Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu

penyakit infeksi yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak

ditemukan di daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa

tahun terakhir terjadi peningkatan terhadap penyebaran kasus DBD didaerah

urban dan semi urban, sehingga hal tersebut menjadi perhatian utama

kesehatan masyarakat internasional (World Health Organization , 2012).

Angka terjadinya kasus DBD mengalami peningkatan secara drastis

diseluruh dunia dalam beberapa tahun terakhir. Lebih dari 2,5 milyar penduduk

didunia, lebih dari 40%nya beresiko mengalami DBD. Saat ini, diperkirakan

50-100 juta orang di seluruh dunia terinfeksi demam berdarah dengue setiap

tahunnya. (WHO, 2012)

Sebelum tahun 1970, hanya sembilan negara yang dilaporkan

mengalami epidemi demam berdarah yang cukup parah, akan tetapi untuk saat

ini penyakit demam berdarah menjadi endemik di berbagai negara di kawasan

Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia tenggara dan Pasifik Barat yang

merupakan daerah paling serius terkena dampak dari penyakit tersebut. Kasus

demam berdarah di Amerika, Asia tenggara dan Pasifik Barat melebihi 1,2 juta

kasus pada tahun 2008 dan lebih dari 2,3 juta pada tahun 2010. (WHO, 2012)

Indonesia sebagai salah satu negara tropis di dunia dengan kelembaban

udara yang cukup tinggi menjadi pemicu berkembang biaknya nyamuk seperti

Aedes aegypti yang merupakan salah satu vektor DBD, sehingga DBD mudah

1
2

ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Hal tersebut menyebabkan

masalah kesehatan karena terdapat banyak daerah endemik sehingga jumlah

penderita semakin meningkat dan penyebaran pun semakin meluas ke wilayah

lain dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. (Widoyono,

2008).

Dampak peningkatan serta meluasnya penyebaran DBD dapat

berpengaruh terhadap perekonomian, dikarenakan kehilangan waktu kerja,

waktu pendidikan maupun biaya selama perawatan penderita DBD selama

sakit, selain itu jika tidak ditangani secara serius maka akan berdampak

terhadap tingginya angka kesakitan dan meningkatkan resiko terjadinya

kematian penderita DBD jika tidak ditangani secara cepat dan tepat. (Depkes

RI, 2011)

Departemen kesehatan RI (2009) menyatakan seiring dengan

meluasnya daerah endemik DBD, angka terjadinya kasus demam berdarah di

Indonesia meningkat yaitu terhitung dari Januari – Oktober 2009, Demam

Berdarah Dengue (DBD) telah menelan 1.013 korban jiwa dari total penderita

sebanyak 121.423 orang (CFR: 0,83). Jumlah ini meningkat dibandingkan

periode tahun 2008 yaitu 953 orang meninggal dari 117.830 kasus (CFR: 0,81).

Dari kasus yang dilaporkan selama tahun 2009, tercatat 10 provinsi yang

menunjukkan kasus terbanyak, yaitu Jawa Barat (29.334 kasus 244 meninggal),

DKI Jakarta (26.326 kasus 33 meninggal), Jawa Timur (15.362 kasus 147

meninggal), Jawa Tengah (15.328 kasus, 202 meninggal), Kalimantan Barat

(5.619 kasus, 114 meninggal), Bali (5.334 kasus, 8 meninggal), Banten (3.527

kasus, 50 meninggal), Kalimantan Timur (2.758 kasus, 34 meninggal),


3

Sumatera Utara (2.299 kasus, 31 meninggal), dan Sulawesi Selatan (2.296

kasus, 20 meninggal). Dan terdapat Beberapa provinsi yang mengalami

peningkatan kasus dibandingkan tahun 2008 adalah Jambi, Bangka Belitung,

Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi

Barat dan Papua.

Departemen kesehatan RI (2013) menyatakan angka kesakitan

penderita DBD per 100.000 penduduk pada tahun 2012 adalah 34,3%

sedangkan data tahun 2011 adalah 26,67%. Data tahun 2010 adalah 65.70% .

Dinas kesehatan DKI Jakrta Selatan tahun 2022, melaporkan bahwa

kasus DBD tertinggi sepanjang tahun 2022 berada di wilayah kelurahan

Pondok Labu yaitu sebanyak 72 kasus, disusul oleh kelurahan Jagakarsa

dengan kasus DBD sebanyak 69, kelurahan pela mampang dengan kasus DBD

sebanyak 57, kelurahan petukangan selatan kasus DBD sebanyak 53, dan

puskesmas Ciputat Timur kasus DBD sebanyak 42, kemudian pada tahun 2012

kasus DBD tertinggi masih berada pada puskesmas Pamulang yaitu sebanyak

81 kasus, puskesmas Kampung Sawah 78 kasus, puskesmas Rawa Buntu 48

kasus, puskesmas Ciputat Timur 47 dan puskesmas Pondok Jagung 45 kasus

DBD.

Seiring dengan semakin banyaknya kasus DBD, pemerintah membuat

beberapa kebijakan terhadap pencegahan DBD yaitu dengan meningkatkan

Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) dan pengendalian vektor yang dilakukan

dengan baik, terpadu dan berkesinambungan. Pengendalian vektor melalui

surveilans vektor diatur dalam Kepmenkes No.581 tahun 1992, bahwa kegiatan

pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dilakukan secara periodik oleh

masyarakat yang dikoordinir oleh RT/RW dalam bentuk PSN dengan

menekankan kegiatan 3M plus (mengubur kaleng kaleng bekas, menguras

tempat penampungan air secara teratur dan menutup tempat penyimpanan air
4
dengan rapat serta penggunaan bubuk abate). Keberhasilan terhadap kegiatan

PSN ini dapat diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ). Apabila ABJ lebih

atau sama dengan 95% diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau

dikurangi. (Depkes RI, 2010)

Pemerintah juga menambahkan kegiatan upaya promosi kesehatan

dengan membentuk Desa Siaga, dimana masyarakat desa dilatih untuk


5

memiliki pengetahuan dan keterampilan praktis dalam mencegah vektor

penyakit dan Neglected Tropical Disease (NTD serta pemerintah melibatkan

peranan kader Jumantik (juru pemantau jentik ) yang bertugas untuk

mengawasi kegiatan PSN yang dilaksanakan dimasyarakat setempat untuk

meningkatkan partisipasi dan peranan masyarakat agar memperoleh derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud dengan tidak

mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif yang dapat direalisasikan melalui

pembentukan kader Jumantik ini. (Depkes RI, Dirjen P2PL, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Hardayati, et al (2011) menyatakan

Bahwa, perilaku dari masyarakat akan sangat menentukan tingkat kesehatan

dari masyarakat itu sendiri. Perilaku masyarakat yang baik akan memberikan

dampak yang baik bagi kesehatan, dan sebaliknya perilaku masyarakat yang

tidak baik akan berdampak buruk bagi kesehatannya. Tercatatnya Kota

Pekanbaru sebagai daerah endemis DBD, diperkirakan ada keterkaitannya

dengan perilaku masyarakat dalam PSN-DBD, hal ini dibuktikan dari hasil

penelitian bahwa perilaku masyarakat dalam melaksanakan PSN-DBD yang

kurang baik tercatat sebesar 43% sehingga masih ditemukannya keberadaan

jentik nyamuk yang merupakan indikator dari potensi terjangkitnya masyarakat

terhadap DBD, penelitian ini menyebutkan Angka Bebas Jentik di Kecamatan

Pekan Baru Kota masih tergolong rendah, yaitu 92% dibanding nilai standar

yang ditentukan oleh Departement Kesehatan yaitu lebih atau sama dengan

95% diharapkan penularan dapat dicegah atau dikurangi.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Wardani (2012) tentang pengaruh

penyuluhan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan, sikap dan praktik ibu


6

dalam pencegahan DBD menjelaskan bahwa hasil penelitian tersebut

menunjukan ada perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol dan

kelompok yang diberikan intervensi penyuluhan kesehatan tentang DBD

diketahui nilai P <0,001 yang berarti terjadi perbedaan yang bermakna yaitu

peningkatan pengetahuan terhadap DBD, sedangkan pada kelompok kontrol

terlihat tidak ada perubahan bermakna, diketahui nilai P= 0,4. Peningkatan

pengetahuan yang diperoleh dari kelompok intervensi tersebut juga diikuti

dengan peningkatan dalam melaksanakan praktik pencegahan DBD, yaitu

diketahui nilai P <0,001 yang berarti terjadi perbedaan yang bermakna setelah

dilakukan penyuluhan, sedangkan pada kelompok kontrol tidak terjadi

perubahan yang bermakna diketahui nilai P= 0,2.

Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa salah satu strategi dalam

meningkatkan pengetahuan yaitu dengan memberikan informasi untuk

mencapai hidup sehat salah satunya dengan memberikan penyuluhan kesehatan

pada masyarakat. Pengetahuan yang diperoleh tersebut akan menyebabkan

seseorang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Rogers

(1974) dalam Fitriani (2011) menjelaskan bahwa, perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari dengan

pengetahuan, sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan hal

penting bagi seseorang sebelum melakukan tindakan kesehatan karena dengan

adanya pengetahuan maka seseorang mampu bertindak untuk meningkatkan

kesehatannya.

Berdasarkan data- data tersebut maka peneliti merasa perlu untuk

melakukan penelitian tentang demam berdarah dengue (DBD) dengan judul


7

“Hubungan Pengetahuan Masyarakat Terhadap Praktik Pencegahan Demam

Berdarah Dengue Pada Masyarakat di RW 08 kelurahan Pondok Labu”.

Penulis memilih RW 022 kelurahan Pamulang Barat sebagai tempat penelitian

karena penulis memperoleh informasi bahwa RW 022 Pamulang Barat

merupakan salah satu wilayah binaan Puskesmas Pamulang dengan kasus DBD

tertinggi sehingga penulis tertarik untuk meneliti hubungan pengetahuan dan

praktik masyarakat terhadap pencegahan DBD di wilayah tersebut.

B. Rumusan Masalah

WHO (2013) menjelaskan bahwa, angka terjadinya kasus DBD

mengalami peningkatan secara drastis diseluruh dunia, diperkirakan 50-100

juta orang di seluruh dunia terinfeksi demam berdarah dengue setiap tahunnya.

Negara Indonesia sebagai salah satu negara tropis merupakan daerah

endemik untuk penyakit DBD. Seiring dengan permasalahan tersebut,

pemerintah membuat beberapa kebijakan terkait pencegahan DBD melalui

pengendalian vektor yang diatur dalam Kepmenkes No.581 tahun 1992 dengan

lebih menekankan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang dilakukan secara

periodik oleh masyarakat yang dikoordinir oleh RT/RW, untuk Dinas

Kesehatan Tangerang Selatan sendiri telah melakukan upaya terhadap

pencegahan DBD yaitu dengan cara penyelidikan epidemiologi, kegiatan PSN,

Fogging fokus, penyuluhan tentang DBD, membentuk kader Jumantik untuk

mengawasi program PSN di masyarakat dan memeriksa keberadaan jentik

nyamuk di masyarakat, namun dari data- data yang diperoleh penulis, angka

kejadian DBD masih cukup tinggi jika di bandingkan kelurahan lain di wilayah
8

binaan Puskesmas Pamulang, maka peneliti ingin mengetahui “Hubungan

Pengetahuan Masyarakat Terhadap Praktik Pencegahan Demam Berdarah

Dengue Pada Masyarakat di RW 022 kelurahan Pamulang Barat”.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana pengetahuan masyarakat di RW 022 kelurahan Pamulang

Barat tentang pencegahan demam berdarah dengue?

2. Bagaimana praktik masyarakat di RW 022 kelurahan Pamulang Barat

terhadap pencegahan demam berdarah dengue?

3. Bagaimana hubungan pengetahuan masyarakat terhadap praktik

pencegahan demam berdarah dengue pada masyarakat di RW 022

kelurahan Pamulang Barat kelurahan Pamulang Barat?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh hubungan pengetahuan

masyarakat di RW 022 Pamulang Barat terhadap praktik pencegahan

demam berdarah dengue .

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan masyarakat di RW 022

kelurahan Pamulang Barat tentang pencegahan demam berdarah

dengue

b. Untuk mengetahui praktik masyarakat terhadap pencegahan demam

berdarah dengue di masyarakat di RW 022 kelurahan Pamulang Barat


9

c. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan masyarakat terhadap

praktik pencegahan demam berdarah dengue pada masyarakat di RW

022 kelurahan Pamulang Barat.

E. Manfaat

1. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini sebagai salah satu syarat dalam

menyelesaikan program studi ilmu keperawatan dan berguna untuk

menambah wawasan serta pengalaman bagi peneliti terhadap masalah

kesehatan Keluarga terutama tentang DBD.

2. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan keperawatan khususnya

bidang pendidikan keperawatan komunitas.

3. Bagi PUSKESMAS

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi terhadap

gambaran pengetahuan dan praktik pencegahan DBD di kelurahan

Pamulang Barat sehingga dapat menjadi pertimbangan bagi puskesmas

dalam mengembangkan usaha pencegahan DBD di wilayah kerjanya.


1
0

Anda mungkin juga menyukai