PEMBAHASAN
A. Tinjauan Teori
1. Definisi
Diabetes melitus secara definisi adalah keadaan hiperglikemia
kronik.Hiperglikemia ini dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, di
antaranya adalah gangguan sekresi hormon insulin, gangguan aksi/kerja
dari hormon insulin atau gangguan kedua-duanya (Weinzimer SA, Magge
S. 2005)
Diabetes tipe 1 adalah kondisi yang ditandai dengan tingginya
kadar gula atau glukosa dalam darah. Berbeda dari diabetes tipe 2 yang
terjadi akibat resistensi insulin atau karena sel tubuh menjadi kebal atau
tidak responsif terhadap insulin, diabetes tipe 1 terjadi ketika tubuh
kurang atau sama sekali tidak memproduksi insulin. Akibatnya, penderita
diabetes tipe 1 memerlukan tambahan insulin dari luar.
Diabetes mellitus adalah sindrom kelainan metabolisme karbohidrat
yang ditandai hiperglikemi kronik akibat defek pada sekresi insulin dan
atau inadekuatnya fungsi insulin. Diabetes mellitus tipe 2 adalah
kelompok DM akibat kurangnya sensitifitas jaringan sasaran (otot,
jaringan adiposa dan hepar) berespon terhadap insulin. Penurunan
sensitifitas respon jaringan otot, jaringan adipose dan hepar terhadap
insulin ini, selanjutnya di kenal dengan resistensi insulin dengan atau
tanpa hiperinsulinemia. Faktor yang diduga menyebabkan terjadinya
resistensi insulin dan hiperinsulinemia ini adalah adanya kombinasi antara
kelainan genetik, obesitas, inaktifitas, faktor lingkungan dan faktor
makanan.
2. Etiologi
Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab diabetes
tipe- 1. Namun yang pasti penyebab utama diabetes tipe 1 adalah faktor
genetik/keturunan. Resiko perkembangan diabetes tipe 1 akan diwariskan
melalui faktor genetik.
a. Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu
yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite antigen). HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor-faktor Imunologi
Adanya respons autotoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan
asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin
endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
destruksi sel beta.
3. Patofisiologi
Perjalanan penyakit ini melalui beberapa periode menurut ISPAD
Clinical Practice Consensus Guidelines tahun 2009, yaitu:
a. Periode pra-diabetes Pada periode ini gejala-gejala klinis diabetes
belum nampak karena baru ada proses destruksi sel pankreas.
Predisposisi genetik tertentu memungkinkan terjadinya proses
destruksi ini. Sekresi insulin mulai berkurang ditandai dengan
mulai berkurangnya sel pankreas yang berfungsi.Kadar C-peptide
mulai menurun.Pada periode ini autoantibodi mulai ditemukan
apabila dilakukan pemeriksaanlaboratorium.
b. Periode manifestasi klinis Pada periode ini, gejala klinis DM mulai
muncul.Pada periode ini sudah terjadi sekitar 90% kerusakan sel
pankreas. Karena sekresi insulin sangat kurang, maka kadar gula
darah akan tinggi/meningkat. Kadar gula darah yang melebihi 180
mg/dl akan menyebabkan diuresis osmotik. Keadaan ini
menyebabkan terjadinya pengeluaran cairan dan elektrolit melalui
urin (poliuria, dehidrasi, polidipsi). Karena gula darah tidak dapat
di-uptake kedalam sel, penderita akan merasa lapar (polifagi), tetapi
berat badan akan semakin kurus. Pada periode ini penderita
memerlukan insulin dari luar agar gula darah di-uptakekedalam sel.
c. Periode honey-moon Periode ini disebut juga fase remisi parsial
atau sementara. Pada periode ini sisa-sisa sel pankreas akan bekerja
optimal sehingga akan diproduksi insulin dari dalam tubuh sendiri.
Pada saat ini kebutuhan insulin dari luar tubuh akan berkurang
hingga kurang dari 0,5 U/kg berat badan/hari. Namun periode ini
hanya berlangsung sementara, bisa dalam hitungan hari ataupun
bulan, sehingga perlu adanya edukasi ada orang tua bahwa periode
ini bukanlah fase remisi yang menetap.
d. Periode ketergantungan insulin yang menetap. Periode ini
merupakan periode terakhir dari penderita DM. Pada periode ini
penderita akan membutuhkan insulin kembali dari luar tubuh
seumur hidupnya
4. Manifestasi Klinis
a. Polidipsi, poliuria, polifagia, berat badan turun
1). Poliuri : akibat diuresis osmotik yang terjadi sekunder akibat
hiperglikemia dan glukosuria.
2). Polidipsia : Hilangnya air di urine, osmolaritas ekstraselular
meningkat, menyebabkan rasa haus dan polidipsia (banyak
minum)
3). Polifagi : disebabkan karena kurangnya intake glukosa sel.
4). Keluhan lain: rasa lemah, letargi, perubahan kepribadian,
perubahan performa di Sekolah, sakit kepala, nyeri dada, nyeri
dada dan mual.
5). Dapat berkembang menjadi dehidrasi berat dan asidosis
metabolik
b. Hiperglikemia (≥ 200 mg/dl), ketonemia, glukosuria
Anak dengan DM tipe1 cepat sekali menjurus kedalam
ketoasidosis diabetik yang disertai atau tanpa koma dengan prognosis
yang kurang baik bila tidak diterapi dengan baik. Oleh karena itu,
pada dugaan DM tipe1, penderita harus segeradirawat inap
5. Komplikasi
a. hipoglikemia
1). Disebabkan penderita melakukan latihan fisik (olah raga), lupa/
terlambat makan, penderita diabets melitus menggunakan dosis
insulin yang berlebihan/ tidak tepat.
2). Gejala hipoglikemia berupa Saraf pusat (rasa lapar, letargi,
bingung, lekas marah, disorientasi, kejang dan koma). Stimulasi
adrenergik (tremor, berkeringat, takikardi, gemetar dan cemas).
3). Hipoglikemia harus segera diobati, bila ringan dengan pemberian
glukosa oral saja (jus buah, minuman ringan, gel glukosa, tablet
glukosa).
4). Bila tidak ringan diberi injeksi glukagon (im, sc), jika sampai berat
diberi glukosa intravena.
5). Pasien sebaiknya selalu membawa beberapa bentuk glukosa
bersamanya setiap waktu dan memiliki glukagon di Rumah. 2.
b. ketoasidosis diabetik (Diabetic Ketoacidosis = DKA).
1). Ketosis dapat ringan, jika tidak ada dehidrasi dan tidak ada ketosis,
pengobatan dengan insulin dosis lazim ditambah 20%.
2). Ketoasidosis diabetika (DKA) merupakan komplikasi yang berat,
dimana terjadi dehidrasi dan ketosis, dengan kadar glukosa lebih
200 mg, pH serum kurang 7,3 dan bikarbonat <15 meq/l.
3). Pengobatan DKA sendiri juga sering menimbulkan komplikasi,
seperti hipoglikemia, hipokalsemia, asidosis persisten, dan edema
serebri (dimana ketika tonus cairan ekstraselular terkoreksi dengan
sendirinya air mengalir ke sistem saraf pusat, karena regio ini
sekarang bersifat hipertonik).
4). Pencetus DKA adalah infeksi, kelainan pemberian insulin,
kehamilan, trauma, pancreatitis dan pada orang dewasa oleh
karena infark myokard dan CVA (cerebrovascular accident).
c. retinopati
1). Pecahnya pembuluh kapiler pada retina yang menyebabkan
kebutaan.
2). 30% pasien mengalami retinopati dalam waktu 5 tahun setelah
didiagnosis, 50 % didalam waktu 7 th dan 95% dalam waktu 25
tahun.
6. Pemeriksaan Menunjang
Pemeriksaan penunjang yang dlakukan pada DM tipe 1 dan 2
umumnya tidak jauh berbeda.
a. Glukosadarah : meningkat 200-100mg/dL
b. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d. Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
e. Elektrolit :
1). Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
2). Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun.
3). Fosfor : lebih sering menurun
f. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal
yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir
( lama hidup SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk
membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang
berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru)
g. Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan
pada HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis
respiratorik.
h. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
i. Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/
penurunan fungsi ginjal)
j. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
k. Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada
tipe 1) atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan
insufisiensi insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen).
Resisten insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan
antibody .( autoantibody)
l. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
m. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
n. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran
kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka. Diabetes melitus
ditegakkan berdasarkan ada tidaknya gejala. Bila dengan gejala
(polidipsi, poliuria, polifagia), maka pemeriksaan gula darah abnormal
satu kali sudah dapat menegakkan diagnosis DM. Sedangkan bila tanpa
gejala, maka diperlukan paling tidak 2 kali pemeriksaan gula darah
abnormal pada waktu yang berbeda
(Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice Consensus
Guidelines 2009).
Kriteria hasil pemeriksaan gula darah abnormal adalah:
1). Kadar gula darah sewaktu >200 mg/dl atau 2.
2). Kadar gula darah puasa >126 mg/dl atau 3.
3). Kadar gula darah 2 jam postprandial >200 mg/dl. Untuk
menegakkan diagnosis DM tipe 1, maka perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang, yaitu C-peptide <0,85 ng/ml. C-peptide ini merupakan
salah satu penanda banyaknya sel β pankreas yang masih berfungsi.
Pemeriksaan lain adalah adanya autoantibodi, yaitu Islet cell
autoantibodies(ICA), Glutamic acid decarboxylase autoantibodies(65K
GAD), IA2( dikenal sebagai ICA 512 atau tyrosine posphatase)
autoantibodiesdan Insulin autoantibodies(IAA). Adanya autoantibodi
mengkonfirmasi DM tipe 1 karena proses autoimun. Sayangnya
pemeriksaan autoantibodi ini relatif mahal (Rustama DS, dkk. 2010;
ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009).
7. Penatalaksanaan
a. Kebanyakan anak-anak menerima pengobatan dengan injeksi insulin
subkutan (campuran sediaan insulin NPH/ lente yang efek kerjanya
sedang dan insulin regular = larut yang efek kerjanya singkat), dua kali
sehari dalam waktu yang lama sehingga menimbulkan dampak yang
besar.
b. Dosis insulin harus disesuaikan pada masing-masing individu
bergantung pada respons sebelumnya dan pembatasan asupan makanan
dan tingkat aktifitas.
c. Anak yang menderita IDDM harus memantau diet untuk meminimalkan
akan kebutuhan dosis injeksi insulin harian.
d. Kebutuhan kalori sama dengan anak non-diabetik (1000 kalori ditambah
100 kalori pertahun usia)
e. Sebaiknya 55% Karbohidrat, 30% lemak, 10-15% protein.
f. Untuk mempertahankan kontrol kadar glukosa perlu makan dan kudapan
beberapa kali setiap harinya
Do :
a. Klien tampak lemas.
b. Terjadi penurunan berat badan
c. Tonus otot menurun
d. Terjadi atropi otot
e. Kulit dan membrane mukosa tampak kering
f. Tampak adanya luka ganggren
g. Tampak adanya pernapasan yang cepat dan dalam
1. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan DM type 1
meliputi:
a. Resiko Ketidakseimbangan kadar gula darah berhubungan dengan
penyakit diabetes melitus
b. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolik
ditandai dengansering lelah, lemah, pucat, klien tampak letargi/tidak
bergairah.
2. Intervensi keperawatan
Brink SJ, Lee WRW, Pillay K, Kleinebreil (2010). Diabetes in children and
adolescents, basic training manual for healthcare professionals in developing
countries, 1sted. Argentina: ISPAD, h 20-21.
Weinzimer SA, Magge S (2005). Type 1 diabetes mellitus in children. Dalam:
Moshang T Jr. Pediatric endocrinology. Philadelphia: Mosby Inc, h 3-18.
Rustama DS, Subardja D, Oentario MC, Yati NP, Satriono, Harjantien N (2010).
Diabetes Melitus. Dalam: Jose RL Batubara Bambang Tridjaja AAP Aman B.
Pulungan, editor. Buku Ajar Endokrinologi Anak, Jakarta: Sagung Seto 2010, h
124-161.
ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009. Pediatric Diabetes 2009: 10.
http://repository.maranatha.edu/3415/3/0910085_Chapter1.pdf (Diakses pada
tanggal 1 Maret 2015)