Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

GANGGUAN TIC
Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya
Lab/SMF Ilmu Kesehatan Jiwa FK Universitas Jember - RSD dr.Soebandi Jember

Oleh:
Ayu Waica Pratiwi (102011101018)
Thoriqotil Haqqul Mauludiyah (102011101061)

Pembimbing:
dr. Justina Evy Tyaswati, Sp.KJ
dr. Alif Mardijana, Sp.KJ

SMF ILMU KESEHATAN JIWA


RSD dr. SOEBANDI JEMBER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER
2015

BAB I
PENDAHULUAN

Tik didefinisikan sebagai kontraksi otot berulang dan cepa


t y a n g m e n g h a s i l k a n gerakan atau vokalisasi yang dirasakan sebagai
sesuatu yang involuntar. Anak dan remaja bisa menunjukkan perilaku
tik yang terjadi setelah suatu stimulus atau sebagai respon terhadap
dorongan internal.
Gangguan

tik

merupakan

kelompok

gangguan

neuropsikiatrik yang umumnya dimulai pada masa kanak atau remaja


dan dapat konstan atau memburuk- membaik sepanjang waktu. Meskipun tik
tidak atas keinginan sendiri, pada beberapa orang, tik dapat ditekan untuk
suatu periode waktu. Gangguan tik yang paling luas diketahui
dan paling berat adalah sindrom Gilles de la Tourette, juga dikenal sebagai gangguan
Tourette.

BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Tic adalah suatu gerakan motorik (yang lazimnya mencakup
suatu kelompok otot khas tertentu) yang tidak di bawah
pengendalian, berlangsung cepat, dan berulang-ulang, tidak
berirama, ataupun suatu hasil vocal yang timbul mendadak dan
tidak memiliki tujuan yang nyata. Tic terbagi menjadi tic motorik
dan tic vocal. Tic jenis motorik dan jenis vocal mungkin dapat
dibagi dalam golongan yang sederhana dan yang kompleks,
sekalipun penggarisan batasannya kurang jelas.
Tic seringkali terjadi sebagai fenomena tunggal namun tidak
jarang

disertai

variasi

gangguan

emosional

yang

luas,

khususnya, fenmena obsesi dan hipokondrik. Namun ada pula


beberapa hambatan perkembangan khas disertai tic. Tiidak
terdapat garis pemisah yang jellas antara gangguan Tic
dengan berbagai gangguan emosional dan gangguan emosional
disertai tic. Diagnosisnya mencerminkan gangguan utamanya.
2.2. Epidemiologi
Sebuah komunitas,

yang

berbasis

penelitian

besar

menunjukkan bahwa lebih dari 19% dari anak-anak usia sekolah


memiliki gangguan tic. Anak-anak dengan gangguan tic dalam
penelitian yang biasanya terdiagnosis. Sebanyak 1 dalam 100
orang mungkin mengalami beberapa bentuk gangguan tic,
biasanya sebelum masa pubertas. Tourette sindrom adalah
ekspresi lebih parah dari spektrum gangguan tic, yang dianggap
disebabkan oleh kerentanan genetik yang sama. Perilaku tic
umum di kalangan anak-anak usia sekolah. Anak laki-laki dua kali
lebih mungkin akan terpengaruh oleh gangguan tic berbanding
perempuan.

2.3. Etiologi
Beberapa etiologi terjadinya tic disebabkan antara lain karena:
1. Ada pengalaman yang menakutkan dan menimbulkan panic, trauma mental
dan shock emosional, lalu berusaha meredusi dan menghilangkan
pengalaman yang pahit tersebut dengan melakukan Tic
2. Beberapa iritasi organis dan stimulus lingkungan tertentu dan terjadi
pengulangan tingkah laku tersebut maka timbul pola kebiasaan
3. Ada ide-ide tertentu yang menyebabkan orang mengadakan peniruan,
kemudian imitasi ini menjadi kuat dan mendominir satu kelompok dan
syaraf, ide itu jadi kebiasaan
4. Tic diyakini hasil dari disfungsi tripartit dalam sistem saraf pusat. Teknik
Imaging telah menjelaskan ganglia basal dan korteks frontal dalam
patogenesis sindrom Tourette's. Kedua sumber abnormalitas diperkirakan
tidak pantas menjadi peraturan neurotransmiter, terutama dopamin bukti
kuat menunjukkan kelebihan dopamin atau supersensitivity dari dopamin
postsynaptic reseptor adalah mekanisme yang mendasari pathophysiologic's
sindrom Tourette
5. Herediter/diwariskan(inherited)
a. Distoniatorsi
b. Neuroakantosis
c. Penyakit Huntington
d. Penyakit Wilson
6. Didapatkan/diperoleh (acquired)
a. Infeksi (misalnya choreasydenham, ensefalitis).
b. Obat-obatan, misalnya oleh: Stimulan, Levodopa, Antikonvulsan
c.
d.
e.
f.

(karbamazepin, lamotrigin), Neuroleptik


Pertumbuhan/perkembangan (developmental)
Stroke
Toksin (misalnya karbonmonoksida)
Trauma kepala

2.4. Kriteria menurut DSM IV


1. Baik beberapa motor dan satu atau lebih vokal tics telah
hadir di beberapa waktu selama sakit, meskipun tidak selalu
bersamaan

2. Tics terjadi berkali-kali sehari (biasanya dalam serangan)


hampir setiap hari atau sebentar-sebentar selama jangka
waktu lebih dari satu tahun, dan selama periode ini tidak
pernah ada periode bebas tic lebih dari tiga bulan berturut
3. Gangguan menyebabkan distress yang ditandai atau
penurunan yang signifikan dalam sosial, pekerjaan atau
lainnya penting bidang berfungsi
4. Onset adalah sebelum usia 18 tahun
5. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung
dari suatu zat (misalnya, stimulan) atau kondisi medis
umum.
2.5. Klasifikasi
1. Gangguan Tic Transien
Satu atau beberapa motor dan / atau vokal tics. Tic ini
terjadi

berkali-kali

sehari,

hampir

setiap

hari

selama

sedikitnya 4 minggu, tetapi tidak lebih dari 12 bulan


berturut-turut.

Onset

adalah

sebelum

usia

18

tahun.

Gangguan ini bukan karena efek fisiologis zat atau kondisi


medis umum. Kriteria tidak pernah bertemu untuk gangguan
Tourette atau motor kronis atau Vocal Tic Disorder
2. Gangguan Tic Kronis
Disebut juga vokal Motor tunggal atau beberapa atau tics
vokal hadir beberapa waktu selama penyakit. Tic terjadi
beberapa kali sehari hampir setiap hari atau sebentarsebentar selama jangka waktu lebih dari satu tahun dan
selama periode ini tidak pernah ada periode tic-bebas lebih
dari 3 bulan berturut-turut. Onset adalah sebelum usia 18
tahun. Gangguan ini bukan karena efek fisiologis zat atau
kondisi medis umum. Kriteria tidak pernah bertemu untuk
gangguan Tourette

3. Sindroma Tourette
5

Gangguan Tourette Kehadiran kedua motor berganda dan


satu atau tics vokal lebih selama sakit. Tic ini terjadi berkalikali sehari hampir setiap hari atau sebentar-sebentar selama
jangka waktu lebih dari satu tahun dan selama periode ini
tidak pernah ada periode tic-bebas lebih dari 3 bulan
berturut-turut.

Onset

adalah

sebelum

usia

18

tahun.

Gangguan ini bukan karena efek fisiologis zat atau kondisi


medis umum.
Terdapat gangguan

penyampaian

syaraf

dalam

bahan

kimiawi otak yang menyebabkan gangguan atau perilaku


tak wajar dari penderita yang kerap disebut ticks. Penyakit
ini

cukup

banyak

ditemukan,

dan

diantaranya

mempengaruhi 1 dari 100 orang dari berbagai lapisan


masyarakat, bangsa maupun ras.
ADHD; sindroma Tourette
Memang, sebagian besar anak ADHD dan kelainan obsesif
kompulsif juga menderita sindroma Tourette. Namun, bukan
berarti

sindroma

Tourette

merupakan

penyakit

yang

berkaitan dengan inteligensia atau keterbelakangan mental.


Gangguan ini murni akibat kelainan proses penyampaian
perintah oleh neurotransmitter dalam otak.
Tak ada kaitan dengan kemampuan ingatan
kecerdasan.

Kebanyakan

kekurangan

anak

maupun
sindroma

Tourette di bidang akademis ini disebabkan karena ia


mengalami masalah sosial dengan lingkungan sekolah.
Beberapa literatur menyebutkan, kelainan sindroma Tourette
bisa didapat secara genetik atau keturunan. Keturunan yang
dimaksud tak harus didapat langsung dari ayah atau ibu,
namun bisa didapat secara riwayat keluarga. Maka, dokter
juga akan menelusuri riwayat keluarga untuk menegakkan
diagnosa. Selain keturunan, tic juga bisa didapat akibat
infeksi penyakit. Misalnya, saat masih bayi pernah terinfeksi

bakteri streptococcus haemolyticus grup A. Bakteri ini


memiliki protein yang sama dengan protein di area basal
ganglia di otak pengatur gerakan. Akibatnya, antibodi yang
dibentuk untuk menghalau bakteri ini dapat menyerang area
itu, yang menghasilkan gerakan-gerakan tak terkontrol.
Beberapa kondisi berkaitan dengan persalinan juga dapat
menambah peluang terjadinya sindroma Tourette, dengan
riwayat keluarga pembawa gen sindroma Tourette. Misalnya,
hipoksia akibat persalinan macet, berat badan lahir rendah,
cedera

otak

akibat

persalinan

tak

lancar,

ibu

yang

mengalami mual-muntah berat, mengonsumsi alkohol, kopi,


dan merokok berlebihan di trimester pertama.
4. Tic Disorder NOS
Gangguan Tic Dinyatakan Tidak Ditentukan Kategori ini
adalah untuk gangguan dicirikan oleh tics yang tidak
memenuhi kriteria untuk Tic Disorder tertentu. Contohnya
termasuk tics yang berlangsung kurang dari 4 minggu atau
tics dengan onset setelah usia 18 tahun

Gambar 1. Gangguan Tic

Gambar 2. Sindrom Tourette

Gambar 3. Gangguan Tic

Gambar 4. Autisme

2.6. Tanda dan Gejala


Gejala diawali saat kanak-kanak dan remaja, seperti gerakan
kedipan

mata,

menggerakan

kepala

tanpa

sebab

atau

menghentak-hentakkan kaki. Beberapa contoh untuk gangguan


vokal misalnya berdehem, mendecakkan lidah, menjerit atau
merintih.

Orang

cenderung

mengira,

penderita

tic-tourette

cenderung meneriakkan kata-kata kurang sopan setiap saat.


Padahal itu hanya sedikit gejala saja yang dialami oleh sebagian
penderita, disebut dengan coprolalia. Kasus yang lebih sering
adalah penderita cenderung mengucapkan kata-kata yang sama
setiap saat, dinamakan echolalia.
Ciri khas terpenting yang membedakan tic dari gangguan
motorik lainnya ialah gerakan yang mendadak, cepat, sekejab
dan terbatasnya gerakan, tanpa bukti gangguan neurologis yang
mendasari;

sifatnya

yang

berulang-ulang

(biasanya)

terhenti saat tidur; dan mudahnya gejala itu ditimbulkan kembali


atau ditekan dengan kemauan. Kurang beriramanya tic itu
yang membedakannya dari gerakan yang sterotipik berulang
yang tampak pada beberapa kasus autism dan retardasi mental.
Akivitas motorik manneristik yang tampak pada gangguan ini

cenderung mencakup gerakan yang lebih rumit dan lebih


bervariasi daripada gejala tic. Gerakan obsesif kompulsiif
sering memnyerupa tic yang kompleks namun berbeda karena
bentuknya cenderung ditentukan oleh tujuannya (misalnya
menyentuh atau memutar benda secara berulang) dari pada oleh
kelompok otot yang terlibat; walaupun demikian acapkali sulit
juga untuk membedakannya.
2.7. Pemeriksaan Penunjang
Neuropathological dan

studi

neurokimia

berimplikasi

kelainan pada ganglia basal dan sirkuit CSTC dalam patogenesis


TS. Pada MRI volumetrik, individu dengan TS memiliki volume
berekor lebih kecil dari kontrol normal. Berkurangnya volume
berekor pada anak-anak dengan TS telah dikaitkan dengan
keparahan

tic

dan

OCD

meningkat

di

masa

dewasa.

Neuroimaging fungsional telah mengungkapkan peningkatan


aktivasi korteks frontal dan berekor selama supresi tics yang
disengajakan. Peningkatan aktivasi pada cortex frontal dan
nucleus

caudate

berkorelasi

dengan

aktivitas

penurunan

putamen, globus, pallidus, dan talamus. Positron studi tomografi


emisi di TS telah menunjukkan peningkatan reseptor dopamin
striatal dan kepadatan transporter dan pelepasan dopamin
meningkat akibat amfetamin di putamen tersebut.
2.8. Tata Laksana
Belum ditemukan pengobatan yang dapat menyembuhkan
penyakit ini, namun metode terapi dan relaksasi ditemukan
banyak membantu penderita mengurangi ticks mereka.
Sejak beberapa dekade yang lalu, haloperidol sering digunakan sebagai obat
untuk mengendalikan gejala pada penderita sindrom Tourette, tetapi beberapa efek
samping yang ditimbulkan telah menurunkan frekuensi penggunaan obat tersebut.
Farmakoterapi lainnya antara lain penggunaan pimozide, clonazepam, dan
clonidine (Brown & Sammons, 2002, Robertson, 2000). Sebuah penelitian

10

memprediksi bahwa 70% penderita sindrom Tourette akan mengalami


pengurangan gejala saat penderita memasuki usia remaja akhir, dan 30%-40%
penderita akan mengalami kesembuhan total saat melewati usia dewasa akhir
(Dhamayanti, dkk., 2004), namun gejala dapat muncul kembali ataupun menjadi
semakin parah akibat stressor-stresor psikologis. Penelitian lainnya menyebutkan
bahwa mayoritas penderita sindrom Tourette dapat hidup tanpa terapi obat
(Dhamayanti, dkk., 2004). Asumsi-asumsi tersebut dapat menjadi dasar bagi
penggunaan psikoterapi sebagai salah satu penunjang bagi penderita sindrom
Tourette untuk dapat mengoptimalkan potensinya dan hidup dengan cara-cara
yang adaptif.
Psikoterapi untuk Tic dan Sindrom Tourette
Tujuan utama dari psikoterapi untuk penderita sindrom
Tourette adalah agar ia mampu mengembangkan strategi koping
yang positif. Beberapa pendekatan terapi yang memungkinkan
untuk diterapkan pada penderita sindrom Tourette antara lain
adalah sebagai berikut:
a. Pendekatan Kognitif Behavioral Habit Reversal (Wilhelm, dkk., 2003,
Piacentini,

2004).

Komponen-komponen

utama

pendekatan ini adalah:


Latihan kesadaran (awareness training)
Pemantauan
diri
(self-monitoring),

dari

misalnya

menghitung sebelum terjadinya gejala


Latihan
relaksasi,
misalnya
relaksasi

otot,

pernapasan, imajinasi, dsb. setiap hari selama 1015 menit, dan dipraktekkan selama 1-2 menit

setiap muncul kecemasan atau setelah muncul tics


Prosedur melawan respon. Memikirkan respon
tertentu yang inkompatibel dengan tic, berlawanan
dengan gerakan,

dapat dipertahankan

selama

beberapa menit, memunculkan tekanan otot yang


sama dengan yang terjadi saat gerakan tic muncul,

11

tidak terlalu mencolok, serta menguatkan otot

yang antagonis dengan tic


Manajemen kontingensi. Terapis menginstruksikan
keluarga klien untuk memberikan komentar berupa
penghargaan jika klien menunjukkan kemajuan dan

terus mengingatkan jika klien lupa untuk berlatih


Klien diikutsertakan dalam aktivitas-aktivitas

menyenangkan yang sudah mulai jarang dilakukan


Review
ketidaknyamanan,
berisi
reviu
ketidaknyamanan,

rasa

malu,

serta

kesulitan-

kesulitan klien yang diakibatkan oleh munculnya


gejala.
b. Psikoterapi Suportif (Wilhelm, dkk., 2003)
Terapi ini lebih mengarah pada pendekatan humanistik
(khususnya Gestalt) di mana terapis diharapkan untuk
tidak bersikap direktif, dan penderita sindrom Tourette
memfokuskan diri pada pengalaman-pengalamannya,
merefleksikan
perasaannya

serta
terkait

mengekspresikan
dengan

cara

hidup

perasaandan

cara

menyelesaikan masalah.
c. Hipnoterapi (Kohen & Botts, 1987)
Penderita sindrom Tourette

dilatihkan

bagaimana

menghipnosis diri sendiri dalam rangka mengendalikan


kebiasaan, gejala

fisik, dan kondisi-kondisi lainnya.

Hipnoterapi juga menggunakan teknik-teknik relaksasi


dan imajinasi, sebagaimana yang sering dilakukan pada
meditasi.
Dalam keadaan terhipnosis, terapis memberi sugesti
yang mengarah pada perubahan perilaku, penurunan
kecemasan, dan intensitas gejala.
d. Teknik-teknik berbasis Psikoanalisis (Bruun, dkk., 1994)
12

Ketidakmampuan

dalam

mengendalikan

tubuh

dan

pikiran sendiri seringkali menjadi sumber kecemasan,


ketakutan,
kemarahan,

rasa

bersalah,

dan

depresi.

rasa

tidak

Sebagian

berdaya,
penderita

menghadapinya dengan menarik diri, dan sebagian lagi


dengan agresivitas. Reaksi sosial yang negatif pun
seringkali tak terhindarkan. Harga diri dan kepercayaan
diri menjadai permasalahan yang umum pada penderita
sindrom Tourette, sebagaimana yang sering dialami oleh
pasien

dengan

penyakit-penyakit

kronis.

Terapi

psikoanalisis lebih memfokuskan pada permasalahanpermasalahan seputar penerimaan diri.


e. Terapi keluarga (Bruun, dkk., 1994)
Sebagai gangguan yang kronis, sindrom Tourette juga
berdampak

pada

keluarga

penderita.

Orang

tua

seringkali harus menghadapi saat-saat sulit ketika anak


menunjukkan gejala. Permasalahan yang muncul dalam
keluarga dapat berupa:
Rasa bersalah orang tua atas kelainan genetic
Sulitnya bagi anggota keluarga untuk mengetahui
gejala-gejala yang mana yang dapat dan yang

tidak dapat dikendalikan


Ketidakadilan yang dipersepsi oleh saudara baik

itu adik maupun kakak dari penderita


Relasi yang memburuk antara suami istri

Terapi

keluarga

hendaknya

difokuskan

pada

peran

penderita sindrom Tourette dalam keluarga, dimana ia


sering menerima perlakuan-perlakuan sebagai berikut:

Overproteksi dari orang tua/anggota keluarga


Dihukum
Tidak dipahami perasaan/pikirannya
Dianggap sebagai sumber aib

13

Terapis berfungsi sebagai fasilitator bagi keluarga agar


dapat

belajar

menerima

anggota

keluarga

dengan

sindrom Tourette, sehingga ia dapat merasa aman dan


mampu

menghadapi

lingkungannya

dengan

lebih

adaptif.. Sebagai langkah awal terapi, keluarga perlu


diberi informasi dan dipahamkan tentang berbagai aspek
dari gangguan sindrom Tourette. Tujuan akhir dari terapi
adalah keluarga mampu membangun sebuah lingkungan
yang mendukung bagi penderita sindrom Tourette, dan
dapat berlaku fleksibel dalam memfasilitasi sehingga
tidak terlalu overprotektif
f. Intervensi akademik dan okupasional (Bruun, dkk., 1994)
Anak dengan sindrom Tourette biasanya mengalami
kesulitan dalam hal konsentrasi, perhatian, dan belajar
sehingga membutuhkan intervensi pendidikan khusus,
misalnya pengajar khusus, kelas khusus, labboratorium
khusus,

dsb.,

keparahan

yang

gejala.

disesuaikan
Sekolah

dengan

perlu

tingkat

diinformasikan

mengenai sindrom Tourette, karena seringkali sekolah


tidak memahami gangguan tersebut sehingga penderita
dicap sebagai anak nakal, mengganggu, dan bodoh.
Umumnya penderita sindrom Tourette tidak mampu
menjalankan fungsi mental dan sosial sesuai dengan usia
kronologisnya,

atau

mengalami

perlambatan

perkembangannya (Barkley, 1991).


Orang dewasa dengan sindrom
membutuhkan

modifikasi

Tourette

khusus

pada

dalam

seringkali
lingkungan

kerjanya. Perlu untuk membangun pemahaman pada


lingkungan
Fleksibilitas,

kerja

tentang

kepedulian,

gangguan
serta

yang

produktifitas

diderita.
dalam

14

pekerjaan dapat ditingkatkan dengan intervensi yang


tepat bagi penderita yang sangat simtomatik sekalipun.

BAB III
KESIMPULAN
1. Tic merupakan bagian dari gangguan kecemasan, dimana adanya gerakan
motorik atau vokalisasi involunter, tiba-tiba, tidak berirama dan mengatakan
stereotipik.
2. Beberapa etiologi terjadinya tic disebabkan antara lain karena: Ada
pengalaman yang menakutkan dan menimbulkan panic, ada trauma mental
dan shock emosional, lalu berusaha meredusi dan menghilangkan pengalaman
yang pahit tersebut dengan melakukan Tic, Herediter/diwariskan (inherited),
Obat-obatan tertentu

15

3. Ciri khas terpenting yang membedakan tic dari gangguan motorik lainnya
ialah gerakan yang mendadak, cepat, sekejap dan terbatasnya gerakan, tanpa
bukti gangguan neurologis yang mendasari; sifatnya yang berulang-ulang
(biasanya) terhenti saat tidur; dan mudahnya gejala itu ditimbulkan kembali
atau ditekan dengan kemauan
4. Ganggguan TIK diklasifikasikan menjadi 4 macam yaitu Gangguan
Tourette,Gangguan TIK Vocal dan Motorik Kronis,Gangguan TIK Transien,
dan Gangguan TIK yang tidak ditentukan
5. Penatalaksanaan dari Gangguan TIK adalah salah satunya dengan cara
Psikoterapi.

DAFTAR PUSTAKA

American psychiatric association. (2013). Diagnostic and statistical Manual of


Mental Disorder Fourth Edition. United statesof America: America
Psychiatric Publishing
Barkley, R. A. 1991. New ways of looking at ADHD. Third Annual Conference on
Attention Deficit Disorders, Washington, D.C

16

Brown, R. T. & Sammons, M. T. 2002. Pediatric Psychopharmacology: A review


of New Developments and Recent Research. Professional Psychology:
Research and Practice, 33, 2,135-147

Dhamayanti, M., Riandani, I., & Resna,


Syndrome. Paediatrica Indonesiana, 42, 31-40

L.

2004.

Tourettes

Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Jakarta.
PT. Nuh Jaya.
Piacentini, J. 2004. Behavioral Therapy: Habit Reversal. 4th International
Scientific Symposium on Tourette Syndrome, Cleveland, Ohio, June 25-27,
2004
Saddock. Kaplan. Sinopsis Psikiatrik Jilid I Edisi Ke-VII. Jakarta. Bina Rupa
Aksara
Wilhelm, S., Deckersbach, T., Coffey, B. J., Bohne, A., Peterson, A. L., & Baer, L.
2003. Habit Reversal Versus Supportive Psychotherapy for Tourettes
Disorder: A Randomized Controlled Trial. American Journal of Psychiatry,
160, 6, 1175-1177

17

Anda mungkin juga menyukai