A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. DLE
Umur
: 49 tahun 8 bulan
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
Pekerjaan
Agama
: Islam
: 15282926
Dokter Anestesi
Dokter Bedah
bengkak pada kaki sebelah kiri sejak 1 bulan yang lalu. Nyeri dan bengkak
disertai keluar nanah dan berbau busuk. Riwayat trauma tidak ada.
2. Pemeriksaan Fisik
Tanggal Pemeriksaan : 12 Agustus 2015
Tempat Pemeriksaan : Ruang IIIA
Vital Sign
a. Keadaan Umum
: Baik
b. Kesadaran
: Compos Mentis
c. Tekanan darah
: 120/60 mmHg
d. Nadi
: 82 x/menit
e. Respirasi
: 20 x/menit
f. Suhu
: 37,10C
Status Generalisata
a. Berat Badan
: 53 Kg
b. Tinggi Badan
: 155 Cm
Palpebra
Konjungtiva
: anemis (-)/(-)
Sklera
: ikterik (-)/(-)
Pupil
b. Hidung
Deviasi septum
: tidak ada
: (-)
Sekret
: (-)
Mukosa hiperemis
: (-)
Epistaksis
: (-)/(-)
c. Telinga
3
: (-)/(-)
Auricula
: (+)/(+)
d. Mulut
Bibir
Leher
a. Pembesaran KGB : (-)/(-)
b. JVP
: Tidak diperiksa
Thorak
a. Inspeksi
b. Palpasi
c. Perkusi
d. Perkusi
: Timpani
Ekstremitas
a. Ekstremitas atas
b. Ekstremitas bawah : edema (+) tungkai bawah kiri, ulkus (+) tungkai
bawah sampai telapak kaki kiri; CRT < 2 detik
tungkai kanan, sulit dinilai pada tungkai kiri
3.
Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Hasil
Nilai Normal
Satuan
Metode
O
+
11,1
34
13.000
551.000
P: 12-16; L: 14-18
P: 35-45; L: 40-50
5.000-10.000
150.000-350.000
g/dl
%
/mm3
/mm3
Auto Analyzer
Auto Analyzer
Auto Analyzer
Auto Analyzer
113
93
131
76-110
mg/dl
mg/dl
mg/dl
GOD POD
GOD POD
GOD POD
165
2.50
15-45
P: 0.5-0.9; L: 0.7-1.12
mg/dl
mg/dl
Urease Klinetik UV
Kinetic Jaffe
K11
SGOT
19
P: 10-31 L:10-38
K12
SGPT
P: 9-32 L:9-40
Protein Total
Albumin
Globulin
6,38
2,57
3,81
Natrium (Na+)
Kalium (K+)
Calsium (Ca2+)
132
1.47
3.9
K17
K18
K19
Elektrolit
K27
K28
K29
135-145
3.5-5.0
0.80-1.10
U/L/37
^
U/L/37
^
mmol/L
mmol/L
mmol/L
Kinetik UV-IFCC
Kinetik UV-IFCC
ISE
ISE
ISE
b. Hasil Radiologi
Foto thorax PA
Jantung agak membesar tanpa bendungan paru, paru aerasi baik,
tampak kalsifikasi di lobus superior kiri (Kesan: artefak atau pernah
KP)
c. Hasil EKG
Diagnosis Klinis
Ulkus diabetikum di regio cruris dan pedis sinistra
5.
Kesimpulan
Status ASA (American Society of Anesthesiologists) merupakan suatu
klasifikasi untuk menilai kebugaran fisik seseorang. Untuk pasien ini ASA
II yaitu pasien dengan penyakit sistemik ringan sampai sedang yang tidak
mengganggu aktivitas sehari-hari yaitu DM tipe II yang tidak terkontrol.
C. LAPORAN ANESTESI (DURANTE OPERATIF)
Tanggal Operasi
: 13 Agustus 2015
: Necrotomy debridement
Jenis Anestesi
: Regional anestesi
Rencana tindakan
Awal anestesi
: 10.00 WIB
Awal pembedahan
: 10.15 WIB
Lama Pembedahan
: 60 menit
Premedikasi
: Tidak diberikan
Medikasi induksi
: Bupivakain 15 mg (3 cc)
Loading cairan
Maintenance
Respirasi
Posisi
Cairan perioperatif
Maintenance cairan
= 4:2:1
Kebutuhan basal
10 x 4 = 40 cc
10 x 2 = 20 cc
33 x 1 = 33 cc
93 cc/jam
Diketahui
berlangsung
jumlah
pendarahan
sebanyak
100
cc.
selama
Maka
operasi
persentasi
Untuk menentukan ruang subarachnoid di tarik garis dari SIAS (Spina Iliaca
Anterior Superior) ke vertebra lumbal dan biasanya terdapat di antara
vertebra lumbal IV dan vertebra lumbal V.
Memasang sensor finger oksimetri pada ibu jari tangan kanan pasien untuk
monitoring SpO2 dan SPO2 rate. Kemudian memasang manset pada lengan
kiri pasien untuk monitoring tekanan darah dikarenakan pada lengan kanan
telah terpasang infus.
Waktu
(WIB)
10.00
10.05
10.10
10.15
10.20
10.25
10.30
10.35
10.40
10.45
10.50
10.55
11.00
Tekanan darah
(mmHg)
133/76
135/78
129/70
129/69
128/69
129/69
120/70
128/69
129/69
126/63
126/61
127/62
128/64
Saturas
i
(%)
98
100
100
99
100
100
98
99
100
100
100
100
100
Keterangan
Awal masuk ke ruang operasi
Persiapan dilakukan induksi
Persiapan dilakukan pembedahan
Mulai Pembedahan
Akhir pembedahan
Pasien dibawa ke ruang pemulihan
Jenis Cairan
NaCl 0,9%
Asering
D. POST - OPERASI
Setelah pasien dinilai dengan Bromage score dan didapatkan nilai Bromage
score 2, maka pasien diperbolehkan pindah ruangan.
Infus
= Asering 20 tetes/menit
Analgetik Tramadol 100 mg dan ketorolac 60 mg diberikan perdrip dalam 500 cc Asering
Bromage Score
Bromage score merupakan salah satu indikator respon motorik pasca anestesi
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Vital sign
10
Tekanan darah
= 120/80
Nadi
= 77 x/menit
Respirasi
= 19 x/menit
Nadi
= 36,9oC
F. PEMBAHASAN
1.
Pre-Operatif
a. Anamnesa
OS mengeluhkan nyeri disertai bengkak pada kaki sebelah kiri sejak 1
bulan yang lalu. Nyeri dan bengkak disertai keluar nanah dan berbau
busuk. Riwayat trauma tidak ada.
b. Pemeriksaan Fisik
Berat badan
: 53 Kg
Tekanan darah
: 120/60 mmHg
Nadi
: 82 x/menit
Nafas
: 20 x/menit
Suhu
: 37,1oC
Kesadaran
: Compos mentis
Keadaan umum
: Baik
Kepala
Leher
Thoraks
Abdomen
Ekstremitas
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium lengkap
Pemeriksaan radiologi terdiri dari foto thorax PA dan foto pedis APLateral serta cruris AP-Lateral
11
Pemeriksaan EKG
d. Anestesi
Ternilai ASA II yaitu pasien dengan penyakit sistemik ringan sampai
sedang yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.
e. Rencana Anestesi
Regional Anestesi dengan teknik spinal anestesi.
2.
Durante Operatif
Teknik Anestesi
: Spinal Anestesi
Obat Anestesi
: Bupivacaine 15 mg
Maitenance
Teknik anestesi yang dipilih pada kasus ini adalah anestesi regional yaitu
spinal anestesi. Teknik ini dipilih dengan alasan operasi yang akan
dilakukan merupakan bedah pada bagian ekstremitas bawah. Selain itu
operasi yang akan dilakukan tidak memerlukan waktu yang lama. Obat
anestesi yang dipakai adalah Bupivacaine 15 mg dengan menggunakan
jarum spinal nomor 25G
3.
Pembahasan Materi
a. Spinal Anestesi
Anestesi spinal adalah injeksi obat anestesi lokal ke dalam ruang
intratekal yang menghasilkan analgesia. Pemberian obat lokal anestesi ke
dalam ruang intratekal atau ruang subaraknoid di regio lumbal antara
vertebra L2-3, L3-4 untuk menghasilkan onset anestesi yang cepat
dengan derajat kesuksesan yang tinggi.
Contraindications to Neuraxial Blockade
Absolute
Infection at the site of injection
Patient refusal
Coagulopathy or other bleeding diathesis
Severe hypovolemia
Increased intracranial pressure
12
konsentrasi
anestesi
lokal
yang
tidak
memadai
untuk
13
Jenis obat anestesi lokal yang ideal adalah obat dengan mula kerja
cepat, lama kerja serta tinggi blokade yang dapat diperkirakan agar sesuai
dengan perkiraan durasi operasi yang kemudian akan dilakukan.
Drug
Preparation
Procaine
10% solution
75
Bupivacaine
0.75% in 8.25%
dextrose
Tetracaine
Lidocaine
Ropivacaine
Duration (min)
Upper
Abdomen
Plain
Epinephrine
125
200
45
60
410
1214
1218
90120
100150
1% solution in
10%glucose
48
1012
1016
90120
120240
5% in
7.5%glucose
2550
5075
75100
6075
6090
0.21% solution
812
1216
1618
90120
90120
14
15
16
dimanisfestasikan
dengan
penurunan
tekanan
darah
tua
saat
17
2) Sistem Respirasi
Elastisitas menurun juga terjadi pada jaringan paru, Overdistensi pada
alveolar dan kolapnya beberapa jalan napas yang kecil dapat terjadi.
Penurunan luas permukaan area alveolar merupakan hal yang terjadi lebih
dahulu, dengan menurunkan efisiensi terhadap pertukaran gas. Kolapsnya
jalan napas meningkatkan Volume Residual paru (volume sisa udara pada
akhir ekspirasi maksimal) dan Clossing capacity (volume udara pada paru
dimana jalan napas kecil mulai tertutup). Bahkan pada orang normal clossing
capacity meningkatkan fungsional residual capacity (volume sisa udara pada
akhir ekspirasi normal) pada usia 45 tahun pada posisi supine dan usia 65
tahun pada posisi duduk. Ketika hal ini terjadi, beberapa jalan napas tertutup
selama pernapasan normal, yang mengakibatkan perbedaan yang tidak
sebanding antara ventilasi dengan perfusi. Efek tambahan yang terjadi pada
menyerupai empishema ini adalah perubahan menurunnya tekanan oksigen
arteri,
rata-rata 0.35 mmHg / tahun. Tetapi, pada pasien tua yang akan
perioperatif
termasuk
hypoksia
dengan
melakukan
18
dan yang telah dilakukan operasi abdominal, post op pasien harus tetap
terintubasi.
Tambahan, untuk management nyeri post op harus dilakukan dengan
pertimbangan yang serius (seperti, epidural dengan lokal anesthesi dan
opioid, blok nervus interkosta).
3) Fungsi Ginjal
RBF dan masa ginjal (spt. Jumlah glumerulus dan panjang tubulus)
menurun sesuai dengan Usia. Perubahan yang mencolok terutama terjadi
kortek ginjal dimana disini akan diganti oleh lemak dan jaringan fibrosis.
Fungsi ginjal ditentukan oleh GFR dan penurunan kreatinin serum menjadi
menurun. Kadar kreatinin serum tidak berubah dikarenakan adanya
penurunan masa otot dan produksis kreatinin. Sebaliknya kadar BUN (Blood
Urea Nitrogen) perlahan meningkat (0.2 mg/dL per tahun). Gangguan
terhadap pemeliharaan natrium, dan kemampuan untuk mengkonsentrasi dan
kemampuan dilusi mempengaruhi pasien-pasien tua untuk terjadinya
dehidrasi atau kelebihan cairan (Fluid Overload).
Respon terhadap hormon antidiuretik dan aldosteron menurun.
Kemampuan untuk reabsorbsi gula menurun. Kombinasi antara penurunan
RBF dan dan penurunan masa nefron, meningkatkan resiko pasien tua untuk
terjadinya ARF pada periode post operatif. Karena menurunnya fungsi ginjal,
yang mempuyai fungsi untuk mengekskresikan obat-obatan. Menurunnya
kemampuan dalam menangani cairan dan elektrolit, membuat penanganan
atau penatalaksaan terhadap cairan harus lebih kritis/serius; pasien tua lebih
cenderung terjadi hypokalemia dan hyperkalemia. Ini merupakan Komplikasi
lebih lanjut terhadap seringnya penggunaan diuretik pada pasient tua. Pada
akhirnya elektrolit serum, Cardiac Filling Pressures, dan output urin harus
lebih sering di monitor.
4) Fungsi Metabolik dan Endokrin
Konsumsi Oksigen basal dan maksimal menurun sesuai dengan usia.
Puncaknya setelah usia 60 tahun, banyak laki-laki dan wanita mulai
kehilangan berat badannya dibandingkan usia muda. Produksi panas badan
19
tubuh.
Respon
neuroendocrine
terhadap
stress
tampaknya
laki-laki
tua.
pH
lambung
cenderung
meningkat,
sedangkan
Cardiovascular
Respiratory
Pe afterload
Pe Tek.darah sistolik
Hypertropi ventrikel kiri
Pe aktifitas adrenergic :
Atherosklerosis
Penyakit Jantung koroner
Hypertensi essensial
Congestive Heart Failure
Cardiac Aritmia
Stenosis Aorta
Pe Resting HR
Pe maksimal HR
Pe Reflek baroreseptor
Pe elastisitas paru :
Emphisema
Bronkitis kronik
Pneumonia
20
Kapasitas
maksimal
pernapasan
Kurang respon terhadap hiperkapni dan
hipoksia
Pe Aliran darah ginjal :
Pe Aliran plasma ginjal
Pe GFR
Pe Closing Capacity
Ventilasi / perpusi yang tidak sesuai.
Pe tekanan O2 atrteri
Pe Masa ginjal
Nephropati Diabetik
Nephropati Hipertensi
Pe Fungsi tubulus :
Obstruksi prostat
Congestive Heart Failure
Penangan Na yang lemah
Ginjal
6) Sistem Saraf
Masa otak menurun sesuai dengan usia; neuron yang berkurang menonjol
di kortek cerebral, terutama lobus frontal. CBF menurun sekitar 10 20%
sesuai dengan berkurangnya sel saraf. Ini berhubungan erat dengan
metabolisme ; autoregulasi masih baik. Neuron menurun dalam ukuran dan
kehilangan beberapa kompletisitas dari cabang-cabang dendrit dan jumlah
sinaps. Pembentukan beberapa neurontransmiter seperti dopamin dan
sejumlah reseptor berkurang. Ikatan Serotonergic, adrenergic dan aminobuteric acid (GABA) juga berkurang. Jumlah sel Astrocyt dan sel mikroglia
meningkat. Degradasi sel-sel saraf perifer mengakibatkan lamanya kecepatan
konduksi dan atropi dari otot skeletal.
21
sensorik,
termasuk
sentuh,
sensasi
temperatur,
propioseptif,
22
anesthersi dan general anaesthesi. Mungkin ini jarang terjadi pada anesthesi
regional tanpa sedasi.
Beberapa pasien menderita karena prolonged atau permanent POCD
setelah pembedahan dan anesthesi. Beberapa penelitian mengatakan bahwa
POCD dapat dideteksi pada 10% - 15% pada pasien diatas usia 60 tahun
selama 3 bulan post pembedahan utama. Pada bagian yang lain seperti post
oprasi cardiac dan prosedur bedah tulang besar, emboli arteri intraoperative
dapat juga menjadi penyebab. Pada pasien tua tampaknya mempunyai resiko
terbesar terhadap terjadinya POCD dibandingkan dengan pasien rawat jalan
lainnya.
7) Sistem Muskuloskeletal
Masa otot berkurang. Pada tingkat mikroskopis neuromuscular junction
menebal. Receptor acethylcholine tampaknya juga tersebar dibeberapa
extrajunctional.Kulit mengalami atropi sesuai dengan umur dan mudah untuk
terjadinya trauma dari plester, Alas dari elektrocauter, electroda dari EKG.
Vena sering lemah dan mudah terjadi ruptur oleh karena IVFD. Adanya
Arthritis sendi mengganggu terhadap pengaturan posisi (spt. Lithotomi) atau
Anesthesi regional (spt. Subarachnoid block / Spinal anesthesi). Adanya
penyakit degenaratif pada tulang servikal dapat membatasi ekstensi leher
yang berpotensial menyebabkan kesulitan dilakukannya intubasi.
c. Anestesi Pada Pasien Diabetes Mellitus
Pada orang dewasa normal, produksi insulin sekitar 50 unit per hari dari
sel beta lengerhans pancreas. Jumlah sekresi insulin terutama tergantung
kadar glukosa didalam plasma. Insulin, merupakan hormon anabolik paling
penting yang mempunyai efek metabolik yang banyak, meliputi peningkatan
glukosa dan potassium memasuki adiposa dan sel otot; meningkatan
glikogen, protein, dan sintesis asam lemak dan penurunan glikogenolisis,
glukoneogenesis, ketogenesis, lipolisis dan katabolisme protein. Biasanya,
insulin merangsang anabolisme, dimana gangguan insulin dihubungkan
dengan katabolisme dan balans nitrogen yang negatif.
23
ini terlah diklasifikasikan kembali meliputi empat tipe (table 36-2); DM tipe I
(insulin-dependen) dan DM tipe II (noninsulin-dependen) yang paling umum
dan dikenal. Diabetik Ketoasidosis (DKA) dihubungkan dengan DM tipe I,
tetapi ada orang tertentu, dimana saat ini dengan DKA yang secara fenotip
terlihat mempunyai DM tipe II. Selanjutnya, individu dengan diagnosa awal
DM tipe II kemudian berkembang menjadi DM tipe II.
Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus
Diagnosis (based on blood glucose level)
Fasting
Classification
Type I
Type II
Type III
Type IV
Gestational
Penurunan aktivitas hormon insulin mengakibatkan terjadinya katabolism
dari
asam
lemak
bebas
menjadi
benda
keton
(acetoacetate
dan
hydroxybutyrate), sebagian dari yang ada adalah asam lemah (lihat Bab 30).
Akumulasi dari asam organic ini mengakibatkan suatu anion-gap acidosis
metabolisme DKA (Diabetic
dicirikan dari Asidosis Laktat, dimana hal ini dapat terjadi pada waktu bersamaan;
Asidosis laktat dicirikan dengan peningkatan laktat plasma ( > 6 mmol/L ) dan
tidak ditemukan di urine dan keton plasma (walaupun mereka dapat terjadi secara
bersamaan dan ketosis pada kelaparan dapat terjadi asidosis laktat). Pada
peminum alcohol, ketoacidosis dapat dibedakan dengan adanya riwayat terakhir
konsumsi alkohol berat (pesta minum minuman keras yang memabukan) pada
pasien nondiabetic dengan suatu kadar glukosa darah yang sedikit meningkat.
Pada keadaan seperti itu pasien juga mempunyai peningkatan tidak sebanding
pada hydroxybutyrate dengan acetoacetate
Infeksi merupakan penyebab yang paling umum pada DKA, dimana pada
beberapa pasien, terutama pada anak remaja, adalah manifestasi pertama dari
25
mencapai 250 mg/dL, Infus D5W yang ditambahkan insulin untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya hipoglikemi dan untuk menyediakan suatu sumber
hormon insulin dan glukosa yang terus-menerus yang pada akhirnya untuk
menormalkan metabolisme intrasel. Pasien mungkin memerlukan NGT untuk
dekompresi gaster dan kateter kandung empedu untuk memonitor pengeluaran air
kencing.
Koreksi pada asidosis berat (pH < 7,1) dengan bicarbonat sering tidak
diperlukan, seperti koreksi asidosis dengan volume yang berlebihan dan
menormalkan keadaan hiperglikeminya.
26
dehidrasi
dan
hyperosmolaritas.
Dehidrasi
berat
cepat
27
28
Hypertension
Painless myocardial ischemia
Orthostatic hypotension
Lack of heart rate variability 1
Reduced heart rate response to atropine and propranolol
Resting tachycardia
Early satiety
Neurogenic bladder
Lack of sweating
Impotence
1Normal heart rate variability during voluntary deep breathing (6 breaths/min) is
greater than 10 beats/min.
Gangguan ginjal dimanifestasikan dengan proteinuria dan kemudian
peningkatan kreatinin serum. Dengan kriteria ini, pasien DM tipe I paling sering
mengalami gangguan ginjal pada usia 30 tahunan. Karena tingginya kejadian
infeksi yang dihubungkan dengan system kekebalan, perhatian yang tegas pada
tehnik aseptic harus dilakukan pada pemasangan semua kateter intravena dan
monitoring invasive.
Hiperglikemi kronik dapat memicu terjadinya glikosilasi / glycosylation pada
protein jaringan dan sindrom keterbatasan pergerakan sendi / limited-mobility
joint syndrome. Pada preoperative, Pasien DM harus selalu dievaluasi secara rutin
terhadap kemampuan pergerakan dari sendi temporomandibular dan tulang leher
untuk membantu dalam menghadapi kesulitan intubasi, dimana kejadian ini terjadi
sekitar 30% pada penderita DM tipe I.
2) Intraoperatif
Tujuan utama dari management gula darah intraoperatif adalah
menghindari terjadinya hipoglikemi. Walaupun memcoba untuk mempertahankan
kondisi euglikemi adalah hal yang kurang hati-hati, tidak dapat diterimanya
hilangnya gula darah kontrol (>180mg/dL) juga membawa suatu resiko.
Hiperglikemi
telh
dihubungkan
dengan
keadaan
hiperosmolaritas,
infeksi/peradangan dan luka yang sulit sembuh. Yang lebih penting, ia dapat
memperburuk neurologis setelah suatu episoda iskemik serebral dan hasil setelah
29
tindakan bedah jantung atau setelah akut miokard infark. Kecuali hiperglikemi
diobati secara agresif pada DM tipe, kontrol hasil metabolik, terutama yang
berhubungan dengan pembedahan besar
30
Dua teknik yang paling sering pada perioperatif managemen insulin pada
penderita DM
Bolus Administration
D5W (1.5 mL/kg/h)
Preoperative
Intraoperative
Continuous Infusion
D5W (1 mL/kg/h)
Regular insulin :
Same as preoperative
Same as preoperative
dapat
sekali, banyak formula yang harus diperhatikan hanya sebagai guidline saja.
31
peningkatan
dalam
counterregulatory
hormon
(seperti,
menghasilkan insulin
32
diunjukkan ke darah pasien itu untuk suatu periode tertentu. Ketelitian mereka
tergantung pada luas besar, kepedulian dengan mana pengukuran dibuat.
Pemantauan gula di urin tidak cukup akurat untuk management Intraoperatif
(intraoperative manajement.)
Pasien yang mendapatkan NPH atau protamine zinc, insulin meningkatkan
resiko reaksi alergi terhadap protamine sulfat termasuk syok anaphylaksis dan
kematian. Sayangnya, operasi yang memerlukan penggunaan heparin dan yang
berikutnya berlawanan dengan protamine (seperti pada Kardiopulmonal bypass)
adalah lebih sering terjadi pada penderita DM. Pada pasien ini menerima sedikit
protamin untuk test dose 1 5 mg selama lebih dari 5 10 menit sebelum
diberikan dosis reversal penuh.
3) Post-operative
Pemantauan yang ketat pada pasien DM terhadap kadar gula darahnya
harus tetap diperiksa postoperatif secara terus-menerus. Satu alasan untuk hal ini
adalah variasi individu pada onset dan lama nya kerja dari preparat insulin (Tabel
36-5). Untuk contoknya, onset kerja dari insulin reguler mungkin kurang dari 1
jam, tetapi lama kerjanya lebih dari 6 jam. Insulin NPH mempunyai ciri pada
onset kerja kurang dari 2 jam, tetapi kerjanya dapat lebih lama dari 24 jam. Alasan
lain pemantauan yang ketat adalah progresivitas dari stress hiperglikemi dalam
masa rekoveri. Jika volume laktanya besar terkandung pada
IVFD yang
33
Insulin Type2
Onset
Peak
Action
Duration
1020 min
3090
min
46 h
1530 min 13 h
57 h
Semilente, Semitard
3060 min 46 h
1216 h
Intermediateacting
24 h
810 h
1824 h
Long-acting
45 h
814 h
2536 h
Short-acting
Lispro
34