Anda di halaman 1dari 22

`Referat

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA KETOASIDOSIS


DIABETIKUM

Oleh:
Melly Anggraini Lubis

1110311016

Rahmi Dina Indra

1110312004

Widya Astuti

1110312131

Dicky Zulkarnain

1110313081

Prima Indra Dwipa

1110313087

Vidya Hamzah

1110313019

Teda Fadhillah

1210312106

Fauzan Muhammad

1210313005

Pembimbing
dr. Eka Agustia Rini, Sp.A(K)
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M DJAMIL PADANG
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ketoasidosis diabetikum adalah kondisi medis darurat yang dapat mengancam jiwa bila
tidak ditangani secara tepat. Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan kadar insulin
efektif di sirkulasi yang terkait dengan peningkatan sejumlah hormon seperti glukagon,
katekolamin, kortisol, dan growth hormone. Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan penyebab
utama morbiditas dan mortalitas pada anak dengan diabetes mellitus tipe 1 (IDDM). Mortalitas
terutama berhubungan dengan edema serebri yang terjadi sekitar 57% - 87% dari seluruh
kematian akibat KAD.1
Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton (B-hidroksibutirat dan asetoasetat)
akan menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia dan asidosis akan
menghasilkan diuresis osmotik, dehidrasi, dan kehilangan elektrolit. Secara klinis, ketoasidosis
terbagi ke dalam tiga kriteria, yaitu ringan, sedang, dan berat, yang dibedakan menurut pH
serum.2
Risiko KAD pada IDDM adalah 1 10% per pasien per tahun. Risiko meningkat pada
anak dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah mengalami episode KAD,
anak perempuan peripubertal dan remaja, anak dengan gangguan psikiatri (termasuk gangguan
makan), dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk status sosial ekonomi rendah dan masalah
asuransi kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak teratur juga dapat memicu terjadinya
KAD.3
Anak dengan tanda-tanda KAD berat (durasi gejala yang lama, gangguan sirkulasi, atau
penurunan derajat kesadaran) atau adanya peningkatan risiko edema serebri (termasuk usia < 5
tahun dan onset baru) harus dipertimbangkan dirawat di unit perawatan intensif anak. Terdapat
lima penanganan prehospital yang penting bagi pasien KAD, yaitu: penyediaan oksigen dan
pemantauan jalan napas, monitoring, pemberian cairan isotonik intravena dan balance elektrolit,
tes glukosa, dan pemeriksaan status mental (termasuk derajat kesadaran).2,3
Mengingat masih sedikitnya pemahaman mengenai ketoasidosis diabetik dan prosedur
atau konsensus yang terus berkembang dalam penatalaksanaan ketoasidosis diabetic, perlu

adanya pembahasan mengenai bagaimana metode tatalaksana terkini dalam menanganai


ketoasidosis diabetik pada anak.
1.2 Batasan Masalah
Batasan penulisan ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, faktor risiko,
patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana dan komplikasi
ketoasidosis diabetikum pada anak.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan dan pemahaman
mengenai definisi, epidemiologi, faktor risiko, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis,
diagnosis banding, tatalaksana dan komplikasi ketoasidosis diabetikum pada anak.
1.4 Metode Penulisan
Penulisan makalah ini menggunakan metode penulisan tinjauan kepustakaan merujuk pada
berbagai literatur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ketoasidosis diabetic (KAD) adalah kondisi yang mengancam jiwa yang disebabkan
penurunan kadar insulin efektif di dalam tubuh, atau berkaitan dengan resistensi insulin, dan
peningkatan produksi hormon-hormon kontra regulator yakni: glucagon, katekolamin, kortisol,
dan growth hormone.2,7 KAD merupakan komplikasi akut DM tipe 1 yang disebabkan oleh
kekurangan insulin dan akibat pembentukan keton yang berlebihan. Hal ini sering ditemukan
pada penderita DM tipe 1 tidak patuh jadwal dengan suntik insulin, pemberian insulin dihentikan
karena anak tidak makan/sakit, dan kasus baru DM tipe 1.8 Namun KAD dapat pula terjadi pada
pasien diabetes yang mengalami penyakit lain, misalnya diare dan infeksi.
2.2 Epidemiologi
Kejadian ketoasidosis diabetik pada anak meliputi wilayah geografik yang luas dan
bervariasi bergantung onset diabetes dan sebanding dengan insidensi IDDM di suatu wilayah.
Frekuensi di Eropa dan Amerika Utara adalah 15% - 16%. Di Kanada dan Eropa, angka kejadian
KAD yang telah dihospitalisasi dan jumlah pasien baru dengan IDDM telah diteliti, yaitu
sebanyak 10 dari 100.000 anak.5 Walaupun data komunitas
di Indonesia belum ada, insiden KAD di Indonesia tidak sebanyak di negara barat, mengingat
prevalensi DM tipe 1 yang rendah. Laporan insiden KAD di Indonesia umumnya berasal dari
data rumah sakit dan terutama pada pasien DM tipe 2.8
Onset KAD pada IDDM lebih sering terjadi pada anak yang lebih muda (berusia < 4
tahun), memiliki orang tua dengan IDDM, atau mereka yang berasal dari keluarga dengan status
sosial ekonomi rendah. Pemberian dosis tinggi obat-obatan seperti glukokortikoid, antipsikotik
atipik, diazoksida, dan sejumlah immunosuppresan dilaporkan mampu menimbulkan KAD pada
individu yang sebelumnya tidak mengalami IDDM.6
Risiko KAD pada IDDM adalah 1 10% per pasien per tahun. Risiko meningkat pada
anak dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah mengalami episode KAD,
anak perempuan peripubertal dan remaja, anak dengan gangguan psikiatri (termasuk gangguan
makan), dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk status sosial ekonomi rendah dan masalah

asuransi kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak teratur juga dapat memicu terjadinya
KAD.3
Anak yang mendapat terapi insulin secara teratur dan terkontrol jarang mengalami
episode KAD. Sekitar 75% episode KAD berkaitan dengan kelalaian pemberian insulin atau
pemberian yang salah. Angka mortalitas KAD di sejumlah negara relatif konstan, yaitu 0,15% di
Amerika Serikat, 0,18% di Kanada, 0,31% di Inggris. Di tempat dengan fasilitas medik yang
kurang memadai, risiko kematian KAD relatif tinggi, dan sebagian penderita mungkin meninggal
sebelum mendapatkan terapi.2
2.3 Faktor Risiko
Tabel 1. Faktor risiko KAD.9
Risiko KAD

Tidak

Ada

Hubungan Risiko Rendah

Risiko Tinggi
Usia muda

Dengan Risiko
Jenis kelamin

Riwayat keluarga dengan

Kesalahan diagnosis

Lama menderita

DMT1

Etnis minoritas

Rural/urban

Tingginya pendidikan keluarga

Tidak ada asuransi kesehatan Struktur keluarga

Insidens DMT1 yang tinggi

(Amerika)

Musim

Adanya tim DM yang

IMT rendah

Pendapatan keluarga

terstruktur

Infeksi

Jumlah konsultasi medis

Keterlambatan pengobatan

Konsanguinitas

Status sosial ekonomi rendah

Tidak adanya asuransi

Ibu tidak bekerja

kesehatan
Pekerjaan ayah

2.4 Patofisiologi
Kekurangan insulin relatif maupun absolut yang terjadi pada DMT1 akan
menurunkan penggunaan glukosa di jaringan yang sensitif terhadap insulin dan

akan

merangsang terjadinya lipolisis. Kondisi ini ditambah dengan meningkatnya stress-induced


proinflammatory cytokines yang akan menyebabkan rangsangan terhadap hormon counter6

regulatory seperti glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon pertumbuhan. Hormon ini yang
akan mengakibatkan terjadinya lipolisis dan proteolisis. Proteolisis dan glukoneogenesis
akan menyebabkan meningkatnya kadar gula darah akibat peningkatan produksi glukosa dan
menurunnya pemakaian glukosa di perifer. Hiperglikemia yang terjadi akan menyebabkan
diuresis osmotik dan dehidrasi. Lipolisis selain menyebabkan hiperlipidemia juga akan
menimbulkan proses ketogenesis hepar yang akan menyebabkan ketoasidosis. Meningkatnya
keton dan laktat akan menyebabkan peningkatan anion gap (Gambar 1).9

Gambar 1. Patofisiologi ketoasidosis diabetik9

2.5 Manifestasi Klinis


7

Manifestasi klinis KAD sangat bervariasi dari ringan sampai berat dan gejalanya dapat
menyerupai pneumonia, asma, bronkiolitis atau akut abdomen. Penderita biasanya mengalami
nyeri perut, mual, muntah, dehidrasi, dan hiperpnea. Nyeri perut dapat menyerupai gejala klinis
apendisitis, perforasi usus, dan pankreatitis. Pada penderita baru, berdasarkan anamnesis sering
didapatkan polidipsi, poliuri, nokturia, enuresis serta penurunan berat badan yang cepat dalam
beberapa waktu terakhir. Pernapasan Kussmaul tampak pada asidosis. Pada KAD sering juga
didapatkan napas berbau keton. Dan pada kasus yang berat dapat terjadi penurunan kesadaran
dan kejang.9
Pada pasien yang telah didiagnosis menderita diabetes, KAD dapat dicurigai bila terdapat
keluhan nyeri perut, muntah atau malaise. Diagnosis lebih sulit pada penderita baru karena
kurangnya kewaspadaan terhadap DM tipe 1 dan gejala klinis yang mnyerupai penyakit lain.
Pada semua penderita harus dicari kemungkinan adanya infeksi sebagai faktor pemicu KAD.9
2.6 Diagnosis
Pasien yang memiliki KAD umumnya memperlihatkan gejala mual dan muntah.pada
individu yang sebelumnya belum terdiagnosis diabetes mellitus akan mengeluhkan poliuria,
polidipsia, dan penurunan berat badan. Pada pasien dengan ketosis yang signifikan, pasien akan
memiliki fruity breath. Apabila KAD menjdi semakin berat, pasien akan letargi karena asidosis
dan hiperosmolar; pada KAD berat akan mengalami koma. Asidosis dan ketosis menyebabkan
ileus yang bisa memicu untuk terjadinya nyeri abdomen yang berat. Peningkatan hormon
epinefrin dan kortisol pada KAD bisa menyebabkan peningkatan sel darah putih. Oleh karena itu
leukositosis pada KAD bukanlah indikator infeksi . Disisi lain infeksi merupakan faktor
presipitasi dari KAD. 10
Kriteria diagnosis untuk mendiagnosis KAD adalah:
1.

Hiperglikemia ( glukosa darah > 11 mmol/L atau 200mg/dL)

2.

pH vena <7.3 atau bikarbonat <15 mmol/L

3.

Ketonemia dan ketonuria

Meski tidak tersedia secara luas, konsentrasi -hidroksibutirat dalam darah harus dinilai. Apabila
nilainya 3 mmol/L mengindikasikan KAD. Keton urin biasanya 2+ positif.
8

Evaluasi emergensi harus mengikuti pedoman umum Pediatric Advanced Life Support (PALS)
yang meliputi: penilaian segera glukosa darah, kadar keton pada urin dan darah, penilaian
derajat dehidrasi, dan kesadaran (GCS). IV catheter harus terpasang.11
Berdasarkan derajat keparahannya, KAD dikategorikan menjadi:
1.

Ringan : pH vena <7.3 atau bikarbonat < 15 mmol/L

2.

Sedang : pH <7.2, bikarbonat <10 mmol/L

3.

Berat : pH <7.1, bikarbonat < 5 mmol/L

2.7 Diagnosis Banding


A. Penyakit Ginjal Kronik
Gagal ginjak kronik adalah suatu keadaan penurunan fungsi ginjal yang bersifat tidak
reversible, dengan akibat terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG).15 Gejala klinis dari
gejala GGK sering tersembunyi dan hanya menunjukkan keluhan non-spesifik seperti sakit
kepala, lelah, letargi, kurang nafsu makan, muntah, polydipsia, poliuria, dan gangguan
pertumbuhan.16,17 Keadaan yang harus dibedakan dari ketoaasidosis diabetikum, dengan
pemeriksaan yang teliti dan cermat pada gagal ginjal kronik akan ditemukan keadaan-keadaan
seperti azotemia, asidosis, hyperkalemia, gangguan pertumbuhan, osteodistrofi ginjal, anemia,
gangguan perdarahan, hipertensi, dan gangguan neurologi. Gejala klinis yang timbul dari gagal
ginjal kronik merupakan manifestasi dari:
Kegagalan tubuh dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Penumpukan metabolit toksik yang disebut toksin uremik
Kurangnya hormone ginjal seperti eritropoietin dan bentuk aktif vitamin D
Abnormalitas respon end organ terhadap hormone endogen (hormone pertumbuhan).

B. Asidosis Laktat
Ketoasidosis diabetikum juga harus dibedakan dari penyebab-penyebab lain asidosis metabolic
gap anion tinggi, termasuk asidosis laktat, gagal ginjal kronik stadium lanjut, dan keracunan
obat-obatan seperti salisilat, methanol, etilen glikol, dan paraldehid. Pengukuran kadar laktat
darah dapat dengan mudah menentukan diagnosis asidosis laktat oleh karena pasien KAD jarang

sekali menunjukkan kadar laktat yang sangat tinggi. Meskipun demikian, status redoks yang
terganggu dapat mengaburkan ketoasidosis pada pasien dengan asidosis laktat.
C. Hyperosmolar Non-Ketotic Coma (HONK)
Hyperosmolar Non-Ketotic Coma (HONK) juga merupakan komplikasi akut dari diabetes
melitus dimana terjadi gangguan metabolisme yang menyebabkan kadar gula darah sangat tinggi,
meningkatkan dehidrasi hipertonik dan tanpa disertai ketosis serum. Keadaan ini biasa terjadi
pada DM tipe-II.
D. Status Hiperosmolar Hiperglikemik (SHH)
Status Hiperosmolar Hiperglikemik (SHH) didefinisikan sebagai hiperglikemia extrim,
osmolaritas serum yang tinggi, dan dehidrasi berat tanpa ketosis dan asidosis yang signifikan.
SHH ditandai dengan hyperosmolar berat dengan kadar glukosa serum yang biasanya lebih
tinggi dari KAD, kadar glukosa serum > 600 mg/dL biasanya dipakai sebagai kriteria diagnostik.
SHH lebih sering terjadi pada usia tua atau pada mereka yang baru didiagnosis sebagai diabetes
dengan onset lambat.12
2.8 Tatalaksana KAD
Penatalaksanan KAD terdiri atas bantuan Airway, Breathing, Circulation, penggantian
cairan dan elekrtrolit, pemberian insulin dan monitoring yang intensif terhadap klinis dan hasil
labor pasien untuk menghindari komplikasi yang mungkin terjadi selama koreksi. 10 Untuk alur
penetalaksanaan KAD dapat dilihat pada gambar 2.

10

Gambar 2. Algoritma tatalaksana KAD18


Tujuan penatalaksanaan KAD adalah
-

Mengoreksi dehidrasi
Menghilangkan ketoasidosis
Mengembalikan kadar gula darah mendekati angka normal
Menghindari komplikasi terapi

Gambar 3. Tatalaksana segera yang


direkomendasikan21

Riwayat Klinis
Poliuria
Polydipsia
Re Evaluete
Penurunan
berat badan
Kalkulasi
cairan
IV
Nyeri
pada
Syok (nadi perut
tidak teraba)
Pemberian
insulinkesadaran/koma
dan dosis
Kelelahan
Penurunan
Membutuhkan
Muntah resusitasi
Pertimbangkan
Bingung sepsis

Tanda Klinis
Nilai dehidrasi
Nafas cepat dan dalam (Kussmaul)
Nafas berbauIV
keton
Terapi
Letargi
/
mengantuk
+ muntah
Critical observation
Hitung kebutuhan
cairan

Gula
darah
setiap48jam
Koreksi
selama
jam
Diagnosis
kerja
Cairan
dan
masuk
setiap
jam
Saline 0,9%
Dehidrasi
>5%
Terapi
intravena
Infus
insulin
berkelanjutan,
0,1
U/kg/h
Ketoasidosis
Diabetikum
EKGcairan
abnormal
gelombang
T setiap
11Syok
Tidakdengan
dalam
Status
neurologi
setidaknya
jam
Ganti
0,45%
saline
+5%
Dimulai
1-2 KCl
jam
setelah
tatalaksana
Tambahkan
40
mmol
setiap
liter
Asidosis
(Hiperventilasi)
Elektrolit
2
jam
setelah
terapi
darah
cairan
dimulai
Gula
darah
300 staff
mg/dlsenior
atau gula
Hubungi
cairan
Muntah
intravena
Sesuaikan
infus
natrium
untuk melihat
darah turun
>90mg/dl/jam

Temuan Biokimia
Keton di urin
Terapi
Penurunan neurologi
Peningkatan
gula darah
Dehidrasi Minimal
terapi
insulin
TandaMulai
Bahaya:
sakit
kepala,
Acidemia
Toleransi
dengan
cairan
per oral
Lanjutkan
hidrasi
oral
bradikardi,
iritabel,
penurunan
Analisa
Gula darah,
urea, elektrolit
Ekslusikan
hipoglikemi
kesadaran,
inkontinensia,
gejala
Tidaklain
adasesuai
perbaikan
Pemeriksaan
indikasi
Apakah
sebuah
edem
serebral
neurologi spesifik
klinis

Cairan intravena tersedia?


Resusitasi
Jalan nafas + NG tube
Pernafasan (100% oxygen)
Circulation ( 0,9 % saline 10-20
ml/kg selama 1-2 jam dan ulangi
sampai sirkulasi kembali) namun
tidak melebihi 30 ml/kg

Asidosis tidak membaik

Tanda Klinis
Gambar 4. Tatalaksana segera pada
Nilai
dehidrasi
Perbaikan
fasilitas terbatas 21
Nafas
cepat
dan
dalam
(Kussmaul)
Klinis baik, toleransi cairan per oral
Nafas berbau keton
Letargi / mengantuk + muntah
Temuan Biokimia
Beralih ke insulin subkutis
Riwayat Klinis
Mulai insulin subkutis kemudian hentikanRehidrasi Keton
Poliuria
oral di urin
dengan
ORS
Peningkatan
gulakecil
darah
insulin setelah interval yang sesuai
Polydipsia
Rujukan
segera
ke atau
fasilitas
5ml/kg/jam dengan tegukan
Acidemia
Penurunan berat badan
kesehatan
lain buah atau air
NGT. Berikan
juss
Analisa
Gula
darah, urea,
Nyeri pada perut
Rehidrasi
oral
dengan
ORS
Diagnosis
kerja
kelapa
mud
ajika
ORS
tidak ada
Monitoring kalium dan natrium
elektrolit
Kelelahan
Perbaikan
kondisi?subkutis
5ml/kg/jam
dengan
tegukan
kecil
TidakKalium intravena tersedia?
Tidak
Tidak
Ketoasidosis
Diabetikum
Berikan
insulin
0,05
unit/kg
Berikan 5%
Dosisglukosa
SC
ataujikaIM gula
0,1 12
Dosis
intravena
Pemeriksaan
lain
sesuai
Penurunan
gula
darah
dan
penurunan
Muntah
atau
NGT.
Berikan

juss
buah
0,9%
NaCl
10
0,9% NaCl 20IVdarah
setiap 1-2 jam (0,025 U/kg jika <5
insulin
tersedia?
Mulai
Mulai
penggantian
kalium
mencapai
300 mg/dl
keton dalam
urin
mengindikasikan
U/kg
setiap
1-2
jam
(0,05 staff senior
indikasi
Bingung
0,1U/kg/jam
airadakelapa
mud ajika
ORS
Nilai
sirkulasi
ml/kgbb
bolus.penurunan
Hubungi
ml/kgbb
selama
tahun) atau
dengan
insulin
1-2
jam
Asidosis
perbaikan
Tidak
transportasi
tersedia,
bersamaanU/kg
dengan
insulin
Tambahkan
natrium
80
mmol/l
perbaikan
asidosis
jika
<5tahun
Ulangi
jika
perlu
tidak
ada
perifer
Berikan
40
mmol/l
Insulin
(0,05Syok?
U/kg
<5 tahun
1-2 jam Ya dimulai
disiapkan
setelah
Tidak
atauTransportasi
transportasi segera
> 6-8 jam
YaYaYa
Ya terapi cairan
Ya
Ya

Tidak

Rehidrasi lambat selama 48 jam.


Dimulai dengan 0,9% NaCl
4-9 kg: 6 ml/kg/jam
10-19 kg: 5 ml/kg/jam
20-39 kg: 4 ml/kg.jam
40-59 kg: 3,5ml/kg/jam
60-80: 3 ml/kg/jam

Management Cairan Pasien KAD


Apabila terjadi syok, atasi syok terlebih dahulu dengan memberikan NaCl 0,9% 10-20 ml/kg
dalam 1 jam syok teratasi. Resusitasi cairan selanjutnya diberikan perlahan dalam 36-48 jam
13

berdasarkan derajat dehidrasi. Selama keadaan belum stabil secara metabolik (stabil bila kadar
natrium bikarbonat >15 meq/L, gula darah <200mg/dl, pH .7,3) maka pasien dipuasakan.
Apabila ditemukan hypernatremia, maka cairan resusitasi diberikan selama 72 jam. Resusitasi
cairan dilakukan sampai didapatkan kembali perfusi perifer (akral hangat, refilling capiller yang
cepat).10,18
Kebanyakan pasien dengan KAD diperkirakan mengalami kehilangan cairan sebesar 6%
(10% pada anak <2 tahun). Namun pada pasien yang berat (gula darah 600-800 mg/dl dan pH
<7,1) diperkirakan kehilangan cairan sebesar 9% dari berat badan (15% pada anak < 2 tahun).
Kehilangan cairan ini ditambahkan dengan cairan maintenance sehingga didapatkan kebutuhan
cairan total. Kebutuhan cairan total diberikan dalam 48 jam setelah resusitasi cairan awal. Cairan
NaCl 0,9% digunakan selama kadar gula darah >300 mg/dl. Cairan diganti dengan dektrose 5%
dalam NaCl 0,45% (dengan tambahan Kalium) jika kadar gula darah <300 mg/dl. Jika glukosa
darah turun <150 mg/dl maka dilakukan penggantian konsentrasi dektrose menjadi 10% atau
12,5%.10,19
Tabel 2. Pergantian cairan sesuai dengan berat badan21
Berat badan (kg)
4-6
10-19
20-39
40-59
60-80

Infusion rate (ml/kg/jam)


6
5
4
3,5
3

Insulin terapi
Pemberian insulin diberikan setelah terapi resusitasi awal, atau pada permulaan jam
kedua. Pemberian insulin diberikan melalui intravena dengan rate 0,1 unit/kgBB/jam (larutkan
50 unit regular (soluble) insulin dalam 50 cc normal saline, menjadi 1 Unit 1 ml). Bolus insulin
tidak direkomendasikan untuk memulai terapi. Jika pemberian melalui intravena tidak
memungkinkan, maka diberikan injeksi intramuskular atau subkutis insulin kerja cepat setiap 1
atau 2 jam. Untuk rekomendasi pemberian insulin dapat dilihat pada tabel 2.10,18,20
Tabel 3. Terapi insulin pada KAD
Kereksi terhadap defisiensi insulin (A):
Dosis: 0.1 U/kg per jam (A)
14

Jalur pemberian: IV (A)


Dosis pemberian insulin sebesar 0.1 U/kg per jam sampai
resolusi ketoasidosi (pH: 7.30; HCO3: 75 mmol/L dan/atau anion
gap closure). Untuk menghindari pengurangan tiba-tiba yang
drastis dari gula darah, diberikan glukosa ke cairan infus jika
gula darah 250-300mg/dl (B).
Tidak ada bukti yang jelas mengenai penguran dosis insulin lebih
awal (E).
Jika parameter ketoasidosis (pH and anion gap) tidak membaik,
lakukan penilaian ulang, nilai terapi insulin, pikirkan
kemungkinan penyebab tidak respon terhadap insulin. (E).
Bolus insulin tidak dianjurkan (C). Namun, bolus diberikan jika
terjadi keterlambatan pemberian insulin (E).
Jika pemberian intravena tidak memungkinkan, makadiberikan
secara intramuscular ataupun subkutis (C). Namun, perfusi yang
buruk akan mempengaruhi absorbs insulin.

Koreksi Elektrolit
Natrium
Kadar natrium yang terukur saat diagnosis KAD ditegakkan bukanlah kadar natrium yang
sebenarnya karena keadaan hiperglikemia dan hyperlipidemia pada KAD akan menarik cairan
intraseluler sehingga mengencerkan kadar natrium dalam darah. Untuk itu, sebelum dilakukan
koreksi pada natrium harus ditentukan dulu kadar natrium terkoreksi dengan menggunakan
rumus:
Kadar Na Terkoreksi=
Pada keadaan natrium terkoreksi masih didapatkan keadaan hipernatremia (Na >145 mEq/L)
mengindikasikan bahwa ruangan interseluler sangat hiperosmoler dan ini menunjukan dehidrasi
berat. Maka digunakan cairan NaCl 0,45% untuk koreksi natrium (consensus).
Kalium
Pasien KAD akan muncul dengan kadar kalium yang tinggi, sedang ataupun rendah. Namun,
pada pasien yang dilakukan koreksi akan ada deplesi kalium. Hal ini disebabkan karena koreksi
gula darah dan asidosis pada pasien KAD akan menyebabkan kalium akan dipaksa masuk ke
intraseluler. Oleh karena itu dilakukan pemberian kalium intravena pada terapi jam kedua,
15

kecuali pada pasien hyperkalemi dan anuria. Setiap pasien membutuhkan 30-40 mEq/L kalium
pada cairan infus dengan kecepatan pemberian tidak lebih dari 0,5 mEq/kg/jam. Monitoring
kadar kalium dilakukan setiap 1 atau 2 jam.20
Asidosis
Koreksi asidosis pada pasien KAD tidak direkomendasikan. Hal ini dikarenakan asidosis
akibat KAD bersifat reversible jika pengontrolan gula darah dan cairan yang baik. Badan keton
akan dimetabolisme oleh tubuh ketika kadar gula sudah kembali normal. Metabolisme benda
keton akan menghasilkan bicarbonate (HCO3-). Tatalaksana terhadap hipovolemi akan
memperbaiki perfusi ke ginjal yang akan mengurangi asidosi metabolic yang disebabkan benda
keton.(Cooke) Namun pada keadaan asidosis berat (pH<6,9) dengan menggunakan 100 mEq
natrium bikarbonat dalam 400 ml aquades dengan 20 mEq KCl dengan kecepatan 200 ml per
jam selama 2 jam. Pemberian dapat diulangi setiap 2 jam sampai pH pasien lebih dari 6,9.19,20
Cerebral Edema
Cerebral edema harus ditatalaksana segera ketika jika kondisi dicurigai. Biasanya edem
cerebral muncul 4-12 jam koreksi cairan dimulai. Faktor resiko yang usia muda, KAD pada anak
undiagnosed diabetes, kondisi ketoasidosis berat (pH<7,2 serum bicarbonate yang rendah, gula
darah yang tinggi, urea darah yang tinggi, hipernatremi, dan hipokapnia). Tanda-tanda dari edem
serebri adalah nyeri kepala hebat, penurunan status mental, bradikardi, hipertensi, gangguan
nervus kranialis, dan inkontinensia. Pemberian cairan harus dikurangi. Pemberian manitol
memiliki efek yang baik dari beberapa laporan kasus, namun belum ada bukti yang jelas terkait
pemberian mannitol. Pemberian mannitol diberikan kepada pasien dengan tanda-tanda udem
cerebral sebelum terjadi gagal nafas dengan dosis 0.25-1.0 g/kgBB selama 20 menit. (C,E)

Monitoring
Perlu dilakukan pengawasan klinis, obat, cairan dan labor yang ketat ketika dilakukan
koreksi. Monitoring yang dilihat:
Tanda vital setiap jam
Cairan masuk dan keluar
16

Pada KAD berat, elektrokardiogram dapat menolong untuk mendeteksi dini hipokalemi

ataupun hyperkalemia.
Gula darah kapiler setiap jam (dibandingkan dengan glukosa vena , karena darah kapiler

tidak begitu akurat pada kondisi perfusi perifer yang jelek dan asidosi)
Hasil labor diulangi setiap 2 sampai 4 jam
Pemeriksaan neurologis setiap jam

Pencegahan
Ketoasidosis dapat dicegah hanya deteksi dini oleh layanan primer, terutama pada anak.
Pada anak yang dicurigai, dapat dilakukan pemeriksaan urin untuk melihat adanya glikosuria.
Pencegahan juga dapat dilakukan dengan edukasi yang baik kepada pasien dan keluarga.
Pencegahan akan sulit dilakukan kepada pasien pemberian insulin yang tidak teratur. Untuk itu
perlu pemantauan dukungan sosial dan psikis untuk menangani maslah ini.
2.9 Komplikasi KAD
Edema serebri pada Ketoasidosis Diabetik
Edema serebri paling sering terjadi pada 4 12 jam setelah terapi diberikan, namun dapat
pula terjadi sebelum terapi dilakukan, dan pada beberapa kasus dapat terjadi kapan pun selama
terapi diberikan (tidak terikat waktu). Gejala dan tanda edema serebri cukup bervariasi dan
meliputi keluhan nyeri kepala, penurunan bertahap atau memburuknya derajat kesadaran, nadi
yang melambat, dan tekanan darah yang meningkat.2,3
Pada penelitian in vitro pada hewan coba dan manusia, terjadinya edema serebri dipicu
oleh penyebab lain (misalnya trauma dan stroke) menunjukkan bahwa mekanisme etiopatologik
edema serebri pada KAD cukup kompleks. Sejumlah mekanisme telah dianalisis, termasuk
peranan iskemia/hipoksia serebral dan peningkatan berbagai mediator inflamasi, yang akan
meningkatkan aliran darah ke otak serta mengganggu transpor ion dan air melalui membran sel.
Adanya osmolit organik intraselular (mioinositol dan taurin) dan ketidakseimbangan osmotik
selular juga merupakan faktor yang penting. Pada pemeriksaan imaging anak dengan KAD
menggunakan ultrasonografi, CT Scan, dan MRI, menunjukkan berbagai derajat edema serebri

17

yang terjadi meskipun tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial yang
signifikan.13
Terapi edema serebri harus dilakukan sesegera mungkin setelah gejala dan tanda muncul.
Kecepatan pemberian cairan harus dibatasi dan diturunkan. Meskipun manitol menunjukkan efek
yang menguntungkan pada banyak kasus, namun sering kali justru menimbulkan efek merusak
bila pemberian tidak tepat. Pemberian manitol harus dilakukan sesuai keadaan dan setiap
keterlambatan pemberian akan mengurangi efektivitas. Manitol intravena diberikan 0,25 1,0
g/Kg selama 20 menit pada pasien dengan tanda edema serebri sebelum terjadi kegagalan
respirasi. Pemberian ulang dilakukan setelah 2 jam apabila tidak terdapat respons positif setelah
pemberian awal. Saline hipertonik (3%), sebanyak 5 10 mL/Kg selama 30 menit dapat
digunakan sebagai pengganti manitol. Intubasi dan ventilasi mungkin perlu dilakukan sesuai
kondisi. Seringkali, hiperventilasi yang ekstrem terkait dengan edema serebri yang terkait
dengan KAD.2,3,14
Pencegahan
Diagnosis awal mencakup skrining genetik dan imunologi terhadap anak dengan risiko
tinggi KAD terkait onset diabetes mellitus. Kesadaran tinggi terhadap individu dengan riwayat
keluarga dengan IDDM juga akan membantu menurunkan risiko KAD. Berbagai strategi, seperti
publikasi kesehatan oleh dokter dan sekolah pada anak-anak akan menurunkan komplikasi KAD
dari 78% hingga hampir 0%. Peningkatan kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai
tanda dan gejala diabetes harus dilakukan agar diagnosis dini menjadi lebih mudah dan
misdiagnosis dapat dicegah.3,13
Pada pasien dengan terapi insulin kontinu, episode KAD dapat diturunkan dengan
edukasi algoritmik mengenai diabetes mellitus. Setiap gejala yang merujuk pada episode KAD
harus segera ditangani. Pada kasus rekurensi KAD yang multiple, selain dengan pemberian
insulin berkala, juga diberikan edukasi yang baik, evaluasi psikososial, dan status kesehatan fisik
ke pusat pelayanan kesehatan.2

18

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan

19

1. Ketoasidosis diabetikum (KAD) adalah kondisi yang mengancam jiwa. KAD merupakan
komplikasi akut dari DM tipe 1 yang disebabkan oleh kekurangan insulin dan akibat
pembentukan keton yang berlebihan.
2. Onset KAD lebih sering terjadi pada anak yang lebih muda (< 4 tahun), memiliki orang
tua dengan IDDM. Risiko KAD pada IDDM meningkat pada anak dengan control
metabolic yang jelek. Pengobatan dengan insulin yang tidak teratur juga menjadi risiko
KAD.
3. Kekurangan insulin absolut dan relatif pada DMT1 merupakan penyebab terjadinya
KAD.
4. Manifestasi KAD sangat bervariasi dari ringan sampai berat. Gejalanya dapat berupa
nyeri perut, mual, muntah, dehidrasi dan hiperpnea.
5. Kriteria diagnosis pada KAD dari hiperglikemia, PH vena dan ketonemia dan ketonuria.
6. Diagnosis banding dari KAD adalah penyakit ginjal kronik, asidosis laktat, hyperosmolar
non-ketotic coma, dan status hyperosmolar hiperglikemik.
7. Tatalaksana KAD bertujuan untuk mengoreksi dehidrasi, menghilangkan ketoasidosis,
mengembalikan kadar gula darah mendekati angka normal, dan menghindari komplikasi
terapi.
8. Komplikasi KAD yang sering terjadi adalah edema serebri.
3.2 Saran
1. Pengetahuan mengenai gejala klinis pada KAD diperlukan agar dapat mentatalaksana
segera kondisi emergensi dari KAD.
2. Edukasi kepada orangtua dengan anak yang menderita DMT1 berupa pengontrolan
makanan dan pemberian insulin dapat mengurangi risiko terjadinya KAD.

DAFTAR PUSTAKA
1. Syahputra, M. Diabetik Ketoacidosis. Bagian Biokimia Fakultas kedokteran Universitas
Sumatera Utara, Medan. 2003: 1-14.
20

2. Dunger DB, Sperling MA, Acerini CL, Desmond JB, Denis D, Thomas PA, et al. European
Society for Paediatric Endocrinology/ Lawson Wilkins Pediatric Endocrine Society
Consensus Statement on Diabetic Ketoacidosis in Children and Adolescents. Pediatrics
2004;113:133-40.
3. Young GM. Pediatrics Diabetic Ketoacidosis. eMedicine Specialties, 2008. (Diakses dari
website www.eMedicine.com, pada tanggal 27 September 2016).
4. Felner EI, White PC. Improving management of diabetic ketoacidosis in children. Pediatrics
2001;108:735-40.
5. Lamb WH. Diabetic Ketoacidosis. eMedicine Specialties, 2008. (Diakses dari website
www.eMedicine.com, pada tanggal 27 September 2016).
6. Sperling MA. Diabetes Mellitus in Children dalam editor: Behrman RE, Kliegman RM,
Jenson HB. Nelson Textbook of Pediatrics, edisi ke-16. WB Saunders Company. 2000: 17707.
7. Clinical

Practice

Guidelines:

Type-1

Diabetic

Ketoacidosis

and

Hyperglycemic

Hyperosmolar Syndrome. APEG. Diabetes Spectrum 2002.


8. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe-1. UUK Endokrinologi Anak dan
Remaja, IDAI-World Diabetes Foundation 2009.
9. Pardede SO, Mulyadi MD, Frida S, Cahyani GA, Amanda S. Tatalaksana berbagai gawat
darurat pada anak. Jakarta ; Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. 2013:73-9.
10. Plotnick L, Cooke DW. Management of Diabetic ketoacidosis in Children and Adolescent.
Pediatric in Review 2008;29 (12) : 431-6.
11. Wolfsdorf JI, Allgrove J, Craig ME, Edge J, Glaser N, Jain V, Lee WWR, Mungai LNW,
Rosenbloom AL, Sperling MA, Hanas R. A Consensus Statement from The International
Society for Pediatric and Adolescent Diabetes : Diabetes ketoacidosis and hyperglicemic
hyperosmolar state. Pediatric Diabetes 2014;15 (20): 154-79
12. Kitabchi AE, Fisher JN, Murphy MB, Rumbak MJ: Diabetic Ketoacidosis and The
Hyperglycemic Hyperosmolar NonKetotic State dalam editor: Kahn CR, Weir GC. Joslins
Diabetes Mellitus edisi13th. Philadelphia, Lea & Febiger. 1994.
13. Felner EI, White PC. Improving management of diabetic ketoacidosis in children. Pediatrics
2001;108:735-40.
14. Wolfsdore J, Glaser N, Sperling MA. Diabetic ketoacidosis in infant, children, and
adolescent: A consensus statement from American Diabetes Association. Diabetes Care
2006;29(5):1050-9.
15. Kher KK, Chronic renal failure Dalam EDITOR: Kher KK, Makker SP. Clinical pediatric
nephrology. New York: Mc Graw-Hill Inc. 1992: 501-41.
21

16. Ridgen SPA. Chronic renal failure. Dalam editor: Postletwaite. Clinical pediatric nephrology.
Edisi 2. Oxford: Butterworth Helnemann. 1994:266-81.
17. Bergstein JM. Chronic renal failure. Dalam editor: Behrmann RE. Nelson textbook of
pediatrics, edisi ke-14. Philadephia: WB Saunders Co. 1992: 1355-8.
18. Pudjiadi A H, Hegar B, Handryastuti S, Idris N S, Gandaputra E P, Harmoniati E D.
Pedoman Pelayan Medik Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009: 165-69
19. Westerberg D P. Diabetic Ketoacidosis: Evaluation and treatment. Am Fam Physician.
2013;87(5):337-46.
20. Kitabchi A E, Nyenwe E A. Evidence-based management of hyperglycemic emergencies
in diabetes mellitus. diabetes research and clinical practice 94. 2011: 34051.
21. Global IDF/ISPAD Guideline For Diabetes in Childhood and Adolescence. Diabetic
Ketoacidosis. International Diabetes Federation. 2011: 71-81

22

23

Anda mungkin juga menyukai