Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam berdarah merupakan masalah kesehatan secara global, dan penyakit ini menyebar
secara luas didaerah tropis. Menurut WHO sekitar 2,5 miliar orang atau dua per lima dari
populasi dunia beresiko menderita penyakit DBD, hal ini diperkirakan akan terus meningkat
menjadi 50 juta kasus infeksi dengue diseluruh dunia setiap tahunnya.
Epidemi dengue terjadi bersamaan di Asia, Afrika, dan AmerikaUtara. Di indonesia kasus
DBD sudah menjadi masalah kesehatan selama kurang lebih 30 tahun terakhir. Penyakit ini
merupakan salah satu penyakit yang mengakibatkan kematian, di indonesia DBD muncul di
seluruh provinsi dan akan meningkat kejadiannya pada waktu musim hujan. (kemenkes,
2010).

1
ANGKA KESAKITAN DEMAM BERDARAH DENGUE PER 100.000 PENDUDUK
MENURUT PROVINSI TAHUN 2015

Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2016

Kematian akibat DBD dikategorikan tinggi jika CFR >1%. Dengan demikian pada tahun
2015 terdapat 5 provinsi yang memiliki CFR tinggi yaitu Maluku (7,69%), Gorontalo
(6,06%), Papua Barat (4,55%), Sulawesi Utara (2,33%), dan Bengkulu (1,99%).
Pada provinsi tersebut masih perlu upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dan
peningkatan kualitas dan kuantitas SDM kesehatan di rumah sakit dan puskesmas (dokter,
perawat dan lain-lain) termasuk peningkatan sarana-sarana penunjang diagnostik dan
penatalaksanaan bagi penderita di sarana-sarana pelayanan kesehatan.
Sedangkan menurut jumlah kematian, jumlah kematian tertinggi terjadi di Jawa Timur
sebanyak 283 kematian, diikuti oleh Jawa Tengah (255 kematian) dan Kalimantan Timur (65
kematian).

2
Pada tahun 2015 ABJ di Indonesia terlihat peningkatan yang cukup signifikan dari 24,06%
pada tahun 2014 menjadi 54,24% pada tahun 2015. Hal ini bisa disebabkan pelaporan data
ABJ sudah mulai mencakup sebagian wilayah kabupaten/kota di Indonesia.
Puskesmas sudah mulai menggalakkan kembali kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB)
secara rutin, kegiatan kader Juru Pemantau Jentik (JUMANTIK) sudah mulai di galakkan
kembali. Walaupun jika dibandingkan dengan tahun 2010-2013 masih lebih kecil dan masih
belum mencapai target program yang sebesar ≥ 95%.

3
Dari 3 tahun terakhir (2014-2016) kasus DBD di Kabupaten Pamekasan mengalami
peningkatan. Kecamatan Pademawu pada tahun 2016 menjadi kecamatan dengan kasus
terbanyak se Kabupaten Pamekasan.Sedangkan Puskesmas Pademawu termasuk dalam 5
terbanyak pada kasus DBD se Kabupaten Pamekasan.
Pada tahun 2016 kasus DBD di desa Pademawu Barat sebanyak 9 orang dimana desa
pademawu barat adalah desa dengan kasus DBD terbanyak di wilayah Puseksmas Pademawu.

4
ABJ di Puskesmas Pademawu Barat sebesar 90% sedangan ABJ di Desa Pademawu Barat
sebesar 91%.
Hal tersebut menunjukkan bahwa DBD masih menjadi permasalahan kesehatan di Pamekasan
yang harus diselesaikan.
Salah satu upaya tersebut, pemerintah bahkan Kabupaten Pamekasan membentuk petugas
yang dapat memantau adanya jentik-jentik yang disebut Jumantik (Juru Pemantuau Jentik).
Di kecamatan Pademawu sendiri hanya mempunyai kader jumantik sebanyak 10 kader. 1
kader bertanggung jawab terhadap 1 desa.
Tetapi, dari pengamatan di beberapa desa menunjukkan bahwa ABJ (Angka Bebas Jentik) di
Desa Pademawu masih belum tercapai target, hal ini menunjukkan bahwa 1 kader yang
bertanggung jawab terhadap jentik di ±1000 rumah kurang efektif.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan yaitu apakah kader jumantik
dikeluarga dapat mengaktifkan pelaporan ABJ (Angka Bebas Jentik) di Desa Pademawu
Barat ?
1.3 Tujuan Pelaksanaan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pembentukan kader jumantik dikeluarga dalam pengaktifan
pelaporan ABJ (Angka Bebas Jentik) di Desa Pademawu Barat.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pembentukan kader jumantik dikeluarga
2. Untuk mengetahui keaktifan pelaporan ABJ (Angka Bebas Jentik) di Desa Pademawu
Barat.
3. Untuk mengetahui pembentukan kader jumantik dikeluarga dalam pengaktifan
pelaporan ABJ (Angka Bebas Jentik) di Desa Pademawu Barat .

1.4 Manfaat Pelaksanaan


1.4.1 Manfaat Bagi peneliti
Peneliti dapat mengetahui seberapa besar peran jumantik dikeluarga terhadap proses
pelaporan ABJ (Anga Bebas Jentik) di Desa Pademawu Barat melalui masyarakat aktif
terhadap kesehatan.
1.4.2 Manfaat Bagi Puskesmas
5
Meningkatkan cakupan program PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) melalui peran
jumantik dikeluarga dalam kegiatan masyarakat aktif terhadap kesehatan dan lingkungan .
1.4.3 Manfaat Bagi Masyarakat
Meningkatkan kesadaran kesehatan masyarakat dengan menjadikan anggota keluarga
sebagai kader jumantik dikeluarga sehingga dapat memotivasi anggota keluarga lain.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Demam Berdarah Dengue
2.1.1 Pengertian
DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue. Penyakit ini ditularkan oleh
vektor nyamuk Aedes aegypti dan Aedesalbopictus yang mempunyai kebiasaan menggit
mangsanya pada saatsiang hari. Masa inkubasi virus ini adalah 2-10 hari di dalam tubuh
vektordan akan muncul dikelenjar liur nyamuk dan siap menginfeksi manusiayang tergigit
(Soegijanto, 2004).
Virus dengue mempunyai 4 serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Keempat
serotipe tersebut yang menyebabkan infeksi palingberat di Indonesia, yaitu DEN 3. Virus
Dengue berukuran 35-45 nm, Virusini dapat terus tumbuh dan berkembang dalam tubuh
manusia dan nyamuk.
Nyamuk betina menyimpan virus tersebut pada tubuhnya. Nyamuk jantan akan menyimpan
virus pada nyamuk betina saat melakukan kontakseksual. Selanjutnya, nyamuk betina akan
menularkan virus ke manusiamelalui gigitan (Satari dan Meiliasai, 2004).

2.1.2 Gejala DBD


WHO dalam (Soegijanto, 2004) diagnosis yang terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris.
Penggunaan kriteria ini dimaksudkan untukmengurangi dioagnosis secara berlebihan, antara
lain:
a. Kriteria klinis
1) Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung selama 2-7 hari.
2) Terdapat manifestasi perdarahan.
3) Pembesaran hati.
4) Syok, yang ditandai dengan nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan
tangan dingin, kulit lembab dan pasientampak gelisah.
b. Kriteria laboratoris
1) Trombositopeni (100.000/mm3 atau kurang).
2) Hemakonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20%atau lebih menurut
standar umum dan jenis kelamin.

7
2.1.3 Derajat DBD
Mengingat derajat berat ringan penyakit berbeda-beda, maka diagnosa secara klinis dapat
dibagi atas WHO dalam (Siregar, 2004)adalah sebagai berikut:
a. Derajat I (ringan)
Demam mendadak 2-7 hari disertai gejala klinis lain, dengan manifestasi pendarahan.
b. Derajat II (sedang)
Penderita dengan gejala yang sama, sedikit lebih berat karena ditemukan perdarahan spontan
kulit dan perdarahan lain.
c. Derajat III (berat)
Penderita dengan gejala kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun atau hipotensi disertai kulitdingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.
d. Derajat IV (berat)
Penderita syok berat dengan tensi tak dapat diukur dan nadi yang tak dapat diraba.

2.1.4 Patogenesis
Menurut (Soegijanto, 2004) patogenesis DBD masih merupakan masalah yang kontroversi.
Dua teori umum yang dipakai dalammenjelaskan perubahan patogenesis pada DBD. Yang
pertama adalahhipotesis infeksi, yaitu hipotesis yang menyatakan secara tidak
langsungbahwa pasien yang mengalami infeksi kedua kalinya dengan dengueserotipe yang
heterolog (serotipe yang berbeda), mempunyai resiko lebihbesar untuk kemungkinan
mendapatkan DBD. Antibodi heterolog yangtelah ada dalam tubuh sebelumnya akan
mengenali virus lain yangmenginfeksi kemudian membentuk kompleks antigen antibodi.
Yangkedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti halnya semua virusbinatang yang lain
secara genetik dapat merubah sebagai akibat daritekanan pada seleksi sewaktu virus tersebut
melakukan replikasi padatubuh manusia maupun tubuh nyamuk. Di samping itu, terdapat
beberapatingkatan virus yang mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabahyang lebih
besar.

2.1.5 Panatalaksanaan
Pasien demam dengue dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam, pasien
sebaiknya dianjurkan perawatan menurut (Hadinegorodan Satari, 2004) adalah sebagai
berikut:
a. Tirah baring selama masih demam.

8
b. Obat kompres hangat diberikan apabila diperlukan. Untuk menurunkan suhu menjadi <
390C dianjurkan pemberian parasetamol.
c. Pada pasien dewasa diperlukan obat yang ringan kadang-kadang diperlukan untuk
mengurangi rasa sakit kepala dan nyeri otot.
d. Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, selain air putih,
dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.
e. Monitor suhu badan dan jumlah trombosit serta kadar hematokrit (kadar trombosit dalam
darah) sampai normal kembali.

Pasien DBD saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan. Meskipun
semua pasien harus diobservasi terhadapkomplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah
suhu turun. Hal inidisebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit membedakan
demamdengue dan demam berdarah dengue pada fase demam. Perbedaan sangatjelas pada
saat suhu turun, yaitu pada demam dengue akan terjadi
penyembuhan, sedangkan pada demam berdarah dengue terdapat tanda awal kegagalan
sirkulasi (syok).

2.1.6 Morfologi dan lingkaran hidup vektor DBD


a. Morfologi
1) Nyamuk dewasa
Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain dan
mempunyai warna dasar hitamdengan bintik-bintik putih pada bagian badan dan kaki.
2) Kepompong
Kepompong (pupa) berbentuk seperti ”koma”. Bentuknya lebih besar namun ramping
dibanding larvanya. Pupa berukuranlebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata pupa
nyamuk lain.
3) Jentik (larva)
Ada 4 tingkat (instar) jentik sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu:
a) Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm
b) Instar II : 2,5-3,8 mm
c) Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II
d) Instar IV : berukuran paling besar 5mm
4) Telur

9
Telur berwarna hitam dengan ukuran ±0,08 mm, berbentuk oval yang mengapung satu
persatu pada permukaan air yang jernih,atau menempel pada dinding tempat penampung air.

b. Lingkaran hidup
Nyamuk Aedes aegypti seperti juga nyamuk lainnya mengalami metamorfosis sempurna,
yaitu: telur menjadi jentik kemudiankepompong dan fase yang terakir adalah nyamuk.
Stadium telur, jentikdan kepompong hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan
menetasmenjadi jentik dalam waktu ±2 hari setelah telur terendam dalam air.
Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari dan stadium kepompong berlangsung antara 2-
4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamukdewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk
betina dapat mencapai umurrata-rata antara 2-3 bulan.
(Soegijanto, 2004)

2.1.7 Pemberantasan Vektor DBD


a. Pemberantasan nyamuk dewasa
Pemberantasan nyamuk dewasa dilakukan dengan cara penyemprotan dengan insektisida.
Mengingat kebiasaan nyamuk senanghinggap pada benda-benda bergantungan, maka
penyemprotan tidakdilakukan di dinding rumah seperti pada pemberantasan nyamuk menular
malaria.
Alat yang digunakan adalah mesin fog (pengasapan) dan penyemprotan dengan cara
pengasapan tidak mempunyai efek residu.
Untuk membasmi penularan virus dengue penyemprotan dilakukan duasiklus dengan inetrval
1 minggu. Pada penyemprotan siklus pertama,semua nyamuk yang mengandung virus dengue
dan nyamuk-nyamuklainnya akan mati. Tetapi akan segara muncul nyamuk-nyamuk
baruyang diantaranya akan menghisap darah pada penderita viremia (pasienyang positif
terinfaksi DBD) yang masih ada yang dapat menimbulkanterjadinya penularan kembali. Oleh
karena itu perlu dilakukanpenyemprotan yang pertama agar nymuk baru yang infektif
tersebutakan terbasmi sebelum sempat menularkan pada orang lain.
Tindakan penyemprotan dapat membasmi penularan, akan tetapi tindakan ini harus diikuti
dengan pemberantasan terhadap jentiknyaagar populasi nyamuk penular dapat tetap ditekan
serendah-rendahnya.
b. Pemberantasan Jentik
Menurut (Depkes RI, 2005) dalam memberantasan jentik nyamuk Aedes aegypty yang
dikenal dengan PSN DBD dilakukan dengan cara:

10
a. Fisik
Pemberantasan dengan cara ini dikenal sebagai kegiatan 3 M yaitu menguras dan menyikat
bak mandi, bak WC, menutup tempatpenampungan air, mengubur, menyingkirkan atau
memusnahkanbarang-barang bekas. Pengurasan tempat-tempat penampungan airperlu
dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya satu minggusekali agar nyamuk tidak dapat
berkembang biak di tempat itu. Padasaat ini telah dikenal pula dengan istilah 3M PLUS yaitu,
kegiatan3M yang diperluas. Bila PSN-DBD dilaksanakan oleh seluruhmasyarakat, maka
populasi nyamuk Aedes aegypti dapat ditekanserendah-rendahnya, sehingga DBD tidak
menular lagi. Untuk ituupaya penyuluhan dan motivasi kapada masyarakat harus
dilakukansecar terus-menerus dan berkesinambungan, oleh karena keberadaanjentik nyamuk
berkaitan erat dengan perilaku masyarakat.
b. Kimia
Pemberantasan jentik Aedes aegypti dengan mengunakan insektisida pembasmi jentik yang
dikenal dengan istilah larvasidasi.
c. Biologi
Pemberantasan cara ini menggunakan ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan gupi,
ikan cupang). Dapat jugamenggunakan Bacillus thuringiensis var Israeliensis (Bti).

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penularan Penyakit Demam Bedarah Dengue


(DBD)
Faktor-faktor yang terkait dalam penularan DBD pada manusia antara lain:
1. Jenis Kelamin.
Tidak ditemukan perbedaan kerentanan terkena penyakit DBD yang dikaitkan dengan
perbedaan jenis kelamin, laki-laki dan perempuan sama-sama berpotensi terserang DBD.
2. Status Pendidikan.
Keluarga dengan tingkat pendidikan rendah biasanya sulit untuk menerima arahan dalam
pemenuhan gizi dan sulit diyakinkan mengenai pentingnya pemenuhan kebutuhan gizi atau
pentingnya pelayanan kesehatan lain yangmenunjang tumbuh kembang anak.
3. Kepadatan Penghuni Rumah.
Apabila di suatu rumah ada nyamuk penular DBD yaitu Aedes aegypti, maka akan
menularkan penyakit DBD pada semua orang yang tinggal di rumah tersebut atau di rumah
sekiranya yang berada dalam jarak terbang nyamuk yaitu 50 meter dan orang yang
berkunjung ke rumah tersebut (Kemenkes RI, 2010: 2).

11
4. Umur.
DBD pada umumnya menyerang anak-anak, tetapi tidak menutup kemungkinan orang
dewasa tertular penyakit DBD. Dalam dekade terakhir ini terlihat adanya kecenderungan
kenaikan proporsi pada kelompok usia dewasa (Depkes RI, 2006: 2).
Menurut L. Green dan dan Marshail, penularan penyakit demam berdarah dengue
dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:
1. Mobilitas dan Kepadatan Penduduk
Kepadadatan penduduk akan mempengaruhi penyakit DBD. Apabila ditunjang dengan
mobilitas penduduk yang tinggi akan menyebabkan frekuensi penularan yang semakin tinggi
pula karena kemungkinan terjadinya virus melalui gigitan nyamuk dimana penderita demam
berdarah di dalam mengandung virus. Apabila penderita tersebut digigit oleh nyamuk
Aedesaegypti, maka bibit penyakit itu akan masuk ke dalam tubuh nyamuk. Bila nyamuk itu
kemudian menggigit orang lain, maka orang tersebut dapat tertular penyakit.
2. Kebiasaan Masyarakat
Kebiasaan masyarakat yang kurang mendukung kebersihan lingkungan akanmembuat
penyebaran penyakit DBD meningkat. Kebiasaan masyarakat yangmemperhatikan keadaan
sanitasi lingkungan akan sangat membantumengurangi penyebaran penyakit DBD tersebut.
3. Pendidikan dan Pengetahuan
Pembangunan di bidang pendidikan akan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
tentang kesehatan. Rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan akan menghambat
program pembangunan kesehatan, karena umumnya mereka akan mengalami kesulitan untuk
menyerap ide-ide baru. Pendidikan akan mempengaruhi cara berpkir dalam penerimaan
penyuluhan dari cara pemberantasan yang dilakukan
4. Suku Bangsa dan Etnis
Tiap suku bangsa mempunyai kebiasaan masing-masing, hal ini juga akan mempengaruhi
penularan demam berdarah. Seperti suku tertentu yang biasanya senang memelihara burung,
dimana tempat minum burung tersebut apabila tidak selalu dibersihkan dan diganti airnya
dapat menjadi tempat perkebangbiakan nyamuk Aedes aegypti.
5. Ekonomi
Faktor ekonomi juga ikut menentukan timbulnya penyakit demam berdarah. Sebagai contoh
di daerah yang sulit untuk mendapatkan air bersih, dimana air bersih untuk keperluan sehari-
hari diperoleh dari tadah hujan, sehingga masyarakat menyediakan penampungan air atau
drum di rumah. Pekerjaan untuk menguras atau membersihkan tempat penampungan air
seminggu sekali sangat memberatkan bagi mereka.

12
6. Tempat Perkembangbiakan
Tempat perkembangbiakan utama adalah tempat-tempat penampungan air di dalam atau
sekitar rumah ataupun tempat-tempat umum, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari
rumah. Tempat perkembangbiakan nyamuk ini berupa genangan air yang tertampung di suatu
tempat atau bejana. Nyamuk ini tidak tidak dapat berkembang biak di genangan air yang
langsung berpengaruh dengan tanah.
7. Perilaku Nyamuk Aedes aegypti
Setelah lahir (keluar dari kepompong), nyamuk istirahat di kulit kepompong untuk sementara
waktu, setelah sayap merenggang dan kaku, maka mulailah nyamuk mampu terbang untuk
mencari mangsa. Nyamuk Aedes aegypti jantan menghisap cairan tumbuhan atau sari bunga
untuk keperluan hidupnya, sedangkan yang betina menghisap darah. Darah diperlukan untuk
8. mematangkan telur agar jika dibuahi oleh sperma nyamuk jantan dapat menetas. Waktu yang
diperlukan untuk mematangkan telur, mulai dari nyamuk menghisap darah sampai bertelur
biasanya bervariasi antara 3-4 hari.Jangka waktu tersebut disebut satu siklus gonotropik atau
gonotropyc cycle (Depkes, 2006).

2.3 Langkah-langkah PSN


Praktik PSN yang pertama yaitu menguras tandon air yang bisa dikuras antara lain bak
mandi, bak WC, vas bunga, perangkap semut, tempat minum burung, dsb. Cara menguras
yang baik adalah dengan menyikat atau menggosokrata dinding bagian dalam tandon air,
mendatar maupun naik turun. Maksudnya agar telur nyamuk yang menempel dapat lepas dan
tidak menetas jentik (Depkes RI, 2006).
Praktik PSN yang kedua yaitu menutup. Ada 2 jenis menutup tandon air agar tidak dipakai
nyamuk berkembangbiak yaitu menutup tandon dengan rapat agar air yang disimpan tidak
ada jentiknya. Jenis tandon ini antara lain : gentong, padasan, drum, reservoar, emberisasi,
dan sebagainya. Selanjutnya menutup tandon agar tidak terisi air . Misalnya tonggak bambu
dapat ditutup dengan pasir atau tanah sampai penuh. Untuk ban, aki, dan sebagainya dapat
ditutupi dengan plastik agar tidak kemasukan air atau dimasukkan karung agar tidak tersentuh
nyamuk (Depkes RI, 2006).
Praktik PSN yang ketiga yaitu mengubur. Barang-barang bekas yang dapat menampung air
dan tidak akan dimanfaatkan lagi sebaiknya disingkirkan yang mudah adalah dengan
mengubur ke dalam tanah. Beberapa barang bekas yang perlu dikubur antara lain gelas,
ember, piring pecah, kaleng, dan lain sebagainya. Plus tindakan memberantas jentik dan
menghindari gigitan nyamuk, memelihara ikan pemakan jentik nyamuk, mengusir nyamuk

13
dengan menggunakan obat nyamuk, mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat
nyamuk gosok, memasang kawat kassa jendela dan ventilasi, tidak membiasakan
menggantung pakaian di dalam kamar, menggunakan sarung klambu waktu tidur, membunuh
jentik nyamuk demam berdarah di tempat air yang sulit dikuras atau sulit air dengan
menaburkan bubuk larvasida (Depkes RI, 2006).

2.4 Jumantik
Jumantik mandiri merupakan suatu upaya pengawasan atau pemantauan jentik nyamuk
demam berdarah, Aedes aegypti yang dilakukan di wilayahnya sendiri dengan teknik dasar
minimal 3M plus, yaitu:
1. Menutup, yaitu memberi tutup yang rapat pada tempat air ditampung;
2. Menguras, yaitu membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat penampung air;
3. Mengubur, adalahmemendam di dalam tanah untuk sampah atau benda yang tidak berguna
yang memiliki potensi untuk jadi tempat nyamuk demam berdarah bertelur di dalam tanah.
Adapun yang dimaksud dengan plus adalah segala bentuk kegiatan pencegahan seperti:
1. Menggunakan obat nyamuk;
2. Menggunakan kelambu saat tidur;
3. Menanam tanaman pengusir nyamuk;
4. Memelihara ikan yang dapat memakan jentik nyamuk;
5. Menghindari daerah gelap di dalam rumah agar tidak ditempati nyamuk;
6. Memberi bubuk larvasida (Depkes RI, 2010).
Jumantik adalah singkatan dari juru pemantau jentik nyamuk. Istilah ini dugunakan untuk
para petugas khusus yang berasal dari lingkungan sekitar yang secara sukarela mau
bertanggung jawab untuk melakukan pemantauan jentik nyamuk demam berdarah, Aedes
aegypti di wilayahnya. Menurut PP Provinsi DKI Jakarta No. 6 Tahun 2007 (dalam Erdi
Komara), jumantik adalah warga masyarakat yang direkrut dan dilatih untuk melakukan
proses edukasi dan memantau pelaksanaan PSN 3 M plus oleh masyarakat. Para jumantik
diwajibkan melaporkan hasil pemantauan yang telah dilakukakan ke kelurahan atau desa
masing-masing secara rutin dan berkesinambungan. Pemantauan jentik dilakukan satu kali
dalam seminggu pada pagi hari. Jumantik yang bertugas di daerah-daerah ini sebelumnya
telah mendapatkan pelatihan dari dinas terkait. Mereka juga dalam tugasnya dilengkapi
dengan tanda pengenal dan perlengkapan berupa alat pemeriksa jentik seperti cidukan, senter,
pipet, wadah-wadah plastik, dan alat tulis (Depkes RI, 2010).

14
2.4.1 Tugas Jumantik
Tugas dan tanggung jawab pelaksanaan PSN 3M Plus disesuaikan dengan fungsi masing-
masing. Secara rinci tugas dan tanggung jawab Jumantik adalah sebagai berikut:
1. Jumantik Rumah
a. Mensosialisasikan PSN 3M Plus kepada seluruh anggota keluarga/penghuni rumah.
b. Memeriksa/memantau tempat perindukan nyamuk di dalam dan di luar rumah seminggu
sekali.
c. Menggerakkan anggota keluarga/penghuni rumah untuk melakukan PSN 3M Plus
seminggu sekali.
d. Hasil pemantauan jentik dan pelaksanaan PSN 3 M Plus dicatat pada kartu jentik.

2. Koordinator Jumantik
a. Melakukan sosialisasi PSN 3M Plus secara kelompok kepada masyarakat. Satu
Koordinator Jumantik bertanggungjawab membina 20 hingga 25 orang
Jumantik rumah/lingkungan.
b. Menggerakkan masyarakat untuk melaksanakanPSN 3M Plus di lingkungan tempat
tinggalnya.
c. Membuat rencana/jadwal kunjungan ke seluruh bangunan baik rumah maupun TTU/TTI di
wilayah kerjanya.
d. Melakukan pemantauan jentik di rumah dan bangunan yang tidak berpenghuni seminggu
sekali.
e. Membuat catatanbrekapitulasi hasil pemantauan jentik rumah, TTU dan TTI sebulan
sekali.
f. Melaporkan hasil pemantauan jentik kepada Supervisor Jumantik sebulan sekali.

3. Supervisor Jumantik
a. Memeriksa dan mengarahkan rencana kerja Koordinator Jumantik.
b. Memberikan bimbingan teknis kepada Koordinator Jumantik.
c. Melakukan pembinaan dan peningkatan keterampilan kegiatan pemantauan jentik dan PSN
3M Plus kepada Koordinator Jumantik.
d. Melakukan pengolahan data pemantauan jentik menjadi data Angka Bebas Jentik (ABJ).
e. Melaporkan ABJ ke puskesmas setiap bulan sekali.

15
1.4.2 Langkah-Langkah Pelaksanaan Pemantauan Jentik
Dalam melaksanakan tugasnya sebagai jumantik, ada beberapa langkah-langkah yang harus
dilakukan dalam pelaksanaan pemantauan jentik nyamuk oleh jumantik yaitu (Depkes RI,
2006):
1. Persiapan
a. Pemetaan dan pengumpulan data penduduk, rumah/bangunan dan lingkungan oleh
puskesmas
b. Pertemuan atau pendekatan (Pendekatan lintas sektor di tingkat desa, Petemuan
tingkat kelurahan, Pertemuan tingkat RT yang dihadiri oleh warga setempat)
c. Temukan rumah/keluarga yang akan dikunjungi/diperiksa dengan cara

2. Melakukan Kunjungan Rumah


Kunjungan rumah dilakukan secara langsung oleh jumantik untuk memeriksa rumah
apakah terdapat jentik nyamuk atau tidak. Berikut ini adalah langkah yang harus
dilakukan dalam melakukan kunjungan rumah:
Membuat rencana kapan masing-masing rumah/keluarga akan dikunjungi misalnya
untuk jangka waktu satu bulan.
Memilih waktu yang tepat untuk berkunjung.
Memulai pembicaraan dengan sesuatu yang sifatnya menunjukan perhatian kepada
keluarga itu.
Membicarakan tentang penyakit demam berdarah.
Mengajak untuk bersama memeriksa tempat penampung air dan barang-barang yang
dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti.
Jika ditemukan jentik, maka kepada tuan rumah pengelola bangunan diberi penjelasan
tentang cara yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti baik
di dalam maupun di luar ruangan.
Jika tidak ditemukan jentik, maka rumah disampaikan pujian dan memberikan saran
untuk terus menjaga agar selalu bebas jentik nyamuk.
3. Melakukan Pemeriksaan Jentik
Cara memeriksa jentik :
a. Memeriksa bak mandi/WC, tempayan, drum, dan tempat-tempat penampung air
lainnya.
b. Jika tidak tampak, ditunggu kurang lebih 0,5-1 menit. Jika ada jentik, ia akan muncul
ke permukaan air untuk bernafas.

16
c. Di tempat yang gelap menggunakan senter.
d. Memeriksa juga vas bunga, tempat minum burung, kaleng-kaleng, ban bekas,dan
lainnya.
(Kemenkes,2016)

2.4.3 Cara Mencatat Dan Pelaporan Hasil Pemeriksaan Jentik

Dalam menjalankan tugasnya sebagai pemeriksa jumantik, seorang jumantik akan mencatat
hasil temuan jentik dan selanjutnya memberikan kan hasilnya kepada yang berwenang untuk
selanjutnya dijadikan sebagai laporan pemantauan jentik. Cara mencatat dan melaporkan
hasil pemeriksaan jentik adalah sebagai berikut (Depkes RI 3, 2006):
1. Menuliskan nama desa/kelurahan yang akan dilakukan pemeriksaan jentik.
2. Menuliskan nama keluarga/pengelola (petugas kebersihan) bangunan dan alamatnya pada
kolom yang tersedia.
3. Bila ditemukan jentik, menuliskan tanda (+). Apabila tidak ditemukan, ditulis tanda (-)
4. Menuliskan hal-hal yang perlu diterangkan pada kolom keterangan seperti rumah/kavling
kosong, penampung air hujan, dan lain-lain.
5. Satu lembar formulir diisi untuk kurang lebih 30 KK
6. Melaporkan hasil pemerikaan jentik (ABJ) ke puskesmas sebulan sekali

2.5 Metode Surveilans Vektor DBD


Dalam metode Surveilans Vektor yang ingin kita peroleh antara lain adalah data-data
kepadatan vektor. Untuk memperoleh data-data tersebut tentulah diperlukan kegiatan survei,
ada beberapa metode survei yang kita ketahui, meliputi metode survei terhadap nyamuk,
jentik dan survei perangkap telur (ovitrap).
Untuk mengetahui kepadatan populasi nyamuk Aedes aegypti di suatu lokasi dapat dilakukan
beberapa survei di rumah yang dipilih secara acak.
1. Survei nyamuk
Survei nyamuk dilakukan dengan cara penangkapan nyamuk umpan orang di dalam dan di
luar rumah, masing-masing selama 20 menit per rumah dan penangkapan nyamuk yang
hinggap di dinding dalam rumah yang sama. Penangkapan nyamuk biasanya dilakukan
dengan menggunakan aspirator.
2. Survei jentik (pemeriksaan jentik)

17
Survei jentik dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembang-biakan nyamuk Aedes
aegypti diperiksa (dengan mata telanjang) untuk mengetahui ada tidaknya jentik.
b. Untuk memeriksa tempat penampungan air yang berukuran besar, seperti: bak mandi,
tempayan, drum dan bak penampungan air lainnya. Jika pada pandangan (penglihatan)
pertama tidak menemukan jentik, tunggu kira-kira ½ -1 menit untuk memastikan bahwa
benar jentik tidak ada.
c. Untuk memeriksa tempat-tempat perkembangbiakan yang kecil, seperti: vas bunga/pot
tanaman air/botol yang airnya keruh, seringkali airnya perlu dipindahkan ke tempat lain.
d. Untuk memeriksa jentik di tempat yang agak gelap, atau airnya keruh, biasanya digunakan
senter.
Metode survei jentik:
a. Single larva
Cara ini dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap tempat genangan air yang
ditemukan jentik untuk diidentifikasi lebih lanjut.
b. Visual
Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di setiap tempat genangan
air tanpa mengambil jentiknya.
Biasanya dalam program DBD mengunakan cara visual.
Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes aegypti:

1) Angka Bebas Jentik (ABJ):


Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik
x1 00%
Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa

2) House Index (HI):


Jumlah rumah/bangunan yang ditemukan jentik
x 100%
Jumlah rumah/bangunan yang diperiksa

3) Container Index (CI):


Jumlah container dengan jentik
x 100%

18
Jumlah container yang diperiksa

4) Breteau Index (BI):


Jumlah container dengan jentik dalam 100 rumah/bangunan

Container: tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat berkembang-biaknya nyamuk
Aedes aegypti.
Angka Bebas Jentik dan House Index lebih menggambarkan luasnya penyebaran nyamuk
disuatu wilayah.

3. Survei perangkap telur (ovitrap)


Survei ini dilakukan dengan cara memasang ovitrap yaitu berupa bejana, misalnya potongan
bambu, kaleng (seperti bekas kaleng susu atau gelas plastik) yang dinding sebelah dalamnya
dicat hitam, kemudian diberi air secukupnya. Ke dalam bejana tersebut dimasukkan padel
berupa potongan bilah bambu atau kain yang tenunannya kasar dan berwarna gelap sebagai
tempat meletakkan telur bagi nyamuk.
Ovitrap diletakkan di dalam dan di luar rumah di tempat yang gelap dan lembab. Setelah 1
minggu dilakukan pemeriksaan ada atau tidaknya telur nyamuk di padel.
Perhitungan ovitrap index adalah:

Ovitrap Index:
Jumlah padel dengan telur
100%
Jumlah padel diperiksa

Untuk mengetahui gambaran kepadatan populasi nyamuk penular secara lebih tepat, telur-
telur padel tersebut dikumpulkan dan dihitung jumlahnya.

Kepadatan populasi nyamuk:


Jumlah telur
= ……telur per ovitrap

19
Jumlah ovitrap yang digunakan

2.6 Angka Bebas Jentik (ABJ)


Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik
dengan cara menghitung rumah atau bangunan yang tidak dijumpai jentik dibagi dengan
seluruh jumlah rumah atau bangunan. Dengan demikian keadaan bebas jentik merupakan
suatu keadaan dimana ABJ lebih atausama dengan 95%. Keadaan dimana parameter ini
diketahui jumlah telur, jentik, dan kepompong nyamuk penular DBD (Aedes aegypti)
berkurang atau tidak ada.
Dengan demikian, semakin tinggi nilai ABJ suatu daerah menunjukkan semakin rendah risiko
terjadinya penyakit demam berdarah dengue dan begitu juga sebaliknya, semakin rendah nilai
ABJ semakin tinggi risiko penyakit DBD.
ABJ merupakan salah satu ukuran metode survei jentik yang dilakukan melalui metode single
larvae dan metode visual. Program DBD biasanya menggunakan metode visual (Depkes RI,
2010).

2.7 Partisipasi Masyarakat dalam kesehatan


Menurut Notoatmodjo (2007) Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota
masyarakat dalam memecahkan permasalahan-permasalahan masyarakat tersebut. Partisipasi
dibidang kesehatan berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan
masalah kesehatan mereka sendiri. Dalam hal ini masyarakat sendirilah yang aktif
memikirkan, memecahkan, melaksanakan dan mengevaluasikan program-program kesehatan.
Institusi kesehatan hanya sekedar memotivasi dan membimbingnya. Di dalam partisipasi
setiap anggota masyarakat dituntut suatu kontibusi atau sumbangan. Kontribusi tersebut
bukan hanya terbatas pada dana dan finansial saja tetapi dapat terbentuk dalam tenaga (daya)
dan pemikiran (ide). Dengan kata lain partisipasi masyarakat dapat menciptakan fasilitas dan
tenaga kesehatan.
Pelayanan kesehatan yang diciptakan dengan adanya partisipasi masyarakat didasarkan
kepada idealisme:
1. Community fell need (Pengertian dari masyarakat) Pelayanan itu diciptakan oleh masyarakat
sendiri, ini berarti bahwa masyarakat itu memerlukan pelayanan tersebut. Sehingga pelayanan
kesehatan bukan karena dibutuhkan karena diturunkan dari atas, yang belum dirasakan
perlunya, tetapi tumbuh dari bawah yang diperlukan masyarakat dan untuk masyarakat.

20
2. Organisasi pelayanan masyarakat kesehatan yang berdasarkan partisipasi masyarakat. Hal ini
bararti bahwa fasilitas pelayanan kesehatan itu timbul dari masyarakat sendiri.
3. Pelayanan kesehatan tersebut akan dikerjakan oleh masyarakat sendiri. Artinya tenaga dan
penyelenggaranya akan ditangani oleh anggota masyarakat itu sendiri yang dasarnya
sukarela.
Uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa filosifis partisipasi masyarakat dalam
pelayanan kesehatan masyarakat adalah terciptanya suatu pelayanan untuk masyarakat dari
masyarakat dan oleh masyarakat.

Mikkelsen dalam Soetomo (2006), mengatakan bahwa pembangunan pada dasarnya


merupakan proses perubahan, dan salah satu bentuk perubahan yang diharapkan
adalah perubahan sikap dan perilaku. Partisipasi masyarakat yang semakin
meningkat baik secara kualitatif maupun kuantitatif merupakan salah satu perwujudan
dari perubahan sikap dan perilaku tersebut. Ada enam jenis tafsiran mengenai
partisipasi masyarakat tersebut antara lain:
1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek atau
program pembangunan tanpa ikut serta dalam pengambil keputusan.
2. Partisipasi adalah usaha membuat masyarakat semakin peka dalam meningkatkan
kemauan menerima dan kemampuan menangapi proyek-proyek atau program
program pembangunan.
4. Partisipasi adalah proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau
kelompok terkait mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk
melakukan hal itu.
5. Partisipasi adalah penetapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf
dalam melakukan persiapan, pelaksanaan dan monitoring proyek/program agar
memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan dampak-dampak sosial.
6. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang
ditentukan sendiri.
7. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan
dan lingkungan mereka.

21
Menurut Club du Sahel dalam Mikkelsen (2003), beberapa pendekatan untuk memajukan
partisipasi masyarakat yaitu:
1. Pendekatan pasif, pelatihan dan informasi; yakni pendekatan yang beranggapan
bahwa pihak eksternal lebih menguasai pengetahuan, teknologi, keterampilan dan
sumber daya. Dengan demikian partisipasi tersebut memberikan komunikasi satu
arah, dari atas ke bawah dan hubungan pihak eksternal dan masyarakat bersifat
vertical.
2. Pendekatan partisipasi aktif; yaitu memberikan kesempatan kepada masyarakat
untuk berinteraksi secara lebih intensif dengan para petugas eksternal, contohnya
pelatihan dan kunjungan.
3. Pendekatan partisipasi dengan keterikatan; masyarakat atau individu diberikan
kesempatan untuk melakukan pembangunan, dan diberikan pilihan untuk terikat
pada sesuatu kegiatan dan bertanggung jawab atas kegiatan tersebut.
4. Pendekatan dengan partisipasi setempat; yaitu pendekatan dengan mencerminkan
kegiatan pembangunan atas dasar keputusan yang diambil oleh masyarakat
setempat.
(Notoatdmojo, 2007)

22
BAB III
KERANGKA KONSEP
1.1 KERANGKA KONSEP

Masyarakat

Pembentuan kader Jumantik


dikeluarga

Melakukan
pemantauan ABJ

Pelaporan Aktif Pelaporan pasif

Angka ABJ ↑

Angka DHF ↓

23
KERANGKA KERJA PENELITIAN

Kader jumanti Sampling : Total


dieluarga Sampling

Pelaporan aktif Desain penelitian :


cross sectional

ABJ ↑

Pelatihan
kader jumantik

1.2 HIPOTESIS PENELITIAN


Dalam penelitian ini hipotesa yang dirancang oleh peneliti adalah pembentukan kader
jumantik dikeluarga tidak dapat megatkifan pelaporan ABJ (Anga Bebas Jentik) di Desa
Pademawu Barat.

1.3 VARIABEL PENELITIAN


Pada penelitian ini yang menjadi variabel independent adalah pembentuan kader jumantik
dikeluarga, sedangkan variabel dependent adalah pengaktifan pelaporan ABJ (Anga Bebas
Jentik)

24
1.4 DEFINISI OPERASIONAL
No Variabel Definisi Operasional Alat Uur Hasil Uur Sala Uur

1 Pembentuan Masyarakat yang telah diberi Pemelihan Berdasaran Nominal


kader pengetahuan tentang tata langsung pengamatan
jumantik cara pelaksanaan yang dituju
dikeluarga pemeriksaan jentik dan oleh ader
pelaporannya. jumanti desa

2 Pengaktifan Laporan pemeriksaan jentik Kartu Aktif = Nominal


Pelaporan yang dilapokran kader pemeriksaan mengirim
ABJ (Angka jumantik keluarga yang jentik dan laporan tiap
Bebas Jentik) dilaporkan setiap akhir gambar minggu (4x)
minggu. tempat Pasif =
penampunga mengirim
n air laporan
( <4x/minggu)

25
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Metode yang digunakan pada mini project yang berupa penelitian deskriptif ini adalah
metode observasi atau pengamatan yang mana dilakukan pengumpulan data dengan
mengadakan pengamatan langsung dalam satu periode tertentu dan mengadakan pencacatann
secara sistematis tentang hal-hal tertentu yang diamati. Metode penelitian yang dilakukan
dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara
objektif. Penelitian ini digunakan dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan data,
klasifikasi, pengolahan atau analisis data, membuat kesimpulan dan laporan.
4.2 Kriteria Pemilihan Subyek
1. Kriteria inklusi
a.Salah satu anggota keluarga yang mampu dan bersedia menjadi kader jumantik dikeluarga
usia 15-50 tahun
b. Sehat jasmani dan rohani
c.Aktif untuk melaporkan ABJ (Angka Bebas Jentik)
d. Memiliki alat komuniasi untu mengirim laporan (gambar tempat
penampungan air)

2. Kriteria eksklusi
a.Masyarakat pademawu yang tidak mampu menjadi kader
b. Masyarakat yang tidak mengikuti pelatihan
4.3 Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : Pembentukan kader jumantik dikeluarga
2. Variabel terikat : Pengaktifan pelaporan ABJ (Angka Bebas Jentik)
4.4 Populasi dan Sampel
Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah semua responden terpilih yang
memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi yang dipilih oleh kader jumantik desa.
4.5 Watu dan Tempat
Waktu : Bulan Februari-Maret
Tempat : Desa Pademawu Barat

4.6 Instrumen Dan Penelitian


LCD, Laptop, Senter, Kartu Pemeriksaan Jentik, Alat komunikasi (HP)

26
4.7 Cara Pengambilan Sampling
Dengan menggunakan Total Random sampling.
4.8 Metode Pengolahan Data dan Analisis Data
4.8.1 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakuan secara manual dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. pemeriksaan data (editing)
2. penilaian
3. Tabulasi Hasil
4.8.2 Analisi Data
Analisis dilakukan secara deskriptif yaitu akan dikategorikan aktif dan tidak aktif kader
jumantik dikeluarga terhadap pelaporan ABJ (Angka bebas Jentik).

27
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Letak Geografis

1. Batas Wilayah
Utara : Desa Blumbungan, Kec. Larangan
Barat : Kel. Barkot, Kec. Pamekasan
Selatan : Desa Pademawu Timur, Kec. Pademawu
Timur : Desa Konang, Kec. Galis
2. Posisi Geografis
Puskesmas Pademawu terletak di sebelah Timur Kabupaten Pamekasan
dengan jarak ±10 Km dari Pusat Kota Pamekasan. Tepatnya di Desa Murtajih
Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan.
3. Luas Wilayah Kerja
Luas wilayah kerja Puskesmas Pademawu 35,40 Km2 dengan kepadatan
penduduk 1.504 jiwa/ Km2.
Wilayah kerja Puskesmas Pademawu terdiri dari 10 Desa, yaitu :
1. Desa Sentol
2. Desa Lada
3. Desa Bartim
4. Desa Tambung
5. Desa Buddagan
6. Desa Dasok
7. Desa Murtajih
8. Desa Lemper
9. Desa Pademawu Barat
10. Desa Bunder
4. Kondisi Umum
Kondisi umum wilayah kerja Puskesmas Pademawu merupakan :
- Dataran Rendah (100%)
- Dataran Tinggi (0%)

28
5.2 Data Demografis

1. Jumlah Penduduk : 38.315 jiwa


- Laki-laki : 18.594 jiwa
- Perempuan : 19.721 jiwa
2. Jumlah kepala keluarga : 13.381 KK
3. Jumlah KK Miskin : 5.909 KK
4. Kepadatan Penduduk : 1.504 jiwa/km²
5. Jumlah Bayi ( < 1 tahun ) : 693 jiwa
6. Jumlah anak balita ( 1-4 tahun ) : 2.627 jiwa
7. Jumlah anak prasekolah ( 5-6 tahun ) : 1.306 jiwa
8. Jumlah PUS : - jiwa
9. Jumlah ibu hamil : 844 jiwa
10. Jumlah ibu bersalin : 733 jiwa
11. Jumlah nifas : 716 jiwa
12. Jumlah ibu meneteki : 716 jiwa
13. Jumlah Resti Bumil : 180 jiwa
14. Jumlah Neo Resti : 89 jiwa

6 Data Sosial Ekonomi


Mata pencaharian penduduk : Petani, Pedagang, PNS, dll.

7 Data Sosial Budaya


1. Agama : 99 % Islam, 1 % Non Islam
2. Data Pendidikan
- Jumlah Sekolah
 PAUD : 20 sekolah
 TK : 53 sekolah
 SD : 26 sekolah
 SDI : 2 sekolah
 SLB PGRI : 1 sekolah
 MI : 2 sekolah
 SMP : 7 sekolah
 MTs : 3 sekolah

29
 SMU : 2 sekolah
 MA : 4 sekolah
 Akademi : 1 akademi
 Ponpes : 6 ponpes

- Jumlah Murid
 PAUD : 614 orang
 Taman Kanak-Kanak : 1.236 orang
 SD/MI : 4.160 orang
 SLP/MTs : 3.016 orang
 SMU/MA : - orang
 Akademi : - orang
 Ponpes : - orang

- Data Sarana Ibadah


 Masjid : 35 buah
 Mushalla : 20 buah

8 Kondisi Internal Puskesmas

a. Sumber Daya Manusia


 Kepala Puskesmas :1 orang
 Ka. Subbag. Tata Usaha :1 orang
 Dokter Umum :2 orang
 Dokter Gigi :1 orang
 Perawat Umum :16 orang
 Perawat Gigi :1 orang
 Bidan : 16 orang
 Sanitarian :1 orang
 Pelaksana Gizi :1 orang
 Tata Usaha :3 orang
 Juru Imunisasi :1 orang
 Petugas Laboratorium :1 orang
 Juru Kebun :1 orang

30
 Pengemudi :1 orang

A. VISI

“ Pelayanan kesehatan yang bemutu untuk mewujudkan masyarakat yang sehat dan

mandiri “

MISI :

 Memberikan pelayanan prima yang meliputi kegiatan promotif,


preventif dan kuratif (serta rehabilitasi)
 Memberikan pelayanan kesehatan yang terjangkau dan merata
 Mengembangkan sumber daya manusia yang profesional dan
berkualitas
 Mengembangkan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan
 Mengembangkan upaya kemandirian masyarakat di bidang kesehatan

B. MOTTO

“ SMILE (Smart, Inovatif, Legality, Education) “

“ TERSENYUM (TERdepan, Sehat, Nyaman, Utuh, Mandiri) “

5.3 JENIS-JENIS PELAYANAN

 Upaya Kesehatan Wajib :


1. Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
2. Upaya Kesehatan Lingkungan
3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana
4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
5. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
6. Upaya Pengobatan Dasar, terdiri dari:
- Upaya Pengobatan
- Upaya Kegawatdaruratan
- Upaya Pengobatan Gigi dan Mulut
- Upaya pelayanan Laboratorium

 Upaya Kesehatan Pengembangan :


1. Upaya Kesehatan Sekolah.
2. Upaya Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran.
3. Upaya Kesehatan Kerja.
4. Upaya Kesehatan Jiwa.
5. Upaya Usia Lanjut.
6. Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional.

31
UPTD PUSKESMAS PADEMAWU KABUPATEN PAMEKASAN

Standar Pelayanan Publik :

1. Standar Pelayanan Loket Pendaftaran

2. Standar Pelayanan Poli Umum

3. Standar Pelayanan Poli KIA dan KB

4. Standar Pelayanan Poli Gigi

5. Standar Pelayanan Konsultasi Gizi dan Laktasi

6. Standar Pelayanan Poli Imunisasi

7. Standar Pelayanan Kefarmasian

8. Standar Pelayanan Laboratorium

9. Standar Pelayanan Unit Gawat Darurat

10. Standar Pelayanan Rawat Inap

PRASARANA

a. Sarana dan Prasarana


 Puskesmas Induk :1
 Puskesmas Pembantu :2
- Pustu Lada
- Pustu Bunder
 Polindes / Poskesdes :5
 Ponkesdes :6
 Pusling :2
 Sepeda motor : 6 (rusak ringan = 3)
b. Sarana Komunikasi
 Telephone : 1 (kondisi rusak)

32
5.2 Data Hasil Penelitian
5.2.1 karateristik Responden
1. Menurut Jenis Kelamin
Jenis kelamin Jumlah %

Laki-laki 7 23,33%

Perempuan 23 76,67%

Total 30 100%

Tabel 5.2.1.1 Karateristik Responden Menurut Jenis Kelamin


Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa responden laki-laki sebanyak 7 orang (23,33%)
dan perempuan sebanyak 23 orang (76,67%).

2. Menurut Usia
Usia (tahun) Jumlah %

20-30 11 36,67%

31-40 8 26,67%

41-50 11 36,67

Total 30 100%

Tabel 5.2.1.1 Karateristik Responden Menurut Usia


Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang berusia 20-30 tahun sebanyak
11 orang (36,67%), 31-40 tahun sebanya 8 orang (26,67%) dan 41-50 tahun sebanyak 11
orang (36,67%).

3. Menurut Pendidikan
Pendidikan Jumlah %

SMP 6 20%

SMA 16 53,33%

Perguruan tinggi 8 26,67%

Total 30 100%

Tabel 5.2.1.1 Karateristik Responden Menurut Pendidikan

33
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang berpendidikan SMP sebanyak
6 orang (20%), SMA sebanyak 16 orang (53,33%) dan Perguruan Tinggi sebanyak 8 orang
(26,67%).

5.2.2 Analisis Distribusi Data


1. Hasil Distribusi Pelaporan Kader Jumantik Dikeluarga Minggu ke-1
No Pelaporan Jumlah

1 Ya 30

2 Tidak 0

Total 30

Tabel 5.2.2.1 Hasil Distribusi Pelaporan Kader Jumanti dikeluarga minggu ke-1
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa pada minggu ke-1 seluruh kader jumantik
dikeluarga melaporkan laporan jentik sebanyak 30 orang (100%).

2. Hasil Distribusi Pelaporan Kader Jumantik Dikeluarga Minggu ke-2


No Pelaporan Jumlah

1 Ya 25

2 Tidak 5

Total 30

Tabel 5.2.2.2 Hasil Distribusi Pelaporan Kader Jumanti dikeluarga minggu ke-2
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa pada minggu ke-2 pelaporan kader jumantik
dikeluarga sebanyak 25 orang (75%).

3. Hasil Distribusi Pelaporan Kader Jumantik Dikeluarga Minggu ke-3


No Pelaporan Jumlah

1 Ya 22

2 Tidak 8

Total 30

Tabel 5.2.2.3 Hasil Distribusi Pelaporan Kader Jumanti dikeluarga minggu ke-3
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa pada minggu ke-3 pelaporan kader jumantik
dikeluarga sebanyak 22 orang (73,33%).

34
4. Hasil Distribusi Pelaporan Kader Jumantik Dikeluarga Minggu ke-4
No Pelaporan Jumlah

1 Ya 22

2 Tidak 8

Total 30

Tabel 5.2.2.4 Hasil Distribusi Pelaporan Kader Jumanti dikeluarga minggu ke-4
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa pada minggu ke-4 pelaporan kader jumantik
dikeluarga sebanyak 22 orang (73,33%).

5. Hasil Distribusi Pelaporan Kader Jumantik Dikeluarga Selama Penelitian (4 minggu)


No Pelaporan Jumlah

1 Aktif (4x) 22

2 Tidak aktif (<4x) 8

Total 30

Tabel 5.2.2.5 Hasil Distribusi Pelaporan Kader Jumanti dikeluarga minggu ke-2
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa pelaporan kader jumantik dikeluarga sebesar
22 orang (73,33%) melaporan secara aktif dan sebanyak 8 orang (26,67%) melaporkan tidak
aktif.

35
BAB VI
PEMBAHASAN

Standart dan mutu layanan kesehatan di indonesia belum menggembirakan dan masih
tertimggal bila dibandingkan dengan negara lain. Untuk membenahi sistem kesehatan
nasional secara progresif dibutuhakan solusi cerdas berupa layanan elektronik kesehatan
untuk mempermudah penyampaian informasi tentang lingkungan di era globalisasi ini.

Pembentukan kader dikeluarga untuk pelaporan jentik melalui media komunikasi merupakan
salah satu solusi cerdas untu membenahi sistem kesehatan di Indonesia. Prosedur
pengumpulan data secara manual dapat digantikan dengan digitalisasi yang lebih cepat,
akurat dan hemat biaya.

Pengamatan pembentukan kader jumantik dikeluarga dinilai pada bulan Februari-Maret 2017.
Dilaksanakan pada satu dusun sebanyak 30 rumah (30 kader) di Desa Pademawu Barat.
Responden dipilih langsung oleh kader jumanti desa yang telah memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi.

Kader jumantik dikeluarga diberikan penyuluhan tentang demam berdarah, PSN,


Pemeriksaan jentik dan pelaporan terhadap ketua kader jumantik di keluarga. Pelaporan
jentik dinilai pada kartu jentik tiap akhir minggu ke-4 dan tempat-tempat penampungan air
diambil gambar untuk dikirim melalui media komunikasi tiap minggu nya.

Dari hasil pengamatan kader jumantik dikeluarga pada minggu ke-1 seluruh kader jumantik
dikeluarga 30 orang (100%) memberian laporan gambar tempat-tempat penampungan air
dengan mengirim melalui media alat komunikasi kepada ketua jumantik dikeluarga.
Berdasarkan pengamatan minggu ke-1 responden antusis sesaat setelah diberi penyuluhan.

36
Hasil pelaporan minggu ke-2, 3 dan 4 masing-masing sebesar 25 orang (75%), 22 orang
(3,33%), 22 orang (73,33%).

Pengamatan ABJ di Desa Pademawu Barat dari 30 responden hanya 2 rumah yang terdapat
jenti atau sebesar 93,33%. Nilai ini lebih tinggi daripada laporan ABJ yang lalu sebesar 91%.

Adapun kendala yang ada dalam penelitian ini adalah kurangnya niat (intention) terhadap
kesehatan diri sendiri dan lingkungan. Dalam hal ini sesuai dengan teori menurut Fishbein
dan Ajzen bahwa sikap dan perilaku berkaitan sangat erat, dimana diantara eduanya terdapat
satu faktor yang harus ada agar konsisten yaitu niat (intention).

Untuk mengubah perilaku masyarakat khusunya kader jumantik dikeluarga peduli akan
kesehatan dan lingkungan maka diperlukan keyakinan terhadap gangguan kesehatan dan
penanggulangannya yang sesuai dengan teori Menurut Roscenstock. Menurut teori ini,
seseorang menjalankan perilaku sehat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu: Keyakinan
terhadap gangguan kesehatan; dan keyakinan terhadap efektifitas upaya kesehatan
dalam mengurangi gangguan kesehatan.
1. Persepsi terhadap gangguan kesehatan dipengaruhi oleh tiga hal yaitu:
a. Nilai nilai kesehatan secara umum,
b. Keyakinan terhadap kerentanan seseorang terhadap gangguan kesehatan
c. Keyakinan terhadap konsekuensi yang timbul akibat gangguan kesehatan.
2. Keyakinan terhadap efektifitas upaya kesehatan dalam mengurangi
gangguan kesehatan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:
a. Keyakinan bahwa upaya kesehatan akan berjalan efektif; dan
b. Keyakinan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk upaya kesehatan akan
memberikan keuntungan atau benefit.

37
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, peneliti menyimpulkan bahwa :
1. Pembentukan kader jumantik dikeluarga, aktif melaporkan dalam rangka
pengaktifan pelaporan Angka Bebas Jentik (ABJ) dengan prosentase sebesar
73,33 %.
2. Hasil pelaporan kader jumantik dikeluarga membantu kinerja kader jumantik
dikeluarga terhadap pelaporan Angka Bebas Jentik (ABJ) dengan prosentase
sebesar 93,33 %.
3. Pembentukan kader jumantik dikeluarga membantu kinerja kader jumantik desa
dengan media alat komuniasi yang lebih cepat, akurat dan hemat.

7.2 SARAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, peneliti menyarankan :
1. Pemberdayaan kader kesehatan dalam upaya pelaksanaa program-program
kesehatan akan sangat membantu tercapainya target program.
2. Pembentukan kader jumantik dikeluarga agar dapat dilaksanakan di dusun lain di
wilayah kerja puskesmas pademawu dan diharapakan dapat meningkatan Angka
Bebas Jentik (ABJ) sehingga menurunan kejadian Dengue Hemorragic Fever
(DHF).

38
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2005. Pemberantasan dan Pencegahan Demam Berdarah Dengue di Indonesia.
Dirjen P2PL.

Depkes, RI. 2006. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue diIndonesia.
Dirjen P2PL.

Depkes. 2004. Petunjuk Pelaksanaan PSN DBD oleh Juru Pemantau Jentik (Jumantik). Depkes
RI, Dirjen. PPM & PL, Jakarta.

Soegijanto H. 2004. Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di Indonesia. Surabaya:
Airlangga University Press

Hadinegoro dan Satari. 2004. Demam Berdarah Dengue Naskah Lengkap Pelatihan Bagi Pelatih
Dokter Spesialis anak dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Tatalaksanaan Kasus DBD. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Notoatomodjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rhineka Cipta.

Satari HI dan Meiliasari. 2004. Perawatan Di Rumah & Rumah Sakit. Jakarta: 2004
Siregar FA. 2004. Epidemologi dan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Demam Berdarah Dengue. Buletin Jendela
Epidemiologi [online]. 1: 2. Diakses 6 oktober 2013. Diambil dari:http://www.depkes.go.id/
downloads/publikasi/buletin/BULETIN%20 DBD.pdf.

Soeparmanto P. dan Pranata. 2006. Peningkatan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah


Dengue Berbasis Masuarakat Dengan Penyuluhan. Berita Kedokteran Masyarakat Vol. 22, No.
2, Juni 2006: 75-81.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Petunju k Teknis Implementasi PSN 3M-Plus
dengan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik. Jakarta

39
LAMPIRAN

40
41
42
43
44

Anda mungkin juga menyukai