PENDAHULUAN
1
ANGKA KESAKITAN DEMAM BERDARAH DENGUE PER 100.000 PENDUDUK
MENURUT PROVINSI TAHUN 2015
Kematian akibat DBD dikategorikan tinggi jika CFR >1%. Dengan demikian pada tahun
2015 terdapat 5 provinsi yang memiliki CFR tinggi yaitu Maluku (7,69%), Gorontalo
(6,06%), Papua Barat (4,55%), Sulawesi Utara (2,33%), dan Bengkulu (1,99%).
Pada provinsi tersebut masih perlu upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dan
peningkatan kualitas dan kuantitas SDM kesehatan di rumah sakit dan puskesmas (dokter,
perawat dan lain-lain) termasuk peningkatan sarana-sarana penunjang diagnostik dan
penatalaksanaan bagi penderita di sarana-sarana pelayanan kesehatan.
Sedangkan menurut jumlah kematian, jumlah kematian tertinggi terjadi di Jawa Timur
sebanyak 283 kematian, diikuti oleh Jawa Tengah (255 kematian) dan Kalimantan Timur (65
kematian).
2
Pada tahun 2015 ABJ di Indonesia terlihat peningkatan yang cukup signifikan dari 24,06%
pada tahun 2014 menjadi 54,24% pada tahun 2015. Hal ini bisa disebabkan pelaporan data
ABJ sudah mulai mencakup sebagian wilayah kabupaten/kota di Indonesia.
Puskesmas sudah mulai menggalakkan kembali kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB)
secara rutin, kegiatan kader Juru Pemantau Jentik (JUMANTIK) sudah mulai di galakkan
kembali. Walaupun jika dibandingkan dengan tahun 2010-2013 masih lebih kecil dan masih
belum mencapai target program yang sebesar ≥ 95%.
3
Dari 3 tahun terakhir (2014-2016) kasus DBD di Kabupaten Pamekasan mengalami
peningkatan. Kecamatan Pademawu pada tahun 2016 menjadi kecamatan dengan kasus
terbanyak se Kabupaten Pamekasan.Sedangkan Puskesmas Pademawu termasuk dalam 5
terbanyak pada kasus DBD se Kabupaten Pamekasan.
Pada tahun 2016 kasus DBD di desa Pademawu Barat sebanyak 9 orang dimana desa
pademawu barat adalah desa dengan kasus DBD terbanyak di wilayah Puseksmas Pademawu.
4
ABJ di Puskesmas Pademawu Barat sebesar 90% sedangan ABJ di Desa Pademawu Barat
sebesar 91%.
Hal tersebut menunjukkan bahwa DBD masih menjadi permasalahan kesehatan di Pamekasan
yang harus diselesaikan.
Salah satu upaya tersebut, pemerintah bahkan Kabupaten Pamekasan membentuk petugas
yang dapat memantau adanya jentik-jentik yang disebut Jumantik (Juru Pemantuau Jentik).
Di kecamatan Pademawu sendiri hanya mempunyai kader jumantik sebanyak 10 kader. 1
kader bertanggung jawab terhadap 1 desa.
Tetapi, dari pengamatan di beberapa desa menunjukkan bahwa ABJ (Angka Bebas Jentik) di
Desa Pademawu masih belum tercapai target, hal ini menunjukkan bahwa 1 kader yang
bertanggung jawab terhadap jentik di ±1000 rumah kurang efektif.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Demam Berdarah Dengue
2.1.1 Pengertian
DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue. Penyakit ini ditularkan oleh
vektor nyamuk Aedes aegypti dan Aedesalbopictus yang mempunyai kebiasaan menggit
mangsanya pada saatsiang hari. Masa inkubasi virus ini adalah 2-10 hari di dalam tubuh
vektordan akan muncul dikelenjar liur nyamuk dan siap menginfeksi manusiayang tergigit
(Soegijanto, 2004).
Virus dengue mempunyai 4 serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Keempat
serotipe tersebut yang menyebabkan infeksi palingberat di Indonesia, yaitu DEN 3. Virus
Dengue berukuran 35-45 nm, Virusini dapat terus tumbuh dan berkembang dalam tubuh
manusia dan nyamuk.
Nyamuk betina menyimpan virus tersebut pada tubuhnya. Nyamuk jantan akan menyimpan
virus pada nyamuk betina saat melakukan kontakseksual. Selanjutnya, nyamuk betina akan
menularkan virus ke manusiamelalui gigitan (Satari dan Meiliasai, 2004).
7
2.1.3 Derajat DBD
Mengingat derajat berat ringan penyakit berbeda-beda, maka diagnosa secara klinis dapat
dibagi atas WHO dalam (Siregar, 2004)adalah sebagai berikut:
a. Derajat I (ringan)
Demam mendadak 2-7 hari disertai gejala klinis lain, dengan manifestasi pendarahan.
b. Derajat II (sedang)
Penderita dengan gejala yang sama, sedikit lebih berat karena ditemukan perdarahan spontan
kulit dan perdarahan lain.
c. Derajat III (berat)
Penderita dengan gejala kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun atau hipotensi disertai kulitdingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.
d. Derajat IV (berat)
Penderita syok berat dengan tensi tak dapat diukur dan nadi yang tak dapat diraba.
2.1.4 Patogenesis
Menurut (Soegijanto, 2004) patogenesis DBD masih merupakan masalah yang kontroversi.
Dua teori umum yang dipakai dalammenjelaskan perubahan patogenesis pada DBD. Yang
pertama adalahhipotesis infeksi, yaitu hipotesis yang menyatakan secara tidak
langsungbahwa pasien yang mengalami infeksi kedua kalinya dengan dengueserotipe yang
heterolog (serotipe yang berbeda), mempunyai resiko lebihbesar untuk kemungkinan
mendapatkan DBD. Antibodi heterolog yangtelah ada dalam tubuh sebelumnya akan
mengenali virus lain yangmenginfeksi kemudian membentuk kompleks antigen antibodi.
Yangkedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti halnya semua virusbinatang yang lain
secara genetik dapat merubah sebagai akibat daritekanan pada seleksi sewaktu virus tersebut
melakukan replikasi padatubuh manusia maupun tubuh nyamuk. Di samping itu, terdapat
beberapatingkatan virus yang mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabahyang lebih
besar.
2.1.5 Panatalaksanaan
Pasien demam dengue dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam, pasien
sebaiknya dianjurkan perawatan menurut (Hadinegorodan Satari, 2004) adalah sebagai
berikut:
a. Tirah baring selama masih demam.
8
b. Obat kompres hangat diberikan apabila diperlukan. Untuk menurunkan suhu menjadi <
390C dianjurkan pemberian parasetamol.
c. Pada pasien dewasa diperlukan obat yang ringan kadang-kadang diperlukan untuk
mengurangi rasa sakit kepala dan nyeri otot.
d. Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, selain air putih,
dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari.
e. Monitor suhu badan dan jumlah trombosit serta kadar hematokrit (kadar trombosit dalam
darah) sampai normal kembali.
Pasien DBD saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan. Meskipun
semua pasien harus diobservasi terhadapkomplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah
suhu turun. Hal inidisebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit membedakan
demamdengue dan demam berdarah dengue pada fase demam. Perbedaan sangatjelas pada
saat suhu turun, yaitu pada demam dengue akan terjadi
penyembuhan, sedangkan pada demam berdarah dengue terdapat tanda awal kegagalan
sirkulasi (syok).
9
Telur berwarna hitam dengan ukuran ±0,08 mm, berbentuk oval yang mengapung satu
persatu pada permukaan air yang jernih,atau menempel pada dinding tempat penampung air.
b. Lingkaran hidup
Nyamuk Aedes aegypti seperti juga nyamuk lainnya mengalami metamorfosis sempurna,
yaitu: telur menjadi jentik kemudiankepompong dan fase yang terakir adalah nyamuk.
Stadium telur, jentikdan kepompong hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan
menetasmenjadi jentik dalam waktu ±2 hari setelah telur terendam dalam air.
Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari dan stadium kepompong berlangsung antara 2-
4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamukdewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk
betina dapat mencapai umurrata-rata antara 2-3 bulan.
(Soegijanto, 2004)
10
a. Fisik
Pemberantasan dengan cara ini dikenal sebagai kegiatan 3 M yaitu menguras dan menyikat
bak mandi, bak WC, menutup tempatpenampungan air, mengubur, menyingkirkan atau
memusnahkanbarang-barang bekas. Pengurasan tempat-tempat penampungan airperlu
dilakukan secara teratur sekurang-kurangnya satu minggusekali agar nyamuk tidak dapat
berkembang biak di tempat itu. Padasaat ini telah dikenal pula dengan istilah 3M PLUS yaitu,
kegiatan3M yang diperluas. Bila PSN-DBD dilaksanakan oleh seluruhmasyarakat, maka
populasi nyamuk Aedes aegypti dapat ditekanserendah-rendahnya, sehingga DBD tidak
menular lagi. Untuk ituupaya penyuluhan dan motivasi kapada masyarakat harus
dilakukansecar terus-menerus dan berkesinambungan, oleh karena keberadaanjentik nyamuk
berkaitan erat dengan perilaku masyarakat.
b. Kimia
Pemberantasan jentik Aedes aegypti dengan mengunakan insektisida pembasmi jentik yang
dikenal dengan istilah larvasidasi.
c. Biologi
Pemberantasan cara ini menggunakan ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan gupi,
ikan cupang). Dapat jugamenggunakan Bacillus thuringiensis var Israeliensis (Bti).
11
4. Umur.
DBD pada umumnya menyerang anak-anak, tetapi tidak menutup kemungkinan orang
dewasa tertular penyakit DBD. Dalam dekade terakhir ini terlihat adanya kecenderungan
kenaikan proporsi pada kelompok usia dewasa (Depkes RI, 2006: 2).
Menurut L. Green dan dan Marshail, penularan penyakit demam berdarah dengue
dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:
1. Mobilitas dan Kepadatan Penduduk
Kepadadatan penduduk akan mempengaruhi penyakit DBD. Apabila ditunjang dengan
mobilitas penduduk yang tinggi akan menyebabkan frekuensi penularan yang semakin tinggi
pula karena kemungkinan terjadinya virus melalui gigitan nyamuk dimana penderita demam
berdarah di dalam mengandung virus. Apabila penderita tersebut digigit oleh nyamuk
Aedesaegypti, maka bibit penyakit itu akan masuk ke dalam tubuh nyamuk. Bila nyamuk itu
kemudian menggigit orang lain, maka orang tersebut dapat tertular penyakit.
2. Kebiasaan Masyarakat
Kebiasaan masyarakat yang kurang mendukung kebersihan lingkungan akanmembuat
penyebaran penyakit DBD meningkat. Kebiasaan masyarakat yangmemperhatikan keadaan
sanitasi lingkungan akan sangat membantumengurangi penyebaran penyakit DBD tersebut.
3. Pendidikan dan Pengetahuan
Pembangunan di bidang pendidikan akan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
tentang kesehatan. Rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan akan menghambat
program pembangunan kesehatan, karena umumnya mereka akan mengalami kesulitan untuk
menyerap ide-ide baru. Pendidikan akan mempengaruhi cara berpkir dalam penerimaan
penyuluhan dari cara pemberantasan yang dilakukan
4. Suku Bangsa dan Etnis
Tiap suku bangsa mempunyai kebiasaan masing-masing, hal ini juga akan mempengaruhi
penularan demam berdarah. Seperti suku tertentu yang biasanya senang memelihara burung,
dimana tempat minum burung tersebut apabila tidak selalu dibersihkan dan diganti airnya
dapat menjadi tempat perkebangbiakan nyamuk Aedes aegypti.
5. Ekonomi
Faktor ekonomi juga ikut menentukan timbulnya penyakit demam berdarah. Sebagai contoh
di daerah yang sulit untuk mendapatkan air bersih, dimana air bersih untuk keperluan sehari-
hari diperoleh dari tadah hujan, sehingga masyarakat menyediakan penampungan air atau
drum di rumah. Pekerjaan untuk menguras atau membersihkan tempat penampungan air
seminggu sekali sangat memberatkan bagi mereka.
12
6. Tempat Perkembangbiakan
Tempat perkembangbiakan utama adalah tempat-tempat penampungan air di dalam atau
sekitar rumah ataupun tempat-tempat umum, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari
rumah. Tempat perkembangbiakan nyamuk ini berupa genangan air yang tertampung di suatu
tempat atau bejana. Nyamuk ini tidak tidak dapat berkembang biak di genangan air yang
langsung berpengaruh dengan tanah.
7. Perilaku Nyamuk Aedes aegypti
Setelah lahir (keluar dari kepompong), nyamuk istirahat di kulit kepompong untuk sementara
waktu, setelah sayap merenggang dan kaku, maka mulailah nyamuk mampu terbang untuk
mencari mangsa. Nyamuk Aedes aegypti jantan menghisap cairan tumbuhan atau sari bunga
untuk keperluan hidupnya, sedangkan yang betina menghisap darah. Darah diperlukan untuk
8. mematangkan telur agar jika dibuahi oleh sperma nyamuk jantan dapat menetas. Waktu yang
diperlukan untuk mematangkan telur, mulai dari nyamuk menghisap darah sampai bertelur
biasanya bervariasi antara 3-4 hari.Jangka waktu tersebut disebut satu siklus gonotropik atau
gonotropyc cycle (Depkes, 2006).
13
dengan menggunakan obat nyamuk, mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat
nyamuk gosok, memasang kawat kassa jendela dan ventilasi, tidak membiasakan
menggantung pakaian di dalam kamar, menggunakan sarung klambu waktu tidur, membunuh
jentik nyamuk demam berdarah di tempat air yang sulit dikuras atau sulit air dengan
menaburkan bubuk larvasida (Depkes RI, 2006).
2.4 Jumantik
Jumantik mandiri merupakan suatu upaya pengawasan atau pemantauan jentik nyamuk
demam berdarah, Aedes aegypti yang dilakukan di wilayahnya sendiri dengan teknik dasar
minimal 3M plus, yaitu:
1. Menutup, yaitu memberi tutup yang rapat pada tempat air ditampung;
2. Menguras, yaitu membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat penampung air;
3. Mengubur, adalahmemendam di dalam tanah untuk sampah atau benda yang tidak berguna
yang memiliki potensi untuk jadi tempat nyamuk demam berdarah bertelur di dalam tanah.
Adapun yang dimaksud dengan plus adalah segala bentuk kegiatan pencegahan seperti:
1. Menggunakan obat nyamuk;
2. Menggunakan kelambu saat tidur;
3. Menanam tanaman pengusir nyamuk;
4. Memelihara ikan yang dapat memakan jentik nyamuk;
5. Menghindari daerah gelap di dalam rumah agar tidak ditempati nyamuk;
6. Memberi bubuk larvasida (Depkes RI, 2010).
Jumantik adalah singkatan dari juru pemantau jentik nyamuk. Istilah ini dugunakan untuk
para petugas khusus yang berasal dari lingkungan sekitar yang secara sukarela mau
bertanggung jawab untuk melakukan pemantauan jentik nyamuk demam berdarah, Aedes
aegypti di wilayahnya. Menurut PP Provinsi DKI Jakarta No. 6 Tahun 2007 (dalam Erdi
Komara), jumantik adalah warga masyarakat yang direkrut dan dilatih untuk melakukan
proses edukasi dan memantau pelaksanaan PSN 3 M plus oleh masyarakat. Para jumantik
diwajibkan melaporkan hasil pemantauan yang telah dilakukakan ke kelurahan atau desa
masing-masing secara rutin dan berkesinambungan. Pemantauan jentik dilakukan satu kali
dalam seminggu pada pagi hari. Jumantik yang bertugas di daerah-daerah ini sebelumnya
telah mendapatkan pelatihan dari dinas terkait. Mereka juga dalam tugasnya dilengkapi
dengan tanda pengenal dan perlengkapan berupa alat pemeriksa jentik seperti cidukan, senter,
pipet, wadah-wadah plastik, dan alat tulis (Depkes RI, 2010).
14
2.4.1 Tugas Jumantik
Tugas dan tanggung jawab pelaksanaan PSN 3M Plus disesuaikan dengan fungsi masing-
masing. Secara rinci tugas dan tanggung jawab Jumantik adalah sebagai berikut:
1. Jumantik Rumah
a. Mensosialisasikan PSN 3M Plus kepada seluruh anggota keluarga/penghuni rumah.
b. Memeriksa/memantau tempat perindukan nyamuk di dalam dan di luar rumah seminggu
sekali.
c. Menggerakkan anggota keluarga/penghuni rumah untuk melakukan PSN 3M Plus
seminggu sekali.
d. Hasil pemantauan jentik dan pelaksanaan PSN 3 M Plus dicatat pada kartu jentik.
2. Koordinator Jumantik
a. Melakukan sosialisasi PSN 3M Plus secara kelompok kepada masyarakat. Satu
Koordinator Jumantik bertanggungjawab membina 20 hingga 25 orang
Jumantik rumah/lingkungan.
b. Menggerakkan masyarakat untuk melaksanakanPSN 3M Plus di lingkungan tempat
tinggalnya.
c. Membuat rencana/jadwal kunjungan ke seluruh bangunan baik rumah maupun TTU/TTI di
wilayah kerjanya.
d. Melakukan pemantauan jentik di rumah dan bangunan yang tidak berpenghuni seminggu
sekali.
e. Membuat catatanbrekapitulasi hasil pemantauan jentik rumah, TTU dan TTI sebulan
sekali.
f. Melaporkan hasil pemantauan jentik kepada Supervisor Jumantik sebulan sekali.
3. Supervisor Jumantik
a. Memeriksa dan mengarahkan rencana kerja Koordinator Jumantik.
b. Memberikan bimbingan teknis kepada Koordinator Jumantik.
c. Melakukan pembinaan dan peningkatan keterampilan kegiatan pemantauan jentik dan PSN
3M Plus kepada Koordinator Jumantik.
d. Melakukan pengolahan data pemantauan jentik menjadi data Angka Bebas Jentik (ABJ).
e. Melaporkan ABJ ke puskesmas setiap bulan sekali.
15
1.4.2 Langkah-Langkah Pelaksanaan Pemantauan Jentik
Dalam melaksanakan tugasnya sebagai jumantik, ada beberapa langkah-langkah yang harus
dilakukan dalam pelaksanaan pemantauan jentik nyamuk oleh jumantik yaitu (Depkes RI,
2006):
1. Persiapan
a. Pemetaan dan pengumpulan data penduduk, rumah/bangunan dan lingkungan oleh
puskesmas
b. Pertemuan atau pendekatan (Pendekatan lintas sektor di tingkat desa, Petemuan
tingkat kelurahan, Pertemuan tingkat RT yang dihadiri oleh warga setempat)
c. Temukan rumah/keluarga yang akan dikunjungi/diperiksa dengan cara
16
c. Di tempat yang gelap menggunakan senter.
d. Memeriksa juga vas bunga, tempat minum burung, kaleng-kaleng, ban bekas,dan
lainnya.
(Kemenkes,2016)
Dalam menjalankan tugasnya sebagai pemeriksa jumantik, seorang jumantik akan mencatat
hasil temuan jentik dan selanjutnya memberikan kan hasilnya kepada yang berwenang untuk
selanjutnya dijadikan sebagai laporan pemantauan jentik. Cara mencatat dan melaporkan
hasil pemeriksaan jentik adalah sebagai berikut (Depkes RI 3, 2006):
1. Menuliskan nama desa/kelurahan yang akan dilakukan pemeriksaan jentik.
2. Menuliskan nama keluarga/pengelola (petugas kebersihan) bangunan dan alamatnya pada
kolom yang tersedia.
3. Bila ditemukan jentik, menuliskan tanda (+). Apabila tidak ditemukan, ditulis tanda (-)
4. Menuliskan hal-hal yang perlu diterangkan pada kolom keterangan seperti rumah/kavling
kosong, penampung air hujan, dan lain-lain.
5. Satu lembar formulir diisi untuk kurang lebih 30 KK
6. Melaporkan hasil pemerikaan jentik (ABJ) ke puskesmas sebulan sekali
17
Survei jentik dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembang-biakan nyamuk Aedes
aegypti diperiksa (dengan mata telanjang) untuk mengetahui ada tidaknya jentik.
b. Untuk memeriksa tempat penampungan air yang berukuran besar, seperti: bak mandi,
tempayan, drum dan bak penampungan air lainnya. Jika pada pandangan (penglihatan)
pertama tidak menemukan jentik, tunggu kira-kira ½ -1 menit untuk memastikan bahwa
benar jentik tidak ada.
c. Untuk memeriksa tempat-tempat perkembangbiakan yang kecil, seperti: vas bunga/pot
tanaman air/botol yang airnya keruh, seringkali airnya perlu dipindahkan ke tempat lain.
d. Untuk memeriksa jentik di tempat yang agak gelap, atau airnya keruh, biasanya digunakan
senter.
Metode survei jentik:
a. Single larva
Cara ini dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap tempat genangan air yang
ditemukan jentik untuk diidentifikasi lebih lanjut.
b. Visual
Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di setiap tempat genangan
air tanpa mengambil jentiknya.
Biasanya dalam program DBD mengunakan cara visual.
Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes aegypti:
18
Jumlah container yang diperiksa
Container: tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat berkembang-biaknya nyamuk
Aedes aegypti.
Angka Bebas Jentik dan House Index lebih menggambarkan luasnya penyebaran nyamuk
disuatu wilayah.
Ovitrap Index:
Jumlah padel dengan telur
100%
Jumlah padel diperiksa
Untuk mengetahui gambaran kepadatan populasi nyamuk penular secara lebih tepat, telur-
telur padel tersebut dikumpulkan dan dihitung jumlahnya.
19
Jumlah ovitrap yang digunakan
20
2. Organisasi pelayanan masyarakat kesehatan yang berdasarkan partisipasi masyarakat. Hal ini
bararti bahwa fasilitas pelayanan kesehatan itu timbul dari masyarakat sendiri.
3. Pelayanan kesehatan tersebut akan dikerjakan oleh masyarakat sendiri. Artinya tenaga dan
penyelenggaranya akan ditangani oleh anggota masyarakat itu sendiri yang dasarnya
sukarela.
Uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa filosifis partisipasi masyarakat dalam
pelayanan kesehatan masyarakat adalah terciptanya suatu pelayanan untuk masyarakat dari
masyarakat dan oleh masyarakat.
21
Menurut Club du Sahel dalam Mikkelsen (2003), beberapa pendekatan untuk memajukan
partisipasi masyarakat yaitu:
1. Pendekatan pasif, pelatihan dan informasi; yakni pendekatan yang beranggapan
bahwa pihak eksternal lebih menguasai pengetahuan, teknologi, keterampilan dan
sumber daya. Dengan demikian partisipasi tersebut memberikan komunikasi satu
arah, dari atas ke bawah dan hubungan pihak eksternal dan masyarakat bersifat
vertical.
2. Pendekatan partisipasi aktif; yaitu memberikan kesempatan kepada masyarakat
untuk berinteraksi secara lebih intensif dengan para petugas eksternal, contohnya
pelatihan dan kunjungan.
3. Pendekatan partisipasi dengan keterikatan; masyarakat atau individu diberikan
kesempatan untuk melakukan pembangunan, dan diberikan pilihan untuk terikat
pada sesuatu kegiatan dan bertanggung jawab atas kegiatan tersebut.
4. Pendekatan dengan partisipasi setempat; yaitu pendekatan dengan mencerminkan
kegiatan pembangunan atas dasar keputusan yang diambil oleh masyarakat
setempat.
(Notoatdmojo, 2007)
22
BAB III
KERANGKA KONSEP
1.1 KERANGKA KONSEP
Masyarakat
Melakukan
pemantauan ABJ
Angka ABJ ↑
Angka DHF ↓
23
KERANGKA KERJA PENELITIAN
ABJ ↑
Pelatihan
kader jumantik
24
1.4 DEFINISI OPERASIONAL
No Variabel Definisi Operasional Alat Uur Hasil Uur Sala Uur
25
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Metode yang digunakan pada mini project yang berupa penelitian deskriptif ini adalah
metode observasi atau pengamatan yang mana dilakukan pengumpulan data dengan
mengadakan pengamatan langsung dalam satu periode tertentu dan mengadakan pencacatann
secara sistematis tentang hal-hal tertentu yang diamati. Metode penelitian yang dilakukan
dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara
objektif. Penelitian ini digunakan dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan data,
klasifikasi, pengolahan atau analisis data, membuat kesimpulan dan laporan.
4.2 Kriteria Pemilihan Subyek
1. Kriteria inklusi
a.Salah satu anggota keluarga yang mampu dan bersedia menjadi kader jumantik dikeluarga
usia 15-50 tahun
b. Sehat jasmani dan rohani
c.Aktif untuk melaporkan ABJ (Angka Bebas Jentik)
d. Memiliki alat komuniasi untu mengirim laporan (gambar tempat
penampungan air)
2. Kriteria eksklusi
a.Masyarakat pademawu yang tidak mampu menjadi kader
b. Masyarakat yang tidak mengikuti pelatihan
4.3 Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : Pembentukan kader jumantik dikeluarga
2. Variabel terikat : Pengaktifan pelaporan ABJ (Angka Bebas Jentik)
4.4 Populasi dan Sampel
Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah semua responden terpilih yang
memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi yang dipilih oleh kader jumantik desa.
4.5 Watu dan Tempat
Waktu : Bulan Februari-Maret
Tempat : Desa Pademawu Barat
26
4.7 Cara Pengambilan Sampling
Dengan menggunakan Total Random sampling.
4.8 Metode Pengolahan Data dan Analisis Data
4.8.1 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakuan secara manual dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. pemeriksaan data (editing)
2. penilaian
3. Tabulasi Hasil
4.8.2 Analisi Data
Analisis dilakukan secara deskriptif yaitu akan dikategorikan aktif dan tidak aktif kader
jumantik dikeluarga terhadap pelaporan ABJ (Angka bebas Jentik).
27
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Letak Geografis
1. Batas Wilayah
Utara : Desa Blumbungan, Kec. Larangan
Barat : Kel. Barkot, Kec. Pamekasan
Selatan : Desa Pademawu Timur, Kec. Pademawu
Timur : Desa Konang, Kec. Galis
2. Posisi Geografis
Puskesmas Pademawu terletak di sebelah Timur Kabupaten Pamekasan
dengan jarak ±10 Km dari Pusat Kota Pamekasan. Tepatnya di Desa Murtajih
Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan.
3. Luas Wilayah Kerja
Luas wilayah kerja Puskesmas Pademawu 35,40 Km2 dengan kepadatan
penduduk 1.504 jiwa/ Km2.
Wilayah kerja Puskesmas Pademawu terdiri dari 10 Desa, yaitu :
1. Desa Sentol
2. Desa Lada
3. Desa Bartim
4. Desa Tambung
5. Desa Buddagan
6. Desa Dasok
7. Desa Murtajih
8. Desa Lemper
9. Desa Pademawu Barat
10. Desa Bunder
4. Kondisi Umum
Kondisi umum wilayah kerja Puskesmas Pademawu merupakan :
- Dataran Rendah (100%)
- Dataran Tinggi (0%)
28
5.2 Data Demografis
29
SMU : 2 sekolah
MA : 4 sekolah
Akademi : 1 akademi
Ponpes : 6 ponpes
- Jumlah Murid
PAUD : 614 orang
Taman Kanak-Kanak : 1.236 orang
SD/MI : 4.160 orang
SLP/MTs : 3.016 orang
SMU/MA : - orang
Akademi : - orang
Ponpes : - orang
30
Pengemudi :1 orang
A. VISI
“ Pelayanan kesehatan yang bemutu untuk mewujudkan masyarakat yang sehat dan
mandiri “
MISI :
B. MOTTO
31
UPTD PUSKESMAS PADEMAWU KABUPATEN PAMEKASAN
PRASARANA
32
5.2 Data Hasil Penelitian
5.2.1 karateristik Responden
1. Menurut Jenis Kelamin
Jenis kelamin Jumlah %
Laki-laki 7 23,33%
Perempuan 23 76,67%
Total 30 100%
2. Menurut Usia
Usia (tahun) Jumlah %
20-30 11 36,67%
31-40 8 26,67%
41-50 11 36,67
Total 30 100%
3. Menurut Pendidikan
Pendidikan Jumlah %
SMP 6 20%
SMA 16 53,33%
Total 30 100%
33
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang berpendidikan SMP sebanyak
6 orang (20%), SMA sebanyak 16 orang (53,33%) dan Perguruan Tinggi sebanyak 8 orang
(26,67%).
1 Ya 30
2 Tidak 0
Total 30
Tabel 5.2.2.1 Hasil Distribusi Pelaporan Kader Jumanti dikeluarga minggu ke-1
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa pada minggu ke-1 seluruh kader jumantik
dikeluarga melaporkan laporan jentik sebanyak 30 orang (100%).
1 Ya 25
2 Tidak 5
Total 30
Tabel 5.2.2.2 Hasil Distribusi Pelaporan Kader Jumanti dikeluarga minggu ke-2
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa pada minggu ke-2 pelaporan kader jumantik
dikeluarga sebanyak 25 orang (75%).
1 Ya 22
2 Tidak 8
Total 30
Tabel 5.2.2.3 Hasil Distribusi Pelaporan Kader Jumanti dikeluarga minggu ke-3
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa pada minggu ke-3 pelaporan kader jumantik
dikeluarga sebanyak 22 orang (73,33%).
34
4. Hasil Distribusi Pelaporan Kader Jumantik Dikeluarga Minggu ke-4
No Pelaporan Jumlah
1 Ya 22
2 Tidak 8
Total 30
Tabel 5.2.2.4 Hasil Distribusi Pelaporan Kader Jumanti dikeluarga minggu ke-4
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa pada minggu ke-4 pelaporan kader jumantik
dikeluarga sebanyak 22 orang (73,33%).
1 Aktif (4x) 22
Total 30
Tabel 5.2.2.5 Hasil Distribusi Pelaporan Kader Jumanti dikeluarga minggu ke-2
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa pelaporan kader jumantik dikeluarga sebesar
22 orang (73,33%) melaporan secara aktif dan sebanyak 8 orang (26,67%) melaporkan tidak
aktif.
35
BAB VI
PEMBAHASAN
Standart dan mutu layanan kesehatan di indonesia belum menggembirakan dan masih
tertimggal bila dibandingkan dengan negara lain. Untuk membenahi sistem kesehatan
nasional secara progresif dibutuhakan solusi cerdas berupa layanan elektronik kesehatan
untuk mempermudah penyampaian informasi tentang lingkungan di era globalisasi ini.
Pembentukan kader dikeluarga untuk pelaporan jentik melalui media komunikasi merupakan
salah satu solusi cerdas untu membenahi sistem kesehatan di Indonesia. Prosedur
pengumpulan data secara manual dapat digantikan dengan digitalisasi yang lebih cepat,
akurat dan hemat biaya.
Pengamatan pembentukan kader jumantik dikeluarga dinilai pada bulan Februari-Maret 2017.
Dilaksanakan pada satu dusun sebanyak 30 rumah (30 kader) di Desa Pademawu Barat.
Responden dipilih langsung oleh kader jumanti desa yang telah memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi.
Dari hasil pengamatan kader jumantik dikeluarga pada minggu ke-1 seluruh kader jumantik
dikeluarga 30 orang (100%) memberian laporan gambar tempat-tempat penampungan air
dengan mengirim melalui media alat komunikasi kepada ketua jumantik dikeluarga.
Berdasarkan pengamatan minggu ke-1 responden antusis sesaat setelah diberi penyuluhan.
36
Hasil pelaporan minggu ke-2, 3 dan 4 masing-masing sebesar 25 orang (75%), 22 orang
(3,33%), 22 orang (73,33%).
Pengamatan ABJ di Desa Pademawu Barat dari 30 responden hanya 2 rumah yang terdapat
jenti atau sebesar 93,33%. Nilai ini lebih tinggi daripada laporan ABJ yang lalu sebesar 91%.
Adapun kendala yang ada dalam penelitian ini adalah kurangnya niat (intention) terhadap
kesehatan diri sendiri dan lingkungan. Dalam hal ini sesuai dengan teori menurut Fishbein
dan Ajzen bahwa sikap dan perilaku berkaitan sangat erat, dimana diantara eduanya terdapat
satu faktor yang harus ada agar konsisten yaitu niat (intention).
Untuk mengubah perilaku masyarakat khusunya kader jumantik dikeluarga peduli akan
kesehatan dan lingkungan maka diperlukan keyakinan terhadap gangguan kesehatan dan
penanggulangannya yang sesuai dengan teori Menurut Roscenstock. Menurut teori ini,
seseorang menjalankan perilaku sehat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu: Keyakinan
terhadap gangguan kesehatan; dan keyakinan terhadap efektifitas upaya kesehatan
dalam mengurangi gangguan kesehatan.
1. Persepsi terhadap gangguan kesehatan dipengaruhi oleh tiga hal yaitu:
a. Nilai nilai kesehatan secara umum,
b. Keyakinan terhadap kerentanan seseorang terhadap gangguan kesehatan
c. Keyakinan terhadap konsekuensi yang timbul akibat gangguan kesehatan.
2. Keyakinan terhadap efektifitas upaya kesehatan dalam mengurangi
gangguan kesehatan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:
a. Keyakinan bahwa upaya kesehatan akan berjalan efektif; dan
b. Keyakinan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk upaya kesehatan akan
memberikan keuntungan atau benefit.
37
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, peneliti menyimpulkan bahwa :
1. Pembentukan kader jumantik dikeluarga, aktif melaporkan dalam rangka
pengaktifan pelaporan Angka Bebas Jentik (ABJ) dengan prosentase sebesar
73,33 %.
2. Hasil pelaporan kader jumantik dikeluarga membantu kinerja kader jumantik
dikeluarga terhadap pelaporan Angka Bebas Jentik (ABJ) dengan prosentase
sebesar 93,33 %.
3. Pembentukan kader jumantik dikeluarga membantu kinerja kader jumantik desa
dengan media alat komuniasi yang lebih cepat, akurat dan hemat.
7.2 SARAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, peneliti menyarankan :
1. Pemberdayaan kader kesehatan dalam upaya pelaksanaa program-program
kesehatan akan sangat membantu tercapainya target program.
2. Pembentukan kader jumantik dikeluarga agar dapat dilaksanakan di dusun lain di
wilayah kerja puskesmas pademawu dan diharapakan dapat meningkatan Angka
Bebas Jentik (ABJ) sehingga menurunan kejadian Dengue Hemorragic Fever
(DHF).
38
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2005. Pemberantasan dan Pencegahan Demam Berdarah Dengue di Indonesia.
Dirjen P2PL.
Depkes, RI. 2006. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue diIndonesia.
Dirjen P2PL.
Depkes. 2004. Petunjuk Pelaksanaan PSN DBD oleh Juru Pemantau Jentik (Jumantik). Depkes
RI, Dirjen. PPM & PL, Jakarta.
Soegijanto H. 2004. Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di Indonesia. Surabaya:
Airlangga University Press
Hadinegoro dan Satari. 2004. Demam Berdarah Dengue Naskah Lengkap Pelatihan Bagi Pelatih
Dokter Spesialis anak dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Tatalaksanaan Kasus DBD. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Notoatomodjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rhineka Cipta.
Satari HI dan Meiliasari. 2004. Perawatan Di Rumah & Rumah Sakit. Jakarta: 2004
Siregar FA. 2004. Epidemologi dan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Demam Berdarah Dengue. Buletin Jendela
Epidemiologi [online]. 1: 2. Diakses 6 oktober 2013. Diambil dari:http://www.depkes.go.id/
downloads/publikasi/buletin/BULETIN%20 DBD.pdf.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Petunju k Teknis Implementasi PSN 3M-Plus
dengan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik. Jakarta
39
LAMPIRAN
40
41
42
43
44