Anda di halaman 1dari 22

80

Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Demam Berdarah


Dengue: Sebuah Studi Kasus
1 2
Dian Haerani , Siti Nurhayati
1
Program Studi Diploma III Keperawatan, Akademi Keperawatan Pasar Rebo
2
Departemen Keperawatan Anak, Akademi Keperawatan Pasar
Rebo Jl. Tanah Merdeka No. 16, 17, 18 Jakarta Timur
dian.haerani98@gmail.com
Sitioffi ce19@gmail.com

Abstrak
Demam berdarah dengue (DBD), merupakan masalah kesehatan masyarakat cenderung mengalami
peningkatan kejadian dan penyebarannya. DBD dapat menyebabkan berbagai komplikasi, yaitu
kerusakan susunan sistem saraf pusat, kerusakan hati, resiko syok, kematian. Total sampel yang
digunakan pada populasi target dalam penelitian ini adalah anak laki-laki berusia 14 tahun, agama Islam,
suku bangsa Jawa, pendidikan Sekolah Menengah Pertama, bahasa yang digunakan Bahasa Indonesia.
Dari penelitian ini didapatkan tiga diagnosa keperawatan utama yaitu resiko hipovolemia berhubungan
dengan permeabilitas membran kapiler meningkat, resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan
trombositopenia, hipertermia berhubungan dengan viremia. Dalam pembahasan pengkajian yang terdiri
dari etiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan medis. Pada
pengkajian faktor pendukung yaitu keluarga yang kooperatif dalam memberikan informasi penyakit
klien, sedangkan kendala yang ditemukan yaitu saat dikaji anak kurang kooperatif, tidak peduli sehingga
sulit didapatkan informasi langsung dari anak.
Kata kunci : demam berdarah dengue, asuhan keperawatan,
anak

Abstract
Dengue hemorrhagic fever (DHF), a public health problem, tends to experience an increase in its
incidence and spread. DHF can cause various complications: damage of the central nervous and liver,
risk of shock, death. The total sample used in the target population in this study was a boy 14 years old,
Islam, Javanese ethnicity, junior high school education, Indonesian language. From this study, three main
nursing diagnoses were obtained, namely the risk of hypovolemia associated with capillary membrane
permeability increases, the risk of bleeding is associated with thrombocytopenia, hyperthermia is
associated with viremia. In the discussion of the assessment consisting of etiology, clinical
manifestations, complications, diagnostic tests and medical management. In the assessment of supporting
factors, namely cooperative families in providing information, while the constraints found were when he
were not cooperative, didn’t care so it was difficult to get information directly.
Keywords: dengue hemorrhagic fever, nursing care,
children.

Buletin Kesehatan Vol.4 No.2 Agustus-Desember 2020 ISSN: 2614-8080 EISSN: 2746-
5810
Pendahuluan 2016 kembali mengalami kenaikan yang
DBD merupakan salah satu masalah signifikan menjadi 39.487 kasus
kesehatan masyarakat di Indonesia (Dinkes DKI Jakarta, 2016). Pada tahun
yang semakin hari cenderung 2017 kasus DBD di DKI Jakarta
meningkat kejadian dan berjumlah
penyebarannya (Widoyono, 2011). 3.350 kasus, dengan jumlah kematian
Prevalensi penderita DBD berdasarkan sebanyak 1 orang. Angka kesakitan
data World Health Organization DBD yaitu 32,29 per 100.000 penduduk
(WHO) adalah terdapat sekitar 2,5 atau sebesar 0,03% (Kementerian
milyar orang di dunia beresiko Kesehatan RI, 2018). Di wilayah Jawa
terinfeksi virus dengue terutama di Barat data kasus DBD pada tahun 2017
daerah tropis maupun subtropis, dengan berjumlah 11.422, pada tahun 2018
perkiraan 500.000 orang memerlukan berjumlah 11.458 dan pada tahun 2019
rawat inap setiap tahunnya dan 90% menurun menjadi 8.593 kasus.
dari penderitanya ialah anak – anak Sedangkan jika dilihat dari data kasus
yang berusia kurang dari 15 tahun DBD pada bulan Juni 2019 kabupaten
(WHO, 2011). Pada tahun atau kota di Jawa Barat berdasarkan
2013 dilaporkan terdapat sebanyak 235 data yang tertinggi yaitu, Bandung
juta kasus di Amerika (WHO, 2014). Di sebanyak
Negara dengan 2 musim, virus ini 1.783 kasus, Kab. Bogor sebanyak 825
paling endemik. Di wilayah Asia, DBD kasus, Cirebon sebanyak 742 kasus,
banyak dijumpai di Cina Selatan, Cimahi sebanyak 613 kasus, Kota
Pakistan, India, dan seluruh Kawasan Bogor sebanyak 551 kasus, Sumedang
Asia Tenggara (Widoyono, 2011). sebanyak 548 kasus dan Bekasi
sebanyak 480 kasus (Dinkes Provinsi
Prevalensi penderita DBD di Indonesia Jawa Barat, 2019).
pada tahun 2013 jumlah kabupaten atau
kota di Indonesia yang terjangkit DBD Kasus kematian DBD terbanyak dialami
sebanyak 412 kabupaten atau kota dan anak – anak. Kondisi ini disebabkan
meningkat menjadi 433 kabupaten atau daya tahan tubuh anak yang belum
kota pada tahun 2014 (Kementerian sempurna. Perawatan DBD yang belum
kesehatan RI, 2015). Di DKI Jakarta memadai dan gejala klinis yang
pada tahun 2015 kasus DBD menurun memberat dapat berakibat gangguan
menjadi 11.905 kasus, dan pada tahun pembuluh darah dan hati. Pasien dapat
mengalami perdarahan masif, syok memantau tanda – tanda vital,
hingga kematian (Hanifah, 2011). memberikan cairan
Dengan melihat prevalensi dan akibat
yang disebabkan dari penyakit DBD
maka peran perawat sangatlah
dibutuhkan dalam merawat
penderita DBD. Peran perawat
meliputi empat aspek, diantaranya
peran promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif. Peran promotif yaitu
dengan memberikan edukasi terkait
pentingnya menerapkan Pola Hidup
Bersih Sehat (PHBS) dan memberikan
nutrisi sesuai kecukupan gizi anak.
Menurut Kementerian kesehatan RI
(2016) peran preventif adalah dengan
menerapkan tentang tata laksana
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
3M Plus dengan Gerakan satu rumah
satu jumantik (Juru Pemantau Jentik)
serta menjaga rumah agar tetap bersih
dan rapi, hindari menggantung
pakaian di dalam rumah dan rajin
membersihkan tempat – tempat
yang dapat menjadi genangan air.
Peran kuratif, perawat dapat
melakukan tindakan mandiri dan
kolaboratif dalam pemberian asuhan
keperawatan seperti memberi asupan
nutrisi yang bergizi dan cairan yang
adekuat, memantau tanda – tanda
dehidrasi, memantau tanda – tanda
perdarahan, menganjurkan tirah
baring, memantau hasil trombosit,
parenteral sesuai indikasi dan
memberikan obat antipiretik sesuai
indikasi (Nursalam, 2013). Peran
rehabilitatif perawat dapat
menganjurkan untuk banyak
beristirahat dan memotivasi kepada
keluarga untuk berperilaku hidup bersih
dan sehat.

Perumusan Masalah
Dari identifikasi masalah tersebut, maka
dapat disusun pertanyaan peneliti
sebagai berikut “Bagaimana Asuhan
Keperawatan pada An. A dengan
Demam berdarah dengue (DBD) di
ruang Anggrek RSUD dr. Chasbullah
Abdulmadjid Kota Bekasi?”.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk
memperoleh pengalaman secara nyata
dalam pemberian asuhan keperawatan
anak dengan masalah DBD.

Metode Penulisan
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif yang menguraikan tentang
asuhan keperawatan yang diberikan
kepada Anak dengan diagnosa medis
Demam berdarah dengue (DBD) di
ruang Anggrek RSUD dr. Chasbullah
Abdulmadjid Kota Bekasi.
Pengertian Klasifikasi
Menurut Lestari (2016), Demam Menurut Suriadi (2010) dan WHO
berdarah dengue (DBD) atau dengue (2011), DBD diklasifikasikan menjadi
haemorhagic fever (DHF) adalah empat, yaitu :
penyakit pada anak dan dewasa yang 1. Derajat I : Demam dengan gejala
disebabkan oleh virus dengan nonspesifik, perdarahan spontan, uji
manifestasi demam akut, perdarahan, tourniquet positif, trombositopenia,
nyeri otot dan sendi. Infeksi Dengue dan hemokonsentrasi.
merupakan infeksi Arbovirus (Artropod 2. Derajat II : Gejala pada derajat I
Born Virus) akut yang ditularkan oleh diikuti perdarahan spontan dikulit
nyamuk Aedes Aegepty atau oleh atau perdarahan lain.
Aedes Albopictus. Demam berdarah 3. Derajat 3 : Ditemukan tanda
dengue (DBD) atau dengue kegagalan sirkulasi, berupa nadi
haemorhagic fever (DHF), penyakit cepat & lemah, tekanan darah
infeksi akibat virus dengue (arbovirus) menurun (<20 mmHg) dengan kulit
yang menginvasi tubuh melalui gigitan dingin, lembab, dan iritabel
nyamuk Aedes Aegypty. 4. Derajat 4 : Renjatan syok berat, nadi
sulit diraba serta tekanan darah sulit
Gejala DBD berupa demam, nyeri otot diukur
atau nyeri sendi yang disertai
leucopenia, ruam, limfadenopati, Etiologi
trombositopenia dan diatesis Menurut Widoyono (2011) dan Suriadi
hemoragik. Selanjutnya akan terjadi (2010), DBD diakibatkan virus dengue
perembesan plasma yang ditandai dari kelompok arthropod-borne virus.
dengan hemokonsentrasi (peningkatan Ada empat serotipe yaitu DEN-1, DEN-
hematokrit) atau penumpukan cairan 2, DEN-3, dan DEN-4, yang ditularkan
dirongga tubuh. Bila kondisi ini terus melalui nyamuk Aedes Aegypti.
berlangsung akan muncul Sindrom Nyamuk ini berkembang biak di
renjatan dengue (dengue shock wilayah tropis dan bersarang pada
syndrome) yaitu demam berdarah genangan air. Semua tipe ada di
dengue yang ditandai oleh renjatan atau Indonesia dan DEN-3 merupakan
syok (Sudoyo, 2014; Suriadi, 2010). serotipe terbanyak. Infeksi akibat satu
serotip akan menimbulkan antibodi
yang terbentuk terhadap
serotipe yang sama, sehingga tidak Trombositopenia, gangguan fungsi
dapat memberikan perlindungan yang trombosit serta kelainan sistem
memadai terhadap serotipe yang lain. koagulasi (Ngastiyah, 2014).
Seseorang yang menetap di wilayah Virus masuk ke tubuh melalui gigitan
endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 nyamuk aedes aegepty, timbullah
atau 4 serotipe selama hidupnya. viremia yang mengakibatkan
Keempat serotipe virus dengue dapat penderita mengalami demam, sakit
ditemukan diberbagai daerah di kepala, mual, nyeri otot atau pegal –
Indonesia (Sudoyo, 2014). pegal di seluruh tubuh. Selain itu
muncul ruam atau bintik – bintik
Patofisiologi merah pada kulit, hiperemia
Virus dengue yang telah masuk ke tenggorokan atau mungkin terjadi
tubuh penderita akan menimbulkan pembesaran kelenjar getah bening,
viremia. Viremia memicu pengatur suhu dan hati (hepatomegali). Kemudian
di hipotalamus untuk melepaskan zat reaksi virus bersama antibodi
bradikinin, serotinin, trombin, histamin membentuk kompleks virus
hingga peningkatan suhu. Selain itu antibody yang akan
viremia menyebabkan pelebaran pada mengaktivasi sistem komplemen
dinding pembuluh darah yang membuat dalam sirkulasi. Kondisi ini akan
perpindahan cairan dan plasma dari mengaktivasi C3 dan C5 yang
intravascular ke interstitial sehingga selanjutnya akan melepaskan C3a dan
muncullah hipovolemia. Penurunan C5a hingga memicu histamin sebagai
trombosit terjadi akibat dari turunnya mediator kuat peningkatan
produksi trombosit akibat dari antibodi permeabilitas dinding kapiler pembuluh
melawan virus (Murwani, 2011). darah. Dengan demikian timbul
Selain itu Trombositopenia disebabkan perpindahan plasma ke ruang
oleh peningkatan destruksi trombosit. ekstraseluler. Perembesan plasma ini
Etiologi dari kondisi ini tidak menyebabkan kekurangan volume
diketahui, namun diduga ada beberapa plasma, maka timbul hipotensi,
faktor pemicunya seperti adanya virus hemokonsentrasi, hipoproteinemia,
dengue, komponen aktif sistem efusi serta renjatan (syok).
komplemen, serta kerusakan sel Hemokonsentrasi (peningkatan
endotel. Penyebab utama perdarahan hematokrit >20%) mengindikasikan
pada DBD yaitu adanya kebocoran (perembesan) plasma.
Dengan demikian menjadi
penting untuk memonitor nilai
hematokrit
sebagai acuan pemberian cairan bening, hingga muncul tanda renjatan
intravena (Nursalam, 2013). (sianosis, kulit lembab & dingin,
Perembesan plasma ke ekstra vaskuler hipotensi, agitasi, pengisian kapiler >2
dibuktikan dengan adanya peningkatan detik, nadi cepat dan lemah).
cairan di rongga serosa (rongga
peritonium, pleura, dan pericardium) Komplikasi
melebihi pemberian cairan intravena. Menurut Soedarto (2012), komplikasi
Oleh karena itu setelah kebocoran DBD ada tujuh, yaitu komplikasi
plasma teratasi, pemberian cairan susunan sistem saraf pusat (SSP) yang
intravena harus dikurangi untuk dapat berbentuk konvulsi, kaku kuduk,
mencegah munculnya edema paru dan perubahan kesadaran dan varises,
gagal jantung. Kondisi sebaliknya juga ensefalopati yaitu komplikasi
tidak boleh terjadi, jika tidak mendapat neurologik yang terjadi akibat
cukup cairan, pasien akan mengalami pemberian cairan hipotonik yang
perburukan bahkan bisa terjadi renjatan. berlebihan, infeksi, kerusakan hati,
Renjatan atau hipovolemia yang kerusakan otak, resiko syok, kematian.
berlangsung lama akan berakibat
anoksia jaringan, asidosis metabolik Penatalaksanaan Medis
dan kematian (Murwani, 2011). Tatalaksana terapi anak yang
mengalami DBD berupa terapi
Manifestasi Klinis suportif dan simptomatik. Terapi
Menurut Suriadi (2010), manifestasi suportif meliputi upaya penggantian
klinis penderita DBD adalah demam cairan tubuh karena dehidrasi.
tinggi selama 5 sampai 7 hari, Sedangkan terapi simptomatik ada
perdarahan terutama dibawah kulit; beberapa jenis yang diberikan salah
ptekie, ekhimosis, hematoma, epitaksis, satunya adalah terapi antipiretik
hematemesis, melena, hematuria, mual, (Andriani, 2014).
muntah, tidak nafsu makan, diare,
konstipasi, nyeri otot, tulang sendi, Konsep Tumbuh Kembang Remaja
abdomen, ulu hati, sakit kepala, dan Pertumbuhan
pembengkakan sekitar mata. Selain itu Menurut Kyle & Carman (2015), pada
dapat pula terjadi hepatomegali, fase remaja awal (usia 11-14 tahun)
pembesaran limpa dan kelenjar getah karakteristik seks sekunder mulai
tampak, seperti penonjolan payudara
pada remaja perempuan, pembesaran Kecemasan disebabkan oleh faktor
testis pada remaja laki – laki, petugas (perawat, dokter atau tenaga
pertumbuhan rambut ketiak, atau kesehatan lainnya), dan lingkungan
rambut pubis. Karakteristik seks (lingkungan baru maupun lingkungan
sekunder ini terpenuhi lengkap ditahap keluarga pendamping perawatan).
remaja pertengahan (usia 14-17 tahun) Meskipun dampak tersebut tidak
serta remaja akhir (usia 17-20 tahun). dirasakan langsung oleh anak, namun
Struktur dan pertumbuhan reproduktif secara psikologis anak merasakan
hampir komplit dan remaja telah perubahan perilaku orang tua selama
matang secara fisik. mendampingi di RS. Akibatnya
mempengaruhi proses penyembuhan
Perkembangan karena anak semakin stres. Selain itu
Menurut Suriadi (2010), ada dua tahap pasien mengalami kegoncangan jiwa
perkembangan yaitu perkembangan dan mudah terserang penyakit lain,
kognisi dan perkembangan karena adanya penekanan sistem imun
sosioemosional. akibat stres. Anak akan merasa
nyaman bersama dukungan sosial dari
Dampak Hospitalisasi keluarga, lingkungan perawatan yang
Pengertian Hospitalisasi terapeutik, serta sikap perawat yang
Menurut Mendri & Prayogi (2017), peduli dan hangat sehingga mampu
hospitalisasi merupakan keadaan yang mendorong proses pemulihan.
mengharuskan anak tinggal di rumah
sakit, menjalani terapi dan perawatan Asuhan Keperawatan
karena suatu alasan yang berencana 1. Pengkajian Keperawatan
maupun kondisi darurat. Tinggal di Menurut Nursalam (2013) dan
rumah sakit dapat menimbulkan stres Suriadi (2010), pengkajian yang
bagi anak-anak, remaja, dan keluarga muncul pada pasien dengan Demam
mereka. berdarah dengue (DBD) adalah :
identitas pasien, keluhan utama,
Dampak Hospitalisasi pada Anak riwayat penyakit sekarang, riwayat
Menurut Nursalam (2013), penyakit yang pernah diderita,
hospitalisasi anak akan riwayat imunisasi, riwayat gizi,
mengakibatkan kecemasan serta stres kondisi lingkungan, pola kebiasaan,
di semua tingkat usia.
pemeriksaan fisik, sistem 3. Perencanaan Keperawatan
integumen, dan pemeriksaan Perencanaan keperawatan adalah
diagnostik. tindakan keperawatan yang dipilih
untuk membantu klien dalam
2. Diagnosa Keperawatan mencapai hasil dan tujuan yang
Diagnosa keperawatan yang diharapkan (Doenges, Moorhouse &
ditemukan pada pasien dengan DBD Geissler, 2012). Menurut Nursalam
berdasarkan Nursalam (2013) dan (2013) dan Tim pokja SIKI DPP
Tim pokja SDKI DPP PPNI (2016), PPNI (2018), perencanaan
adalah: keperawatan pada kasus DBD yaitu:
1. Hipertemia berhubungan dengan a. Diagnosa 1 : Hipertermia
proses penyakit (virus dalam berhubungan dengan proses
darah/viremia). penyakit (virus dalam
2. Hipovolemia berhubungan darah/viremia).
dengan peningkatan Kriteria hasil : Tanda – tanda
permeabilitas kapiler. vital dalam batas normal (suhu
3. Defisit nutrisi berhubungan tubuh : 36,5 – 37,5oC, nadi : 80-
dengan faktor psikologi 100x/menit, tekanan darah :
(keengganan untuk makan), 110/70 – 120/80mmHg) dan
anoreksia, intake inadekuat. anak tidak lemah.
4. Resiko tinggi terjadinya Rencana tindakan:
perdarahan berhubungan dengan 1) Identifikasi penyebab
trombositopenia. hipertermi (mis. dehidrasi,
5. Resiko tinggi syok terpapar lingkungan panas,
hipovolemik berhubungan penggunaan inkubator)
dengan kurangnya volume 2) Monitor suhu tubuh
cairan tubuh akibat perdarahan. 3) Monitor haluaran urine
6. Intoleransi aktivitas 4) Monitor komplikasi akibat
berhubungan dengan hipertermi
kelemahan. 5) Sediakan lingkungan yang
7. Defisit pengetahuan dingin
berhubungan dengan kurang 6) Ganti linen setiap hari atau
terpapar informasi informasi. lebih sering jika mengalami
hyperhidrosis (keringat laboratorium (Hematokrit)
berlebih) 7) Kolaborasi : terapi cairan
7) Lakukan pendinginan parenteral sesuai program
eksternal (mis. selimut c. Diagnosa 3 : Devisit nutrisi
hipotermia atau kompres berhubungan dengan faktor
pada dahi, leher, dada, psikologis (keengganan untuk
abdomen dan aksila) makan), anoreksia, intake in
8) Anjurkan klien untuk tirah adekuat.
baring atau bedrest Kriteria hasil : Berat badan
9) Kolaborasi : terapi obat stabil dalam batas normal, tidak
sesuai indikasi ada mual dan muntah, nafsu
b. Diagnosa 2 : makan meningkat, makan habis
Hipovolemia berhubungan 1 porsi, dan hb dalam batas
dengan peningkatan normal (13,0-17,5 g/dL).
permeabilitas kapiler. Rencana tindakan :
Kriteria hasil : Membran 1) Kaji pola makan klien
mukosa lembab, turgor kulit 2) Kaji makanan kesukaan klien
elastis, suhu normal (36,5- 3) Kaji adanya mual dan
o
37,5 C), dan balance cairan muntah
seimbang. 4) Anjurkan pada keluarga
Rencana tindakan : memberi makan sedikit
1) Kaji keadaan umum namun sering.
2) Awasi masukan, haluaran 5) Timbang berat badan 2 hari
dan monitor intake output. sekali
3) Pantau TTV anak (TD, nadi, 6) Kolaborasi dengan ahli gizi
suhu) secara berkala. dalam pemberian diit yang
4) Observasi status hidrasi (mis. tepat.
kulit kering, membran 7) Kolaborasi terkait hasil
mukosa, turgor kulit) dan laboratorium terutama
pengisian kapiler hemoglobin
5) Anjurkan klien banyak 8) Kolaborasi dengan dokter
minum terkait pemberian obat anti
6) Kolaborasi : pantau hasil mual sesuai indikasi
d. Diagnosa 4 : Resiko tinggi terpenuhi seperti :
terjadinya perdarahan makan,
berhubungan dengan
trombositopenia.
Kriteria hasil : Tanda-tanda
vital dalam batas normal,
jumlah trombosit klien
meningkat, dan tidak terjadi
epitaksis, melena, dan
hematemesis.
Rencana tindakan:
1) Monitor tanda – tanda
perdarahan
2) Monitor tanda – tanda
vital
3) Anjurkan klien untuk banyak
istirahat
4) Anjurkan klien untuk
meningkatkan cairan dan
nutrisi
5) Berikan penjelasan pada
keluarga untuk segera
melaporkan jika
6) ada tanda – tanda
perdarahan.
7) Kolaborasi : pantau hasil
periksaan laboratorium
terutama
8) trombosit, hematokrit dan
hemoglobin.
e. Diagnosa 5 : Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan
kelemahan.
Kriteria hasil : Keadaan umum
membaik, kebutuhan sehari-hari
minum, dan personal hygiene
(mandi, menggosok gigi, dan
keramas).
Rencana tindakan :
1) Kaji kebutuhan klien.
2) Kaji hal-hal yang mampu
dilakukan klien berhubungan
dengan kelemahan fisiknya.
3) Berikan lingkungan yang
tenang dan batasi pengunjung.
4) Bantu klien memenuhi
kebutuhan aktivitas sehari- hari
klien sesuai tingkat keterbatasan
klien seperti mandi, makan, dan
eliminasi.
5) Pantau tanda – tanda vital
klien
f. Diagnosa 6 : Resiko tinggi
syok hipovolemik berhubungan
dengan kurangnya volume cairan
tubuh akibat perdarahan.
Kriteria hasil : Tanda-tanda
vital dalam batas normal,
keadaan umum baik, dan syok
hipovolemik tidak terjadi. Rencana
tindakan :
1) Monitor keadaan umum kilen.
2) Observasi tanda-tanda vital.
3) Monitor tanda-tanda
perdarahan.
4) Anjurkan keluarga/klien 2) Kaji latar belakang
untuk segera melapor jika pendidikan klien dan
ada tanda-tanda perdarahan. keluarga.
5) Segera puasakan jika terjadi 3) Jelaskan tentang proses
perdarahan saluran penyakit, diit, perawatan,
pencernaan. obat-obatan pada klien
6) Perhatikan keluhan klien dengan bahasa yang mudah
seperti pusing, lemah, dimengerti.
ekstremitas dingin, sesak 4) Berikan kesempatan pada
nafas. klien/keluarga untuk
7) Kolaborasi berikan terapi bertanya sesuai dengan
cairan intravena jika terjadi penyakit yang dialami.
perdarahan. 5) Gunakan leaflet atau
8) Kolaborasi terkait monitor gambar- gambar dalam
Hb, Ht, Trombosit bentuk penjelasan.
9) Berikan transfusi sesuai
instruksi dokter. 4. Pelaksanaan Keperawatan
g. Diagnosa 7 : Defisit Menurut Kozier, Erb, Berman &
pengetahuan berhubungan Snyder (2011), pelaksanaan
dengan kurang terpapar keperawatan adalah inisiatif dari
informasi. rencana tindakan untuk mencapai
Kriteria hasil : tujuan yang spesifik. Tahap ini
Pengetahuan klien atau disebut juga tahap implementasi
keluarga tentang proses yang dimulai dengan menyusun
penyakit, diit, perawatan dan rencana tindakan, lalu dilakukan
obat penderita DBD sesuai perencanaan. Hal ini perlu
meningkat, klien atau keluarga untuk membantu klien mencapai
mampu menjelaskan kembali. tujuan yang diharapkan
Rencana tindakan : (meningkatkan kesehatan, mencegah
1) Kaji tingkat pengetahuan penyakit, memulihkan kesehatan
klien/keluarga tentang serta memfasilitasi koping).
penyakit DHF.
5. Evaluasi Keperawatan Beringin II RT 03 RW 003 Kranji
Menurut Kozier, Erb, Berman & Bekasi Barat 17135.
Snyder (2011), evaluasi merupakan
fase akhir dari proses keperawatan, 2. Resume
meliputi aktivitas yang An. A (14 tahun) klien datang ke
direncanakan, berkelanjutan dan IGD RSUD Bekasi pada tanggal 11
terarah. Evaluasi menjadi penting Maret 2020 pukul 10.00 WIB
dalam asuhan keperawatan dengan keluhan demam tinggi sejak
mengingat kesimpulan yang ditarik hari Minggu pada tanggal 8 Maret
dari evaluasi akan menentukan 2020 (demam hari ke 1) dan mual.
keberlanjutan dari perencanaan: Klien tidak mimisan, tidak memiliki
apakah perlu dimodifikasi, diakhiri, gusi berdarah, BAB dan BAK tidak
atau bahkan dilanjutkan. ada keluhan. Diagnosa medis yang
muncul adalah DHF (DBD Derajat
TINJAUAN KASUS I). Saat di IGD, telah dilakukan
Pengkajian Keperawatan tindakan keperawatan seperti
1. Identitas klien observasi keadaan umum, observasi
Nama klien An. A, nama panggil tanda – tanda vital dengan hasil
Alif (14 tahun) jenis kelamin laki- kesadaran compos mentis, nadi
laki, lahir di Bekasi, 24 April 2005, 95x/menit, respirasi 20x/menit, suhu
agama Islam, suku bangsa Jawa, tubuh 37,8oC. Sedangkan tindakan
bahasa yang digunakan adalah kolaborasi seperti pemasangan infus
bahasa Indonesia dan pendidikan RL 500 cc, pemberian Paracetamol
Sekolah Menengah Pertama. tablet 500 mg dan pemeriksaan
Nama Ibu klien Ny. T (36 tahun), laboratorium dengan hasil
pendidikan terakhir SMA, pekerjaan hematologi darah rutin DHF, yaitu
ibu rumah tangga, agama Islam, Leukosit 9,9 ribu/uL (5-10) ribu/uL,
suku bangsa Jawa. Nama ayah klien Hemoglobin 12,0 g/dL (13-17,5)
Tn. B (40 tahun), pendidikan g/dL, Hematokrit 35,2% (40-54)%,
terakhir SMA, pekerjaan karyawan Trombosit 136 ribu/uL (150-400)
swasta, agama Islam, suku bangsa ribu/uL. Lalu pada pukul 16.27 WIB
Jawa. Klien dan orang tua tinggal klien dikirim ke ruang rawat anak
di Jalan Anggrek RSUD Bekasi. Saat di
ruangan, masalah keperawatan yang Data Subjektif
muncul adalah resiko tinggi
hipertermi dan telah dilakukan
tindakan keperawatan seperti
observasi keadaan umum, observasi
tanda – tanda vital dengan hasil
kesadaran compos mentis,
nadi
100x/menit, respirasi 22x/menit,
suhu tubuh 36,8oC. Sedangkan
tindakan kolaborasi yang dilakukan
seperti pemberian cairan RL 20 tetes
permenit (tpm), dan pemberian obat
Paracetamol 3 x ¾ tablet,
Ondancetron 3 x 3 mg. Sampai pada
saat dilakukan pengkajian tanggal
11
Maret 2020 pukul 19.00 WIB klien
masih dalam keadaan lemah.

Prosedur dan Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan dengan
mengumpulkan data dengan wawancara
langsung pada klien, observasi
dari pemeriksaan fisik secara
langsung kepada klien, hasil
pemeriksaan diagnostik dan
data-data yang dikumpulkan.
Sehingga penulis mendapatkan
data subjektif dan data objektif.

Pengolahan dan Data Fokus


Pengolahan data dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut:
Ibu An. A mengatakan anak demam
sejak hari minggu (± 4 hari), Ayah
mengatakan badan anaknya terasa
hangat, Ibu mengatakan khawatir akan
kondisi anaknya, Ayah mengatakan
tidak mengetahui penyebab anaknya
sakit, Ayah mengatakan tidak
mengetahui penyebab anaknya sakit,
Ibu mengatakan anaknya susah makan,
Ibu mengatakan anaknya malas minum,
Ibu mengatakan anak hanya minum
kurang lebih 1000 ml/ 24 jam, Ayah
mengatakan anaknya makan hanya
sedikit, An. A mengatakan nafsu
makannya menurun, An. A
mengatakan agak mual, An. A
mengatakan lemas, An. A mengatakan
pusing, dan Ayah mengatakan anaknya
tidak bisa sekolah karena dirawat di
rumah sakit.
Data Objektif
Ibu tampak bingung dan khawatir, anak
tampak lemah, suhu tubuh : 37,8oC,
nadi
110x/menit, indeks massa tubuh (IMT)
:
16,23, kulit teraba hangat, membran
mukosa kering, turgor kulit tidak
elastis, konjungtiva anemis, makan
habis ¼ porsi, trombosit 136 ribu/uL,
hematokrit
35,2%, hemoglobin 12,0 g/dL, tes
tourniquet : terdapat sedikit bintik pada
lengan kanan, terpasang infus RL 20
tpm ditangan kiri.
komplikasi yang terdapat pada teori
tidak ditemukan pada kasus. Pada kasus
Hasil Penelitian dan Pembahasan pemeriksaan diagnostik yang sudah
Hasil Penelitian sesuai dengan teori, yaitu pemeriksaan
Hasil analisis penelitian yang laboratorium hemoglobin, hematokrit,
dilaksanakan pada tanggal 9 – 14 Maret trombosit dan leukopenia.
2020 adalah sebagai berikut : resiko Penatalaksanaan medis yang telah
hipovolemia berhubungan dengan diberikan dan sesuai dengan teori, yaitu
permeabilitas membran kapiler terapi suportif berupa pergantian cairan
meningkat, resiko terjadinya perdarahan intravena, terapi simptomatik berupa
berhubungan dengan trombositopenia, terapi antipiretik, pemberian makanan
hipertermia berhubungan dengan lunak, dan tirah baring.
viremia, defisit nutrisi berhubungan
dengan faktor psikologis (keengganan Diagnosa Keperawatan
untuk makan), resiko infeksi Dalam tinjauan teori ada 7 (tujuh)
berhubungan dengan efek prosedur diagnosa keperawatan, 5 (lima)
invasif, ansietas berhubungan dengan diantaranya sudah sesuai dan muncul
dampak hospitalisasi. pada kasus, yaitu resiko hipovolemia
berhubungan dengan permeabilitas
Pembahasan membran kapiler meningkat, resiko
Pengkajian terjadinya perdarahan berhubungan
Pembahasan pengkajian meliputi dengan trombositopenia, hipertermia
etiologi, manifestasi klinik, komplikasi, berhubungan dengan viremia, defisit
pemeriksaan diagnostik dan nutrisi berhubungan dengan faktor
penatalaksanaan medis. Dari hasil psikologis (keengganan untuk makan),
pengkajian etiologi DBD pada teori ansietas berhubungan dengan dampak
sama dengan etiologi pada kasus yaitu, hospitalisasi. Diagnosa keperawatan
disebabkan oleh virus dengue yang yang ada pada teori tetapi tidak muncul
ditularkan melalui nyamuk Aedes pada kasus adalah resiko tinggi syok
Aegypti. Manifestasi klinik yang ada hipovolemik berhubungan dengan
pada kasus sudah sesuai dengan teori kurangnya volume cairan tubuh akibat
yaitu demam tinggi selama 5 – 7 hari, perdarahan, intoleransi aktivitas
mual, tidak nafsu makan. berhubungan dengan kelemahan, defisit
Seluruh
pengetahuan berhubungan dengan trombin, histamin) dan menyebabkan
kurang terpapar informasi. terjadinya demam, hal ini dibuktikan
Pada diagnosa keperawatan resiko dengan adanya peningkatan suhu pada
hipovolemia berhubungan dengan kasus an.A. Pada diagnosa keperawatan
permeabilitas membran kapiler defisit nutrisi berhubungan dengan
meningkat ditegakkan karena virus faktor psikologis (keengganan untuk
dengue yang masuk ke tubuh penderita makan) ditegakkan karena virus dengue
akan menimbulkan viremia yang yang telah masuk ke tubuh penderita
menyebabkan pelebaran pada dinding akan menimbulkan viremia yang
pembuluh darah dan akan menyebabkan mengakibatkan penderita mengalami
perpindahan cairan dan plasma dari mual dan dapat menyebabkan terjadinya
intravascular ke interstitial atau nutrisi yang tidak adekuat, hal ini
ekstra seluler yang dapat menyebabkan dibuktikan dengan adanya keluhan mual
hipovolemia, hal ini dibuktikan dengan dan hilang nafsu makan pada kasus
adanya peningkatan produksi urine pada an.A. Pada diagnosa keperawatan
kasus an.A. Pada diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan dampak
resiko terjadinya perdarahan hospitalisasi ditegakkan karena menurut
berhubungan dengan trombositopenia konsep hospitalisasi, tinggal di rumah
ditegakkan karena melihat sifat virus sakit dapat menimbulkan stres bagi
dengue yang dapat mengakibatkan anak-anak, remaja, dan keluarga
penurunan produksi trombosit sebagai mereka, hal ini dibuktikan dengan
reaksi dari antibodi melawan virus dan timbulnya kekhawatiran orang tua pada
berbahaya bila terjadi perdarahan, hal kasus an.A. Pada diagnosa keperawatan
ini dibuktikan dengan adanya resiko tinggi syok hipovolemik
trombositopenia pada kasus an.A. berhubungan dengan kurangnya volume
Pada diagnosa keperawatan hipertermia cairan tubuh akibat perdarahan tidak
berhubungan dengan viremia muncul pada kasus karena data kurang
ditegakkan karena virus dengue yang mendukung dibuktikan dengan tanda –
telah masuk ke tubuh penderita akan tanda vital klien yang masih dalam
menimbulkan viremia. Hal tersebut batas normal serta tidak ditemukan
akan menimbulkan reaksi oleh pusat tanda – tanda perdarahan berlebih
pengatur suhu di hipotalamus sehingga seperti ptekie, ekhimosis, hematoma,
menyebabkan (pelepasan zat epitaksis, hematemesis, melena,
bradikinin, serotinin, hematuria. Pada
diagnosa keperawatan intoleransi pelaksanaan yang dilakukan sudah
aktivitas berhubungan dengan sesuai dengan perencanaan yang telah
kelemahan tidak muncul pada kasus disusun, sehingga tidak ada kesenjangan
karena data kurang mendukung antara teori dan kasus.
dibuktikan dengan klien mengatakan Pada tahap pelaksanaan keperawatan
masih mampu berjalan normal hipertermia berhubungan dengan
serta tidak ditemukan tanda – tanda viremia terdapat intervensi yang tidak
seperti perubahan tekanan darah drastis, dilakukan yaitu melakukan pendinginan
denyut jantung lemah atau meningkat, eksternal (mis. selimut hipotermia atau
dan sianosis serta sesak. Pada diagnosa kompres pada dahi, leher, dada,
keperawatan defisit pengetahuan abdomen dan aksila) dan mengganti
berhubungan dengan kurang terpapar linen setiap hari atau lebih sering jika
informasi tidak muncul pada kasus mengalami hyperhidrosis (keringat
karena data yang kurang mendukung berlebih). Pada tahap pelaksanaan
dibuktikan dengan pendidikan orang tua keperawatan defisit nutrisi berhubungan
yang tidak rendah. Diagnosa dengan faktor psikologis (keengganan
keperawatan yang tidak terdapat pada untuk makan) terdapat intervensi yang
teori tetapi muncul pada kasus, yaitu tidak dilakukan yaitu menimbang berat
resiko infeksi berhubungan dengan efek badan 2 hari sekali dan kolaborasi
prosedur invasif dibuktikan dengan saat dengan ahli gizi terkait diit yang tepat.
dikaji klien terpasang infus pada tangan Pada tahap pelaksanaan keperawatan
kiri. resiko infeksi berhubungan dengan efek
prosedur invasif terdapat intervensi
Pelaksanaan Keperawatan yang tidak dilakukan yaitu kolaborasi :
Pelaksanaan keperawatan adalah memberikan obat antibiotik. Pada tahap
tindakan nyata dari intervensi pelaksanaan keperawatan ansietas
keperawatan yang telah disusun berhubungan dengan dampak
untuk mencapai tujuan dan hasil yang hospitalisasi terdapat intervensi yang
diharapkan dari asuhan. Pada diagnosa tidak dilakukan yaitu memonitor tanda
resiko hipovolemia berhubungan – tanda vital terkait kecemasan dan
dengan permeabilitas membran kapiler mengajarkan teknik relaksasi
meningkat; resiko terjadinya perdarahan pengendalian diri.
berhubungan dengan
trombositopenia;
Evaluasi Keperawatan tekanan darah menurun, gelisah,
Pada tahap evaluasi keperawatan capillary refill lebih dari dua detik, nadi
terdapat 3 (tiga) diagnosa keperawatan cepat dan lemah). Seluruh komplikasi
yang sudah teratasi yaitu resiko yang terdapat pada teori tidak
terjadinya perdarahan berhubungan ditemukan pada kasus. Pemeriksaan
dengan trombositopenia, hipertermia penunjang yang terdapat pada teori
berhubungan dengan viremia, ansietas namun tidak ditemukan pada kasus,
berhubungan dengan dampak yaitu pemeriksaan IgG dengue positif,
hospitalisasi. Sedangkan terdapat 3 pemeriksaan kimia darah, urine, AGD
(tiga) diagnosa keperawatan yang dan SGOT/SGPT. Penatalaksanaan
belum teratasi yaitu, resiko hipovolemia medis yang terdapat pada teori sudah
berhubungan dengan permeabilitas sesuai dengan kasus sehingga tidak
membran kapiler meningkat, defisit terjadi kesenjangan.
nutrisi berhubungan dengan faktor
psikologis (keengganan untuk Daftar Pustaka
makan), resiko infeksi berhubungan Adriana. (2013). Tumbuh kembang dan
dengan efek prosedur invasif. terapi bermain pada anak. Jakarta :
Salemba Medika.

Simpulan Dinas Kesehatan DKI Jakarta. (2016).


Standar penanggulangan demam
Dari hasil pengkajian keperawatan, berdarah dengue. Jakarta.
kasus DBD yang dialami klien
Doengoes, M.E. (2012). Rencana
disebabkan oleh virus dengue yang asuhan keperawatan. Jakarta : EGC.
ditularkan melalui nyamuk Aedes
Kementerian Kesehatan RI. (2015).
Aegypti. Manifestasi klinik yang Profil kesehatan Indonesia 2014. Jakarta
terdapat pada teori namun tidak : Kementerian Kesehatan RI.

ditemukan pada kasus, yaitu perdarahan Kementerian Kesehatan RI. (2018).


Profil kesehatan Indonesia 2017. Jakarta
terutama dibawah kulit yaitu ptekie,
: Kementerian Kesehatan RI.
ekhimosis, hematoma, epitaksis,
Kyle, T., & Carman, S. (2015). Buku
hematemesis, melena, hematuria, diare,
ajar keperawatan pediatri. (penerjemah
konstipasi, pembengkakan sekitar mata, : Devi Yulianti). Jakarta : EGC.
pembesaran hati, limpa, dan kelenjar Kozier, Erb, Berman, & Snyder. (2011).
getah bening, dan tanda renjatan Buku ajar fundamental keperawatan :
konsep, proses,dan praktik. Edisi 7
(sianosis, kulit lembab dan Volume 1. Jakarta : EGC.
dingin,
Lestari, T. (2016). Asuhan keperawatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat.
anak. Yogyakarta : Nuha Medika. (2019). Kasus DBD mulai tahun 2017
s.d bulan Juni 2019 di Jawa Barat.
Mendri, Prayogi. (2017). Asuhan Diakses tanggal 15 April 2020 pukul
keperawatan pada anak sakit & bayi 11.20, dari
resiko tinggi.Yogyakarta : Pustaka Baru http://diskes. jabarprov.go.id/index.php/
Press. pages/detailparent/2019/320/Kasus-
DBD-Mulai-Tahun-2017-SD-Bulan-
Murwani, A. (2011). Perawatan Pasien Juni-2019-Di-Jawa-Barat
Penyakit Dalam. Yogyakarta:
GoshyenPublishing Hanifah. (2011). Komplikasi dan
pencegahan demam berdarah dengue.
Ngastiyah. (2014). Perawatan anak Diakses tanggal 19 Maret 2020 pukul
sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC. 03.29, dari
http://dokterrizy. blogspot.com/2011/04
Nursalam. (2013). Managemen / komplikasi-dan-
keperawatan : aplikasi dalam praktek pencegahan_demam.html.
keperawatan profesional. Edisi 3.
Jakarta : Salemba Medika. Kementerian Kesehatan RI. (2016).
Kemenkes keluarkan surat edaran
Soedarto. (2012). Demam berdarah pemberantasan sarang nyamuk dengan
dengue dengue haemorhagic fever. 3M Plus dan Gerakan 1 Rumah 1
Jakarta : Sugeng Seto. Jumantik. Diakses tanggal 19 Maret
2020 pukul 03.29, dari
Sudoyo, A, W. (2014). Buku ajar ilmu http://www.depkes.go.id/article/view/16
penyakit dalam. Jilid I Edisi VI. Jakarta : 121400002/kemenkes-keluarkansurat -
Interna Publishing. edaran-pemberantasan-sarang-nyamuk-
dengan-3m-plus-dan-gerakan-1-rumah-
Suriadi, Y, R. (2010). Buku pegangan 1- jum. ht ml.
praktis klinik asuhan keperawatan pada
anak. Edisi 2, (Penerjemah Haryanto). WHO. (2011). World health statistics
Jakarta : EGC. 2011. Diakses tanggal 19 Maret 2020
pukul 03.29 WIB, dari World Health
Tim pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Organization :
Standar diagnosis keperawatan https://www.who.int/gho/publicat ions/w
Indonesia. Jakarta : Dewan Pengurus orld_healt h_statist ics/EN_WHS211_Fu
Pusat Persatuan Perawat Nasiona l l l.pdf.
Indonesia.
WHO. (2014). Dengue and severe
Tim pokja SIKI DPP PPNI. (2018). dengue. Diakses tanggal 19 Maret 2020
Standar intervensi kepera watan pukul 03.29 WIB, dari World Health
Indonesia. Jakarta : Dewan Pengurus Organization :
Pusat Persatuan Perawat Nasiona l http:/www.who.int/mediacentre/factshe
Indonesia. ets/fs117/en/.

Widoyono. (2011). Penyakit tropis


epidemiologi, penularan, pencegahan,
dan pemberantasannya. Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Erlangga

Anda mungkin juga menyukai