tetapi area lain juga terkena seperti otot di pipi, area perioral, dan dagu.
Hemifacial spasme diperburuk karena kelelahan, stress, dan dapat tetap
muncul walaupun pasien sedang tidur.
3. Tardive Diskinesia
Tardive diskinesia adalah gerakan choreatic, dystonik, atau kombinasi
keduannya. Penyakit ini biasanya merupakan komplikasi dari terapi
neuroleptik, tetapi bisa juga disebabkan karena penggunaan antiemetik
golongan dopamine antagonis dalam jangka waktu yang lama. Gejala
utamanya adalah pasien mengeluhkan adanya kelelahan yang akan
berkurang setelah pasien melakukan gerakan. Kelelahan yang dirasakan
pasien hampir sama dengan keinginan yang muncul pada penderita tics.
Perbedaannya adalah jika tics biasanya melibatkan gerakan otot pada
cervical-cranial, pada tardive diskenia yang dilibatkan adalah otot pada
ekstremitas bawah dan atas.
4. Focal Motor Seizure
Focal motor seizure adalah kejang dengan gejala utamanya
meilibatkan aktivitas otot seperti gerakan menyentak-nyentak, hilangnya
tonus otot, dan gerakan yang berulang-ulang. Focal motor seizure terjadi
karena ada lesi epileptogenik di lobus frontral kontralateral. Biasanya ketika
kejang terjadi kesadaran tidak terganggu. Focal motor seizure paling sering
terjadi di wajah, tangan, dan jari-jari kaki karena area tersebut memiliki area
yang luas di lobus frontalis. Setelah mengalami kejang biasanya akan terjadi
kelumpuhan sementara pada area tubuh yang mengalami kejang yang dapat
berlangsung dalam hitungan menit hingga jam. Kelumpuhan tersebut sering
disebut sebagai Todd paralisis.
5. Blepharospasme
Blepharospasme adalah salah satu tipe dari focal distonia yang
mengenai otot kelopak mata yang menyebabkan menutupnya kelopak mata.
Gejalanya dapat berupa peningkatan frekuensi berkedip atau iritasi mata
karena mata kering yang juga disebabkan oleh blepharospasme. Otot yang
paling sering mengalami spasme adalah otot orbicularis oculi tetapi otot lain
seperti procerus, corrugator dan nasalis juga dapat mengalami spasme.
Onsetnya biasanya muncul pada dekade ke lima kehidupan. Penyakit ini
biasanya idiopatik tetapi bisa juga disebabkan karena kerusakan struktur
diencephalon, basal ganglia dan brainstem yang merupakan manifestasi dari
distonia sekunder.
I. Terapi
Kebanyakan kasus tic facialis tidak membutuhkan terapi khusus.
Terapi hanya diberikan pada kasus yang parah atau menganggu aktivitas
sehari-hari. Perlu juga memperhatikan apakah ada kelainan yang mengikuti
seperti ADHD atau OCD sehingga perlu mengobati penyakit penyerta selain
haus mengobati tics pasien.
1. Konseling Psikologi dan Behavioral Treatment
The European Clinical Guidelines for Tourette’s Syndrome and other
Tic Disorder (ESSTS) merekomendasi Behavioral treatment sebagai lini
pertama pengobatan tic disorder. Perlu diketahui bahwa gejala tic secara
umum akan berkurang pada usia dewasa sehingga dibutuhkan dukungan
dari keluarga, guru, terapis untuk meyakinkan pasien bahwa pasien tidak
membutuhkan tatalaksana lanjutan asal tidak menganggu aktivitas sehari-
hari.
Dalam megurangi gejala tics, metode yang paling efektif digunakan
adalah Habit Reversal Training (HRT). HRT terdiri dari beberapa komponen
seperti awareness training, self-monitoring, relaxation training, competing
response training, dan contigency management. HRT dapat meningkatkan
kualitas koneksi antara lobus frontal dengan striatum, korteks motorik dan
juga sensorik sehingga pasien lebih mudah untuk mengendalikan impuls
yang dapat mencetuskan gerakan tics.
Behavioral treatment memiliki efficacy yang baik untuk mengurangi
keparahan tic. Behavioral treatment dapat digunakan sebagai terapi alternatif
untuk mengurangi penggunaan obat-obatan yang dapat menimbulkan efek
samping yang tidak diharapkan.
2. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diperuntukan untuk penderita tics disorder
dengan tingkat keparahan yang tinggi, pengidap kronis, dan pada tics yang
menyebabkan rasa nyeri, gangguan emotional, dan apabila terdapat tanda-
tanda isolasi sosial yang disebabkan karena stigma masyarakat atau karena
perundungan. Terapi farmakologis pada tic fascialis bertujuan untuk
mengurangi gejala bukan untuk menyembuhkan penyakit sehingga dapat
beraktivitas seperti biasa. Pada masing-masing individu efek obat dapat
memiliki hasil yang berbeda, sehingga dokter harus
a. Antipsikotik
ESST merekomendasikan risperidone sebagai antispikotik lini
pertama yang digunakan untuk mengobati tic disorder.
J. Prognosis
Prognosis tic fascialis secara umum baik, karena perjalanan penyakit
tic disorder akan mengalami penurunan gejala bahkan hilang total seiring
memasuki usia dewasa..Kebanyakan penderita tics masih memiliki
kehidupan yang normal, walaupun terkadang tics yang ringan pun dapat
memicu stress bagi penderitanya. Tics seringkali dapat merubah perilaku dan
pikiran penderita. Beberapa orang yang memiliki tics sering kesulitan
mempertahankan fokus saat melakukan percakapan karena diinterupsi
dengan keinginan untuk melakukan gerakan tics. Morbiditas tic facialis
biasanya dikaitkan dengan kondisi komorbid penyerta seperti Tourette’s
syndrome, OCD, ADHD, Anxiety, dan self-injurious behaviors.