Anda di halaman 1dari 67

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik ditandai oleh

hiperglikemia yang disebabkan berkurangnya produksi atau kerja insulin. DM dapat

menyerang anak-anak. Pada anak-anak yang tersering adalah DM tipe 1 (insulin

dependent), dan Maturity onset diabetes of the young (MODY) (noninsulin-

dependent) (Gardner DSL, 2012). DM tipe 1 mewakili sekitar 10% dari semua kasus

diabetes, menyerang sekitar 20 juta orang di seluruh dunia. Meskipun DM tipe 1

menyerang semua kelompok umur, mayoritas individu didiagnosis di sekitar usia 4

sampai 5 tahun, atau di usia remaja dan dewasa awal. Insiden diabetes tipe 1

meningkat. Di seluruh Eropa, rata-rata peningkatan tahunan dalam kejadian anak di

bawah 15 tahun adalah 3,4%, dan kejadian paling tinggi pada anak di bawah usia 5

tahun (Ozougwu JC,2013).

Diabetes melitus tipe 1 ini ditandai dengan berkurangnya sel beta pankreas

yang diperantarai oleh imun atau antibodi, sehinga sepanjang hidup penderita ini

tergantung pada insulin eksogen (Chiang JL, 2014). Gejala klinik khas yang dapat

ditemukan sebagai akibat kurangnya insulin : poliuri, polidipsi, berkurangnya berat

badan, dan hiperglikemia yang tidak berespons terhadap obat diabetik oral. Pada

anak-anak, sering kali ditemukan gejala yang akut dan berat dari poliuri, polidipsi,

dan ketonemi. Sedangkan pada dewasa tipe 1 berjalan lebih lama dan perlahan

dengan presentasi klinis pada awalnya menyerupai DM tipe 2 (Chiang JL, 2014).

Marker sistem imun pada destruksi sel beta ini terdiri dari autoantibodi sel pulau

1
langerhans, autoantibodi insulin, autoantibodi GAD65 serta autoantibodi tirosin

posfatase IA-2 dan IA-2 beta. Satu atau lebih dari autoantibodi tersebut ditemukan

pada 85-90% saat kondisi hiperglikemia puasa terdeteksi. DM tipe 1 juga berkaitan

erat dengan HLA yang tersambung dengan gen DQA dan DQB .dan juga dipengaruhi

oleh gen DRB. Pada DM tipe 1 proses destruksi sel beta bervariasi, dapat timbul

cepat (saat anak-anak dan remaja) dan paling umum terjadi, namun juga dapat terjadi

lambat (saat dewasa) (Khan SA, 2017).

Pada kasus yang sangat jarang, diabetes dapat terjadi karena mutasi hanya dari

satu jenis gen, disebut diabetes monogenik. Diabetes monogenik dapat diwariskan

secara dominan ataupun resesif, atau muncul spontan akibat mutasi de novo. Pada

anak-anak, mutasi biasanya terjadi pada gen yang meregulasi fungsi sel beta

pankreas; pada kasus jarang, mutasi juga dapat menyebabkan resistensi insulin berat.

Hingga saat ini, sudah ditemukan 40 jenis subtipe diabetes monogenik, masing-

masing memiliki fenotipe tersendiri dengan pola pewarisan spesifik. Prevalensi

diabetes monogenik anak adalah 1 – 4% dari seluruh kasus diabetes pediatrik.

Diabetes familial disebut juga sebagai maturity onset diabetes of the young (MODY)

(Tengguna L, 2012).

Diabetes melitus tipe 1 yang tidak ditatalaksana dengan baik akan

menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang paling sering pada DM tipe 1 adalah

ketoasidosis diabetikum (KAD). Ketoasidosis diabetikum terjadi akibat defisiensi

insulin yang beredar dan kombinasi peningkatan hormon-hormon kontraregulator

yaitu katekolamin, glukagon, kortisol, dan hormon pertumbuhan. Ketoasidosis

2
diabetikum pada anak sering ditemukan pada penderita DM tipe 1 yang tidak patuh

jadwal suntikan insulin atau pemberian insulin yang dihentikan maupun kasus baru

DM tipe 1. Terdapat sekitar 13-80% dari 65.000 anak yang berusia <15 tahun dengan

diagnosis KAD. Angka kejadian KAD sebesar 15-70% di wilayah Eropa, Australia

dan Amerika dan lebih tinggi lagi di negara berkembang. Insidensi KAD pada anak

yang sudah terdiagnosis DM tipe 1 adalah sebesar 110% per pasien tiap tahunnya.

Berdasarkan penelitian nasional berbasis populasi, mortalitas KAD di beberapa

negara cukup konstan, di Amerika Serikat 0,15%, Kanada 0,18% dan Inggris 0,31%

(WHO, 2013).

Ketoasidosis diabetik (KAD) saat awitan diabetes melitus tipe-1 (DM tipe1)

lebih sering ditemukan pada anak yang lebih muda (usia <2 tahun) terutama karena

penanganan yang terlambat dan sosial ekonomi rendah sehingga memiliki akses yang

terbatas terhadap pelayanan kesehatan. Insidens KAD pada anak yang sudah

terdiagnosis DM tipe-1 adalah sebesar 1-10% per pasien tiap tahunnya. Risiko

terjadinya KAD pada kelompok ini meningkat pada anak dengan kontrol metabolik

buruk, riwayat KAD sebelumnya, anak yang tidak menggunakan insulin, gadis

remaja atau peripubertal, anak dengan gangguan makan (eating disorders), sosial

ekonomi rendah, dan anak dari keluarga yang tidak memiliki asuransi kesehatan. Alvi

dkk menyatakan bahwa anak keturunan Asia usia < 5 tahun memiliki risiko 8x lebih

tinggi untuk mengalami KAD dibandingkan anak non-Asia pada usia yang sama

(PPK IDAI, 2017).

3
Pada tempat-tempat dengan fasilitas yang kurang memadai maka risiko

kematian akibat KAD lebih tinggi. Edema serebri bertanggung jawab atas 60-90%

kematian akibat KAD. Mortalitas akibat edema serebri sebesar 21-24%. Penyebab

morbiditas dan mortalitas pada KAD selain edema serebri adalah hipokalemia,

hiperkalemia, hipoglikemia, komplikasi SSP yang lain, hematoma, trombosis, sepsis,

rhabdomiolisis, dan edema paru (PPK IDAI, 2017).

Faktor demografik yang meningkatkan risiko edema serebri adalah usia muda,

diabetes awitan baru, durasi gejala yang lebih lama. Secara klinis edema serebri

biasanya timbul dalam 12 jam pertama setelah terapi, namun dapat terjadi sebelum

terapi atau bahkan terkadang dapat timbul dalam 24-48 jam setelah terapi. Berikut ini

adalah faktor risiko yang berhubungan dengan meningkatnya risiko terjadinya edema

serebri: beratnya hipokapnia saat diagnosis, meningkatnya serum urea nitrogen,

makin beratnya asidosis saat diagnosis, terapi bikarbonat untuk koreksi asidosis,

penurunan osmolalitas plasma yang sangat jelas, terganggunya peningkatan kadar

natrium atau penurunan kadar natrium selama terapi, pemberian volume cairan yang

besar dalam 4 jam pertama, serta pemberian insulin dalam jam pertama terapi cairan

(PPK IDAI, 2017).

Penegakkan diagnosis KAD salah satunya dapat dilihat dari gejala klinis

KAD. Gejala klinis KAD pada anak yang dapat ditemukan adalah dehidrasi, nafas

cepat dalam, mual, muntah, nyeri perut seperti akut abdomen, penurunan kesadaran

progresif, leukositosis, shift to the left, peningkatan amilase non spesifik, demam (bila

terdapat infeksi) disertai dengan gejala klasik DM berupa poliuria, polidipsi, serta

4
penurunan berat badan yang progresif. Gejala tidak khas yang menyerupai penyakit

lain yaitu gastroenteritis, akut abdomen, keracunan, gangguan SSP, sindrom uremik,

dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik didapatkan penurunan kesadaran bahkan sampai

koma, pernafasan kusmaul dan meningkat, gejala asidosis, tanda-tanda dehidrasi

yaitu turgor kulit menurun, mukosa mulut kering, kelopak mata cekung, ubun-ubun

cekung, nadi meningkat/tak teraba, tekanan darah menurun serta oliguria, dengan atau

tanpa disertai syok. Bisa juga ditemukan nafas berbau aseton. Perhitungan berat

badan sekarang, dan sebelum sakit terjadi penurunan yang signifikan. Diagnosis dan

tata laksana yang tepat sangat diperlukan pada pengelolaan kasus-kasus KAD untuk

mengurangi morbiditas dan mortalitasnya. Kriteria diagnosis KAD menurut

American Diabetes Assosciation yaitu kadar glukosa darah >250 mg/dl, pH arteri

<7,25, HCO3- <18, terdapat keton urin, keton serum positif dan penurunan

kesadaran.

Berdasarkan paparan di atas maka pasien perlu mendapatkan perhatian khusus

dalam penggunaan obat karena pasien mengalami komplikasi penyakit, oleh karena

itu kami mengangkat kasus ini untuk mendapatkan gambaran penggunaan obat secara

rasional pada pasien yang mengalami komplikasi penyakit KAD (Ketoasidosis

Diabetikum) BERAT + DEHIDRASI RINGAN + BACTERIAL INFECTION

I.2 Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat Drug Related Problem’s (DRP’s) dari obat-obatan yang

diberikan kepada pasien ?

5
2. Bagaimana solusi jika terdapat Drug Related Problem’s (DRP’s) dari obat-

obatan yang diberikan kepada pasien ?

I.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apakah terdapat Drug Related Problem’s (DRP’s) dari

obat-obatan yang diberikan kepada pasien.

2. Untuk mencari solusi jika terdapat Drug Related Problem’s (DRP’s) dari

obat-obatan yang diberikan kepada pasien.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 KAD (Ketoasidosis Diabetikum)

2.1.1 Definisi

KAD (Ketoasidosis Diabetikum) merupakan suatu kondisi akut dan

mengancam jiwa akibat kekurangan insulin relatif atau absolut yang ditandai oleh

trias hiperglikemia, asidosis, serta ketonemia/ketonuria. DM dapat menyerang anak-

anak. Pada anak-anak yang sering terjadi adalah DM -1 (insulin dependent), dan

Maturity onset diabetes of the young (MODY) (noninsulin-dependent) (Gardner DSL,

2012). Diabetes melitus tipe 1 yang tidak ditatalaksana dengan baik akan

menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang paling sering pada DM tipe 1 adalah

ketoasidosis diabetikum (KAD) (WHO, 2013).

Diabetes melitus (DM) tipe 1 adalah DM akibat insulin tidak cukup

diproduksi oleh sel beta pankreas, sehingga terjadi hiperglikemia (WHO, 2017). Tipe

1 ini ditandai dengan berkurangnya sel beta pankreas yang diperantarai oleh imun

atau antibodi, sehinga sepanjang hidup penderita ini tergantung pada insulin eksogen

7
(Chiang JL, 2014). Gejala klinik khas yang dapat ditemukan sebagai akibat

kurangnya insulin : poliuri, polidipsi, berkurangnya berat badan, dan hiperglikemia

yang tidak berespons terhadap obat diabetik oral. Pada anak-anak, sering kali

ditemukan gejala yang akut dan berat dari poliuri, polidipsi, dan ketonemi.

Sedangkan pada dewasa tipe-1 berjalan lebih lama dan perlahan dengan presentasi

klinis pada awalnya menyerupai DM tipe 2 (Chiang JL, 2014). Marker sistem imun

pada destruksi sel beta ini terdiri dari autoantibodi sel pulau langerhans, autoantibodi

insulin, autoantibodi GAD65 serta autoantibodi tirosin posfatase IA-2 dan IA-2 beta.

Satu atau lebih dari autoantibodi tersebut ditemukan pada 85-90% saat kondisi

hiperglikemia puasa terdeteksi. DM tipe 1 juga berkaitan erat dengan HLA yang

tersambung dengan gen DQA dan DQB .dan juga dipengaruhi oleh gen DRB. Pada

DM tipe 1 proses destruksi sel beta bervariasi, dapat timbul cepat(saat anak-anak dan

remaja) dan paling umum terjadi, namun juga dapat terjadi lambat (saat dewasa)

(Khan SA, 2017).

2.1.2 Etiologi

Penyebab spesifik KAD (Ketoasidosis diabetikum) terjadi akibat defisiensi

insulin yang beredar dan kombinasi peningkatan hormon-hormon kontra regulator

yaitu katekolamin, glukagon, kortisol, dan hormon pertumbuhan. Ketoasidosis

diabetikum pada anak sering ditemukan pada penderita DM tipe 1 yang tidak patuh

jadwal suntikan insulin atau pemberian insulin yang dihentikan maupun kasus baru

DM tipe 1. Terdapat sekitar 13-80% dari 65.000 anak yang berusia <15 tahun dengan

diagnosis KAD. Angka kejadian KAD sebesar 15-70% di wilayah Eropa, Australia

8
dan Amerika dan lebih tinggi lagi di negara berkembang. Insidensi KAD pada anak

yang sudah terdiagnosis DM tipe 1 adalah sebesar 110% per pasien tiap tahunnya.

Berdasarkan penelitian nasional berbasis populasi, mortalitas KAD di beberapa

negara cukup konstan, di Amerika Serikat 0,15%, Kanada 0,18% dan Inggris 0,31%

(WHO, 2013).

2.1.3 Patofisiologi

Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya

jaringan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton. Bila

hal ini dibiarkan terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh

9
akan rusak dan bisa menderita koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak mematuhi

perencanaan makan, menghentikan sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit

diabetes melitus, mendapat infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian otot jantung,

stroke, dan sebagainya. Faktor faktor pemicu yang paling umum

dalam perkembangan ketoasidosis diabetik (KAD) adalah infeksi, infark miokardial,

trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua gangguan gangguan metabolik yang

ditemukan pada ketoasidosis diabetik (KAD) adalah tergolong konsekuensi langsung

atau tidak langsung dari kekurangan insulin (Wolfdorf, J.,at al ., 2006; Savodelli, R

D., Farhat, S C., Manna., T D., 2010.)

Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan-jaringan tubuh akan

menimbulkan hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria. Meningkatnya lipolisis

akan menyebabkan kelebihan produksi asam asam lemak, yang sebagian diantaranya

akan dikonversi (diubah) menjadi keton, menimbulkan ketonaemia, asidosis

metabolik dan ketonuria. Glikosuria akan menyebabkan diuresis osmotik, yang

menimbulkan kehilangan air dan elektrolit seperti sodium, potassium, kalsium,

magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrasi bila terjadi secara hebat, akan menimbulkan

uremia pra renal dan dapat menimbulkan syok hipovolemik. Asidodis metabolik yang

hebat sebagian akan dikompensasi oleh pernapasan kussmaul (Wolfdorf, J.,at al .,

2006).

Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat

kehilangan air dan elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD adalah merupakan

rangkaian dari siklus interlocking vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk

10
membantu pemulihan metabolisme karbohidrat dan lipid normal. Apabila jumlah

insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang juga .

Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini

akan menimbulkan hiperglikemia. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang

berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air

dan elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh

urinasi yang berlebihan (poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangna

elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L

air dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida selama periode

waktu 24 jam (Wolfdorf, J., at al., 2006).

Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis)

menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah

menjadi badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan

keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal

akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila

bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan menimbulkan asidosis metabolik

(Wolfdorf, J., at al., 2006).

2.1.4 Diagnosis Klinis (PPK IDAI, 2017)

A. Diagnosis ketoasidosis diabetik ditegakkan jika terdapat:

 Hiperglikemia yaitu kadar glukosa darah >200 mg/dL (>11 mmol/L)

 Asidosis yaitu pH <7,3 dan/atau HCO3- <15 mEq/L, dan

 Ketonemia dan ketonuria.

11
1. Klasifikasi ketoasidosis diabetic untuk kepentingan tata laksana, KAD

diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya asidosis dan dibagi menjadi:

• KAD ringan : pH < 7,3 atau HCO3 < 15 mEq/L

• KAD sedang : pH < 7,2 atau HCO3 < 10 mEq/L

• KAD berat : pH < 7,1 atau HCO3 < 5 mEq/L

2. Manifestasi klinis

• Gejala klasik DM berupa poliuria, polidipsi, serta penurunan berat badan.

• Dehidrasi, dengan derajat yang bervariasi.

• Mual, muntah, nyeri perut, takikardi, hipotensi, turgor kulit menurun, dan

syok.

• Perubahan kesadaran dengan derajat yang bervariasi, mulai dari bingung

sampai koma.

• Pola napas Kussmaul (pernafasan yang cepat dan dalam).

2.1.5 Tata Laksana (PPK IDAI, 2017)

• Tujuan utama adalah menghentikan proses asidosis bukan hanya menurunkan

kadar glukosa.

• Prinsip tata laksana KAD meliputi terapi cairan untuk mengkoreksi dehidrasi

dan menstabilkan fungsi sirkulasi, pemberian insulin untuk menghentikan

produksi badan keton yang berlebihan, mengatasi gangguan keseimbangan

12
elektrolit, mengatasi penyakit yang mendasari KAD serta monitor komplikasi

terapi.

• Anak dengan KAD harus dirawat di tempat yang memiliki perawat terlatih

dalam menangani KAD, memiliki panduan tata laksana KAD, memiliki

laboratorium yang memungkinkan evaluasi pasien secara ketat.

• Indikasi perawatan di Ruang Rawat Intensif adalah:

- KAD berat.

- Risiko edema serebri.

- Usia sangat muda (< 5 tahun)

- Aritmia

1. Tata laksana awal

• Amankan airway, breathing, circulation:

- Airway: amankan jalan napas. Jika perlu kosongkan isi lambung

- Breathing: berikan oksigen pada pasien dengan dehidrasi berat atau syok.

- Circulation: pemantauan jantung sebaiknya menggunakan EKG untuk

mengevalusi adanya kemungkinan hiperkalemia atau hipokalemia.

- Sebaiknya dipasang dua kateter intravena (IV).

• Nilai kesadaran menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale).

• Timbang berat badan pasien Gunakan berat badan aktual untuk menghitung

kebutuhan cairan maupun kebutuhan insulin.

• Nilai derajat dehidrasi - Dehidrasi dianggap sedang jika dehidrasinya

mencapai 5%-9%, tanda-tanda dehidrasi meliputi:

- Capillary refill memanjang

13
- Turgor menurun – Hiperpnea

- Serta adanya tanda-tanda dehidrasi seperti membran mukus yang kering,

mata cekung, dan tidak ada air mata.

- Dehidrasi dianggap lebih dari 10% atau berat jika terdapat nadi yang

lemah, hipotensi, dan oliguria.

- Mengingat derajat dehidrasi dari klinis sangat subyektif dan seringkali

tidak akurat maka direkomendasikan bahwa pada KAD sedang

dehidrasinya adalah 5-7% sedangkan pada KAD berat derajat

dehidrasinya adalah 7-10%.

• Evaluasi klinis apakah terdapat infeksi atau tidak.

• Ukur kadar glukosa darah dan kadar beta hidroksi butirat/BOHB (atau

keton urin) dengan alat bedside.

• Lakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium

setidaknya glukosa plasma, elektrolit serum (perhitungan anion gap),

analisis gas darah (pH, HCO3 dan pCO2) vena, kadar BOHB, dan darah

tepi lengkap. Pemeriksaan tambahan lain yang diperlukan adalah serum

kreatinin, osmolalitas plasma, serum albumin, fosfor, dan magnesium.

• Periksa HbA1c.

• Lakukan pemeriksaan urinalisis.

• Jika terdapat demam atau tanda infeksi lainnya lakukan kultur (darah, urin,

atau kultur dari spesimen lainnya) sebelum pemberian antibiotic.

• Lakukan EKG jika hasil pemeriksaan elektrolit tertunda. Perhatikan ada

tidaknya perubahan EKG sebagai berikut:

14
- Hiperkalemia

- Interval PR memanjang

- QT memendek

- Gelombang T simetris, tinggi, tajam

- Gelombang sinus Hipokalemia

- Terdapat gelombang U

- Interval QT melebar

- Gelombang T mendatar

- Segmen ST menurun Hipokalsemia

- Interval QT memanjang Lain-lain

- QTc memanjang

- QTc: Corrected QT.

2. Cairan dan elektrolit

• Defisit cairan dan elektrolit harus diganti.

• Apabila terjadi renjatan, berikan NaCl 0,9% atau RL 20 ml/kgBB dan

dapat diulangi sampai renjatan teratasi.

- Bila renjatan sudah membaik tetapi sirkulasi belum stabil, cairan

dapat diberikan dengan kecepatan 10 ml/kgBB dalam waktu 1-2 jam.

- Rehidrasi harus segera dimulai dengan cairan isotonik (NaCl 0,9%

atau cairan yang hampir isotonik misalnya Ringer Laktat/RL atau

Ringer Asetat).

- Rehidrasi awal harus menggunakan NaCl 0,9% atau ringer asetat

paling tidak selama 4-6 jam.

15
- Setelah itu, penggantian cairan harus dengan cairan yang memiliki

tonisitas sama atau lebih dari 0,45% dengan ditambahkan kalium

klorida, kalium fosfat atau kalium asetat.

- Penilaian osmolalitas efektif berguna untuk evaluasi terapi cairan dan

elektrolit.

• Rehidrasi selanjutnya dilakukan dalam kurun waktu 48 jam dengan

memperhitungkan sisa defisit cairan ditambah kebutuhan cairan rumatan

untuk 48 jam.

• Gunakan cairan kristaloid dan hindari penggunaan koloid.

• Karena derajat dehidrasi mungkin sulit ditentukan dan dapat diestimasi

berlebihan, maka cairan infus per hari tidak boleh melebihi 1,5-2x

kebutuhan cairan rumatan berdasarkan usia, berat maupun luas

permukaan tubuh.

• Salah satu indikator status hidrasi adalah kadar Natrium. Pada KAD

terjadi pseudohiponatremia sehingga kadar natrium pasien KAD dihitung

untuk mengetahui kadar Natrium sebenarnya (Na+), dengan rumus:

[Na+ terukur] + (1,6 x [glukosa -100 mg/dL] / 100)

atau

[Na+ terukur] + (1,6 x [glukosa -5,6 mM] / 5,6)

Kadar Na+ harus tetap dalam kisaran normal yaitu 135–145 mEq/L

atau perlahan-lahan menjadi normal jika pada awalnya meningkat. Kadar

Na+ yang tinggi merupakan tanda adanya dehidrasi hipertonik dan

rehidrasi perlu dilakukan lebih lambat. Bila Na+ turun dibawah nilai

16
normal maka hal ini menunjukkan pemberian cairan yang terlalu cepat

atau retensi air.

• Kandungan natrium dalam cairan perlu ditambah jika kadar natrium

serum rendah dan tidak meningkat sesuai dengan penurunan kadar

glukosa darah.

• Hati-hati, penggunaan NaCl 0,9% dalam jumlah besar dapat

mengakibatkan timbulnya asidosis metabolik hiperkloremik.

- Hiperkloremia didefinisikan dengan rasio klorida : Natrium > 0,79

• Kebutuhan cairan pada KAD yang sudah teratasi sama dengan kebutuhan

cairan anak normal lainnya.

Cara penghitungan kebutuhan cairan pada awal tata laksana :

1. Estimasi derajat dehidrasi = A%

2. Estimasi defisit cairan = A% x BB (Kg) x1000 mL =B mL

3. Hitung cairan rumatan untuk 48 jam = C mL

4. Hitung kebutuhan cairan total 48 jam = Defisit + Rumatan = D mL

5. Hitung kecepatan cairan infus per jam= D mL/48 jam

3. Insulin

• Mulai pemberian insulin 1-2 jam setelah pemberian cairan. Pemberian

insulin sejak awal tata laksana meningkatkan risiko hipokalemia.

• Jenis insulin yang boleh diberikan adalah short acting atau rapid acting.

• Rute pemberian insulin adalah intravena (IV). Lakukan flushing pada

karet infus sebelum terpasang pada pasien.

• Dosis insulin yang digunakan: 0,05-0,1 U/kgBB/jam.

17
- Insulin bolus tidak diperlukan pada tata lakasana KAD

- Untuk memudahkan pemberian, monitoring dan titrasi insulin selama

tata laksana KAD maka buatlah line IVFD untuk insulin secara

tersendiri dengan kadar cairan 1 mL = 0,01 U insulin.

Cara pengencerannya adalah:

50 Unit insulin diencerkan dalam 50 mL NaCl 0,9% (1 mL = 1 U)

atau

5 Unit insulin diencerkan dalam 50 mL NaCl (1mL = 0,1 U)

- Pertahankan dosis insulin tetap 0,05-0,1 U/kgBB/jam sampai KAD

teratasi (pH > 7,30, bikarbonat > 15 mEq/L, BOHB < 1 mmol/L).

- Dosis insulin dapat diturunkan lebih rendah dari 0,05 U/kgBB/ jam

jika pasien sensitif terhadap insulin dan tetap menunjukkan adanya

perbaikan asidosis metabolik.

• Untuk mencegah penurunan glukosa darah yang terlalu cepat selama

asidosis belum teratasi maka tambahkan cairan Dektrosa 5% dalam cairan

intravena (Dekstrosa 5% ditambahkan pada NaCl 0,9% atau 0,45%) jika

kadar glukosa plasma turun menjadi 250-300 mg/dL (1417 mmol/L).

- Terkadang perlu menggunakan cairan Dekstrosa 10% atau 12,5% untuk

mencegah terjadinya hipoglikemia sekaligus mengkoreksi asidosis

metabolik.

- Jika penurunan glukosa darah lebih dari 90 mg/dL/jam (5 mmol/L/jam)

maka pertimbangkan untuk menambahkan cairan yang mengandung

glukosa meskipun kadar glukosa darah belum turun < 300 mg/dL.

18
• Jika parameter KAD (seperti pH, anion gap, konsentrasi betahidroksi

butirat) tidak mengalami perbaikan, evaluasi ulang pasien, dosis insulin,

dan penyebab lainnya yang menyebabkan pasien tidak berespon terhadap

terapi insulin (misalnya infeksi atau salah dalam pengenceran insulin dll).

• Jika pemberian insulin intravena kontinu tidak memungkinkan pada

pasien dengan KAD tanpa gangguan sirkulasi perifer maka dapat

diberikan insulin subkutan atau intramuskuler tiap jam atau tiap dua jam.

Insulin yang digunakan adalah insulin kerja cepat atau kerja pendek.

- Dosisnya dapat dimulai dari 0,3 U/kgBB dilanjutkan satu jam kemudian

dengan insulin lispro atau aspart dengan dosis 0,1 U/ kgBB/jam atau

0,15-0,2 U/kgBB tiap 2 jam.

- Jika kadar glukosa darah < 250 mg/dL (< 14 mmol/L) sebelum KAD

teratasi, kurangi dosis insulin menjadi 0,05 U/kgBB/jam untuk

mempertahankan glukosa darah 200 mg/dL sampai KAD teratasi.

19
4. Kalium

• Pada pemeriksaan darah, kadar kalium plasma dapat normal, meningkat,

atau menurun meskipun kadar total kalium tubuh menurun.

• Pada semua pasien KAD perlu koreksi kalium, kecuali jika terdapat gagal

ginjal.

• Jika pasien hipokalemia: mulai pemberian kalium saat resusitasi cairan

awal sebelum pemberian insulin atau berikan setelah cairan resusitasi

bersamaan dengan mulai pemberian insulin.

• Jika hiperkalemia (K+>6 mEq/L): tunda pemberian kalium sampai diuresis

normal.

• Pemeriksaan EKG dapat membantu menentukan hiperkalemia atau

hipokalemia.

20
• Kalium dapat diberikan dengan konsentrasi 40 mEq/L. Selanjutnya

disesuaikan dengan hasil pemeriksaan kadar kalium plasma.

• Jenis preparat kalium yang digunakan sebaiknya adalah kalium fosfat

bersama-sama dengan kalium klorida atau asetat untuk mencegah

terjadinya asidosis hiperkloremia dan hipokalsemia. Contoh: kalium fosfat

diberikan 20 mEq/L sedangkan kalium klorida juga 20 mEq/L.

• Pemberian kalium harus dilakukan secara terus menerus selama pasien

mendapatkan cairan intravena.

• Kecepatan penggantian kalium tidak boleh melebihi 0,5 mEq/kgBB/jam.

• Jika hipokalemia menetap meskipun penggantian kalium sudah pada

kecepatan maksimal maka dosis insulin dapat diturunkan.

5. Asidosis

• Teratasi dengan pemberian cairan dan insulin.

• Terapi bikarbonat dapat menyebabkan asidosis SSP paradoksikal dan

meningkatkan risiko terjadinya hipokalemia.

• Bikarbonat dapat digunakan pada kondisi hiperkalemia berat atau jika pH

darah < 6,8

- Dosisnya adalah 1-2 mEq/kg BB diberikan IV selama lebih dari 60

menit.

2.1.6 Pemantauan (PPK IDAI, 2017)

Pemantauan pada pasien KAD meliputi :

21
• Tanda vital (kesadaran, frekuensi nadi, frekuensi napas, tekanan darah, suhu)

tiap jam.

• Balans cairan tiap jam (jika terdapat penurunan kesadaran maka perlu

dipasang kateter urin).

• Pada KAD berat, monitoring dengan EKG membantu untuk mendeteksi

adanya hiperkalemia atau hipokalemia.

• Pemeriksaan kadar glukosa darah kapiler tiap jam.

• Pemeriksaan laboratorium: elektrolit, ureum, hematokrit, glukosa darah dan

analisis gas darah harus diulang tiap 4-6 jam (pada kasus yang berat elektrolit

harus diperiksa tiap jam). Peningkatan leukosit dapat disebabkan oleh stres

dan belum tentu merupakan tanda infeksi.

• Observasi tanda-tanda edema serebri, meliputi tiba-tiba sakit kepala hebat,

perubahan tanda-tanda vital (bradikardia, hipertensi, apnea), muntah, kejang,

perubahan status neurologis (iritabilitas, mengantuk, inkontinensia) atau

tanda neurologis spesifik (parese saraf kranial-opthalmoplegia, pelebaran

pupil dan respon pupil terganggu), menurunnya saturasi oksigen.

• Pemantauan keton urin tidak menggambarkan intervensi untuk perbaikan

metabolik asidosis. Dengan perbaikan metabolik asidosis, keton urin tampak

seolah-olah meningkat. Perbaikan metabolik asidosis mengakibatkan BOHB

diubah menjadi asetoasetat, sedangkan pemeriksaan keton urin tidak bisa

mendeteksi BOHB.

22
2.1.7 Transisi ke insulin subkutan dan mulai asupan peroral (PPK IDAI, 2017)

• Cairan oral mulai diberikan jika sudah terdapat perbaikan klinis nyata.

• Jika sudah mulai diberikan cairan per oral maka jumlah cairan per oral ini

harus dimasukkan dalam perhitungan cairan total.

• Jika KAD sudah teratasi dan asupan per oral sudah ditoleransi dengan baik

maka waktu paling baik untuk mengganti insulin menjadi insulin subkutan

adalah saat sebelum makan.

• Untuk mencegah terjadinya hiperglikemia rebound maka insulin subkutan

pertama harus diberikan 15-30 menit (insulin kerja cepat) atau 1-2 jam

(insulin kerja pendek) sebelum insulin intravena dihentikan.

2.2 Tinjauan Obat


- Meylon (NaHCO3) 100cc/jam

Struktur Kimia

Komposisi Natrium Bikarbonat


Golongan dan Kelas Obat Keras dan Elektrolit, Nutrisi, Dan Lain - Lain

23
Terapi
Indikasi Menurunkan kadar asam dalam tubuh, seperti kelebihan
asam lambung, pH darah yang rendah (asidosis) dan
mengontrol pH urin.
Mekanisme Kerja Natrium bikarbonat bekerja pada tubuh sebagai alkalizer
sistemik. Dengan meningkatkan plasma bikarbonat pada
darah, senyawa ini menyangga konsentrasi ion hidrogen
berlebih sehingga meningkatkan pH darah.

Selain itu, natrium bikarbonat juga bertindak sebagai


alkalizer pada urin dengan meningkatkan ekskeresi ion
bikarbonat bebas dalam urin sehingga secara efektif
meningkatkan pH urin. Pada kondisi urin yang basa,
penghancuran batu asam urat dapat dilakukan.

Dosis  Alkalinisasi urin: 10 g / hari dalam dosis terbagi.


 Asidosis metabolik kronis: ≥4.8 g / hari sesuai
kebutuhan.
 Dispepsia: 1-5 g bila diperlukan.
 Intravena Asidosis metabolik yang berat: Dengan
injeksi lambat dari larutan hipertonik ≤8.4% atau
dengan infus terus menerus dari larutan yang lebih
lemah, biasanya 1.26%.

Pemberian Obat Intravena


Kontraindikasi  Hipernatremia (tingginya kadar ion natrium
dalam darah)
 Edema (pembengkakan) paru
 Hipokalsemia (kekurangan kalsium)
 Hipoklorhidri (kekurangan klorida dalam tubuh)

Efek Samping Mual, Perut kembung, Kram perut, Kelelahan, Sesak

24
napas, Kelemahan otot, Detak jantung tidak teratur,
hipertonisitas otot, berkedut
Peringatan Kategori C pada ibu hamil
Farmakodinamik Natrium bikarbonat adalah suatu garam monosodium
dari asam karbonat dengan efek alkalinisasi dan
pengganti elektrolit. Setelah terjadi disosiasi, sodium
bikarbonat akan membentuk ion natrium dan bikarbonat.
Pembentukan ion ini akan meningkatkan kadar
bikarbonat plasma dan bertindak
sebagai buffer kelebihan konsentrasi ion hidrogen,
sehingga pH darah meningkat.
Gambar sediaan

- NaCl 0,9 %

Struktur Kimia Na-Cl


Komposisi Natrium Klorida
Golongan dan Kelas Elektrolit
Terapi
Indikasi Mengembalikan keseimbangan elektrolit pada dehidrasi.
Ion natrium adalah elektrolit utama pada cairan
ekstraselular yang diperlukan dalam distribusi cairan
dan elektrolit lainnya. Ion klorida berperan sebagai
buffering agen pada paru-paru dan jaringan.
Mekanisme Kerja Ion ini membantu memfasilitasi oksigen dan karbon
dioksida untuk berikatan dengan hemoglobin. Ion
natrium dan ion klorida diatur oleh ginjal yang

25
mengontrol homeostatis dengan absopsi atau ekskresi
pada tubulus. 
Dosis NaCI 0.9%. Setiap 500 mL mengandung : 4,5 Natrium
Klorida (NaCl) Air untuk injeksi ad 500 mL.

Pemberian Obat Intravena


Kontraindikasi Gagal Jantung Kongestif
Efek Samping Pembengkakan terutama pada kaki, rasa kelelahan,
mulut kering
Peringatan Kategori C pada ibu hamil
Farmakokinetik Injeksi NaCl langsung masuk ke dalam pembuluh darah.
Setelah diinjeksi, NaCl akan terdistribusi cepat ke dalam
jaringan melalui pembuluh darah, serta dieliminasi
melalui urine
Gambar sediaan

- KCl

Struktur Kimia K-Cl


Komposisi Kalium Klorida
Golongan dan Kelas Elektrolit
Terapi
Indikasi Hipokalemia.
Mekanisme Kerja Ion ini membantu memfasilitasi oksigen dan karbon
dioksida untuk berikatan dengan hemoglobin. Ion
kalium dan ion klorida diatur oleh ginjal yang
mengontrol homeostatis dengan absopsi atau ekskresi

26
pada tubulus. 
Pemberian Obat Intravena
Kontraindikasi Hipersensitivitas berat terhadap sediaan kalium
Efek Samping Pembengkakan terutama pada kaki, rasa kelelahan,
mulut kering
Peringatan Kategori C pada ibu hamil
Farmakokinetik Injeksi KCl langsung masuk ke dalam pembuluh darah.
Setelah diinjeksi, KCl akan terdistribusi cepat ke dalam
jaringan melalui pembuluh darah, serta dieliminasi
melalui urine
Gambar sediaan

- Levemir

Nama Obat Levemir

Kelas terapi Antihioerglikemia

Indikasi Terapi DM

Dosis 0,1-0,2 U/ kg 1x sehari injeksi SC

Sediaan Levemir penfi;

Efek samping hipoglikemia, reaksi pada area penyuntikan (kemerahan,

inflamasi, bengkak, gatal; kurang umum: lipodistrofi,

reaksi alergi (ruam, urtikaria, erupsi, gatal, berkeringat,

rasa tidak nyaman pada saluran cerna, udem

angioneuretik, kesulitan bernafas, palpitasi dan penurunan

27
tekanan darah), gangguan refraksi, diabetes retinopati;

jarang: neuropati perifer


Gambar

- Ranitidin

Nama Obat Ranitidin Injeksi (A to Z Drug Fact, 2003)

Komposisi Ranitidin

Kelas terapi Antagonis reseptor histamin 2

Indikasi Tukak lambung, tukak deodenum, refluks esofagitis,

hipersekresi patologis (misal:sindrom zollinger ellison)


Mekanisme Kerja Ranitidin bekerja dengan cara mengurangi produksi asam

lambung. Sehingga, asam lambung yang dilepaskan ke

dalam sistem pencernaan menjadi berkurang.


Dosis Dewasa : injeksi

IM : 50 mg (2ml) 6-8 jam

Injeksi intravena lambat: 50 mg diencerkan sampai 20ml

dan diberikan selama tidak kurang dari 2menit: dapat

diulang setiap 6-8 jam.


Pemberian Obat Injeksi

Kontraindikasi Penderita yang hipersensitiftas terhadap ranitidin atau H2

reseptor antagonislainnya.

28
Efek Samping Aritmia seperti takikardia, bradikardia, blok

atriventrikular, konstipasi, diare, mual, muntah, nyeri

perut, leukopenia, granulositopenia, reaksi

hipersensitifitas.
Farmakokinetika Absorpsi: ranitidin di absorpsi dengan baik dari saluran

cerna maupun pada pemberian secara intramuskular.

Bioavabilitas absolut ranitidin pada pemberian secara

oral adalah sekitar 50%

Distribusi: ranitidin terdistribusi secara luas pada cairan

tubuh dan sekitar 19-19% berikatan dengan protein

serum.

Eliminasi: waktu paruh eliminasi rata-rata pada orang

dewasa adalah 1,7-3,2 jam dan sapat berkorelasi positif

dengan usia. Waktu paruh eliminasi akan meningkat

seiring berkurangnya fungsi ginjal. Ranitidin sebagian

besar dieksresikan dalam urine melalu filtrasi glomelural

dan sekresi tubular.

Metabolisme: ranitidine dimetabolisme dihati menjadi

ranitidin n-oksida, desmietil ranitidin dan ranitidin S-

Oksida. Pada pemberian oral, ranitidin juga mengalami

metabolisme lintas pertama dihati. Pada pasien dengan

Sirosis

29
Gambar

- Dextrose 5 %,

Nama Obat Dextrose 5 %,


Struktur Kimia

Komposisi Dextrose Monohydrate


Kelas Terapi Parenteral
Indikasi Untuk mengembalikan konsentrasi glukosa darah
Mekanisme Kerja Menggantikan suplai Glukosa dari luar tubuh untuk
mengembalikan kadar glukosa darah
Kontra Indikasi Hiperkalamia, anak, lansia,hipertensi atau toksemia
gravidarum,alergi terhadap metabisulfit
Perhatian Gagal jantung kongestif, gangguan fungsi ginjal,
hipoproteinemia, udem perifer, udem paru. Anak, usia
lanjut, hipertensi dan toksemia pada kehamilan. Lakukan tes
ionogram serum periodik pada terapi jangka panjang
Efek Samping Hiperosmolaritas, edema, takipnea, syndrome hypermolar,
diare, hypervolemia, pilidipsi.
Interaksi Obat -
Dosis 10-25 g (20-50 ml 50% )
Pemberian Obat Intravena

30
- Novorapid

Nama Obat Novorapid

Kelas terapi Antihiperglikemia

Indikasi Terapi DM

Dosis 0.5-1 IU/kg BB X sehari injeksi SC

Sediaan Novorapid Flexpen

Efek samping Hipoglikemia, reaksi pada area penyuntikan (kemerahan,

inflamasi, bengkak, gatal; kurang umum: lipodistrofi,

reaksi alergi (ruam, urtikaria, erupsi, gatal, berkeringat,

rasa tidak nyaman pada saluran cerna, udem

angioneuretik, kesulitan bernafas, palpitasi dan penurunan

tekanan darah), gangguan refraksi, diabetes retinopati;

jarang: neuropati perifer


Gambar

- Ceftriaxon

Nama Obat Ceftriaxon

31
Kelas terapi Antibiotik golongan sefalosporin

Indikasi Terapi infeksi bakteri

Dosis 1x2 g

Sediaan Injeksi

Efek samping Nyeri perut, diare, pusing, mual, muntah

Gambar

- Cefixime

Nama Obat Cefixime

Kelas terapi Antibiotik golongan sefalosporin

Indikasi Terapi infeksi bakteri

Dosis Dewasa dan anak dengan BB 30 kg atau lebih : 50-100 mg,


2 kali sehari. Untuk infeksi yang berat, dosis dapat
ditingkatkan sampai 200 mg diberikan dua kali sehari.
Sediaan Kapsul

Efek samping Nyeri perut, diare, pusing, mual, muntah

32
Gambar

BAB III

TINJAUAN KASUS
3.1 Identitas Pasien

Data Umum

No. MR : 18.41.XX

Nama Pasien : An. S.A

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 15 Tahun

33
Ruangan : Rawat Inap Anak

Diagnosa : KAD (Ketoasidosis Diabetikum) BERAT +

DEHIDRASI RINGAN + BACTERIAL

INFECTION
Mulai Perawatan : 2 Juli 2021 pukul 03:30

Dokter Yang Merawat : dr. F, S.p A

Riwayat Penyakit

3.2.1 Keluhan Utama

Sesak sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit

3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

 Sejak 2 hari SMRS pasien demam, nafsu makan menurun. Pasien tidak

suntik insulin

 Sejak 1 hari SMRS pasien sakit perut, pusing, mual, nyeri ulu hati dan

terasa menyesak di dada, badan terasa letih

 Pasien juga merasa sesak sejak 1 hari SMRS

3.2.3 Riwayat Penyakit Terdahulu

 Diabetes Melitus sejak 4 tahun SMRS. Pasien sudah dirawat 2 kali karena

KAD. Pasien tidak pernah kontrol, hanya mengatur sendiri pemakaian

insulin (Levemir® dan Novorapid® )

3.2.4 Riwayat Persalinan

 Riwayat persalinan SC (Sectio Cesarea), cukup bulan, BBL 3,6 kg

34
3.3 Data Penunjang

3.3.1 Data Organ Vital

Data Tanggal
Normal
02/07 03/07 04/07 05/07 06/07 07/07
Klinik
Kesadar E2V3M
E4V5M6 (kompos mentis)
an 5
TD
115/60 123/87 136/61 - - - 110/80
(mmHg)
Suhu 36.5 –
38,4 36.9 37,2 36,5 36,3 36
(°C) 37.5

Nadi (x /
<110 140 127 - - - -
menit)
Nafas

(x/menit 12 – 16 40 - - - - -

)
BB (kg) 51 - - - - 48

35
3.4 Data Laboratorium

HEMATOLOGI

Tanggal
Pemeriksaan Nilai Normal
02/07 03/07
Hemoglobin (g/dL) 10.3 – 14.9 13.1 –
6
Eritrosit (10 /μL) 4.0 – 5.2 4.48 –
Hematokrit (%) 32 – 42 39.4 –
MCV (fL) 73 – 87 H 87.9 –
MCH (pg) 24 – 30 29.2 –
MCHC (g/dL) 32 – 36 33.2 –
RDW-CV (%) 11.5 – 14.5 12.6 –
3
Leukosit (10 /μL) 4.8 – 10.8 H 29.2 –
3
Trombosit (10 /μL) 150 – 450 409 –
Basofil (%) 0–1 0 –
Eosinofil (%) 1–3 L0 –
Neutrofil (%) 50 – 70 H 75 –
Limfosit (%) 20 – 40 L 18 –
Monosit (%) 2–8 7 –
ALC (Absolute

Lymphocyte Count) H 5256 –

(µL) 1500 – 4000


NLR (Neutrophil

Lymphocyte Ratio) H 4.17

(µL) < 3.13 –


URINALISA

36
Urine Lengkap
Tanggal/Pukul
02/07 02/07 03/07 –
Nilai Normal
Pemeriksaan
04.06 18.09 03.54
Kuning muda Kuning –
Warna Kuning Kuning
jernih keruh
Blood (UL) Negatif Negatif 1+ 1+ –

Bilirubin Negatif Negatif Negatif Negatif –

Urobilinogen (EU) 1 1 1 1 –

Keton Negatif 3+ 3+ 2+ –

Protein Negatif 1+ 1+ Negatif –

Nitrit Negatif Negatif Negatif Negatif –

Glukosa Negatif 2+ Negatif Negatif –

pH 4.6 – 8.5 6.00 6.00 6.00 –

Berat Jenis 1.003 – 1029 1.025 1.025 1.020 –

Sedimen Urine
Eritrosit (LPB) 0–4 0–1 5–7 6–8 –

Silinder Negatif Negatif Negatif Negatif –

Lekosit (LPB) 0–3 2–3 2–4 1–3 –

Kristal Negatif Negatif Negatif Negatif –

Epitel (LPK) 0–1 1–3 1–3 1 –

ANALISIS GAS DARAH


Tanggal/Pukul
02/07 02/07 02/07 03/07
Pemeriksaan Nilai Normal
03.32 10.54 16.31 04.25
LL LL
pH 7,35 – 7,45 L 7.161 L 7.275
7.027 6.986
PCO2 mmHg 35 – 45 LL LL LL L 24.70

37
13.50 17.00 14.50
HH HH HH HH
PO2 mmHg 80 – 100
103.70 124.10 109.50 148.80
Bikarbonat (HCO3)
22 – 26 L 3.60 L 4.10 L 5.20 L 11.60
mEq/L
Kelebihan basa (BE)
-2 – +2 -24.7 -25.2 -20.5 -12.7
mEq/L
SO2 94 – 100 94.60 96.20 96.60 98.70
Kimia Klinik
Tanggal/Pukul
02/07 02/07
Pemeriksaan Nilai Normal
02.29 10.54
Glukosa Darah mg/dL 60 – 100 H 238 –
Kalsium mg/dL 8.8 – 10.4 – 9.52
Natrium (Na) mEq/L 135 – 145 – 143.2
Kalium ( K ) mEq/L 3,5 – 5.5 – H 5.6
Clorida ( Cl ) mEq/L 98 – 108 – H 112.2

Diagnosis:

 Ketoasidosis diabetikum berat, dehidrasi ringan

 Bacterial infection

Tatalaksana Awal :
- Ranitidin 3x50 mg IV

- Pemberian Oksigen 2/pm

- Ceftriaxon 1x2 gr Drip dalam NaCl 0,9% 50 cc/jam IV (habis dalam sejam)

- Pasang catether

38
- Infus jalur 1 (kanan)

 NaCl 0,9 % 120 ml/jam

 Selanjutnya drip insulin 50 unit dalam 50 cc NaCl 0,9% kecepatan 2cc/jam

NaCl 0,9% + KCl (20)  120 cc/jam

Cek GDR perjam (target penurunan GDR 75-100 mg/dL perjam, jika tidak

tercapai maka naikkan dosis insulin 0,4 cc/jam dari yang sebelumnya,

maksimal 4 cc/jam

- Jika GDR <250

Infus 2 jalur

 drip insulin 50 unit dalam 50 cc NaCl 0,9% kecepatan 2cc/jam

NaCl 0,9% + KCl (20)  120 cc/jam

Cek GDR perjam (target penurunan GDR 75-100 mg/dL perjam, jika tidak

tercapai maka naikkan dosis insulin 0,4 cc/jam dari yang sebelumnya,

maksimal 4 cc/jam

 IVFD D10% + KCl 20 cc Kecepatan 60cc/jam

 IVFD NaCL 0,9% + KCl 20 cc Kecepatan 60cc/jam

- Cek elektrolit dan kreatinin dan klirens

- Cek ulang AGD 6 jam selanjutnya (9.30) + Cek ulang elektrolit (Na,K,Cl,Ca)

39
3.4.1 Nilai Lembar Monitoring Gula Darah
GD
PAGI SIANG MALAM LV JAM
HARI/TA
01.00
NGGAL
GD GD GD
GD LV NV MAKAN+SNACK GD NV MAKAN+SNACK GD NV MAKAN+SNACK
2PP 2PP 2PP
324
+
3/7/21 366 9 1 Porsi 375 354 326
Novo
3 iu

289
377
+
4/7/21 1 Porsi 215 179 5 1/3 Porsi 322 14 +Novo
Novo
3 iu
2 iu

309
+
5/7/21 382 15 15 1 Porsi 273 1 Porsi 176 171 16 1 Porsi 96 15
Novo
2 iu

279
266
+
6/7/21 217 15 15 1 Porsi 234 ½ Porsi 152 194 16 1 Porsi 182 15 + Novo
Novo
1 iu
1 iu

243
+
7/7/21 317 15 18 1 Porsi
Novo
1 iu

40
Dokter Apoteker
Tanggal S
O
A P A P
02/07/2021 - Memiliki - Nadi: - KAD berat - Koreksi meylon - Disarankan

IGD riwayat DM 140x/menit - Bacterial 25 cc encerkan monitoring


1. Meylon (Natrium
sejak umur 11 - Suhu: 38C infection dengan NaCl 0,9 Bikarbonat 84%) tanda-tanda vital
tahun, rutin - Tekanan % 100 cc (habis menurunkan kadar pada pasien
asam dalam tubuh
Levemir® 1x11 Darah: dalam 2 jam) - Disarankan
atau pH darah yang
iu dan 123/87 - Infus NaCl 0,9 % rendah (asidosis) monitoring
Novorapid® 14 mmHg tambah KCl 20 (Konsesus Nasional tanda-tanda
iu sebelum - Pernafasan: Pengelolaan DM Tipe
meg (60 cc/jam) ekstravasasi
1)
makan, sehari 40x/menit - Infus Dextrose 2. NaCl mengembalikan meylon
kemaren pasien - berat badan: 10 % tambah keseimbangan - Disarankan cek
tidak ada 50 kg elektrolit pada
KCl 20 meg (60 GDR secara
keadaan dehidrasi
menyuntikkan - SaO2 : 99% cc/jam) berkala
(Pharmacoteraphy
insulin - GDR : 496- - Insulin 50 unit (Principles & - Disarankan
143 Practice))
tambah 50 cc monitor Balance
3. KCl membantu
NaCl 0,9 % mengurangi defisit cairan pasien
(4cc/jam) Kalium pada pasien - Disarankan Cek
- Inj Ceftriakson KAD. (Konsesus Ulang AGD
Nasional Pengelolaan

41
1x2 gr tambah 50 DM Tipe 1) (Analsis gas
cc NaCl 0,9 % 4. Infus Dektrosa 10% darah) per 12
diberikan untuk
(habis dalam 1 jam
mencegah terjadinya
jam) hipoglikemia - Disarankan Cek
- Inj Ranitidin sekaligus kandungan keton
mengkoreksi asidosis
3x50 mg urin
metabolic. (Konsesus
Nasional Pengelolaan - Disarankan
DM Tipe 1) memberikan
5. Pemberian insulin
supply oksigen
bertujuan untuk
menurunkan dan sesuai kebutuhan
mengendalikan kadar pasien
glukosa darah dan
menekan proses
lipolisis dan
ketogenesis.
(Konsesus Nasional
Pengelolaan DM Tipe
1)
6. Inj Ceftriakson untuk
mencegah infeksi
bakteri yang
sensitive.
(Formularium

42
Spesialistik Ilmu
Kesehatan Anak)
7. Inj Ranitidin
diberikan pada pasien
dengan keadaan yang
menimbulkan
hipersekresi lambung
(Formularium
Spesialistik Ilmu
Kesehatan Anak)

03/07/21 Sesak nafas - Tekanan - KAD Berat - Infus NaCl 0,9 % 1. NaCl mengembalikan - Disarankan
mulai menurun, darah 126/61 - Bacterial tambah KCl 20 keseimbangan monitoring
elektrolit pada
pasien mulai mmHg infection meg (60 cc/jam) tanda-tanda vital
keadaan dehidrasi
sadar - Nadi - Insulin 50 unit (Pharmacoteraphy pada pasien
127x/menit tambah 50 cc (Principles & - Disarankan cek
Practice))
- Suhu 37,1°C NaCl 0,9 % GDR secara
2. KCl membantu
- Pernapasan (4cc/jam)  stop mengurangi defisit berkala
24x/menit setelah ½ jam Kalium pada pasien - Disarankan
KAD. (Konsesus
- GDR : 366- selesai minum monitor Balance
Nasional Pengelolaan
324 susu DM Tipe 1) cairan pasien
- Levemir® 3. Pemberian insulin - Disarankan
flexpen untuk bertujuan untuk
pemberian

43
maintenen 2x11 menurunkan dan supply oksigen
iu (07.00-19.00) mengendalikan kadar sesuai kebutuhan
glukosa darah dan
- Novorapid® pasien
menekan proses
flexpen 3x9 iu lipolisis dan - Disarankan Cek
- Inj Ceftriakson ketogenesis. kandungan keton
(Konsesus Nasional
1x2 gr tambah 50 urin
Pengelolaan DM Tipe
cc NaCl 0,9 % 1) - Pasien
(habis dalam 1 4. Inj Ceftriakson untuk disarankan untuk
mencegah infeksi
jam) melaksanakan
bakteri yang
- Inj Ranitidin sensitive. diet rendah gula
3x50 mg (Formularium
Spesialistik Ilmu
Kesehatan Anak)
5. Inj Ranitidin
diberikan pada pasien
dengan keadaan yang
menimbulkan
hipersekresi lambung
(Formularium
Spesialistik Ilmu
Kesehatan Anak)
6. Novorapid® Flexpen
digunakan untuk

44
mengendalikan
glukosa darah
sesudah makan
(termasuk kedalam
insulin kerja cepat).
(Pharmacotherapy
Handbook Edition 9)
7. Levemir® Flexpen
digunakan 1 atau 2
kali pada pagi dan
malam hari untuk
,mengontrol gula
darah pasien dalam
keadaan puasa
(diabsorbsi lebih
lambat).
(Pharmacotherapy
Handbook Edition 9)

04/07/21 Pasien - GDR : 322 - - KAD berat - Inj Ceftriakson - Disarankan


mengalami 215 - Bacterial 1x2 gr tambah 50 1. NaCl mengembalikan monitoring
keseimbangan
pusing dan - Suhu 37,2°C infection cc NaCl 0,9 % tanda-tanda vital
elektrolit pada
kadang gelisah (habis dalam 1 keadaan dehidrasi pada pasien
jam) (Pharmacoteraphy - Disarankan cek
(Principles &
- Inj Ranitidin

45
3x50 mg Practice)) GDR secara
- Novorapid® 2. Inj Ceftriakson untuk berkala
mencegah infeksi
flexpen 3x12 iu - Disarankan
bakteri yang
- Levemir® sensitive. monitor Balance
flexpen untuk (Formularium cairan pasien
Spesialistik Ilmu
maintenen 2x12 - Pasien
Kesehatan Anak)
iu (07.00-19.00) 3. Inj Ranitidin disarankan untuk
diberikan pada pasien melaksanakan
dengan keadaan yang
diet rendah gula
menimbulkan
hipersekresi lambung - Disarankan
(Formularium koreksi
Spesialistik Ilmu
Levemir® dan
Kesehatan Anak)
4. Novorapid® Flexpen Novorapid® 1
digunakan untuk unit tiap
mengendalikan
kenaikan gula
glukosa darah
sesudah makan darah 50 diatas
(termasuk kedalam 200
insulin kerja cepat).
- Disarankan Cek
(Pharmacotherapy
Handbook Edition 9) kandungan keton
urin

46
5. Levemir® Flexpen
digunakan 1 atau 2
kali pada pagi dan
malam hari untuk
,mengontrol gula
darah pasien dalam
keadaan puasa
(diabsorbsi lebih
lambat).
(Pharmacotherapy
Handbook Edition 9)

05/07/21 - Pasien lemah - Suhu 37,1°C - KAD berat - Novorapid® 1. Novorapid® Flexpen - Disarankan
flexpen 3x16 iu digunakan untuk monitoring
- Infus bengkak - SPO2 99% - Bacterial
mengendalikan tanda-tanda vital
- GDR 309 infection - Levemir®
glukosa darah pada pasien
-171 flexpen untuk sesduah makan - Disarankan cek
maintenen 2x16 (termasuk kedalam GDR secara
insulin kerja cepat). berkala
iu (07.00-19.00)
(Pharmacotherapy - Disarankan
- Cefixime 2x200 Handbook Edition 9) monitor Balance
mg 2. Levemir® Flexpen cairan pasien
digunakan 1 atau 2 - Pasien
- Ranitidin 3x1
kali pada pagi dan disarankan untuk
tablet sehari malam hari untuk melaksanakan
,mengontrol gula

47
darah pasien dalam diet rendah gula
keadaan puasa - Disarankan
(diabsorbsi lebih koreksi
lambat).
(Pharmacotherapy Levemir® dan
Handbook Edition 9) Novorapid® 1
3. Cefixime diberikan unit tiap
untuk mencegah
kenaikan gula
infeksi bakteri karena
kadar leukosit pasien darah 50 diatas
tinggi 200
(Pharmacotherapy
- Disarankan Cek
Handbook Edisi 7)
4. Ranitidin diberikan kandungan keton
pada pasien dengan urin
keadaan yang
menimbulkan
hipersekresi lambung
(Formularium
Spesialistik Ilmu
Kesehatan Anak)

06/07/21 - Pasien - Suhu 36,8°C - KAD berat - Novorapid® 1. Novorapid® Flexpen - Disarankan
mengalami - GDR : 217 - digunakan untuk monitor tanda-

48
mual 239 - Bacterial flexpen 3x16 iu mengendalikan tanda vital pada
- Dan badan - RR : infection - Levemir® glukosa darah pasien
flexpen untuk sesduah makan - Disarankan cek
masih terasa 20x/menit
maintenen 2x16 (termasuk kedalam GDR secara
letih iu (07.00-19.00) insulin kerja cepat). berkala
- Cefixime 2x200 (Pharmacotherapy - Pasien
mg Handbook Edition 9) disarankan
- Ranitidin 3x1 2. Levemir® Flexpen untuk
tablet sehari digunakan 1 atau 2 melaksanakan
kali pada pagi dan diet rendah gula
malam hari untuk sesuai anjuran
,mengontrol gula ahli gizi
darah pasien dalam - Disarankan
keadaan puasa koreksi
(diabsorbsi lebih
Levemir® dan
lambat).
(Pharmacotherapy Novorapid® 1
Handbook Edition 9) unit tiap
3. Cefixime diberikan
kenaikan gula
untuk mencegah
infeksi bakteri darah 50 diatas
(Pharmacotherapy 200
Handbook Edisi 7)
- Disarankan agar
4. Ranitidin diberikan
pada pasien dengan paisien istirahat
keadaan yang yang cukup

49
menimbulkan - Disarankan Cek
hipersekresi lambung kandungan
(Formularium
keton urin
Spesialistik Ilmu
Kesehatan Anak)

07/07/21 - Badan terasa - Suhu : 36°C - KAD berat - Novorapid® - Novorapid® Flexpen - Disarankan cek
letih flexpen 3x16 iu digunakan untuk GDR secara
- Tekanan - Bacterial
- Levemir® mengendalikan berkala
darah : infection flexpen untuk glukosa darah - Memberikan
180/80mmH maintenen 2x16 sesduah makan terapi insulin
g iu (07.00-19.00) (termasuk kedalam
sesuai anjuran
- Cefixime 2x200 insulin kerja cepat).
- GDR : 317 - mg (Pharmacotherapy dokter
243 - Ranitidin 3x1 Handbook Edition 9)
tablet sehari - Levemir® Flexpen
- Boleh pulang digunakan 1 atau 2
kali pada pagi dan
malam hari untuk
,mengontrol gula
darah pasien dalam
keadaan puasa
(diabsorbsi lebih
lambat).

50
(Pharmacotherapy
Handbook Edition 9)
- Cefixime diberikan
untuk mencegah
infeksi bakteri karena
kadar leukosit pasien
tinggi
(Pharmacotherapy
Handbook)
- Ranitidin diberikan
pada pasien dengan
keadaan yang
menimbulkan
hipersekresi lambung
(Formularium
Spesialistik Ilmu
Kesehatan Anak)

51
3.6 Analisa Farmakoterapi
3.6.1 Terapi Farmakologi
Tanggal Pemberian
Nama Obat Rute Frekuensi
02/07/21 03/07/21 04/07/21 05/07/21 06/07/21 07/07/21
Meylon (NaHCO3)
IV √
100cc/jam
NaCl 0,9% + KCl 20
IV √ √
meq 60cc/jam
Dextrose 10% + KCl 20
IV √
meq 60cc/jam
Ceftriaxone 1x2 g + 50
IV √ √ √
cc NaCl 0,9%
Ranitidin 3x50 mg IV √ √ √

Insulin 50 unit tambah


50 cc NaCl 0,9 % IV √ √
4cc/jam
3x1
Ranitidin 150 mg PO √ - -
2x1
Cefixime 200 mg PO - - -
3x1
Novorapid® Flexpen SC √ √ √ √ √
2x1
Levemir® Flexpen SC √ √ √ √ √

3.6.2 Perhitungan Dosis

52
No Nama Obat Dosis Literatur Dosis yang diberikan Komentar
0,25mmol/kgBB Meylon 25 cc (habis Dosis yang diberikan
(Drug Doses Frank Shann 17th dalam 2 jam) sesuai dengan literatur
Edition)

Dosis
1 Meylon
= 0,25 mmol/kgBB x 50 kgBB
= 12,5 mmol (12 jam)
= 12,5 mmol x 2
= 25 mmol/24 jam

 Derajat dehidrasi 5% (A) NaCl 0,9% dan Dosis yang diberikan


 Defisit cairan Dextrose 10% sebanyak sesuai dengan literatur
AxBB(kg)x1000 120 cc
=5% x 50kg x 1000 NaCl 0,9% 60 cc
=2500 ml (B) D10% 60cc
 Cairan rumatan 48 jam =
4200 ml ©
 Kebutuhan cairan total untuk
NaCl 0,9% + KCl 20 meq 24 jam
2
Dextrose 10% + KCl 20 meq = B+C
=2500+4200
=6700ml (D)
Kecepatan cairan infus/jam
=6700/48
=140  120cc (diturunkan
dengan pertimbangan
dokter)

3 Ceftriaxone Anak-anak berusia diatas 12 Ceftriaxone 1x2 g/hari Dosis yang diberikan
tahun diatas atau dengan berat sesuai dengan literatur
badan 50 kg keatas diberikan

53
dengan dosis 1-2 g/hari
(Nelson’s, 2019)

1-2 mg/kgBB Ranitidin 3 x 50 mg Dosis yang diberikan


(Dipiro Edisi 8) sesuai dengan literatur
4 Ranitidin
Dosis
= 1 mg/kgBB x 50 kg
= 50 mg IV
0,05-0,1 U/kgBB/jam Insulin IV 2 cc/jam Dosis yang diberikan
(Konsesus Nasional Pengelolaan (0,05 U/kgBB/jam) sesuai literatur
Diabetes Mellitus Tipe 1)
5 Insulin
Dosis
= 0,05 U/kgBB/jam x 40 kg
= 2 U/kgBB/jam
2-5mg/kgBB (max 150 mg) 8-12 Ranitidin 3x150 mg Dosis yang diberikan
jam =450 mg sesuai dengan literatur
(Drug Doses Frank Shann 17th
Edition)
6 Ranitidin 150 mg Dosis
=3 mg/kg x 50 kg
=150 mg/8 jam

Maksimal PO/hari 450 mg


7 Cefixime 200 mg 8 mg/kgBB/hari Cefixime 2x200 mg Dosis yang diberikan
(Pharmacoteraphy Priciples and sesuai dengan literatur
Practice Fifth Edition)

Dosis
= 8mg/kgBB/hari x 50 kg

54
= 400 mg/hari

Cefixime 2x200 mg P.O = 400


mg

0,7-2 U/kg/hari Novorapid 3 x 9 U Dosis yang diberikan


(Konsesus Nasional Pengelolaan sesuai literatur
Diabetes Mellitus Tipe 1) Dosis akhir penggunaan
3x16
Dosis
8 Novorapid® Flexpen = 0,7 U/kg x 40 kg
= 28 U/hari

Dibagi menjadi 3 kali pemberian


= 28 U/ 3
=9U
0,7-2 U/kg Levemir 2 x 11 U Dosis yang diberikan
(Konsesus Nasional Pengelolaan sesuai literatur
Diabetes Mellitus Tipe 1) Dosis akhir penggunaan
2x15
Dosis
9 Levemir® Flexpen = 0,7 U/kg x 40 kg
= 28 U/hari

Dibagi menjadi 2 kali pemberian


= 28 U/
= 14 U

3.6.3 Analisa Permasalahan / Drug Related Problem (DRP)


Pasien : Ms. Syahida Diagonosa : Ketoasidosis Diabetik (KAD) Berat + Dokter Penanggung Jawab:

55
Bacterial Infection dr. FF, Sp.A
Ruangan : Perinatologi Apoteker : apt. RS, S.Farm

Check
No Drug Therapy Problem Penjelasan
List
1 Terapi obat yang tidak diperlukan
Obat telah diberikan sesuai dengan indikasi

 Meylon (NaHCO3) untuk terapi perbaikan pH darah

 NaCl untuk terapi eletrolit pada pasien KAD

 KCl untuk terapi perbaikan kalium.

 Dektrosa 10% terapi untuk mengatasi terjadinya


Terdapat terapi tanpa indikasi medis Tidak hipoglikemia pada pasien

 Ceftriakson untuk mengatasi infeksi bakteri pasien


 Ranitidin untuk mengatasi gangguan lambung.
 Novorapid® Flexpen untuk mengontrol glukosa darah
sesudah makan.
 Levemir® Flexpen untuk ,mengontrol gula darah pasien
dalam keadaan puasa.

Pasien mendapatkan terapi tambahan yang Tidak Pasien tidak mendapatkan terapi tambahan yang tidak

56
Check
No Drug Therapy Problem Penjelasan
List
tidak di perlukan diperlukan
Pasien masih memungkinkan menjalani Pasien harus menjalani terapi farmakologi untuk membantu
Tidak
terapi non farmakologi mengendalikan kadar gula darah dengan pemberian insulin
Terdapat duplikasi terapi Tidak Pasien tidak mendapat terapi yang duplikasi
Pasien mendapat penanganan terhadap efek Pasien tidak mendapatkan penanganan terhadap efek samping
Tidak
samping yang seharusnya dapat dicegah obat yang seharusnya dapat dicegah
2 Kesalahan obat
Bentuk sediaan yang diberikan tepat yaitu dalam bentuk
Bentuk sediaan tidak tepat Tidak
injeksi karena mempertimbangkan kondisi pasien
Terdapat kontra indikasi Tidak Tidak terdapat kontraindikasi
Kondisi pasien tidak dapat disembuhkan Kondisi pasien dapat diatasi oleh obat untuk mengurangi
Tidak
oleh obat keluhan pasien
Obat tidak diindikasikan untuk kondisi
Tidak Tidak ada obat yag tidak diindikasikan untuk pasien
pasien
Terdapat obat lain yang lebih efektif Tidak Pengobatan yang diberikan sudah efektif
3 Dosis tidak tepat
Dosis terlalu rendah Tidak Dosis yang didapat pasien sudah sesuai kondisi pasien

Frekuensi penggunaan tidak tepat Tidak Frekuensi penggunaan obat yang diterima pasien sudah tepat

Durasi penggunaan tidak tepat Tidak Durasi penggunaan sudah tepat

57
Check
No Drug Therapy Problem Penjelasan
List
4 Reaksi yang tidak diinginkan
Obat aman untuk pasien dan memberikan efek yang sesuai
Obat tidak aman untuk pasien Tidak
dengan yang diharapkan

Terjadi reaksi alergi Tidak Pasien tidak menunjukan reaksi alergi dari penggunaan obat

Terjadi interaksi obat Tidak Tidak terjadi interaksi obat

Dosis obat dinaikkan atau diturunkan terlalu


Tidak Dosis obat tidak dinaikkan atau diturunkan terlalu cepat
cepat
Muncul efek yang tidak diinginkan Tidak Tidak muncuk efek yang merugikan untuk pasien
5 Ketidak sesuaian kepatuhan pasien
Tidak tersedianya obat Novorapid® Flexpen di apotek rumah
Obat tidak tersedia Ya
sakit
Pasien tidak mampu menyediakan obat Tidak Pasien mampu menyediakan obat
Pasien tidak mengerti intruksi penggunaan
Tidak Pasien mengerti instruksi penggunaan obat
obat
Pasein tidak patuh atau memilih untuk tidak
Ya Pasien tidak patuh dalam penggunaan obat
menggunakan obat
6 Pasien membutuhkan terapi tambahan

58
Check
No Drug Therapy Problem Penjelasan
List
Terdapat kondisi yang tidak diterapi Tidak Pasien telah mendapatkan terapi sesuai dengan kondisinya.
Pasien membutuhkan obat lain yang Sinergis Tidak Pasien telah mendapatkan obat yang bekerja sinergis.

Pasien membutuhkan terapi profilaksis Tidak Pasien sudah mendapat terapi empiris

59
BAB IV
PEMBAHASAN

Seorang pasien anak perempuan berinisial S yang berumur 15 tahun masuk

IGD di RSUD M.Natsir Solok pada tanggal 2 Juli 2021 . Menurut keterangan dari

keluarga pasien, keluhan utama pasien adalah sesak sejak 1 hari sebelum masuk

rumah sakit. Riwayat penyakit sekarang yaitu pasien demam sejak 2 hari sebelum

masuk rumah sakit, nafsu makan menurun, mual, sakit perut sebelum masuk rumah

sakit, sesak sejak 1 sebelum masuk rumah sakit dan pasien tidak suntik insulin.

Pasien menderita DM sejak 4 tahun yang lalu dan tidak pernah kontrol, hanya

mengatur sendiri pemakaian insulin (Levemir® dan Novorapid®) serta pasien sudah

dirawat 2 kali karena KAD (Ketoasidosis Diabetik).

Pada saat di IGD pasien diberikan tatalaksana awal berupa inj ranitidine serta

pemberian oksigen. Inj ranitidine diberikan untuk mengatasi mual pada pasien. Dari

hasil pemeriksaan hematologi lengkap, diketahui nilai leukosit sangat tinggi yaitu

29,2 103/µL. Dari analisa gas darah diketahui pH pasien rendah yaitu 7,027, nilai

HCO3 rendah yaitu 3,60 mEq/L. Dari data urinalisa diketahui Keton tinggi yaitu +3

serta glukosa yaitu +2

Dari data vital pasien diketahui tekanan darah 123/87 mmHg, suhu 38,4°C,

nadi (Heart Rate) 140x / menit dan Respiratory Rate 40 x / menit. Dari data kimia

klinik diketahui Glukosa Darah tinggi yaitu 238 mg/dL, Pasien didiagnosa KAD

(Ketoasidosis Diabetikum) berat serta Bacterial Infection. Pasien termasuk kedalam

dm tipe 1, di karena pasien sebelum masuk rumah sakit sudah menggunakan obat

60
suntik insulin flexpen dan dilihat dari riwayat pasien yang menderita DM sejak 4

tahun yang lalu. Lebih dari 90% penderita diabetes pada anak dan remaja adalahDM

tipe 1. DM tipe 1 disebabkan karena kerusakan sel β pancreas baik oleh proses

autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin berkurang bahkan berhenti.

(IDAI, 2015)

Pada tanggal 2 Juli 2021 pasien di berikan terapi berupa infus meylon yang

diencerkan dengan NaCl 0,9% dengan koreksi (habis dalam 2 jam), infus NaCl 0,9%

dengan KCl, infus D10% dengan KCL, Insulin 50 unit dengan NaCl 0,9%, Inj.

Ceftriakson dengan NaCl serta pemberian inj. Ranitidin.

Meylon (Natrium bikarbonat) adalah senyawa garam karbonat yang biasa

digunakan untuk menurunkan kadar asam dalam tubuh, seperti kelebihan asam

lambung, pH darah yang rendah (asidosis) dan mengontrol pH urin. (Drugs.com)

asidosis metabolik berat yang disebabkan oleh berbagai faktor (misal pH darah

kurang dari 7.1) natrium bikarbonat (1,26%) dapat diberikan berupa infus dengan

natrium klorida isotonik dalam bentuk infus. (PIONAS). Meylon (Natrium

Bikarbonat 84%) menurunkan kadar asam dalam tubuh atau pH darah yang rendah

(asidosis) (Konsesus Nasional Pengelolaan DM Tipe 1).

NaCl digunakan untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang, mengoreksi

ketidakseimbangan elektrolit, dan menjaga tubuh agar tetap terhidrasi dengan baik.

NaCl mengembalikan keseimbangan elektrolit pada keadaan dehidrasi

(Pharmacoteraphy (Principles & Practice)). KCL berperan dalam menjaga isotonisitas

cairan intraseluler dan ekstraseluler, keseimbangan cairan, dan keseimbangan pH.

61
KCl membantu mengurangi defisit Kalium pada pasien KAD. (Konsesus Nasional

Pengelolaan DM Tipe 1). Dextrose adalah larutan steril yang digunakan untuk

menjaga cairan elektrolit serta karbohidrat (kalori dari gula) dan diberikan ketika

cairan tambahan diperlukan. (Drugs.com) Infus Dektrosa 10% diberikan untuk

mencegah terjadinya hipoglikemia sekaligus mengkoreksi asidosis metabolic.

(Konsesus Nasional Pengelolaan DM Tipe 1)

Insulin merupakan elemen utama kelangsungan hidup pasien penderita DM

tipe 1. Berdasarkan durasi kerjanya insulin dibagi menjadi 5 yaitu yang pertama

insulin kerja cepat (rapid acting) dimana mempunyai awitan kerja yang cepat (5-15

menit) dengan puncak kerja 30-90 menit serta lama kerja berkisar 3-5 jam. Insulin ini

direkomendasikan untuk digunakan pada jam makan. Yang kedua yaitu insulin kerja

pendek (short acting/regular) dimana biasanya digunakan untuk mengatasi keadaan

akut seperti ketoasidosis, penderita baru dan tindakan bedah. Yang ketiga yaitu

insulin kerja menengah (intermediate acting) dimana penggunaannya disarankan pada

saat sebelum tidur mengingat lama kerjanya. Yang keempat yaitu insulin kerja

panjang (long acting) dimana masa kerjanya lebih dari 24 jam sehingga dapat

digunakan dalam regimen basal-bolus. Yang kelima yaitu insulin basal analog dimana

insulin jenis baru yang mempunyai kerja panjang sampai dengan 24 jam.

(IDAI,2015). Pada pemberian drip insulin pada pasien, kadar glukosa darah pasien

harus dipantau secara terus menerus untuk mencapai target kadar glukosa darah yaitu

100-200 mg/dL, jika dalam pemeriksaan rutin kadar glukosa darah masih tinggi maka

62
regimen terapi untuk drip insulin di naikkan dengan penambahan 0,4 cc/jam dengan

dosis awal 2cc/jam

Ranitidin merupakan salah satu obat dari golongan penghambat Histamin 2

sering dipakai sebagai terapi gastritis, yang dikeluhkan seperti rasa tidak enak di ulu

hati, mual-mual, perasaan panas di perut dan lain-lain.(Oka dkk,2018)

Pemberian inj ceftriakson dibutuhkan sebagai profilaksis karena tidak

diketahui asal usul penyebab infeksinya. Inj Ceftriakson untuk mencegah infeksi

bakteri yang sensitive dan termasuk kedalam spectrum luas. (Dipiro Edisi 8)

Pada tanggal 3 Juli 2021 pasien sudah sadar sepenuhnya dan menunjukkan

adanya perbaikan dilihat dari data laboratorium yang dibandingkan dengan data

laboratorium pada tanggal 2. Tetapi nilai GDR pasien masih sangat tinggi Untuk

terapi pada pasien, infus dextrose tidak perlukan lagi. Dan adanya penambahan terapi

insulin yaitu Novorapid dan Levemir. Adanya penambahan terapi insulin dikarenakan

masih tinggi kadar gula pasien sehingga diperlukan penambahan terapi insulin untuk

menurunkan kadar gula pasien. Regimen terapi insulin yang dipakai yaitu Basal-

Bolus Regimen dimana menggunakan insulin kerja cepat yaitu Novorapid pada saat

sebelum makan dan insulin basal yaitu Levemir yang diberikan pada pagi dan malam

sebelum tidur. Regimen ini biasanya digunakan pada anak remaja atau dewasa.

Komponen basal biasanya 40-60% dari kebutuhan total insulin (IDAI,2015)

Pada tanggal 4 Juli pasien pasien masih mengalami pusing dan kadang

gelisah, nilai GDR pasien masih tinggi, dan terapi pasien untuk infus NaCl dan

Insulin tidak dilanjutkan lagi untuk inj. Ceftriaxon dan inj Ranitidin masih

63
dilanjutkan dan untuk mengontrol gula darah pasien masih tetap menggunakan

Novorapid dan Levemir.

Pada tanggal 5 Juli nilai GDR masih tinggi, terapi inj, Ceftriakson diganti

dengan Cefixim tablet dengan frekuensi 2x200 mg serta inj. ranitidin yang diganti

dengan ranitidine tablet dengan frekuensi 3x150 mg. Alasan penggantian terapi dari

injeksi menjadi peroral dikarenakan pasien mengalami pembengkakan ditangan pada

area jalur infus. Alasan pemilihan Cefixim karena Cefixim merupakan terapi

alternatif regimen lanjutan yang sebelumnya menggunakan rekomendasi regimen dari

sediaan parenteral dan kedua obat merupakan antibiotic cepalosporin generasi ketiga.

(Pharmacoteraphy Handbook 9th Edition)

Pada tanggal 6 Juli ditemukannya Drug Related Problem (DRP) yaitu pasien

tidak patuh atau memilih untuk tidak menggunakan obat sesuai dengan anjuran dokter

yaitu obat antibiotic Cefixime dengan alasan pasien mual ketika akan meminum obat.

Pada tanggal 7 Juli pasien sudah diperbolehkan pulang dengan terapi rawat

jalan berupa Novorapid, Levemir, Cefixime. Dimana pasien diberikan edukasi untuk

selalu menjaga pola makannya agar menghindari kadar gula darah yang tinggi, untuk

selalu control kadar gula darah secara rutin dan memberikan informasi tentang

pentingnya penggunaan obat antibiotic sehingga tidak terjadi resistensi bakteri, serta

menginformasikan kepada pasien tentang waktu dan pengguna insulin flexpen seperti

tempat penyuntikan di area berlemak yaitu dibawah lengan bagian atas, dibagian paha

dan di perut.

64
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Berdasarkan laporan case study didapatkan kesimpulan:

 Dari pengobatan yang diterima pasien terdapat Drug Related Problem

(DRP) yaitu :

 Obat tidak tersedia  Tidak tersedianya obat Novorapid® Flexpen

di apotek rumah sakit

 Pasein tidak patuh atau memilih untuk tidak menggunakan obat 

pasien tidak patuh menggunakan obat antibiotic berupa Cefixim

sesuai dengan perintah dokter.

5.2 Saran

 Dari Drug Related Problem (DRP) yang ditemukan disarankan :

 Untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menyelesaikan terapi

Cefixime dengan memberikan edukasi terkait pentingnya kepatuhan

obat dalam terapi yang telah di berikan oleh dokter khususnya pada

Antibiotik Cefixime

 Memberikan konseling kepada keluarga serta pasien untuk meningkatkan

kualitas hidup pasien dengan memberikan informasi terkait penggunaan

insulin flexpen yang benar, mengnajurkan untuk rutin cek gula darah

65
serta memperbaiki pola hidup pasien, serta pentingnya penggunaan terapi

antibiotik sesuai anjuran dokter.

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. Special situation. Dalam: Kaufman FR,


penyunting. Medical management of type 1 Diabetes. Edisi ke-6.ADA.
2012;139-49.

American Diabetes Association. Special situation. Dalam: Kaufman FR,


penyunting. Medical management of type 1 Diabetes. Edisi ke-6.ADA.
2012;139-49.

Chiang JL, Kirkman MS, Laffel LMB, et al, Type 1 Diabetes Through the Life Span:
A Position Statement of the American Diabetes Association, 2014

IDAI. 2017. Pedoman Praktis Klinis. . Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
IDAI. 2015. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 1. Jakarta:
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Khan SA. Guidelines-What’s New. Classiûcation and Diagnosis of Diabetes. ADA
2017;39(Suppl.1):S13–S22

Pharmacoteraphy Priciples and Practice Fifth Edition, 2019.

Pulungan, A. Sari Pediatri, Vol. 20, No. 6, April 2019

Risky V, Rasional Penggunaan Ranitidin Pada Pasien Gastristis. No 3. 2018

Shann, F. 2017. Drug Doses 17th Edition

Ozougwu JC, Obimba KC, Belonwu CD, Unakalamba CB. The pathogenesis and
pathophysiology of type 1 and type 2 diabetes mellitus. Akademic Journal 2013;
4(4): 46-57

66
Tengguna L. Diabetes Monogenik pada Anak. CDK-248/vol.44 no1, 2017

WHO, Diabtes mellitus, Media Centre, 2017

Wolfdorf, J., at al., 2006. Diabetic Ketoacidosis in Infants, Children, and Adolescents
A consensus statement from the American Diabetes Association. American
Diabetes Association, Diabetes care volume 29, number 5, May 2006.

Wolfsdorf J, Craig ME, Daneman D, Dunger D, Edge J, LeeW, et al.Global


IDF/ ISPAD guideline for diabetes in childhood andadolescent.
International Diabetes Federation. 2011; 70-81

67

Anda mungkin juga menyukai