Anda di halaman 1dari 8

GANGGUAN TIC

A.

Pengertian

Tic adalah suatu gerakan motorik (yang lazimnya mencakup suatu


kelompok otot khas tertentu) yang tidak di bawah pengendalian,
berlangsung cepat, dan berulang-ulang, tidak berirama, ataupun suatu
hasil vocal yang timbul mendadak dan tidak memiliki tujuan yang nyata.
Tic terbagi menjadi tic motorik dan tic vocal. Tic jenis motorik dan jenis
vocal mungkin dapat dibagi dalam golongan yang sederhana dan yang
kompleks, sekalipun penggarisan batasannya kurang jelas.
Tic seringkali terjadi sebagai fenomena tunggal namun tidak jarang
disertai variasi gangguan emosional yang luas, khususnya, fenmena
obsesi dan hipokondrik. Namun ada pula beberapa hambatan
perkembangan khas disertai tic. Tiidak terdapat garis pemisah yang
jellas antara gangguan Tic dengan berbagai gangguan emosional dan
gangguan emosional disertai tic. Diagnosisnya mencerminkan gangguan
utamanya.

B.

Kriteria menurut DSM IV TR

Baik beberapa motor dan satu atau lebih vokal tics telah hadir di
beberapa waktu selama sakit, meskipun tidak selalu bersamaan.
Tics terjadi berkali-kali sehari (biasanya dalam serangan) hampir setiap
hari atau sebentar-sebentar selama jangka waktu lebih dari satu tahun,
dan selama periode ini tidak pernah ada periode bebas tic lebih dari tiga
bulan berturut-turut.

Gangguan menyebabkan distress yang ditandai atau penurunan yang


signifikan dalam sosial, pekerjaan atau lainnya penting bidang berfungsi.

Onset adalah sebelum usia 18 tahun.

Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat
(misalnya, stimulan) atau kondisi medis umum.
C.

Klasifikasi Tics
Gangguan Tic Transien

Satu atau beberapa motor dan / atau vokal tics. Tic ini terjadi berkali-kali
sehari, hampir setiap hari selama sedikitnya 4 minggu, tetapi tidak lebih
dari 12 bulan berturut-turut. Onset adalah sebelum usia 18 tahun.
Gangguan ini bukan karena efek fisiologis zat atau kondisi medis umum.

Kriteria tidak pernah bertemu untuk gangguan Tourette atau motor kronis
atau Vocal Tic Disorder
Gangguan Tic Kronis
disebut juga vokal Motor tunggal atau beberapa atau tics vokal hadir
beberapa waktu selama penyakit. Tic terjadi beberapa kali sehari hampir
setiap hari atau sebentar-sebentar selama jangka waktu lebih dari satu
tahun dan selama periode ini tidak pernah ada periode tic-bebas lebih dari
3 bulan berturut-turut. Onset adalah sebelum usia 18 tahun. Gangguan ini
bukan karena efek fisiologis zat atau kondisi medis umum. Kriteria tidak
pernah bertemu untuk gangguan Tourette.
Sindroma Tourette
Gangguan Tourette Kehadiran kedua motor berganda dan satu atau tics
vokal lebih selama sakit. Tic ini terjadi berkali-kali sehari hampir setiap
hari atau sebentar-sebentar selama jangka waktu lebih dari satu tahun
dan selama periode ini tidak pernah ada periode tic-bebas lebih dari 3
bulan berturut-turut. Onset adalah sebelum usia 18 tahun. Gangguan ini
bukan karena efek fisiologis zat atau kondisi medis umum.
Terdapat gangguan penyampaian syaraf dalam bahan kimiawi otak yang
menyebabkan gangguan atau perilaku tak wajar dari penderita yang
kerap disebut ticks. Penyakit ini cukup banyak ditemukan, dan
diantaranya mempengaruhi 1 dari 100 orang dari berbagai lapisan
masyarakat, bangsa maupun ras.
ADHD; sindroma Tourette
Memang, sebagian besar anak ADHD dan kelainan obsesif kompulsif juga
menderita sindroma Tourette. Namun, bukan berarti sindroma Tourette
merupakan penyakit yang berkaitan dengan inteligensia atau
keterbelakangan mental. Gangguan ini murni akibat kelainan proses
penyampaian perintah oleh neurotransmitter dalam otak.
Tak ada kaitan dengan kemampuan ingatan maupun kecerdasan.
Kebanyakan kekurangan anak sindroma Tourette di bidang akademis ini
disebabkan karena ia mengalami masalah sosial dengan lingkungan
sekolah.
Beberapa literatur menyebutkan, kelainan sindroma Tourette bisa didapat
secara genetik atau keturunan. Keturunan yang dimaksud tak harus
didapat langsung dari ayah atau ibu, namun bisa didapat secara riwayat
keluarga. Maka, dokter juga akan menelusuri riwayat keluarga untuk
menegakkan diagnosa. Selain keturunan, tic juga bisa didapat akibat

infeksi penyakit. Misalnya, saat masih bayi pernah terinfeksi bakteri


streptococcus haemolyticus grup A. Bakteri ini memiliki protein yang sama
dengan protein di area basal ganglia di otak pengatur gerakan. Akibatnya,
antibodi yang dibentuk untuk menghalau bakteri ini dapat menyerang
area itu, yang menghasilkan gerakan-gerakan tak terkontrol.
Beberapa kondisi berkaitan dengan persalinan juga dapat menambah
peluang terjadinya sindroma Tourette, dengan riwayat keluarga pembawa
gen sindroma Tourette. Misalnya, hipoksia akibat persalinan macet, berat
badan lahir rendah, cedera otak akibat persalinan tak lancar, ibu yang
mengalami mual-muntah berat, mengonsumsi alkohol, kopi, dan merokok
berlebihan di trimester pertama.
Tic Disorder NOS
Gangguan Tic Dinyatakan Tidak Ditentukan Kategori ini adalah untuk
gangguan dicirikan oleh tics yang tidak memenuhi kriteria untuk Tic
Disorder tertentu. Contohnya termasuk tics yang berlangsung kurang dari
4 minggu atau tics dengan onset setelah usia 18 tahun

D.

Tanda dan Gejala

Gejala diawali saat kanak-kanak dan remaja, seperti gerakan kedipan


mata, menggerakan kepala tanpa sebab atau menghentak-hentakkan
kaki. Beberapa contoh untuk gangguan vokal misalnya berdehem,
mendecakkan lidah, menjerit atau merintih. Orang cenderung mengira,
penderita tic-tourette cenderung meneriakkan kata-kata kurang sopan
setiap saat. Padahal itu hanya sedikit gejala saja yang dialami oleh
sebagian penderita, disebut dengan coprolalia. Kasus yang lebih sering
adalah penderita cenderung mengucapkan kata-kata yang sama setiap
saat, dinamakan echolalia.
Ciri khas terpenting yang membedakan tic dari gangguan motorik lainnya
ialah gerakan yang mendadak, cepat, sekejab dan terbatasnya gerakan,
tanpa bukti gangguan neurologis yang mendasari; sifatnya yang
berulang-ulang (biasanya) terhenti saat tidur; dan mudahnya gejala itu
ditimbulkan kembali atau ditekan dengan kemauan. Kurang beriramanya
tic itu yang membedakannya dari gerakan yang sterotipik berulang
yang tampak pada beberapa kasus autism dan retardasi mental. Akivitas
motorik manneristik yang tampak pada gangguan ini cenderung
mencakup gerakan yang lebih rumit dan lebih bervariasi daripada gejala
tic. Gerakan obsesif kompulsiif sering memnyerupa tic yang kompleks
namun berbeda karena bentuknya cenderung ditentukan oleh tujuannya

(misalnya menyentuh atau memutar benda secara berulang) dari pada


oleh kelompok otot yang terlibat; walaupun demikian acapkali sulit juga
untuk membedakannya.

E.

Etiologi

Tics diyakini hasil dari disfungsi tripartit dalam sistem saraf pusat. teknik
Imaging telah menggejala ganglia basal dan korteks frontal dalam
patogenesis sindrom Tourette's. Kedua sumber abnormalitas diperkirakan
tidak pantas menjadi peraturan neurotransmiter, terutama dopamin bukti
kuat menunjukkan kelebihan dopamin atau supersensitivity dari dopamin
postsynaptic reseptor adalah mekanisme yang mendasari
pathophysiologic's sindrom Tourette.

F.

Epidemiologi / Prevalensi

Sebuah komunitas, yang berbasis penelitian besar menunjukkan bahwa


lebih dari 19% dari anak-anak usia sekolah memiliki gangguan tic. Anakanak dengan gangguan tic dalam penelitian yang biasanya terdiagnosis.
Sebanyak 1 dalam 100 orang mungkin mengalami beberapa bentuk
gangguan tic, biasanya sebelum masa pubertas. Tourette sindrom adalah
ekspresi lebih parah dari spektrum gangguan tic, yang dianggap
disebabkan oleh kerentanan genetik yang sama. Perilaku tic umum di
kalangan anak-anak usia sekolah. Anak laki-laki dua kali lebih mungkin
akan terpengaruh oleh gangguan tic berbanding perempuan.

G.

Hasil Laboratorium dan Imaging

Neuropathological dan studi neurokimia berimplikasi kelainan pada


ganglia basal dan sirkuit CSTC dalam patogenesis TS. Pada MRI
volumetrik, individu dengan TS memiliki volume berekor lebih kecil dari
kontrol normal. Berkurangnya volume berekor pada anak-anak dengan TS
telah dikaitkan dengan keparahan tic dan OCD meningkat di masa
dewasa. Neuroimaging fungsional telah mengungkapkan peningkatan
aktivasi korteks frontal dan berekor selama supresi tics yang
disengajakan. Peningkatan aktivasi pada cortex frontal dan nucleus
caudate berkorelasi dengan aktivitas penurunan putamen, globus,
pallidus, dan talamus. Positron studi tomografi emisi di TS telah
menunjukkan peningkatan reseptor dopamin striatal dan kepadatan

transporter dan pelepasan dopamin meningkat akibat amfetamin di


putamen tersebut.

H.

Intervensi

Belum ditemukan pengobatan yang dapat menyembuhkan penyakit ini,


namun metode terapi dan relaksasi ditemukan banyak membantu
penderita mengurangi ticks mereka.

Psikoterapi untuk Tic dan Sindrom Tourette


Sejak beberapa dekade yang lalu, haloperidol sering digunakan sebagai
obat untuk mengendalikan gejala pada penderita sindrom Tourette, tetapi
beberapa efek samping yang ditimbulkan telah menurunkan frekuensi
penggunaan obat tersebut. Farmakoterapi lainnya antara lain
penggunaan pimozide, clonazepam, danclonidine (Brown & Sammons,
2002, Robertson, 2000). Sebuah penelitian memprediksi bahwa 70%
penderita sindrom Tourette akan mengalami pengurangan gejala saat
penderita memasuki usia remaja akhir, dan 30%-40% penderita akan
mengalami kesembuhan total saat melewati usia dewasa akhir
(Dhamayanti, dkk., 2004), namun gejala dapat muncul kembali ataupun
menjadi semakin parah akibat stressor-stresor psikologis. Penelitian
lainnya menyebutkan bahwa mayoritas penderita sindrom Tourette dapat
hidup tanpa terapi obat (Dhamayanti, dkk., 2004). Asumsi-asumsi
tersebut dapat menjadi dasar bagi penggunaan psikoterapi sebagai salah
satu penunjang bagi penderita sindrom Tourette untuk dapat
mengoptimalkan potensinya dan hidup dengan cara-cara yang adaptif.
Tujuan utama dari psikoterapi untuk penderita sindrom Tourette adalah
agar ia mampu mengembangkan strategi koping yang positif. Beberapa
pendekatan terapi yang memungkinkan untuk diterapkan pada penderita
sindrom Tourette antara lain adalah sebagai berikut:

Pendekatan Kognitif Behavioral Habit Reversal (Wilhelm, dkk.,


2003, Piacentini, 2004)
Komponen-komponen utama dari pendekatan ini adalah:
Latihan kesadaran (awareness training)
Pemantauan diri (self-monitoring), misalnya menghitung sebelum
terjadinya gejala

Latihan relaksasi, misalnya relaksasi otot, pernapasan, imajinasi, dsb.


setiap hari selama 10-15 menit, dan dipraktekkan selama 1-2 menit setiap
muncul kecemasan atau setelah muncul tics
Prosedur melawan respon
Memikirkan respon tertentu yang inkompatibel dengan tic, berlawanan
dengan gerakan, dapat dipertahankan selama beberapa menit,
memunculkan tekanan otot yang sama dengan yang terjadi saat
gerakan tic muncul, tidak terlalu mencolok, serta menguatkan otot yang
antagonis dengan tic.
Manajemen kontingensi
Terapis menginstruksikan keluarga klien untuk memberikan komentar
berupa penghargaan jika klien menunjukkan kemajuan dan terus
mengingatkan jika klien lupa untuk berlatih
Klien diikutsertakan dalam aktivitas-aktivitas menyenangkan yang sudah
mulai jarang dilakukan
Reviu ketidaknyamanan, berisi reviu ketidaknyamanan, rasa malu, serta
kesulitan-kesulitan klien yang diakibatkan oleh munculnya gejala.

Psikoterapi Suportif (Wilhelm, dkk., 2003)


Terapi ini lebih mengarah pada pendekatan humanistik (khususnya
Gestalt) di mana terapis diharapkan untuk tidak bersikap direktif, dan
penderita sindrom Tourette memfokuskan diri pada pengalamanpengalamannya, merefleksikan serta mengekspresikan perasaanperasaannya terkait dengan cara hidup dan cara menyelesaikan masalah.

Hipnoterapi (Kohen & Botts, 1987)


Penderita sindrom Tourette dilatihkan bagaimana menghipnosis diri sendiri
dalam rangka mengendalikan kebiasaan, gejala fisik, dan kondisi-kondisi
lainnya. Hipnoterapi juga menggunakan teknik-teknik relaksasi dan
imajinasi, sebagaimana yang sering dilakukan pada meditasi.
Dalam keadaan terhipnosis, terapis memberi sugesti yang mengarah pada
perubahan perilaku, penurunan kecemasan, dan intensitas gejala.

Teknik-teknik berbasis Psikoanalisis (Bruun, dkk., 1994)

Ketidakmampuan dalam mengendalikan tubuh dan pikiran sendiri


seringkali menjadi sumber kecemasan, ketakutan, rasa bersalah, rasa
tidak berdaya, kemarahan, dan depresi. Sebagian penderita
menghadapinya dengan menarik diri, dan sebagian lagi dengan
agresivitas. Reaksi sosial yang negatif pun seringkali tak terhindarkan.
Harga diri dan kepercayaan diri menjadai permasalahan yang umum pada
penderita sindrom Tourette, sebagaimana yang sering dialami oleh pasien
dengan penyakit-penyakit kronis. Terapi psikoanalisis lebih memfokuskan
pada permasalahan-permasalahan seputar penerimaan diri.

Terapi keluarga (Bruun, dkk., 1994)


Sebagai gangguan yang kronis, sindrom Tourette juga berdampak pada
keluarga penderita. Orang tua seringkali harus menghadapi saat-saat sulit
ketika anak menunjukkan gejala. Permasalahan yang muncul dalam
keluarga dapat berupa:

Rasa bersalah orang tua atas kelainan genetik


Sulitnya bagi anggota keluarga untuk mengetahui gejala-gejala yang
mana yang dapat dan yang tidak dapat dikendalikan
Ketidakadilan yang dipersepsi oleh saudara baik itu adik maupun kakak
dari penderita
Relasi yang memburuk antara suami istri
Terapi keluarga hendaknya difokuskan pada peran penderita sindrom
Tourette dalam keluarga, dimana ia sering menerima perlakuan-perlakuan
sebagai berikut:
Overproteksi dari orang tua/anggota keluarga
Dihukum
Tidak dipahami perasaan/pikirannya
Dianggap sebagai sumber aib
Terapis berfungsi sebagai fasilitator bagi keluarga agar dapat belajar
menerima anggota keluarga dengan sindrom Tourette, sehingga ia dapat
merasa aman dan mampu menghadapi lingkungannya dengan lebih
adaptif.

Sebagai langkah awal terapi, keluarga perlu diberi informasi dan


dipahamkan tentang berbagai aspek dari gangguan sindrom Tourette.
Tujuan akhir dari terapi adalah keluarga mampu membangun sebuah
lingkungan yang mendukung bagi penderita sindrom Tourette, dan dapat
berlaku fleksibel dalam memfasilitasi sehingga tidak terlalu overprotektif.

Intervensi akademik dan okupasional (Bruun, dkk., 1994)


Anak dengan sindrom Tourette biasanya mengalami kesulitan dalam hal
konsentrasi, perhatian, dan belajar sehingga membutuhkan intervensi
pendidikan khusus, misalnya pengajar khusus, kelas khusus,
labboratorium khusus, dsb., yang disesuaikan dengan tingkat keparahan
gejala. Sekolah perlu diinformasikan mengenai sindrom Tourette, karena
seringkali sekolah tidak memahami gangguan tersebut sehingga
penderita dicap sebagai anak nakal, mengganggu, dan bodoh. Umumnya
penderita sindrom Tourette tidak mampu menjalankan fungsi mental dan
sosial sesuai dengan usia kronologisnya, atau mengalami perlambatan
dalam perkembangannya (Barkley, 1991).
Orang dewasa dengan sindrom Tourette seringkali membutuhkan
modifikasi khusus pada lingkungan kerjanya. Perlu untuk membangun
pemahaman pada lingkungan kerja tentang gangguan yang diderita.
Fleksibilitas, kepedulian, serta produktifitas dalam pekerjaan dapat
ditingkatkan dengan intervensi yang tepat bagi penderita yang sangat
simtomatik sekalipun.

Anda mungkin juga menyukai