Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN

DIABETES MELITUS TIPE 1 (DM JUVENILE)


A. DEFINISI
Diabetes melitus secara definisi adalah keadaan hiperglikemia kronik.
Hiperglikemia ini dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, di antaranya
adalah gangguan sekresi hormon insulin, gangguan aksi/kerja dari hormon
insulin atau gangguan kedua-duanya (Weinzimer SA, Magge S. 2005).
Sebagai negara berkembang, Indonesia mengalami pertumbuhan yang
cukup pesat, terutama di beberapa daerah tertentu. Pertumbuhan ini juga
diikuti dengan perubahan dalam masyarakat, baik dalam bidang ilmu
pengetahuan, gaya hidup, perilaku, dan sebagainya. Namun, perubahan-
perubahan ini juga tak luput dari efek negatif. Salah satu efek negatif
yang timbul dari perubahan gaya hidup masyakarat modern di Indonesia
antara lain adalah semakin meningkatnya angka kejadian Diabetes
Mellitus(DM) yang lebih dikenal oleh masyarakat awam sebagai kencing
manis. Diabetes Mellitusadalah penyakit metabolik yang bersifat kronik. Oleh
karena itu, onset Diabetes Mellitus yang terjadi sejak dini memberikan
peranan penting dalam kehidupan penderita. Setelah melakukan pendataan
pasien di seluruh Indonesia selama 2 tahun, Unit Kelompok Kerja (UKK)
Endokrinologi Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mendapatkan 674
data penyandang Diabetes Mellitustipe 1 di Indonesia. Data ini diperoleh
melalui kerjasama berbagai pihak di seluruh Indonesia mulai dari para
dokter anak, endokrinolog anak, spesialis penyakit dalam, perawat edukator
Diabetes Mellitus, data Ikatan Keluarga Penyandang Diabetes Mellitus Anak
dan Remaja (IKADAR), penelusuran dari catatan medis pasien, dan juga
kerjasama dengan perawat edukator National University HospitalSingapura
untuk memperoleh data penyandang Diabetes Mellitusanak Indonesia yang
menjalani pengobatannya di Singapura. Data lain dari sebuah penelitian unit
kerja koordinasi endokrinologi anak di seluruh wilayah Indonesia pada awal
Maret tahun 2012 menunjukkan jumlah penderita Diabetes Mellitususia anak-
anak juga usia remaja dibawah 20 tahun terdata sebanyak 731 anak. Ilmu
Kesehatan Anak FFKUI (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia) melansir,
jumlah anak yang terkena Diabetes Mellituscenderung naik dalam beberapa
tahun terakhir ini. Tahun 2011 tercatat 65 anak menderita Diabetes
Mellitus, naik 40% dibandingkan tahun 2009. Tiga puluh dua anak
diantaranya terkena Diabetes Mellitustipe 2. (Pulungan, 2010)
Peningkatan jumlah penderita Diabetes Mellitus yang cukup
signifikan di Indonesia ini perlu mendapatkan perhatian seiring dengan
meningkatnya risiko anak terkena Diabetes Mellitus.Deteksi dini pada
Diabetes Mellitus merupakan hal penting yang harus dilakukan untuk
menghindari kesalahan atau keterlambatan diagnosis yang dapat
mengakibatkan kematian.Diabetes Mellitus tipe 1 yang menyerang anak-
anak sering tidak terdiagnosis oleh dokter karena gejala awalnya yang
tidak begitu jelas dan pada akhirnya sampai pada gejala lanjut dan traumatis
seperti mual, muntah, nyeri perut, sesak nafas, bahkan koma. Dengan
deteksi dini, pengobatan dapat dilakukan sesegera mungkin terhadap
penyandang Diabetes Mellitus sehingga dapat menurunkan risiko kecacatan
dan kematian (Pulungan, 2010)
International Society of Pediatric and Adolescence Diabetesdan
WHO merekomendasikan klasifikasi DM berdasarkan etiologi (Tabel
1).DM tipe 1 terjadi disebabkan oleh karena kerusakan sel β-pankreas.
Kerusakan yang terjadi dapat disebabkan oleh proses autoimun maupun
idiopatik. Pada DM tipe 1 sekresi insulin berkurang atau
terhenti.Sedangkan DM tipe 2 terjadi akibat resistensi insulin. Pada DM
tipe 2 produksi insulin dalam jumlah normal atau bahkan meningkat. DM
tipe 2 biasanya dikaitkan dengan sindrom resistensi insulin lainnya seperti
obesitas, hiperlipidemia, kantosis nigrikans, hipertensi ataupun
hiperandrogenisme ovarium (Rustama DS, dkk. 2010).
Klasifikasi DM berdasarkan etiologi (ISPAD 2009).
1.DM Tipe-1 (destruksi sel-β)
a. Immune mediated
b.Idiopatik
2. DM tipe-2
3. DM Tipe lain
a. Defek genetik fungsi pankreas sel
b. Defek genetik pada kerja insulin
c. Kelainan eksokrin pankreas
Pankreatitis; Trauma/pankreatomi; Neoplasia; Kistik fibrosis;
Haemokhromatosis; Fibrokalkulus pankreatopati; dll.
d. Gangguan endokrin
Akromegali; Sindrom Cushing; Glukagonoma; Feokromositoma;
Hipertiroidisme; Somatostatinoma; Aldosteronoma; dll.
e. Terinduksi obat dan kimia
Vakor; Pentamidin; Asam Nikotinik; Glukokortikoid; Hormon tiroid;
Diazoxid; Agonis -adrenergik; Tiazid; Dilantin; -interferon; dll.
4. Diabetes mellitus kehamilan
(Sumber: ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009. )
B. MANIFESTASI KLINISDAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dlakukan pada DM tipe 1 dan2 umumnya
tidak jauh berbeda.
a) Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL
b) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
c) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d) Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330
mOsm/l
e) Elektrolit :
 Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun·
 Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun.
 Fosfor : lebih sering menurun
f) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal
yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan
terakhir ( lama hidup SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat
untuk membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA
yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru)
g) Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan
penurunan pada HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi
alkalosis respiratorik.
h) Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ;
leukositosis; hemokonsentrasi ; merupakan respon terhadap stress atau
infeksi.
i) Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/
penurunan fungsi ginjal)
j) Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan
adanya pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
k) Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada
tipe 1) atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan
insufisiensi insulin/ gangguan dalam penggunaannya
(endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder
terhadap pembentukan antibody .( autoantibody)
l) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid
dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
m) Urine : gula dan aseton positif : berat jenis danosmolalitas
mungkin meningkat.
n) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada
saluran kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka. Diabetes
melitus ditegakkan berdasarkan ada tidaknya gejala. Bila dengan
gejala (polidipsi, poliuria, polifagia), maka pemeriksaan gula darah
abnormal satu kali sudah dapat menegakkan diagnosis DM.
Sedangkan bila tanpa gejala, maka diperlukan paling tidak 2 kali
pemeriksaan gula darah abnormal pada waktu yang berbeda
(Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice Consensus
Guidelines 2009).
Kriteria hasil pemeriksaan gula darah abnormal adalah:
1. Kadar gula darah sewaktu >200 mg/dl atau
2. Kadar gula darah puasa >126 mg/dl atau
3. Kadar gula darah 2 jam postprandial >200 mg/dl.
Untuk menegakkan diagnosis DM tipe 1, maka perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang, yaitu C-peptide <0,85 ng/ml. C-peptide ini
merupakan salah satu penanda banyaknya sel β-pankreas yang masih
berfungsi. Pemeriksaan lain adalah adanya autoantibodi, yaitu Islet cell
autoantibodies(ICA), Glutamic acid decarboxylase autoantibodies(65K
GAD), IA2( dikenal sebagai ICA 512 atau tyrosine posphatase)
autoantibodiesdan Insulin autoantibodies(IAA). Adanya autoantibodi
mengkonfirmasi DM tipe 1 karena proses autoimun. Sayangnya
pemeriksaan autoantibodi ini relatif mahal
(Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines
2009).
C. ETIOLOGI
Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab diabetes
tipe-1. Namun yang pasti penyebab utama diabetes tipe 1 adalah faktor
genetik/keturunan. Resiko perkembangan diabetes tipe 1 akan diwariskan
melalui faktor genetik.
1. Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite antigen).
HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
2. Faktor-faktor Imunologi
Adanya respons autotoimun yang merupakan respons abnormal
dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringanasing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau
Langerhans dan insulin endogen.
3. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
D. PATOFISIOLOGI/ PERJALANAN PENYAKIT
Perjalanan penyakit ini melalui beberapa periode menurut ISPAD Clinical
Practice Consensus Guidelines tahun 2009, yaitu:
 Periode pra-diabetes
 Periode manifestasi klinis diabetes
 Periode honey-moon
 Periode ketergantungan insulin yang menetap.
1. Periode pra-diabetes
Pada periode ini gejala-gejala klinis diabetes belum nampak
karena baru ada proses destruksi sel β-pankreas. Predisposisi genetik
tertentu memungkinkan terjadinya proses destruksi ini. Sekresi insulin
mulai berkurang ditandai dengan mulai berkurangnya sel β-pankreas
yang berfungsi. Kadar C-peptide mulai menurun.Pada periode ini
autoantibodi mulai ditemukan apabila dilakukan
pemeriksaanlaboratorium.
2. Periode manifestasi klinis
Pada periode ini, gejala klinis DM mulai muncul.Pada periode
ini sudah terjadi sekitar 90% kerusakan sel β-pankreas. Karena sekresi
insulin sangat kurang, maka kadar gula darah akan tinggi/meningkat.
Kadar gula darah yang melebihi 180 mg/dl akan menyebabkan
diuresis osmotik. Keadaan ini menyebabkan terjadinya pengeluaran
cairan dan elektrolit melalui urin (poliuria, dehidrasi, polidipsi).
Karena gula darah tidak dapat di-uptake kedalam sel, penderita akan
merasa lapar (polifagi), tetapi berat badan akan semakin kurus. Pada
periode ini penderita memerlukan insulin dari luar agar gula darah di-
uptake kedalam sel.
3. Periode honey-moon
Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara. Pada
periode ini sisa-sisa sel β-pankreas akan bekerja optimal sehingga
akan diproduksi insulin dari dalam tubuh sendiri. Pada saat ini
kebutuhan insulin dari luar tubuh akan berkurang hingga kurang dari
0,5 U/kg berat badan/hari. Namun periode ini hanya berlangsung
sementara, bisa dalam hitungan hari ataupun bulan, sehingga perlu
adanya edukasi ada orang tua bahwa periode ini bukanlah fase
remisi yang menetap.
4. Periode ketergantungan insulin yang menetap. Periode ini merupakan
periode terakhir dari penderita DM. Pada periode ini penderita akan
membutuhkan insulin kembali dari luar tubuh seumur hidupnya.
Pitfall dalam diagnosis
Diagnosis diabetes seringkali salah, disebabkan gejala-gejala awalnya
tidak terlalu khas dan mirip dengan gejala penyakit lain. Di samping
kemiripan gejala dengan penyakit lain, terkadang tenaga medis juga
tidak menyadari kemungkinan penyakit ini karena jarangnya kejadian DM
tipe 1 yang ditemui ataupun belum pernah menemui kasus DM tipe 1
pada anak. Beberapa gejala yang sering menjadi pitfalldalam
diagnosis DM tipe 1 pada anak di antaranya adalah :
1. Sering kencing: kemungkinan diagnosisnya adalah infeksi saluran
kemih atau terlalu banyak minum (selain DM). Variasi dari
keluhan ini adalah adanya enuresis (mengompol) setelah
sebelumnya anak tidak pernah enuresis lagi.
2. Berat badan turun atau tidak mau naik:kemungkinan diagnosis
adalah asupan nutrisi yang kurang atau adanya penyebab organik
lain. Hal ini disebabkan karena masih tingginya kejadian
malnutrisi di negara kita. Sering pula dianggap sebagai salah
satugejala tuberkulosis pada anak.
3. Sesak nafas:kemungkinan diagnosisya adalah bronkopnemonia.
Apabila disertai gejala lemas, kadang juga di diagnosis sebagai
malaria. Padahal gejala sesak nafasnya apabila diamati pola
nafasnya adalah tipe Kusmaull (nafas cepat dan dalam) yang
sangat berbeda dengan tipe nafas pada bronkopnemonia. Nafas
Kusmaull adalah tanda dari ketoasidosis.
4. Nyeri perut : seringkali dikira sebagai peritonitis atau apendisitis.
Pada penderita DM tipe 1, nyeri perut ditemui pada keadaan
ketoasidosis.
5. Tidak sadar:keadaan ketoasidosis dapat dipikirkan pada
kemungkinan diagnosis seperti malaria serebral, meningitis,
ensefalitis, ataupun cedera kepala (Brink SJ, dkk. 2010)
E. Pendidikan kesehatan Perawatan Pasien DM TIPE 1
1. Berikan penjelasan kepada keluarga mengenai penyakitnya, apa yang
menyebabkan, pengobatan, komplikasi dan pencegahannya.
2. Berikan penjelasan mengenai penggunaan insulin yang tepat.
3. Anjurkan klien untuk selalu menyediakan permen dan mengenali tanda-
tanda hipodlikemia.
4. Berikan penjelasan mengenai tanda-tanda pertumbuuhan dan perkembangan
yang ditoleransi klien.
5. Anjurkan keluarga klien mencatat hasil pemeriksaan gula darah dan
berkonsultasi dengan pelayan kesehatan untuk mengontrol gula darah
secara berkala Tatalaksana pasien dengan DM tipe 1 tidak hanya meliputi
pengobatan berupa pemberian insulin. Ada hal-hal lain selain insulin yang
perlu diperhatikan dalam tatalaksana agar penderita mendapatkan kualitas
hidup yang optimal dalam jangka pendek maupun jangka panjang
(Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines.
2009)
Terdapat 5 pilar manajemen DM tipe 1, yaitu:
1. Insulin
2. Diet
3. Aktivitas fisik/exercise
4. Edukasi
5. Monitoring kontrol glikemik
1. Insulin
Insulin merupakan terapi yang mutlak harus diberikan pada penderita DM Tipe
1. Dalam pemberian insulin perlu diperhatikan jenis insulin, dosis insulin,
regimen yang digunakan, cara menyuntik serta penyesuaian dosis yang
diperlukan.
a. Jenis insulin: kita mengenal beberapa jenis insulin, yaitu insulin
kerja cepat, kerja pendek, kerja menengah, kerja panjang, maupun
insulin campuran (campuran kerja cepat/pendek dengan kerja
menengah). Penggunaan jenis insulin ini tergantung regimen yang
digunakan.
b. Dosis insulin: dosis total harian pada anak berkisar antara 0,5-1
unit/kg beratbadan pada awal diagnosis ditegakkan. Dosis ini selanjutnya
akan diatur disesuaikan dengan faktor-faktor yang ada, baik pada
penyakitnya maupun penderitanya.
c. Regimen: kita mengenal dua macam regimen, yaitu regimen
konvensional serta regimen intensif. Regimen konvensional/mix-split
regimendapat berupa pemberian dua kali suntik/hari atau tiga kali
suntik/hari. Sedangkan regimen intensif berupa pemberian regimen
basal bolus. Pada regimen basal bolus dibedakan antara insulin yang
diberikan untuk memberikan dosis basal maupun dosis bolus.
d. cara menyuntik: terdapat beberapa tempat penyuntikan yang baik
dalam hal absorpsinya yaitu di daerah abdomen (paling baik
absorpsinya), lengan atas, lateral paha. Daerah bokong tidak
dianjurkan karena paling buruk absorpsinya.
e. Penyesuaian dosis: Kebutuhan insulin akan berubah tergantung dari
beberapa hal, seperti hasil monitor gula darah, diet, olahraga,
maupun usia pubertas terkadang kebutuhan meningkat hingga 2
unit/kg berat badan/hari), kondisi stress maupun saat sakit.
2. Diet
Secara umum diet pada anak DM tipe 1 tetap mengacu pada upaya untuk
mengoptimalkan proses pertumbuhan. Untuk itu pemberian diet terdiri dari
50-55% karbohidrat, 15-20% protein dan 30% lemak.Pada anak DM tipe 1
asupan kalori perhari harus dipantau ketat karena terkait dengan dosis
insulin yang diberikan selain monitoring pertumbuhannya.Kebutuhan kalori
perharisebagaimana kebutuhan pada anak sehat/normal. Ada beberapa
anjuran pengaturan persentase diet yaitu 20% makan pagi, 25% makan
siang serta 25% makan malam, diselingi dengan 3 kali snack masing-masing
10% total kebutuhan kalori perhari. Pemberian diet ini juga memperhatikan
regimen yang digunakan. Pada regimen basal bolus, pasien harus
mengetahui rasio insulin : karbohidrat untuk menentukan dosis pemberian
insulin.
3. Aktivitas fisik/exercise
Anak DM bukannya tidak boleh berolahraga. Justru dengan berolahraga
akan membantu mempertahankan berat badan ideal, menurunkan berat badan
apabila menjadi obes serta meningkatkan percaya diri. Olahraga akan
membantu menurunkan kadar gula darah serta meningkatkan sensitivitas
tubuh terhadap insulin. Namun perlu diketahui pula bahwa olahraga dapat
meningkatkan risiko hipoglikemia maupun hiperglikemia (bahkan ketoasidosis).
Sehingga pada anak DM memiliki beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
untuk menjalankan olahraga, di antaranya adalah target gula darah yang
diperbolehkan untuk olahraga, penyesuaian diet, insulin serta monitoring
gula darah yang aman. Apabila gula darah sebelum olahraga di atas 250
mg/dl serta didapatkan adanya ketonemia maka dilarang berolahraga. Apabila
kadar gula darah di bawah 90 mg/dl, maka sebelum berolahraga perlu
menambahkan diet karbohidrat untuk mencegah hipoglikemia.
4. Edukasi
Langkah yang tidak kalah penting adalah edukasi baik untuk penderita
maupun orang tuanya. Keluarga perlu diedukasi tentang penyakitnya,
patofisiologi, apa yang boleh dan tidak boleh pada penderita
DM, insulin(regimen, dosis, cara menyuntik, lokasi menyuntik serta efek
samping penyuntikan), monitor gula darah dan juga target gula darah
ataupun HbA1c yang diinginkan.
5. Monitoring kontrol glikemik
Monitoring ini menjadi evaluasi apakah tatalaksana yang diberikan sudah
baik atau belum. Kontrol glikemik yang baik akan memperbaiki kualitas
hidup pasien, termasuk mencegah komplikasi baik jangka pendek maupun
jangka panjang. Pasien harus melakukan pemeriksaan gula darah
berkala dalam sehari. Setiap 3 bulan memeriksa HbA1c. Di samping
itu, efek samping pemberian insulin, komplikasi yang terjadi, serta
pertumbuhan dan perkembangan perlu dipantau.

Tabel
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus
dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, keadaan
umum pasien, tanda-tanda vital, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat
keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan
sehari-hari.
a. Identitas
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin,
agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor
register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini
digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis
kelamin, umur dan alamat dan lingkungan kotor dapat
mempercepat atau memperberat keadaan penyakit infeksi.
b. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS.
Ds yg mungkin timbul :
– Klien mengeluh sering kesemutan.
– Klien mengeluh sering buang air kecil saat malam hari
– Klien mengeluh sering merasa haus
– Klien mengeluh mengalami rasa lapar yang berlebihan (polifagia)
– Klien mengeluh merasa lemah
– Klien mengeluh pandangannya kabur
Do :
– Klien tampak lemas.
– Terjadi penurunan berat badan
– Tonus otot menurun
– Terjadi atropi otot
– Kulit dan membrane mukosa tampak kering
– Tampak adanya luka ganggren
– Tampak adanya pernapasan yang cepat dan dalam
c. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat
kesadaran kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.
d. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan :
Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda,
kaji tekanan nadi, dan kondisi patologis. Biasanya pada DM
type 1, klien cenderung memiliki TD yang meningkat/ tinggi/
hipertensi.
Pulse rate
Respiratory rate
Suhu
e. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penyakit ini biasanya didapatkan :
· Inspeksi : kulit dan membrane mukosa tampak kering,
tampak adanya atropi otot, adanya luka ganggren, tampak
pernapasan cepat dan dalam, tampak adanya retinopati,
kekaburan pandangan.
· Palpasi : kulit teraba kering, tonus otot menuru.
· Auskultasi : adanya peningkatan tekanan darah.
f. Pemeriksaan penunjang
a) Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL
b) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
c) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d) Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330
mOsm/l
e) Elektrolit :
· Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
· Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler),
selanjutnya
akan menurun.
· Fosfor : lebih sering menurun
f) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari
normal yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan
terakhir ( lama hidup SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk
membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang
berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru)
g) Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan
pada HCO3
(asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
h) Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidras ;
leukositosis : hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress
atau infeksi.
i) Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/
penurunan fungsi ginjal)
j) Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
k) Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada
tipe 1) atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang
mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam penggunaannya
(endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder
terhadap pembentukan antibody .( autoantibody)
l) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
m) Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
n) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada
saluran kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.
g. Riwayat Kesehatan
· Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
· Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat
terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah
teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi
penyakitnya.
Hal –hal yang biasanya didapat dari pengkajian pada klien dengan diabetes
mellitus :
1. Aktivitas/ Istirahat
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot
menurun.
2. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan
pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama,
takikardi, perubahan tekanan darah
3. Integritas Ego
Stress, ansietas
4. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
5. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat
badan, haus, penggunaan diuretik.
6. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada
otot, parestesia,gangguan penglihatan.
7. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
8. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi /
tidak)
9. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan DM type 1
meliputi:
1. Resiko Ketidakseimbangan kadar gula darah berhubungan dengan
penyakit diabetes melitus
2. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy
metabolik ditandai dengan sering lelah, lemah, pucat, klien
tampak letargi/tidak bergairah.
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan tidak mampu dalam mengabsorbsi makanan karena faktor
biologi (defisiensi insulin) ditandai dengan lemas, berat badan pasien
menurun walaupun intake makanan adekuat, mual dan muntah,
konjungtiva tampak pucat, pasien tampak lemah, GDS >200 mg/dl
4. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak
adekuat (penurunan fungsi limfosit).
5. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensori.
3. RENCANA INTERVENSI
1. Resiko Ketidakseimbangan kadar gula darah berhubungan dengan
penyakit diabetes melitus.
Intervensi
1. Monitor kadar gula darah
2. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia dan hipoglikemia
3. Monitor tanda-tanda vital
4. Berikan terapi insulin sesuai program
5. Instruksikan kepada pasien da keluarga mengenai pencegahan dan
pengenalan tanda-tanda hiperglikemia dan hipoglikemia dan
managemen hiperglikemia dan hipoglikemia
6. Instruksikan kepada pasien untuk selalu patuh terhadap diitnya
2. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy
metabolik ditandai dengan sering lelah, lemah, pucat, klien tampak
letargi/tidak bergairah
Intervensi
1. Diskusikan
dengan pasien dan keluarga kebutuhan aktivitas
2. Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktifitas sehari-hari
3. Monitor TTV
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan tidak mampu dalam mengabsorbsi makanan
karena faktor biologi (defisiensi insulin) ditandai dengan lemas, berat
badan pasien menurun walaupun intake makanan adekuat, mual dan
muntah,konjungtiva tampak pucat, pasien tampak lemah, GDS >200
mg/dl
1. kolaburasi dengan ahki gizi untuk pemberian diit
2. Monitor berat badan tiap hari
3. libatkan kelurga pasien dalam perencanaan makanan sesuai dengan
indikasi
4. Berikan terapi insulin sesuai dengan program
5. Ciptakan lingkungan yang optimal saat mengkomsumsi makanan
4. resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat
(penurunan fungsi limfosit).
Intervensi
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan
2. Tingkatkan upaya pencegahan dengan cara cuci tangan yang pada semua
orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasien sendiri
3. Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif
4. Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas dalam
5. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensori
Intervensi
1. Monitor tanda-tanda vital
2. Orientasikan pasien dengan lingkungan sekitarnya
3. Pantau adanya keluhan parestesia,nyeri atau kehilangan sensori

DAFTAR PUSTAKA
Brink SJ, Lee WRW, Pillay K, Kleinebreil (2010).Diabetes in children and
adolescents, basic training manual for healthcare professionals in
developing countries, 1sted. Argentina:ISPAD, h 20-21.
Weinzimer SA, Magge S (2005). Type 1 diabetes mellitus in children. Dalam:
Moshang T Jr. Pediatric endocrinology. Philadelphia: Mosby Inc, h 3-18.
Rustama DS, Subardja D, Oentario MC, Yati NP,Satriono, Harjantien N
(2010).Diabetes Melitus. Dalam: Jose RL Batubara Bambang Tridjaja AAP
Aman B. Pulungan, editor.Buku Ajar Endokrinologi Anak, Jakarta: Sagung
Seto 2010, h 124-161.
ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009. Pediatric Diabetes 2009:
10.http://repository.maranatha.edu/3415/3/0910085_Chapter1.pdf (Diakses
pada tanggal 1 Maret 2015)

Anda mungkin juga menyukai