Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK


DENGAN DIABETES MELITUS JUVENIL

DISUSUN OLEH :
NAMA : DWI APRILIYANI
NPM : F0H022067
KELAS : 2B
SEMESTER :3

DOSEN PENGAMPUH :
NS. TITIN APRILATUTINI, S.Kep, M.Pd

PRODI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS MATEMATIKA ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BENGKULU
2023/2024
KONSEP DASAR
A. Definisi Diabetes Melitus Juvenil
Penyakit diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif,
dengan gejala hiperglikemi yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin, gangguan
kerja insulin, atau keduanya (Darmono, 2010). Diabetes melitus merupakan sekelompok
kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2009. Diabetes Melitus adalah suatu penyakit
gangguan pada endokrin yang merupakan hasil dari proses destruksi sel pankreas
sehingga insulin mengalami kekurangan. (Suriadi. 20010). Menurut American Diabetes
Association (ADA) 2009, diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan
dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan beberap aorgan tubuh,
terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah. Diabetes Melitus Juvenil
adalah diabetes melitus yang bermanifestasi sebelum umur 15 tahun (FKUI, 2010).
B. Etiologi
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Sering terjadi pada usia sebelum 15 tahun.
Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes (DM Tipe 1), gangguan ini ditandai dengan
adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar glukosa darah plasma >200mg/dl). Etiologi
DM tipe I adalah sebagai berikut:
a. Faktor genetic Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya
penyakit ini (Brunner & Suddart, 2002). Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes
tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic
kearah terjadinya diabetes tipe 1. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu
yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan
proses imun lainnya. Resiko terjadinya diabetes tipe I meningkat 3 hingga 5 kali lipat
pada individu yang memiliki salah satu dari kedua tipe HLA (DR3 atau DR4).
Diabetes melitus juvenilis merupakan suatu penyakit keturunan yang diturunkan
secara resesif, dengan kekerapan gen kira-kira 0,30 dan penetrasi umur kira-kira 70%
untuk laki-laki dan 90% untuk wanita.
b. Faktor lingkungan.
Lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu insiden lebih tinggi
atau adanya infeksi virus (dari lingkungan). Virus penyebab DM adalah rubela,
mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel
beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini
menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam
sel beta. Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau-pulau langerhans
pankreas, yang membuat kehilangan produksi insulin.
c. Faktor imunologi
Respon autoimmune, dimana antibody sendiri akan menyerang sel beta pancreas
C. Patofisiologi
Perjalanan penyakit ini melalui beberapa periode menurut ISPAD Clinical Practice
Consensus Guidelines tahun 2009, yaitu:
a. Periode pra-diabetes.
Pada periode ini gejala-gejala klinis diabetes belum nampak karena baru ada proses
destruksi sel pankreas. Predisposisi genetik tertentu memungkinkan terjadinya proses
destruksi ini. Sekresi insulin mulai berkurang ditandai dengan mulai berkurangnya sel
pankreas yang berfungsi. Kadar C-peptide mulai menurun. Pada periode ini
autoantibodi mulai ditemukan apabila dilakukan pemeriksaan laboratorium.
b. Periode manifestasi klinis
Pada periode ini, gejala klinis DM mulai muncul. Pada periode ini sudah terjadi
sekitar 90% kerusakan sel pankreas. Karena sekresi insulin sangat kurang, maka
kadar gula darah akan tinggi/meningkat. Kadar gula darah yang melebihi 180 mg/dl
akan menyebabkan diuresis osmotik. Keadaan ini menyebabkan terjadinya
pengeluaran cairan dan elektrolit melalui urin (poliuria, dehidrasi, polidipsi). Karena
gula darah tidak dapat di-uptake kedalam sel, penderita akan merasa lapar (polifagi),
tetapi berat badan akan semakin kurus. Pada periode penderita memerlukan insulin
dari luar agar gula darah di-uptakekedalam sel.

c. Periode honey-moon
Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara. Pada periode ini sisasisa
sel pankreas akan bekerja optimal sehingga akan diproduksi insulin dari dalam tubuh
sendiri. Pada saat ini kebutuhan insulin dari luar tubuh akan berkurang hingga kurang
dari 0,5 U/kg berat badan/hari, Namun periode ini hanya berlangsung sementara, bisa
dalam hitungan hari ataupun bulan. sehingga perlu adanya edukasi ada orang tua
bahwa periode ini bukanlah fase remisi yang menetap.
d. Periode ketergantungan insulin yang menetap
Periode ini merupakan periode terakhir dari penderita DM. Pada periode ini penderita
akan membutuhkan insulin kembali dari luar tubuh seumur hidupnya.
D. Pathway

E. Manifestasi Klinis
Pada diabetes melitus tipe 1. yang kebanyakan diderita oleh anak-anak (diabetes melitus
juvenil) mempunyai gambaran lebih akut, lebih berat, tergantung insulin dengan kadar
glukosa darah yang labil. Penderita biasanya datang dengan ketoasidosis karena
keterlambatan diagnosis. Mayoritas penyandang DM tipe 1 menunjukan gambaran klinik
yang klasik seperti:
a. Hiperglikemia (Kadar glukosa darah plasma 200mg/dl)
b. Polifagi
c. Poliuria
d. Polidipsi
e. Poliuria nokturnal seharusnya menimbulkan kecurigaan adanya DM tipe 1pada anak.
f. Penurunan berat badan, Malaise atau kelemahan.
g. Glikosuria (kehilangan glukosa dalam urine)
h. Ketonemia dan ketonuria. Penumpukan asam lemak keton dalam darah dan urine
terjadi akibat katabolisme abnormal lemak sebagai sumber energy. Ini dapat
mengakibatkan asidosis dan koma.
i. Mata kabur, Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa - sarbitol
fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan
sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
j. Gejala-gejala lainnya dapat berupa muntah-muntah, nafas berbau aseton, nyeri atau
kekakuan abdomen dan gangguan kesadaran (koma).
F. Pemeriksaan Penunjang/ Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada DM tipe 1 dan 2 umumnya tidak jauh
berbeda yaitu:
a. Glukosa darah: meningkat 200-100mg/dL
b. Aseton plasma (keton): positif secara mencolok
c. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
d. Osmolalitas serum: meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
e. Elektrolit:
1) Natrium: mungkin normal, meningkat, atau menurun
2) Kalium: nonmal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya akan
menurun.
3) Fosfor: lebih sering menurun
f. Hemoglobin glikosilat: kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir (lama hidup SDM)
dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak
adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden (mis, ISK baru).
g. Gas Darah Arteri: biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada. HCO3
(asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
h. Trombosit darah: Ht mungkin meningkat (dehidrasi); leukositosis; hemokonsentrasi
merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
i. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal (dehidrasi penurunan fungsi ginjal)
j. Amilase darah: mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis akut
sebagai penyebab dari DKA.
k. Insulin darah: mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada (pada tipe 1) atau
normal sampai tinggi (pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/
gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat
berkembang sekunder terhadap pembentukan antibodi. (autoantibody)
l. Pemeriksaan fungsi tiroid: peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan
glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
m. Urine: gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat, n.
Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pernafasan dan infeksi pada luka.
n. Diabetes melitus ditegakkan berdasarkan ada tidaknya gejala. Bila dengan gejala
(polidipsi, poliuria, polifagia), maka pemeriksaan gula darah abnormal satu kali sudah
dapat menegakkan diagnosis DM. Sedangkan bila tanpa gejala, maka diperlukan
paling tidak 2 kali pemeriksaan gula darah abnormal pada waktu yang berbeda
(Rustama DS. dkk. 2010: ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009).
o. Kriteria hasil pemeriksaan gula darah abnormal adalah:
1) Kadar gula darah sewaktu >200 mg/dl atau
2) Kadar gula darah puasa >126 mg/dl atau
3) Kadar gula darah 2 jam postprandial 200 mg/dl.
Untuk menegakkan diagnosis DM tipe 1, maka perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang, yaitu C-peptide <0,85 ng/ml. C-peptide ini merupakan salah satu
penanda banyaknya sel B-pankreas yang masih berfungsi. Pemeriksaan lain
adalah adanya autoantibodi, yaitu Islet cell autoantibodies (ICA), Glutamic acid
decarboxylase auto antibodies (65K GAD), IA2 (dikenal sebagai ICA 512 atau
tyrosine posphatase) auto antibodies dan Insulin autoantibodies (IAA). Adanya
autoantibodi mengkonfirmasi DM tipe 1 karena proses autoimun. Sayangnya
pemeriksaan autoantibodi ini relatif mahal (Rustama DS. dkk. 2010; ISPAD
Clinical Practice Consensus Guidelines 2009).
G. Penatalaksanaan Medis
Tatalaksana pasien dengan DM tipe I tidak hanya meliputi pengobatan berupa
pemberian insulin. Ada hal-hal lain selain insulin yang perlu diperhatikan dalam
tatalaksana agar penderita mendapatkan kualitas hidup yang optimal dalam jangka
pendek maupun jangka panjang (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice
Consensus Guidelines. 2009).
Terdapat 5 pilar manajemen DM tipe 1, yaitu:
a. Insulin
Insulin merupakan terapi yang mutlak harus diberikan pada penderita DM Tipe 1.
Dalam pemberian insulin perlu diperhatikan jenis insulin, dosis. insulin, regimen yang
digunakan, cara menyuntik serta penyesuaian dosis yang diperlukan.
1) Jenis insulin: kita mengenal beberapa jenis insulin, yaitu insulin kerja cepat, kerja
pendek, kerja menengah, kerja panjang, maupun insulin campuran (campuran kerja
cepat/pendek dengan kerja menengah). Penggunaan jenis insulin ini tergantung
regimen yang digunakan.
2) Dosis insulin: dosis total harian pada anak berkisar antara 0,5-1 unit/kg berat badan
pada awal diagnosis ditegakkan. Dosis ini selanjutnya akan diatur disesuaikan
dengan faktor-faktor yang ada, baik pada penyakitnya maupun penderitanya.
3) Regimen: kita mengenal dua macam regimen, yaitu regimen konvensional. serta
regimen intensif. Regimen konvensional/mix split regimendapat berupa pemberian
dua kali suntik/hari atau tiga kali suntik/hari. Sedangkan regimen intensif berupa
pemberian regimen basal bolus. Pada regimen basal bolus dibedakan antara insulin
yang diberikan untuk memberikan dosis basal maupun dosis bolus.
4) Cara menyuntik: terdapat beberapa tempat penyuntikan yang baik dalam hal
absorpsinya yaitu di daerah abdomen (paling baik absorpsinya), lengan atas, lateral
paha. Dacrah bokong tidak dianjurkan karena paling buruk absorpsinya.
5) Penyesuaian dosis: Kebutuhan insulin akan berubah tergantung dari beberapa hal,
seperti hasil monitor gula darah, diet, olahraga, maupun usia. pubertas terkadang
kebutuhan meningkat hingga 2 unit/kg berat badan/hari), kondisi stress maupun saat
sakit.
b. Diet
Pada upaya untuk mengoptimalkan proses pertumbuhan. Untuk itu pemberian diet
terdiri dari 50-55% karbohidrat, 15-20% protein dan 30% lemak. Pada anak DM tipe 1
asupan kalori perhari harus dipantau ketat karena terkait dengan dosis insulin yang
diberikan selain monitoring pertumbuhannya. Kebutuhan kalori perharisebagaimana
kebutuhan pada anak sehat/normal. Ada bebempa anjuran pengaturan persentase diet
yaitu 20% makan pagi, 25% makan siang serta 25% makan malam, diselingi dengan 3
kali snack masing-masing 10% total kebutuhan kalori perhari. Pemberian diet ini juga
memperhatikan regimen yang digunakan. Pada regimen basal bolus, pasien harus
mengetahui rasio insulin karbohidrat untuk menentukan dosis pemberian insulin.
c. Aktivitas fisik/exercise
Anak DM bukannya tidak boleh berolahraga. Justru dengan berolahraga akan
membantu mempertahankan berat badan ideal, menurunkan berat badan apabila
menjadi obes serta meningkatkan percaya diri. Olahraga akan membantu menurunkan
kadar gula darah serta meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin. Namun perlu
diketahui pula bahwa olahraga dapat meningkatkan risiko hipoglikemia maupun
hiperglikemia (bahkan ketoasidosis). Sehingga pada anak DM memiliki beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjalankan olahraga, di antaranya adalah
target gula darah yang diperbolehkan 10 untuk olahraga, penyesuaian dict, insulin
serta monitoring gula darah yang aman. Apabila gula darah sebelum olahraga di atas
250 mg/dl serta didapatkan adanya ketonemia maka dilarang berolahraga. Apabila
kadar gula darah di bawah 90 mg/dl, maka sebelum berolahraga perlu menambahkan
diet karbohidrat untuk mencegah hipoglikemia.
d. Edukasi
Langkah yang tidak kalah penting adalah edukasi baik untuk penderita. maupun orang
tuanya. Keluarga perlu diedukasi tentang penyakitnya, patofisiologi, apa yang boleh
dan tidak boleh pada penderita DM, insulin (regimen, dosis, cara menyuntik, lokasi
menyuntik serta efek samping penyuntikan), monitor gula darah dan juga target gula
darah ataupun HbAlc yang diinginkan.
e. Monitoring kontrol glikemik
Monitoring ini menjadi evaluasi apakah tatalaksana yang diberikan sudah baik atau
belum. Kontrol glikemik yang baik akan memperbaiki kualitas hidup pasien, termasuk
mencegah komplikasi baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pasien harus
melakukan pemeriksaan gula darah berkala dalam sehari. Setiap 3 bulan memeriksa
HbAle. Di samping itu, efek samping pemberian insulin, komplikasi yang terjadi, serta
pertumbuhan dan perkembangan perlu dipantau.
H. Komplikasi
Komplikasi jangka pendek (akut) yang sering terjadi yaitu:
1) Hipoglikemia
Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa,
dengan tanda-tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin. pusing, dan sebagainya.
Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah kurang dari 80 mg/dl. Hipoglikemi sering
membuat 11 anak emosional, mudah marah, lelah, keringat dingin, pingsan, dan
kerusakan sel permanen sehingga mengganggu fungsi organ dan proses tumbuh
kembang anak. Hipoglikemik disebabkan oleh obat anti-diabetes yang diminum
dengan dosis terlalu tinggi, atau penderita terlambat makan, atau bisa juga karena
latihan fisik yang berlebihan.
2) Ketoasidosis diabetic
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah komplikasi akut yang mengancam jiwa seorang
penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah
keadaan dekompensasi metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia, asidosis dan
ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. Kondisi
kehilangan urin, air, kalium, amonium, dan natrium menyebabkan hipovolemia,
ketidakseimbangan elektrolit, kadar glukosa darah sangat tinggi, dan pemecahan
asam lemak bebas menyebabkan asidosis dan sering disertai koma. KAD merupakan
komplikasi akut diabetes melitus yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat
darurat (Tarwoto, 2012).
Komplikasi- komplikasi vaskular jangka panjang (biasanya terjadi setelah tahun. ke-
5) berupa:
a) Mikroangiopati: retinopati, nefropati, neuropati. Nefropati diabetik dijumpai pada
1 diantara 3 penderita DM tipe-1.
b) Makroangiopati: gangren, infark miokardium, dan angina.
c) Komplikasi lainnya; Gangguan pertumbuhan dan pubertas Katarak
Arteriosklerosis (sesudah 10-15 tahun) Hepatomegali.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Identitas pasien biasanya terdiri atas nama, anak ke-, tanggal lahir, umur, jenis kelamin,
agama, No CM, identitas orang tua, Genogram serta diagnose medis.
I. RIWAYAT KEPERAWATAN
a) Keluhan Utama: Biasanya pada anak yang mengalami DM Juvenil, anak
merasakan haus yang berlebihan (polidipsi), sering buang air kecil (poliuria),
lapar yang berlebihan (polifagia), luka lama sembuh maupun penurunan berat
badan hingga >10%.
b) Riwayat Keluhan Sekarang: Biasanya anak mengeluh sering berkemih,
mengeluh haus yang berlebihan,mengeluh lemas, keluarga mengeluh anak
mengompol saat tidur, mudah kelelahan dan anak mengeluh penglihatan yang
mulai kabur.
II. RIWAYAT KESEHATAN ANAK (khusus untuk anak usia 0-5 tahun)
1) Prenatal care
a) Keluhan selama hamil yang dirasakan oleh ibu: Biasanya ibu merasakan
haus yang berlebihan, lapar yang berlebihan, mudah kelelahan hingga
penglihan menjadi kabur.
b) Imunisasi TT: Ya / Tidak
2) Natal
a) Jenis persalinan: Persalinan normal atau SC
b) Penolong persalinan: Dokter/ Perawat/ Bidan/ Dukun Beranak dan lain-
lain.
c) Komplikasi yang dialami oleh ibu pada saat melahirkan dan setelah
melahirkan
3) Post Natal
a) Kondisi Bayi: Dengan menggunakan penilaian APGAR Score
b) BB lahir, PB lahir dan LK/LD pada bayi
4) Riwayat Kesehatan Dahulu (untuk anak usia di atas 5 tahun)
a) Apakah sakit yang pernah dialami oleh anak?
b) Apakah anak pernah dirawat? Bila iya ceritakan kapan, berapa lama dan
dengan penyakit apa ?
c) Apakah ada riwayat alergi? Jelaskan!
III. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
Apakah dianggota keluarga ada yang mengalami penyakit menular atau menurun
seperti DM, HIV dan lain sebagainya. Diduga factor genetic mempengaruhi
terjadinya diabetes pada anak-anak.
IV. RIWAYAT IMUNISASI
Tanyakan kepada ibu mengenai imunisasi apasaja yang sudah diberikan pada
anak nya seperti: HB 0. BCG, Pentavalen 1, Pentavalen 2, Pentavalen 3, Polio 1,
Polio 2, Polio 3, Campak, HiB Ulangan, dan Campak Ulangan. Tanyakan di umur
berapa anak diberikan imunisasi tersebut, tanggal pemberian imunisasi dan reaksi
anak Ketika sesudah imunisasi apakah mengalami demam, kejang dan lainnya.
V. TUMBUH KEMBANG
1. Pertumbuhan Fisik meliputi:
a) PB / TB: Cm
b) BB: Gram / Kg
c) LK: Cm
d) LILA: Cm
2. Perkembangan Anak
Apakah anak memiliki perkembangan yang sesuai dengan umurnya, apakah
meragukan atau kemungkinan penyimpangan dari anak seusianya.
VI. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN
A. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Pengetahuan keluarga tentang status kesehatan anak saat ini, perlindungan
terhadap kesehatan: Program untuk anak yang mengalami DM Juvenil untuk
rutin ke pelayanan Kesehatan supaya anak segera dilakukan Tindakan untuk
mencegah terjadinya komplikasi yang biasanya terjadi pada anak yang
mengalami DM Juvenil ini dan segera dilakukan Tindakan seperti diet, latihan
dan olahraga.
B. Nutrisi-Metabolik
Bayi:
ASI/PASI: (berapa kali sehari, pengenceran, sampai umur berapa, dan alasan).
Makanan pendamping ASI: Makanan cair (air buah/sari buah) diberi pada
umur?
Bubur susu diberi pada umur?
Nasi tim saring diberi pada umur?
Nasi tim diberi pada umur?
Makanan tambahan lainnya diberi pada umur?
Pola makan (berapa kali sehari/selang-seling dengan ASI)
Anak-anak
Bagaimana nafsu makannya? Berapa kali sehari? Jenis makanan pokok, jenis
lauk, jenis sayuran, jenis buah, makanan pantangan, kebiasaan makan
termasuk cara menyajikan makanan, jenis makanan selingan, dan kebiasaan
jajan anak.
Anak yang mengalami DM Juvenil biasanya sering mengkonsumsi makanan
manis yang banyak mengandung gula. Mengalami rasa lapar yang terus
menerus.
C. Eliminasi (BAB/BAK)
Biasa memberi tahu/tidak, melakukan sendiri/tolong, tempat bab/bak,
frekuensi, warna, bau, konsistensi, kelainan.
Biasanya pada anak yang mengalami DM Juvenil anak membuang air kecil
secara terus menerus.
D. Aktifitas/Latihan
Aktifitas yang bisa dilakukan, kemampuan melakukan aktifitas, permainan
yang disukai, kemampuan memenuhi ADL. Apakah ada kesulitan bernapas,
lemah, dan nyeri dada.
Pada anak yang mengalami DM Juvenil mereka cepat merasakan kelelahan
dan lemas.
E. Tidur dan Istirahat
Kebiasaan istirahat : Kebiasaan tidur: (mencuci kaki sebelum tidur, BAK
sebelum tidur, mengompol, mengorok, , mengigau, sering terjaga, kebiasaan
tidur yang lain ada/tidak), tidur mulai jam berapa, bangun pagi jam berapa,
tidur sendiri/ditemani. Biasa tidur siang/tidak, berapa jam dalam sehari?
F. Kognitif-Persepsi
Gambarkan kemampuan penglihatan, pendengaran, pengecapan, taktil,
penciuman, persepsi terhadap nyeri, memori, pengambilan keputusan.
G. Persepsi diri – Konsep diri
Keadaan sosial ekonomi keluarga, kelompok sosial, penjelasan tentang diri
sendiri, kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, keadaan fisik, segala sesuatu
yang berkaitan dengan tubuh (yang disukai dan tidak). Harga diri: perasaan
mengenai diri, ancaman terhadap konsep diri (sakit, perubahan peran)
H. Pola Hubungan Peran
Gambaran tentang peran berkaitan dengan keluarga, teman,
kepuasaan/ketidakpuasaan menjalankan peran, efek terhadap status kesehatan,
pentingnya keluarga, struktur dan dukungan keluarga, proses pengambilan
keputusan keluarga, pola membesarkan anak, hubungan dengan orang lain,
orang terdekat dengan klien.
Biasanya anak lebih dekat kepada orang tuanya.
I. Data Psikologis /Dampak Hospitalisasi
J. Pengawasan Kesehatan
Bila sakit minta pertolongan kepada siapa? Kunjungan ke Posyandu?
Pengawasan anak di rumah seperti apa?
K. Kesehatan Lingkungan
L. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-Tanda Vital meliputi:
a. Nadi
b. Pernafasan
c. Suhu
d. Tekanan Darah
Antropometri
a. TB
b. BB
c. LILA
d. Untuk Bayi: Ukur Lingkar kepala dan Lingkar Dada
2. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala simetris, tidak hidrosefalus maupun
mikrosefalus, kepala bersih, distribusi penyebaran rambur
merata.
Palpasi : Tidak teraba pembengkakan ( hematoma\edema ) pada bagian
kepala.
3. Hidung
Inspeksi : Posisi hidung simetris, tidak terdapat massa pada daerah hidung
bagian dalam maupun luar, dan tidak erdapat perdarahan.
Palpasi : Tidak teraba pembengkakan sinusitis.
4. Mulut
Inspeksi : Mukosa bibir lembab, mulut bersih, tidak ada carries pada gigi,
tidak ada stomatitis/sariawan, dan tidak terlihat adanya
pembesaran tonsil.
Palpasi : Tidak teraba pembesaran tonsil atau amandel.
5. Telinga
Inspeksi : Posisi telinga simetris kanan dan kiri, telinga bersih, tidak ada
serumen, dan gendang telinga utuh.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada telinga.
6. Leher
Inspeksi : Leher normal tidak terlihat deviasi trakea.
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan, tidak teraba pembesaran tyroid dan
kelenjar getah bening/limfedenopati, serta tidak ada distensi
vena jugularis.
7. Thorax
a. Paru-paru
Inspeksi: Thoraks simetris kanan dan kiri, tidak terdapat retraksi
intercostal, tidak ada kelainan pada sternum.
Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan, tidak teraba massa/tumor, dan
tidak teraba pmbengkakan disekitar Thorax.
Perkusi: Bagian thorax sebelah kanan terdengar sonor di batas ICS 1-
5, dan di thorax sebelah kiri terdengar sonor di bagian ICS 1-2
lalu terdengar pekak pada perkusi di ICS 3-5 karna terdapat
jantung.
Auskultasi: Vesikuler diseluruh lapang paru
b. Jantung
Inspeksi: Tidak terlihat pembengkakan pada sekitar area jantung yaitu
pada ICS 3-5.
Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan, dan tidak teraba pembengkakan di
area jantung.
Perkusi: Terdengar suara pekak pada area jantung.
Auskultasi: Suara jantung normal, tidak terdapat suara jantung
tambahan seperti mur-mur atau gallop.
8. Ginjal, Kandung Kemih
Inspeksi: Tidak terlihat pembengkakan atau kelainan pada area ginjal dan
kandung kemih.
Palpasi: Ginjal umumnya tidak teraba dan kandung kemih teraba penuh.
Perkusi: Terdengar suara tympani disekitar kandung kemih.
Auskultasi: -
9. Abdomen
Inspeksi: Abdomen simetris, tidak terdapat masa/lesi, distensi warna kulit
merata.
Palpasi: Tidak terada adanya accites pada abdomen dan tidak ada nyeri
tekan.
Perkusi: Suara perkusi abdomen tympani
Auskultasi: Adanya paristaltik bising usus yaitu 10x/menit.
10. Sistem Persyarafan
Inspeksi: Tidak terlihat adanya kelainan pada system syaraf.
Palpasi: Tidak teraba adanya penonjolan pada system syaraf.
11. Ekstremitas Atas dan Bawah
Inspeksi: Ekstremitas atas dan bawah simetris antara kanan dan kiri, tidak
terdapat kelainan pada jari-jari tangan, tidak ada massa/lesi,
tidak ada hematom/edema pada ekstremitas atas dan bawah.
Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan, tidak teraba massa/tumor.
12. Kulit
Inspeksi: Penyebaran warna kulit merata di seluruh tubuh, tidak terdapat
sianosis/ reednees (kemerahan) pada kulit, warna kulit sawo
matang/kecoklatan.
Palpasi: Tidak teraba adanya pembengkakan/tumor dibagian kulit.
13. Genetalia
Inspeksi: Genetalia bersih, tidak ada hematoma/edema disekitar genetalia.
Palpasi: -
M. Riwayat Psikososial
1. Psikologi:
2. Social dan Ekonomi:
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitus tipe 1 diperlukan beberapa
pemeriksaan seperti pemeriksaan gula darah, hemoglobin A1C, dan pemeriksaan
autoantibodi sel beta pankreas.
1. Pemeriksaan Gula Darah
Pasien diabetes mellitus tipe 1 memiliki kadar glukosa darah puasa ≥ 126
mg/dL atau kadar glukosa darah sewaktu atau Tes Toleransi Glukosa Oral
(TTGO) ≥ 200 mg/dL. Perlu dicatat bahwa pemeriksaan ini hanya
menunjukkan kondisi hiperglikemia, tetapi tidak bisa membedakan diabetes
mellitus tipe 1 dari diagnosis banding lainnya.
Pada pasien yang sudah terdiagnosis, pemeriksaan gula darah perlu dilakukan
3-4 kali dalam sehari bila pasien memperoleh beberapa injeksi insulin dalam
satu hari atau dalam terapi pompa insulin. Walaupun demikian, pemeriksaan
gula darah ini tidak selamanya akurat karena bergantung pada akurasi alat dan
faktor sampel seperti kadar hematokrit, oksigen darah, pH, dan adanya
substansi lain yang mengganggu.
2. Hemoglobin A1C (HbA1C)
Pemeriksaan hemoglobin A1C (HbA1C) dapat digunakan untuk mendiagnosis
diabetes dengan ambang batas ≥ 6,5%. Pasien tidak perlu puasa saat akan
melakukan tes HbA1C.
Pada pasien yang sudah terdiagnosis diabetes mellitus tipe 1, kadar HbA1C
diharapkan dapat dijaga kurang dari 7%. Pemeriksaan ini dilakukan paling
tidak 2 kali dalam 1 tahun untuk mengevaluasi keberhasilan terapi. Bila target
tidak tercapai, maka diperlukan perubahan pada penatalaksanaan yang selama
ini tengah dijalani.
3. Pemeriksaan Autoantibodi
Diabetes mellitus tipe 1 dapat diidentifikasi dengan penanda genetik dan
kehadiran autoantibodi spesifik. Penanda antibodi dari autoimun terhadap sel
beta pankreas antara lain GAD (glutamic acid decarboxylase antibody), IA-2
(islet antigen-2), IAA (insulin antibody), dan ICA (islet cell cytoplasmic
antibody). Sebanyak 85-90% pasien yang memiliki autoantibodi ini pada
akhirnya akan menderita penyakit diabetes mellitus tipe 1.
4. Pemeriksaan C-Peptida
C-peptida dapat diperiksa untuk membantu membedakan antara diabetes
mellitus tipe 1 dan tipe 2. Pada diabetes mellitus tipe 1, pankreas
memproduksi sedikit atau tidak sama sekali insulin dan C-peptida. Sementara
itu, pada diabetes mellitus tipe 2, pankreas memproduksi insulin tetapi terjadi
resistensi, sehingga kadar C-peptida lebih tinggi.
5. Pemeriksaan Laboratorium Lainnya
Pengukuran keton urine dapat dilakukan untuk penapisan adanya ketonemia.
Meski demikian, pemeriksaan ini tidak dapat diandalkan untuk mendiagnosis
atau memantau ketoasidosis diabetik. Sebagai gantinya, dapat dilakukan
pemeriksaan kadar aseton plasma, seperti kadar beta-hidroksibutirat, bersama
dengan pengukuran bikarbonat plasma atau pH arteri.

VIII. TERAPI SAAT INI


Diabetes juvenile tidak dapat disembuhkan. Namun dengan menggunakan insulin
secara rutin setiap hari, maka kadar gula darah pada penderita diabetes juvenile
bisa dikontrol. Insulin diberikan dengan cara disuntikkan di kulit yang memiliki
banyak lapisan lemak, biasanya di perut. Biasanya insulin disuntikkan tiga kali
dalam sehari.
Selain itu, beberapa hal ini juga perlu diperhatikan:
1. Mengonsumsi makanan yang tinggi serat, dan membatasi karbohidrat yang
dikonsumsi
2. Memeriksa kadar gula darah secara rutin
3. Melakukan aktivitas fisik dengan teratur, setidaknya 3–4 kali dalam seminggu
Semua pengobatan ini diperlukan agar anak dapat tetap bertumbuh kembang
seperti kebanyakan anak pada umumnya. Oleh karena itu, pengobatannya
membutuhkan kerja sama antara dokter, pasien, dan orangtuanya.
ANALISA DATA
NO DATA SENJANG ETIOLOGI PROBLEM
1 DO: Kondisi Muskuloskletal Nyeri Kronis
1. Pasien mengeluh nyeri Kronis
2. Pasien merasa takut
mengalami cedera berulang
DS:
1. Tampak meringis
2. Tidak mampu
menuntaskan aktivitas
3. Gelisah

2 DS: Gejala Penyakit Gangguan Rasa


1. Pasien mengeluh tidak Nyaman
nyaman
2. Pasien mengeluh lelah
3. Pasien mengeluh tidak
mampu rileks
DO:
1. Pasien tampak gelisah
2. Pasien tampak merintih
3. Postur tubuh berubah

`
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri Kronis b.d Kondisi Muskuloskletal Kronis d.d Pasien mengeluh nyeri
2) Gangguan Rasa Nyaman b.d Gejala Penyakit d.d Pasien mengeluh tidak nyaman

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL


KEPERAWATAN KRITERIA KEPERAWATAN
HASIL
1 Nyeri Kronis b.dSetelah di lakukan Manajemen Nyeri
intervensi
Kondisi Tindakan
keperawatan
Muskuloskletal selama 3x24 jam Observasi Observasi
diharapkan Tingkat
Kronis d.d 1. Identifikasi 1. Untuk
Nyeri Menurun
Pasien mengeluh dengan kriteria lokasi, mengetahui
hasil:
nyeri karakteristik, lokasi,
1. Kemampua
n durasi, frekuensi, karakteristik,
menuntaska
kualitas, durasi, frekuensi,
n aktivitas
(Meningkat intensitas nyeri kualitas, dan
)
2. Identifikasi skala intensitas nyeri
2. Keluhan
nyeri nyeri 2. Untuk
(Menurun)
3. Identifikasi mengetahui skala
3. Gelisah
(Menurun) faktor yang nyeri
4. Ketegangan
memperberat dan 3. Untuk
otot
(Menurun) memperingan mengetahui
nyeri factor yang
4. Monitor efek memperberat dan
samping memperingan
penggunaan nyeri
analgetik 4. Untuk
Terapeutik mengetahui
1. Berikan teknik apakah analgetic
nonfarmakologis tersebut ampuh
untuk atau tidak dalam
mengurangi rasa meredakan nyeri
nyeri (mis, terapi Terapeutik
bermain) 1. Untuk
2. Kontrol mengurangi dan
lingkungan yang mengalihkan
memperberat rasa nyeri
rasa nyeri (mis. 2. Untuk
suhu ruangan) mengurangi rasa
Edukasi nyeri
1. Jelaskan Edukasi
penyebab, 1. Supaya pasien
periode, dan memahami
pemicu nyeri mengenai nyeri
2. Jelaskan strategi yang
meredakan nyeri dirasakannya
3. Anjurkan 2. Supaya pasien
menggunakan bisa mengerti
analgetik secara mengenai
tepat strategi nyeri
4. Ajarkan teknik yang diajarkan
nonfarmakologis 3. Supaya
untuk mengurangi
mengurangi rasa tingkat nyeri
nyeri 4. Supaya bisa
Kolaborasi mengalihkan
1. Kolaborasi rasa nyeri yang
pemberian dialami pasien
analgetik, jika Kolaborasi
perlu 1. Supaya
memperingan
rasa nyeri
2 Gangguan Rasa Setelah di lakukan Terapi Relaksasi
intervensi
Nyaman b.d Tindakan
keperawatan
Gejala Penyakit selama 3x24 jam Observasi Observasi
diharapkan Status
d.d Pasien 1. Identifikasi 1. Untuk membuat
Kenyamanan
mengeluh tidak Meningkat dengan teknik relaksasi pasien tetap
kriteria hasil:
nyaman yang pernah nyaman
1. Keluhan
tidak efektif 2. Untk
nyaman
digunakan membandingkan
(Menurun)
2. Gelisah 2. Identifikasi Teknik yang
(Menurun)
kesediaan, seperti apa yang
3. Lelah
(Menurun) kemampuan, dan dapat
4. Postur
penggunaan meningkatkan
Tubuh
(Membaik) teknik kenyamanan
sebelumnya pada pasien
3. Periksa 3. Untuk
ketegangan otot, mengetahui
frekuensi nadi, ketegangan otot,
tekanan darah, frekuensi nadi,
dan suhu tekanan darah,
sebelum dan dan suhu
sesudah latihan sebelum dan
4. Monitor respons sesudah latihan
terhadap terapi 4. Untuk
relaksasi mengetahui
Terapeutik seberapa ampuh
1. Ciptakan terapi relaksasi
lingkungan yang diberikan
tenang dan tanpa Terapeutik
gangguan 1. Untuk
dengan mempertahankan
pencahayaan dan kenyamanan
suhu ruang pasien
nyaman, jika 2. Supaya ada
memungkinkan persetujuan yang
2. Berikan bisa dijadikan
informasi tertulis bukti bahwa
tentang pasien bersedia
persiapan dan untuk dilakukan
prosedur teknik teknik relaksasi
relaksasi 3. Supaya
3. Gunakan mempertahankan
relaksasi sebagai status
strategi kenyamanan
penunjang pada pasien
dengan analgetik Edukasi
atau tindakan 1. Supaya pasien
medis lain, jika dan keluarga
sesuai bisa memahami
Edukasi tujuan, manfaat,
1. Jelaskan tujuan, Batasan dan
manfaat, batasan, jenis yang
dan jenis diberikan untuk
relaksasi yang mempertahankan
tersedia (mis, status
musik) kenyamanan
pada pasien.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatuskesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan untuk mengetahui
sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai. Evaluasi ini dilakukan dengan
cara membandingkan hasil akhir yang teramati dengan tujuan dan kriteria hasil yang
dibuat dalam rencana keperawatan.
S : Subjective (Subjektif),
O : Objective (Objektif)
A : Assesment (Penilaian)
P : Planning (Perencanaan)

Anda mungkin juga menyukai