Anda di halaman 1dari 5

KERANGKA ACUAN PROGRAM DIARE

DI PUSKESMAS SINGANDARU

A. PENDAHULUAN

Penyakit diare hingga saat ini masih menjadi masalah di Indonesia. Padahal berbagai
upaya penanganan, baik secara medik maupun upaya perubahan tingkah laku dengan
melakukan pendidikan kesehatan terus dilakukan. Namun upaya-upaya tersebut belum
memberikan hasil yang menggembirakan. Setiap tahun penyakit ini masih menduduki
peringkat atas, khususnya di daerah-daerah miskin
Diare menyerang siapa saja tanpa kenal usia. Diare yang disertai gejala buang air
terus-menerus, muntah dan kejang perut kerap dianggap bisa sembuh dengan sendirinya,
tanpa perlu pertolongan medis. Memang diare jarang sekali yang berakibat kematian, tapi
bukan berarti bisa dianggap remeh. Penyakit yang juga populer dengan nama muntah berak
alias muntaber ini bisa dikatakan sebagai penyakit endemis di Indonesia, artinya terjadi
secara terus-menerus di semua daerah, baik di perkotaan maupun di pedesaan, khususnya di
daerah-daerah miskin. Di kawasan miskin tersebut umumnya penyakit diare dipahami bukan
sebagai penyakit klinis, sehingga cara penyembuhannya tidak melalui pengobatan medik
(Sunoto, 1987). Kesenjangan pemahaman semacam ini merupakan salah satu penyebab
penting yang berakibat pada lambatnya penurunan angka kematian akibat diare (Surya
Candra et al, 1990).
Demam tifoid di temukan di masyarakat indonesia, yang tinggal di kota maupun di
desa. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kualitas perilaku hidup bersih dan sehat.,
sanitasi dan lingkungan yang kurang baik. Selain masalah diatas ada beberapa masalah lain
yang turut menambah besaran masalah penyakit demam tifoid di indonesia antaranya adalah
angka kemiskinan di kota dan desa indonesia yang mencapai 11.6% (Susenas 2012) yaitu
sekitar 28.594.060 orang. Pada orang yang miskin bila sakit tidak berobat ke sarana
kesehatan, hal ini dikarenakan masalah biaya, sehingga merka menjadi penjamah makanan
maka mereka akan menjadi sumber penular penyakit kepada masyarakat yang menjadi
pembeli jajanan tersebut. Risiko penularan melalui penjamah makanan yang kebersihannya
buruk memperbanyak jumlah kasus demam tifoid.
Hepatitis adalah peradangan hati yang disebabkan oleh bakteri, parasit, virus,
autoimmune, alcohol. Dari keseluruhan penyebab tersebut yang menjadi masalah kesehatan
masyarakat adalah hepatitis virus. Hepatitis virus terdapat beberapa jenis yaitu Hepatitis A
dan E, yang ditularkan secara fecal oral, bersifat akut, sering timbul sebagai Kejadian Luar
Biasa, dapat sembuh sempurna, dan tidak menjadi kronis, sedangkan hepatitis B, C, dan D
ditularkan secara parenteral, dapat menjadi kronis, sirosis lalu menyebabkan kanker hati.
Karena Hepatitis B dan C dapat menjadi kronis, sebagian besar dari masyarakat yang
terinfeksi Hepatitis B dan C ini terlambat diketahui, sehingga diketahui pada saat mereka
sudah menjadi kronis, sirosis bahkan kanker hati. Oleh karena itu perlu dilakukan Deteksi
Dini Hepatitis B dan C agar dapat dikurangi akibat lebih lanjut dari penyakit ini.
Oleh karena itu ISPA ( Infeksi Saluran Pernafasan berkolaborasi dengan Tifoid dan
Hepatitis untuk meningkatan pemahaman dalam penatalaksanaan program ISPA, Tifoid dan
Hepatitis pada petugas kesehatan agar dapat mengetahui tanda-tanda klinis yang
mengindikasikan adanya penyakit ISPA, Tifoid dan Hepatitis yang dilakukan sesuai dengan
standar yang telah ditentukan.

B. LATAR BELAKANG

Penyakit Diare masih menjadi penyebab kematian balita (bayi dibawah 5 tahun)
terbesar didunia. Menurut catatan UNICEF, setiap detik 1 balita meninggal karena diare.
Diare sering kali dianggap sebagai penyakit sepele, padahal di tingkat global dan nasional
fakta menunjukkan sebaliknya. Menurut catatan WHO, diare membunuh 2 juta anak didunia
setiap tahun, sedangkan di Indonesia, menurut Surkesnas (2001) diare merupakan salah satu
penyebab kematian ke 2 terbesar pada balita.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2007 dari Kementerian Kesehatan, tingkat
kematian bayi berusia 29 hari hingga 11 bulan akibat diare mencapai 31,4 persen. Adapun
pada bayi usia 1-4 tahun sebanyak 25,2 persen. Bayi meninggal karena kekurangan cairan
tubuh. Diare masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Walaupun angka
mortalitasnya telah menurun tajam, tetapi angka morbiditas masih cukup tinggi. Kematian
akibat penyakit diare di Indonesia juga terukur lebih tinggi dari pneumonia (radang paru
akut) yang selama ini didengungkan sebagai penyebab tipikal kematian bayi.
Menurut data World Health Organization(WHO) pada tahun 2009, diare adalah
penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun. Secara global setiap tahunnya ada
sekitar 2 miliar kasus diare dengan angka kematian 1.5 juta pertahun. Pada negara
berkembang, anak-anak usia dibawah 3 tahun rata-rata mengalami 3 episode diare pertahun.
Setiap episodenya diare akan menyebabkan kehilangan nutrisi yang dibutuhkan anak untuk
tumbuh, sehingga diare merupakan penyebab utama malnutrisi pada anak (WHO, 2009).
Salah satu langkah dalam pencapaian target Millenium Development Goals/ MDG’s
(Goal ke-4) adalah menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai
pada 2015. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan
Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab
utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata
laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan
kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat (Kemenkes, 2011).
Di Indonesia penyakit tifoid bersifat endemik dan merupakan masalah kesehatan
masyarakat. Data Rikesdas 2007 menunjukkan angka prevelensi tifoid yang di diagnose oleh
tenaga kesehatan adalah 0,79%. angka kesakitan demam tifooid di Indonesia yang tercatat di
bulletin WHO 2008 sebesar 81,7 per 100.000. di bagi menurut golongan umur 0-1 tahun
(0,0/100.000), 2-4 tahun (148,7/100.000), 5-15 tahun (180,3/100.000). ≥16 tahun
51,2/100.000/tahun. Angka ini menunjukkan bahwa penderita terbanyak pada usia 2-15
tahun. 20-40 % kasus demam tifoid harus menjalani perawatan di Rumah Sakit. Pendeerita
demam tifoid mempunyai potensi untuk menjadi carrier atau pembawa menahun setelah
penyakitnya di sembuhkan.
Penyakit hepatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat di Negara berkembang
di dunia. VHB telah menginfeksi sejumlah 2 milyar orang di dunia dan sekitar 240 juta
merupakan mengidap virus Hepatitis B kronis, penderita Hepatitis C di dunia diperkirakan
170 juta orang dan sekitar 1.500.000 penduduk dunia meninggal setiap tahunnya di sebabkan
oleh infeksi VHB dan VHC. Indonesia merupakan Negara dengan mengidap Hepatitis B no 2
terbesar sesudah Myamar diantara Negara-negara anggota WHO SEAR (South East Asian
Regio). WHO, 2012 sekitar 23 juta penduduk Indonesia telah terinfeksi Hepatitis B dan 2 juta
terinfeksi Hepatitis C. Penyakit Hepatitis A sering muncul dalam bentuk KLB seperti yang
terjadi pada beberapa tempat di indonesi.
Menurut hasil Riskesdas tahun 2007, hasil pemeriksaan Biomedis dari 10,391 sampel
serum yang diperiksa, prevalensi HBsAg positif 9,4% yang berarti bahwa diantara 10
penduduk di Indonesia terdapat seorang penderita Hepatitis B Virus.
C. TUJUAN UMUM DAN TUJUAN KHUSUS
a. Tujuan umum:
Meningkatkan cakupan pelayanan program diare, Tifoid dan Hepatitis sesuai dengan
masalah yang ada, sehingga dapat menimbulkan penemuan secara dini penderita
diare, tifoid dan hepatitis dan bisa mengobati pasien diare, tifoid dan hepatitis secara
sempurna.
b. Tujuan Khusus:
1. Mengupayakan peningkatan keterampilan petugas dalam mendeteksi pasien diare,
tifoid dan hepatitis.
2. Meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam upaya deteksi dini
diare, tifoid dan hepatitis.
3. Mempertahankan keterampilan petugas kesehatan di unit pelayanan dalam tata
laksana pasien diare, tifoid dan hepatitis.

D. SASARAN KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN


a. Sasaran:
1. Pasien penderita diare, tifoid dan hepatitis.
2. Masyarakat yang berobat di Puskesmas
b. Kegiatan Pokok:
Melakukan deteksi dini dan diagnosis pasien diare, tifoid dan hepatitis.
c. Rincian Kegiatan:
1. Melakukan persiapan mengadakan pertemuan lintas program.
2. Melakukan pelayanan dan pengobatan penderita diare, tifoid dan hepatitis.
3. Melakukan pertemuan Linsek
4. Melakukan sosialisasi program Diare pada masyarakat yang berkolaborasi dengan
tifoid dan hepatitis.
E. JADWAL KEGIATAN

Kegiatan dilaksanakan setiap hari kerja


Tahun 2017
NO URAIAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
 1 Pertemuan Lintas Program                        
Pelayanan dan pengobatan
 2 penderita diare, tifoid dan
hepatitis                        
Sosialisasi atau penyuluhan
tentang penyakit diare dan
 3
hepatitis pada masyarakat dan
kader
5 Evaluasi program
Deteksi dini Hepatitis pada Ibu
6
Hamil

F. EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN DAN PELAPORAN


Evaluasi pelaksanaan kegiatan dilakukan setiap bulan pada rapat kordinasi
puskesmas,pemegang program melaporkan ke kepala Puskesmas. Evaluasi setiap 3
bulan sekali oleh koordinator Diare yang meliputi tifoid dan hepatitis Dinas Kesehatan
Kota Serang dan membuat laporannya kepada Dinas Kesehatan. Apabila ada ketidak
sesuaian dalam pelaksanaan kegiatan, maka kepala Puskesmas bersama kordinator P2
dan pelaksana kegiatan program P2 Diare mencari penyebab masalah dan mencari solusi
penyelesainnya.

G. PENCAPAIAN DAN PELAPORAN


a. Pencapaian :
Pencapaian penderita Diare dengan target diare pada tahun 2016 100 % sudah
mencapai 100%

b. Pelaporan :
Pelaporan kegiatan ini dilakukan setiap bulan saat rapat koordinasi bulanan
puskesmas dan evaluasi dilakukan setiap 3 bulan.

Anda mungkin juga menyukai