Disusun oleh :
Shanaz Tasha Lamonda Aodah
Pembimbing :
BAB I
PENDAHULUAN
Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan
meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan,
pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan
penanggulangan nyeri menahun. Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu
operasi terdapat beberapa tahap yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari
persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan persiapan
pada pada hari operasi. Sedangkan tahap penatalaksanaan anestesi terdiri dari premedikasi,
masa anestesi dan pemeliharaan, tahap pemulihan serta perawatan pasca anestesi1,2,3.
Tonsilitis kronis merupakan peradangan kronik pada tonsil yang biasanya merupakan
kelanjutan dari infeksi akut berulang atau infeksi subklinis dari tonsil.Pada tonsillitis kronis,
ukuran
tonsil
dapat
membesar
sedemikian
sehingga
disebut
tonsillitis
kronis
Adapun komplikasi yang dapat ditemukan berupa laringospasme, gelisah pasca operasi, mual,
muntah, kematian pada saat induksi pada pasien dengan hipovolemia, hipersensitif terhadap
obat anestesi serta hipotensi dan henti jantung terkait induksi intravena dengan pentotal5.
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: TMN
Jenis Kelamin
: Perempuan
Usia
: 16 tahun
Berat Badan
: 45 kg
Agama
: Islam
Alamat
: Dusun Perawang
No. RM
: 153120
Diagnosis
:Tonsilitis Kronik
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan ibu kandung pasien
pada tanggal 12 Oktober 2015 bangsal shafa bedah
a. Keluhan utama
: Nyeri Tenggorokan
b. Riwayat penyakit sekarang
:
Pada anamnesis didapatkan pasien mengeluh nyeri tenggorokan 6 bulan
SMRS, nyeri tenggorokan hilang timbul, keluhan ini disertai dengan nyeri
menelan yang dirasakan saat makan, minum ataupun menelan ludah. Menurut
orangtuanya, sebelumnya sempat mengalami demam dan pilek. Nyeri telan tidak
disertai dengan ngorok maupun nafas tersengal-sengal saat tidur. . Keluhan terasa
setelah mengkonsumsi minuman dingin, jajan sembarangan dan berminyak.
Pasien diberikan obat yg dibeli oleh orang tuanya diapotik tetapi 3 bulan SMRS
keluhan ini kambuh lagi disertai dengan nyeri telinga sehingga pasien dibawa
kedokter, dokter mengatakan radang amandel masih kecil (T2-T2) lalu pasien
dipulangkan dan diberi obat. 3 hari SMRS keluhan pasien kembali kambuh dan
disertai dengan kurangnya pendengaran. Sehingga pasien dibawa ke RSUD Siak
dan dianjurkan untuk operasi. Pasien sering mengalami demam, batuk, pilek yang
kumat-kumatan hampir tiap bulan. Saat ini pasien tidak mengeluhkan pilek,
hidung tersumbat, maupun sakit kepala.
c. Riwayat penyakit dahulu
:
1) Riwayat asma disangkal
2) Riwayat alergi makanan dan obat disangkal
d. Riwayat penyakit keluarga:
Riwayat asma, alergi dan riwayat penyakit yang sama dengan pasien
disangkal.
4
C. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada 12 Oktober 2015
GCS
: E4V5M6 = 15
Vital Sign
: Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 82 x/menit
Suhu
: 36,8C
Pernafasan
: 18 x/menit
Status Generalis
a. Kulit :
ikterik
d. Pemeriksaan Leher
1) Inspeksi
Palpasi
Perkusi:
mamaesinistra
:Ictus cordis teraba kuat
i.
ii.
iii.
iv.
d)
:Tampak
Paru
a) Inspeksi
b) Palpasi
Perut
datar,
simetris,
tidak
k.
Status Lokalisata
a.
b.
c.
d.
Regio
Inspeksi
Palpasi
Movement
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Eritrosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
CT
BT
Gol. Darah
Kimia Klinik
SGOT
SGPT
Ureum
Creatinin
GDS
12 Oktober 2015
11,8
7.5
34,7
5,05x106
301000
68,8
23,4
34,0
13.5
7.4
2.00
2.00
A+
26
16
23
0,9
79
Nilai normal
11,0-17,0 g/Dl
4800-10800/L
35-55%
4,0-6,2x106/
150000-400000/L
80,0-100,0 fl
26,0-34,0 pg
31,0-35,5 %
10,0-16,0 %
7,2-14,1 fl
1-3 menit
1-6 menit
<40 U/L
<41 U/L
15-39 mg/dL
0,60-1,1 mg/dL
200 mg/dL
6
Seroimmunologi
HbsAg
Negatif
Negatif
E. KESAN ANESTESI
Perempuan 16 tahun menderita Tonsilitis Kronik dengan ASA I
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yaitu :
a. Intravena fluid drip(IVFD) RL 20 tpm
b. Inj ceftriaxone 1 gr/12 jam
c. Inj dexamethasone /12 jam
d. Inj tramadol 50 mg/8 jam
e. Transamin acid
f. Pro Tonsilectomy
g. Informed Consent Operasi
h. Konsul ke Bagian Anestesi
i. Informed Consent Pembiusan
Dilakukan operasi dengan general anestesi dengan status ASA I
G. KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka :
Diagnosis pre operatif : Tonsilitis Kronis
Status Operatif
: ASA 1, Mallampati II
Jenis Operasi
: Tonsilektomi
Jenis Anastesi
: General Anastesi
H. LAPORAN ANESTESI
1. Diagnosis Pra Bedah
Tonsilitis Kronik
2. Diagnosis Pasca Bedah
Tonsilitis Kronik
3. Penatalaksanaan Preoperasi
a Infus RL 500 cc
4. Penatalaksanaan Anestesi
a. Jenis Pembedahan
: Tonsilectomy
b. Jenis Anestesi
: General Anestesi
c.
Teknik Anestesi
d.
e.
f.
Mulai Anestesi
Mulai Operasi
Premedikasi
g.
Induksi
h.
Post OP
i.
j.
Maintenance
Intubasi
500cc 20tpm
: O2 2 lt, N2O 2 lt , Serorane 2 lt
: Laringoskop blade no
Nasal Endotracheal Tube no 30 cuff (+)
7
k.
Respirasi
: pernapasan spontan
l.
Faring
Udara masuk ke dalam rongga mulut atau hidung melalui faring dan masuk ke
dalam
laring.Nasofaring
terletak
di
bagian
posterior
rongga
hidung
yang
membukanya
faring,
dengan
pengecualian
dari
esofagus
dan
membukanya tuba auditiva, semua pasase pembuka masuk ke dalam faring dapat
ditutup secara volunter. Kontrol ini sangat penting dalam pernafasan dan waktu makan,
selama membukanya saluran nafas maka jalannya pencernaan harus ditutup sewaktu
makan dan menelan atau makanan akan masuk ke dalam laring dan rongga hidung
posterior9.
Laring
Organ ini (kadang-kadang disebut sebagai Adams Apple) terletak di antara akar
lidah dan trakhea.Laring terdiri dari 9 kartilago melingkari bersama dengan ligamentum
dan sejumlah otot yang mengontrol pergerakannya.Kartilago yang kaku pada dinding
laring membentuk suatu lubang berongga yang dapat menjaga agar tidak mengalami
kolaps. Pita suara terletak di dalam laring, oleh karena itu ia sebagai organ pengeluaran
suara yang merupakan jalannya udara antara faring dan laring.Bagian laring sebelah atas
luas, sementara bagian bawah sempit dan berbentuk silinder 9.Fungsilaring,yaitu
mengatur tingkat ketegangan dari pita suara yang selanjutnya mengatur suara.Laring
9
juga menerima udara dari faring diteruskan ke dalam trakhea dan mencegah makanan
dan air masuk ke dalam trakhea.Ketika terjadi pengaliran udara pada trakhea, glotis
hampir terbuka setiap saat dengan demikian udara masuk dan keluar melalui laring
namun akan menutup pada saat menelan. Epiglotis yang berada di atas glottis selain
berfungsi sebagai penutup laringjuga sangat berperan pada waktu memasang intubasi,
karena dapat dijadikan patokan untuk melihat pita suara yang berwarna putih yang
mengelilingi lubang9.
B. Tonsilitis Kronik
Tonsilitis kronis adalah peradangan kronis tonsila palatina lebih dari 3 bulan
setelah serangan akut yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. Mikroabses
pada tonsilitis kronik menyebabkan tonsil dapat menjadi fokal infeksi bagi organ-organ
lain seperti sendi, ginjal, jantung dan lain-lain. Fokal infeksi adalah sumber
bakteri/kuman di dalam tubuh dimana kuman atau produk-produknya dapat menyebar
jauh ke tempat lain dalam tubuh itu dan dapat menimbulkan penyakit4,10.
Kelainan ini hanya menimbulkan gejala ringan atau bahkan tidak ada gejala sama
sekali, tetapi akan menyebabkan reaksi atau gangguan fungsi pada organ lain yang jauh
dari sumber infeksi. Tonsilitis terlihat membesar disertai dengan hiperemi ringan yang
mengenai pilar anterior dan apabila tonsil ditekan keluar detritus4.
1. Etiologi
Tonsilitis kronik yang terjadi pada anak mungkin disebabkan oleh karena sering
menderita infeksi saluran napas atas (ISPA) atau tonsilitis akut yang tidak diobati
dengan tepat atau dibiarkan saja. Tonsilitis kronik disebabkan oleh bakteri yang sama
terdapat pada tonsilitis akut, dan yang paling sering adalah bakteri gram positif.
Staphylococcus alfa merupakan penyebab tersering diikuti Staphylococcus aureus,
Streptococcus beta hemolyticus group A11.
2. Faktor predisposisi
Beberapa faktor timbulnya tonsilitis kronis, yaitu :
-
3. Patofisiologi
10
Fungsi tonsil adalah sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke tubuh kita
baik melalui hidung atau mulut. Kuman yang masuk disitu akan dihancurkan oleh
makrofag yang merupakan sel-sel polimorfonuklear. Jika tonsil berulang kali terkena
infeksi akibat dari penjagaan hygiene mulut yang tidak memadai serta adanya faktorfaktor lain,maka pada suatu waktu tonsil tidak bisa membunuh semua kuman
kumannya, akibatnya kuman yang yang bersarang di tonsil akan menimbulkan
peradangan tonsil yang kronik.pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil
berubah menjadi sarang infeksi atau fokal infeksi5,11.
Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih kripte tonsil. Karena proses
radang berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada
proses penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini
akan mengerut sehingga kripta akan melebar.
Secara klinis kripte ini akan diisi oleh detritus (akumulasi sel yang mati, sel
leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi kripte berupa eksudat bewarna putih
kekuningan). Proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul
perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsilaris. Sewaktu-waktu kuman bisa
menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada keadaan imun yang menurun12.
4. Manifestasi klinis
Gejala tonsilits kronis dibagi menjadi 1) gejala lokal, yang bervariasi dari rasa
tidak enak di tenggorok, sakit tenggorok, sulit sampai sakit menelan; 2) gejala sistemis,
berupa rasa tidak enak badan atau malaise, nyeri kepala, demam subfebris, nyeri otot
dan persendian; 3) gejala klinis tonsil dengan debris di kriptenya (tonsilitis folikularis
kronis), udem atau hipertrofi tonsil (tonsilitis parenkimatosa kronis), tonsil fibrotik dan
kecil (tonsilitis fibrotik kronis), plika tonsilaris anterior hiperemis dan pembengkakan
kelenjar limfe regional5,11.
5. Terapi
a. Medikanmentosa
Terapi tonsilitis kronis dapat diatasi dengan menjaga higiene mulut yang baik,
obat kumur, dan obat.
Pengobatan tonsilitis kronis dengan menggunakan antibiotik oral perlu
diberikan selama sekurangnya 10 hari.Antibiotik yang dapat diberikan adalah
golongan penisilin atau sulfonamida, namun bila terdapat alergi penisilin dapat
diberikan eritromisis atau klindamisin4.
b. Operatif
11
status
fisik
dengan
klasifikasi
ASA
(American
Society
Anesthesiology):
ASA I
ASA II
ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas harian
terbatas. Angka mortalitas 38%.
ASA IV : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa, tidak
selalu sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi organ,
angina menetap. Angka mortalitas 68%.
ASA V
ASA VI : Pasien mati otak yang organ tubuhnya akan diambil (didonorkan)6
Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) terdiri dari kegawatan
otak, jantung, paru, ibu dan anak.
a.
I.
Anamnesis
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
II.
Pemeriksaan Fisik
14
1.
2.
Tinggi dan berat badan. Untuk memperkirakan dosis obat, terapi cairan
yang diperlukan, serta jumlah urin selama dan sesudah pembedahan.
4.
5.
ii.
iii.
iv.
6.
7.
8.
9.
III.
Lab rutin :
1.
2.
3.
4.
EKG
1.
2.
3.
4.
5.
AGD, elektrolit.
b. Premedikasi Anestesi
Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi.Adapun tujuan dari
premedikasi antara lain :1,2
a. memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.
b. menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam
c. membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam
d. memberikan analgesia, misal : fentanyl, pethidin
e. mencegah muntah, misal : droperidol, ondansentron
f. memperlancar induksi, misal : pethidin
g. mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin
h. menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : tracurium, sulfas atropin.
i. mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropin dan hiosin.
Premedikasi diberikan berdasar atas keadaan psikis dan fisiologis pasien yang
ditetapkan setelah dilakukan kunjungan prabedah. Dengan demikian maka pemilihan
obat premedikasi yang akan digunakan harus selalu dengan mempertimbangkan umur
pasien, berat badan, status fisik, derajat kecemasan, riwayat pemakaian obat anestesi
sebelumnya, riwayat hospitalisasi sebelumnya, riwayat penggunaan obat tertentu yang
berpengaruh terhadap jalannya anestesi, perkiraan lamanya operasi, macam operasi,
dan rencana anestesi yang akan digunakan2.
c. Obat-obatan Premedikasi
Pada kasus ini digunakan obat premedikasi1,2,3 :
a. Fentanil
Fentanil merupakan salah satu preparat golongan analgesik opioid dan
termasuk dalam opioid potensi tinggi dengan dosis 100-150 mcg/kgBB, termasuk
sufentanil (0,25-0,5 mcg/kgBB).Bahkan sekarang ini telah ditemukan remifentanil,
suatu opioid yang poten dan sangat cepat onsetnya, telah digunakan untuk
meminimalkan depresi pernapasan residual.Opioid dosis tinggi yang deberikan selama
operasi dapat menyebabkan kekakuan dinding dada dan larynx, dengan demikian
16
agen pilihan untuk operasi bagi pasien rawat jalan. Obat ini juga efektif dalam
menghasilkan sedasi berkepanjangan pada pasien dalam keadaan kritis. Penggunaan
propofol sebagai sedasi pada anak kecil yang sakit berat (kritis) dapat memicu
timbulnya asidosis berat dalam keadaan terdapat infeksi pernapasan dan kemungkinan
adanya skuele neurologik2,3.
Pemberian propofol (2mg/kg) intravena menginduksi anestesi secara cepat.
Rasa nyeri kadang-kadang terjadi di tempat suntikan, tetapi jarang disertai plebitis
atau trombosis. Anestesi dapat dipertahankan dengan infus propofol yang
berkesinambungan dengan opiat, N2O dan/atau anestetik inhalasi lain1,3.
Propofol dapat menyebabkan turunnya tekanan darah yang cukup berarti
selama
induksi
anestesi
karena
menurunnya
resitensi
arteri
perifer
dan
venodilatasi.Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini
disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung. Tekanan
sistemik kembali normal dengan intubasi trakea.
Setelah pemberian propofol secara intravena, waktu paruh distribusinya adalah
2-8 menit, dan waktu paruh redistribusinya kira-kira 30-60 menit. Propofol cepat
dimetabolisme di hati 10 kali lebih cepat daripada thiopenthal pada tikus. Propofol
diekskresikan ke dalam urin sebagai glukoronid dan sulfat konjugat, dengan kurang
dari 1% diekskresi dalam bentuk aslinya. Klirens tubuh total anestesinya lebih besar
daripada aliran darah hepatik, sehingga eliminasinya melibatkan mekanisme
ekstrahepatik selain metabolismenya oleh enzim-enzim hati. Propofol dapat
bermanfaat bagi pasien dengan gangguan kemampuan dalam memetabolisme obatobat anestesi sedati yang lainnya. Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran
darah ke otak, metabolisme otak dan tekanan intrakranial akan menurun. Keuntungan
propofol karena bekerja lebih cepat dari tiopental dan konvulsi pasca operasi yang
minimal.
Propofol merupakan obat induksi anestesi cepat. Obat ini didistribusikan cepat
dan dieliminasi secara cepat. Hipotensi terjadi sebagai akibat depresi langsung pada
otot jantung dan menurunnya tahanan vaskuler sistemik. Propofol tidak mempunyai
efek analgesik. Dibandingkan dengan tiopental waktu pulih sadar lebih cepat dan
jarang terdapat mual dan muntah. Pada dosis yang rendah propofol memiliki efek
antiemetik1.
18
golongan
ini
menghambat
transmisi
neuromuscular
sehingga
menimbulkan kelumpuhan pada otot rangka. Menurut mekanisme kerjanya, obat ini
dibagi menjadi 2 golongan yaitu obat penghambat secara depolarisasi resisten,
misalnya suksinil kolin, dan obat penghambat kompetitif atau nondepolarisasi, misal
kurarin.
Dalam anestesi umum, obat ini memudahkan dan mengurangi cedera tindakan
laringoskopi dan intubasi trakea, serta memberi relaksasi otot yang dibutuhkan dalam
pembedahan dan ventilasi kendali1,2.
Obat pelumpuh otot yang digunakan dalam kasus ini adalah :
Atracurium besilat (tracrium)
Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang relatif baru yang
mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman Leontice
19
Nampaknya
atracurium dapat menjadi obat terpilih untuk pasien geriatrik atau pasien dengan
penyakit jantung dan ginjal yang berat1,2.
Kemasan dibuat dalam 1 ampul berisi 5 ml yang mengandung 50 mg
atracurium besilat. Stabilitas larutan sangat bergantung pada penyimpanan pada suhu
dingin dan perlindungan terhadap penyinaran.
Dosis intubasi : 0,5 0,6 mg/kgBB/iv
Dosis relaksasi otot : 0,5 0,6 mg/kgBB/iv
Dosis pemeliharaan : 0,1 0,2 mg/kgBB/ iv
g. Intubasi Nasal
Suatu tindakan memasukkan pipa khusus ke dalam trakea, sehingga jalan nafas
bebas hambatan dan nafas mudah dikendalikan. Intubasi trakea bertujuan untuk :1
a. Mempermudah pemberian anestesi.
b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas.
c. Mencegah kemungkinan aspirasi lambung.
d. Mempermudah penghisapan sekret trakheobronkial.
e. Pemakaian ventilasi yang lama.
f. Mengatasi obstruksi laring akut.
h. Terapi Cairan
Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus mendekati
jumlah dan komposisi cairan yang hilang.Terapi cairan perioperatif bertujuan untuk1.
a. Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama operasi.
20
b. Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang diberikan.
Pemberian cairan operasi dibagi :
a. Pra operasi
Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa, muntah,
penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti pada
ileus obstruktif, perdarahan, luka bakar dan lain-lain. Kebutuhan cairan untuk
dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kg BB / jam. Setiap kenaikan suhu 10 Celcius
kebutuhan cairan bertambah 10-15 %.
b. Selama operasi
Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan cairan
pada dewasa untuk operasi :
Ringan = 4 ml/kgBB/jam.
Sedang= 6 ml/kgBB/jam
Berat
= 8 ml/kgBB/jam.
21
sangat luas pemakaiannya, termasuk untuk orang dewasa. Sedangkan untuk regional
anestesi digunakan skor Bromage1,6.
Aktivitas
motorik
Kriteria
Mampu menggerakkan ke-4 ekstremitas atas
Skor
2
Respirasi
Sirkulasi
Kesadaran
Warna kulit
Apneu/tidak bernafas
Tekanan darah berbeda 20% dari semula
Pucat
Sianosis
Kriteria
Kesadaran
Bangun
Respon terhadap stimuli
Tak ada respon
2
Jalan napas Batuk atas perintah atau menangis
Mempertahankan jalan nafas dengan baik
Perlu bantuan untuk mempertahankan jalan nafas
3
Gerakan
Menggerakkan anggota badan dengan tujuan
Gerakan tanpa maksud
Tidak bergerak
Steward score 5 boleh dipindah ruangan.
22
Skor
2
1
0
2
1
0
2
1
0
Kesadaran
Jalan napas
Aktifitas
Kriteria
Sadar penuh, membuka mata, berbicara
Tidur ringan
Tidak bergerak
Skor
4
3
perkembangan
Muntah, mual pusing minimal
Tidak ada sesak nafas, stridor, dan
Kesadaran
mendengkur
Alert, orientasi tempat, waktu, dan orang
BAB IV
PEMBAHASAN
23
2
1
3
2
1
0
2
1
0
Dari hasil kunjungan pra anestesi baik dari anamnesis, pemeriksaan fisik akan dibahas
masalah yang timbul, baik dari segi medis, bedah maupun anestesi.
Pasien, An. TMN, 16 tahun datang ke ruang operasi untuk menjalani operasi
tonsilektomi pada tanggal 12 Oktober 2015 dengan diagnosis pre operatif tonsilitis kronis.
Persiapan operasi dilakukan pada tanggal 11 Oktober 2015. Dari anamnesis terdapat keluhan
nyeri tenggorokan yang kambuh-kambuhan dirasakan sejak 6 bulan terakhir dan bertambah
berat sejak 3 hari yang lalu. Karena sering kambuh, dokter menganjurkan untuk dilakukan
operasi tonsilektomi. Pemeriksaan fisik dari tanda vital didapatkan tekanan darah 120/80
mmHg; nadi 82x/menit; respirasi 18x/menit; suhu 36,8OC. Dari pemeriksaan laboratorium
hematologi yang dilakukan tanggal 12 Oktober 2015 dengan hasil: Hb 11,8 g/dl; golongan
darah A+; ureum 23 mg/dl; kreatinin 0,9 mg/dl; SGOT 26 U/L; SGPT 16 U/L; GDS 79 mg/dL
dan HBsAg(-). Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
disimpulkan bahwa pasien masuk dalam ASA I.
Sebelum dilakukan operasi pasien dipuasakan selama 6-8 jam. Tujuan puasa untuk
mencegah terjadinya aspirasi isi lambung karena regurgitasi atau muntah pada saat
dilakukannya tindakan anestesi akibat efek samping dari obat- obat anastesi yang diberikan
sehingga refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Penggantian puasa juga harus
dihitung dalam terapi cairan ini yaitu 6x maintenance.
Operasi Tonsilektomi dilakukan pada tanggal 12 Oktober 2015. Pasien dikirim dari
bangsal Shafa. Pasien masuk keruang OK 2 pada pukul 13.30 dilakukan pemasangan NIBP
dan O2 dengan hasil TD 122/76 mmHg; Nadi 75 x/menit, dan SpO2 100%. Dilakukan injeksi
Ondansentron 4 mg dan Ketorolac 30 mg. Penggunaan premedikasi pada pasien ini betujuan
untuk menimbulkan rasa nyaman pada pasien dan mempermudah induksi dengan
menghilangkan rasa khawatir. Karena dilakukan operasi tonsilektomi, maka dokter anestesi
memilih untuk dilakukan intubasi nasal agar tidak mengganggu operator sepanjang operasi
dilakukan dan supaya pasien tetap dianestesi dan dapat bernafas dengan adekuat.
Pasien disungkupkan dengan sungkup muka yang telah terpasang pada mesin anestesi
yang menghantarkan gas (serorane) dengan ukuran 2vol% dengan oksigen dari mesin ke jalan
napas pasien sambil melakukan bagging selama kurang lebih 2 menit untuk menekan
pengembangan paru dan juga menunggu kerja dari pelemas otot sehingga mempermudah
dilakukannya pemasangan endotrakheal tube. Penggunaan sevofluran disini dipilih karena
pulih dari anestei lebih cepat dibandingkan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak
24
merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk induksi. Efek terhadap kardiovaskular pun
cukup stabil dan jarang menyebabkan aritmia. Belum ada laporan toksik terhadap hepar.
Setelah pemberian dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan.
Setelah pasien di intubasi dengan mengunakan endotrakheal tube, maka dialirkan
sevofluran 2 vol%, oksigen sekitar 20 ml/menit sebagai anestesi rumatan. Ventilasi dilakukan
dengan bagging dengan laju napas 20 x/ menit. Sesaat setelah operasi selesai gas anestesi
diturunkan untuk menghilangkan efek anestesi perlahan-lahan dan untuk membangunkan
pasien. Juga diharapkan agar pasien dapat melakukan nafas spontan menjelang operasi hampir
selesai.
Operasi selesai tepat jam 14:30 WIB. Lalu mesin anestesi diubah ke manual supaya
pasien dapat melakukan nafas spontan. Gas sevo dihentikan karena pasien sudah nafas
spontan dan adekuat. Kemudian dilakukan ekstubasi endotracheal secara cepat untuk
menghindari penurunan saturasi lebih lanjut.
Total cairan yang diberikan pada pasien ini sejumlah 750 cc Ringer Laktat. Perdarahan
pada operasi ini kurang lebih 25 cc. Pada pukul 14.35 WIB, setelah selesai pembedahan
dilakukan pemberian Drip Fentanyl 100mg, Ondansetron 4mg didalam RL 500cc.
Pada pukul 14.30 WIB, pembedahan selesai dilakukan, dengan pemantauan akhir TD
121/70mmHg; Nadi 85x/menit, dan SpO2 99%. Pembedahan dilakukan selama 30 menit
dengan perdarahan 25 cc. Pasien kemudian dibawa ke ruang pemulihan (Recovery Room).
Selama di ruang pemulihan, jalan nafas dalam keadaan baik, pernafasan spontan dan adekuat
serta kesadaran composmentis. Tekanan darah selama 15 menit pertama pasca operasi stabil
yaitu 118/70 mmHg.
25
Meningkatnya laju metabolisme tubuh karena radang, dimana kebutuhan cairan dapat
meningkat, sehingga pasien dapat mengalami dehidrasi. Tanda-tanda radang dapat dilihat dari
suhu maupun angka leukosit. Pada pasien ini suhu tubuh tidak mengalami peningkatan dan
angka leukosit masih dalam batas normal. Hal ini mungkin disebabkan karena pasien
sebelumnya sudah menerima terapi antibiotik oleh teman sejawat lain sebelum memutuskan
untuk periksa ke RSUD SIAK.
B. PERMASALAHAN DARI SEGI ANESTESI
1.
Macam dan dosis obat anestesi yang bagaimana yang sesuai dengan keadaan
umum penderita.
Pemasangan infus untuk terapi cairan sejak pasien masuk RS. Pada pasien ini
diberikan cairan Ringer Laktat 20 tetes per menit, terhitung sejak pasien mulai
puasa hingga masuk ke ruang operasi. Puasa paling tidak 6 jam untuk
mengosongkan lambung, sehingga
Persiapan kantung darah sebagai persiapan bila terjadi perdarahan durante atau
post operasi
Jenis anestesi yang dipilih adalah general anestesi karena pada kasus ini
diperlukan hilangnya kesadaran, rasa sakit, amnesia dan mencegah resiko
aspirasi. Teknik anestesinya semi closed inhalasi dengan pemasangan
endotrakheal tube.
Selama operasi dipasang ET teknik cepat.
2. Premedikasi
a. Sebagai antiemetic pada pasien diberikan ondansentron 4 mg iv
b. Untuk mengurangi rasa sakit pra bedah dan pasca bedah maka diberikan fentanyl
100mcg I.V.
3. Induksi
a.
induksi yang cepat, dengan distribusi dan eliminasi yang cepat. Selain itu juga propofol dapat
menghambat transmisi neuron yang hancur oleh GABA. Obat anestesi ini mempunyai efek
kerjanya yang cepat dan dapat dicapai dalam waktu 30 detik.
b.
BAB V
28
KESIMPULAN
Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang
melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi pasien
dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat mengantisipasinya.
Pada makalah ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi umum pada operasi
tonsilektomi pada penderita perempuan, usia 16 tahun, status fisik ASA I, dengan diagnosis
tonsilitis kronik yang dilakukan teknik anestesi semi closed dengan SCCS NTT no 6,5 cuff
(+) respirasi spontan.
Untuk mencapai hasil maksimal dari anestesi seharusnya permasalahan yang ada
diantisipasi terlebih dahulu sehingga kemungkinan timbulnya komplikasi anestesi dapat
ditekan seminimal mungkin.
Dalam kasus ini selama operasi berlangsung tidak ada hambatan yang berarti baik dari
segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruang pemulihan juga tidak terjadi
hal yang memerlukan penanganan serius.
Secara umum pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi berlangsung dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
29
&
reanimasi.2010.
Panduan
Kepaniteraan
Klinik
Anestesiologi.
6. Handoko, Tony. 1995. Anestetik Umum. Dalam :Farmakologi dan Terapi FKUI, edisi
ke- 4. Jakarta:Gaya baru.
7. Latief, S, dkk. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi, edisi kedua. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI
8. Mansjoer A, Suprohaita, dkk. 2002. Ilmu Anestesi. dalam: Kapita Selekta Kedokteran
FKUI. Jilid 2. edisi ketiga. Jakarta:Media Aesculapius
9. Better Health Channel.2011. Tonsillitis Explaioverment of vixtoria, Australia.
http :/ / betterhealth.vic.gov.au/bhcv2/bhcarticles.
10. NHS.2010. Tonsillitis. http://www.nhs.uk/conditions/tonsillitis.
11. Lauro, Joseph.2011. Tonsillitis. Lautheran Emergency Medicine Medical Centre.
http:/ /www.emedicinehealth.com/tonsillitis/article_em.htm.
30