PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Faktor lingkungan fisik yang berperan terhadap timbulnya penyakit DBD meliputi
kelembaban, cuaca, kepadatan larva dan nyamuk dewasa, lingkungan di dalam rumah,
lingkungan di luar rumah dan ketinggian tempat tinggal. Unsur-unsur tersebut saling berperan
dan terkait pada kejadian infeksi Virus Dengue.
Vektor utama penyakit DBD di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti. Tempat yang
disukai sebagai tempat perindukannya adalah genangan air yang terdapat dalam wadah
(kontainer) tempat penampungan air artifisial misalnya drum, bak mandi, gentong, ember, dan
sebagainya; tempat penampungan air alamiah misalnya lubang pohon, daun pisang, pelepah daun
keladi, lubang batu; ataupun bukan tempat penampungan air misalnya vas bunga, ban bekas,
botol bekas, tempat minum burung dan sebagainya.
Hasil survei Departemen Kesehatan RI di 9 kota besar di Indonesiapada tahun 1986-1987
menunjukkan bahwa satu diantara tiga rumah maupun tempat umum ditempati jentik nyamuk
Aedes. Di samping itu, pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat tentang pencegahan
penyakit DBD pada umumnya sangat kurang, sehingga program yang dicanangkan pemerintah
tidak dapat berjalan efektif.
Mengingat kepentingan pengendalian jentik terpenting adalah yang berhubungan dengan
kesehatan manusia, maka sasaran yang berdekatan dengan kehidupan dan kegiatan manusia,
salah satu sasaran atau lokasi yang penting misalnya lingkungan perumahan. Berdasarkan
kondisi di atas pengendalian populasi nyamuk Ae. aegypti selayaknya dilakukan terutama
apabila kepadatan tinggi. Pemukiman di Kelurahan Pejaten Timur mempunyai kondisi yang
memungkinkan dijumpai populasi nyamuk Ae. aegypti.
Dalam Upaya untuk memberantas DBD, tidak cukup hanya mengandalkan kepada
petugas kesehatan semata, namun peran serta masyarakat juga mempengaruhi angka kejadian
DBD dimana perilaku yang hidup bersih dan sehat, melakukan 3M, dan memakai ovitrap. Dapat
membantu upaya pemberantasan DBD. Perlu upaya dari Petugas kesehatan untuk mengedukasi
langkah langkah pemberantasan DBD dan perlu kemauan dari masyarakat untuk menjalankan
langkah langkah tersebut.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah berdasarkan latar belakang adalah Bagaimana pengetahuan mayarakat
tentang 3m dan pemasangan Ovitrap serta bagaimana partisipasi masyarakat setelah adanya
penyuluhan.
1.
2.
Masyarakat yang tidak berpartsisipasi dalam upaya pemberantasan DBD salah satu
faktornya adalah kurangnya edukasi mengenai DBD dan langkah pemberantasannya.
1.5 MANFAAT
1.1.1
Bagi Peneliti
Meningkatkan wawasan dan pengetahuan serta pengalaman dalam melaksanakan
1.1.3
kejadian
DBD
dan
meningkatkan
kesadaran
masyarakat
untuk
berpartisipasi
memberantas DBD
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 LANDASAN TEORI
5
Penyakit DBD hanya dapat ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti betina. Nyamuk ini
mendapat virus Dengue sewaktu menggigit/menghisap darah orang yang sakit DBD atau tidak
sakit DBD tetapi dalam darahnya terdapat virus Dengue. Orang yang mengandung virus Dengue
tetapi tidak sakit dapat pergi kemana-mana dan menularkan virus itu kepada orang lain di tempat
yang ada nyamuk Aedes aegypti.
Virus Dengue yang terhisap akan berkembang biak dan menyebar ke seluruh tubuh
nyamuk termasuk kelenjar liurnya. Bila nyamuk tersebut menggigit/menghisap darah orang lain,
virus itu akan berpindah bersama air liur nyamuk. Apabila orang yang ditulari tidak memiliki
kekebalan (umumnya anak-anak) maka ia akan menderita DBD. Nyamuk yang sudah
mengandung virus Dengue, seumur hidupnya dapat menularkan kepada orang lain. Dalam darah
manusia, virus Dengue akan mati dengan sendirinya dalam waktu lebih kurang 1 minggu.
Gambar. 1: Mekanisme Penularan DBD
Faktor-faktor yang terkait dalam penularan DBD pada manusia antara lain:
1. Jenis Kelamin
tidak ditemukan perbedaan kerentanan terkena penyakit DBD yang dikaitkan dengan
perbedaan jenis kelamin, laki-laki dan perempuan sama-sama berpotensi terserang DBD.1,3
2. Status Pendidikan
7
keluarga dengan tingkat pendidikan rendah biasanya sulit untuk menerima arahan dalam
pemenuhan gizi dan sulit diyakinkan mengenai pentingnya pemenuhan kebutuhan gizi atau
pentingnya pelayanan kesehatan lain yang menunjang tumbuh kembang anak.
3. Kepadatan Penghuni Rumah
apabila di suatu rumah ada nyamuk penular DBD yaitu Aedes aegypti maka akan
menularkan penyakit DBD pada semua orang yang tinggal di rumah tersebut atau di rumah
sekiranya yang berada dalam jarak terbang nyamuk yaitu 50 meter dan orang yang berkunjung
ke rumah tersebut.
4. Umur
DBD pada umumnya menyerang dewasa di banding anak-anak.5
Penularan virus Dengue melalui gigitan nyamuk lebih banyak terjadi di tempat yang
padat penduduk seperti di perkotaan dan pedesaan pinggir kota. Oleh karena itu, penyakit DBD
lebih bermasalah di daerah sekitar perkotaan.1, 3
Tempat yang potensial untuk terjadi penularan DBD adalah:
1. Wilayah yang banyak kasus DBD (endemis)
2. Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang datang
dari berbagai wilayah, sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe
virus Dengue cukup besar. Tempat-tempat tersebut antara lain:
a. Sekolah yang disebabkan karena siswa sekolah berasal dari berbagai wilayah serta
siswa sekolah merupakan kelompok umur yang paling susceptible terserang DBD.
b. Rumah sakit/puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya
c. Tempat umum lainnya seperti hotel, pertokoan, pasar, restoran dan tempat ibadah.
3.
Pemukiman baru di pinggir kota karena di lokasi ini penduduknya berasal dari
berbagai wilayah, maka kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carier yang
membawa virus Dengue yang berlainan dari masing-masing lokasi asal.
8
2.1.1.4
2.1.1.4.1 Demam
Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus menerus berlangsung 2-7
hari, kemudian turun secara cepat. Terdapat 3 fase pada DBD :
1. Fase Febris
Pasien mengalami demam tinggi mendadak. Fase ini biasanya terjadi antara 2-7 hari dan
sering diikuti dengan kemerahan pada wajah, kulit; nyeri pada seluruh tubuh, mialgia, artralgia,
nyeri retroorbital, fotophobia, dan nyeri kepala. Beberapa pasien juga dapat mengeluhkan nyeri
tenggorok, faring hiperemis, dan injeksi konjungtiva, anoreksia, mual, dan muntah.4
Pada fase ini infeksi dengue akan sulit dibedakan dengan demam yang disebabkan nondengue. Uji torniquet positif meningkatkan kemungkinan infeksi dengue. 4,5
Manifestasi
perdarahan ringan seperti ptekiae dan perdarahan membran mukosa bisa terjadi.5,6 Perdarahan
masif vagina dan saluran pencernaan dapat terjadi pada fase ini namun sangat jarang terjadi. 5
Hepar akan membesar dan nyeri beberapa hari setelah demam muncul. Abnormalitas
pemeriksaan laboratorium adalah penurunan jumlah total leukosit, yang merupakan tanda yang
meningkatkan kemungkinan infeksi dengue.4
perdarahan mukosa, letargi, pembesaran hepar >2cm, serta peningkatan hematokrit disertai
dengan penurunan drastis trombosit.6
10
3. Fase Pemulihan
Pasien akan mengalami fase ini setelah 24-48 jam melalui fase kritis, reabsorpsi secara
bertahap dari cairan ekstraseluler terjadi 48-72 jam setelahnya. Manifestasi klinis mulai
membaik, tanda vital stabil, dan diuresis sesuai normal. Pada beberapa pasien muncul confluent
erythematous atau petechial rash. Hematokrit mulai menurun menjadi normal disertai dengan
peningkatan leukosit, namun peningkatan trombosit biasanya terjadi setelahnya.6
4. Dengue Berat
Kasus dengue berat dinyatakan pada pasien yang dicurigai terinfeksi dengue yang
memiliki tanda salah satu dari:
1. Kebocoran plasma berat yang menyebabkan syok dan atau terakumulasinya cairan
dengan gangguan pernapasan
2. Perdarahan hebat
3. Kerusakan organ berat
11
Klasifikasi
Derajat penyakit demam berdarah dengue menurut WHO 1997 adalah: 6
Derajat I
Derajat II
Derajat III
perdarahan lain
Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat,
tekanan nadi menurun atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit
Derajat IV
pada sebagian besar penderita DBD. Uji tourniquet dinyatakan positif jika terdapat 10 atau lebih
petekie seluas 1 inci persegi (2,5 x 2,5 cm) di lengan bawah bagian depan dekat lipat siku.
Namun uji tourniquet positif dapat juga dijumpai pada penyakit virus lain (campak, demam,
chikungunya), infeksi bakteri (thypus abdominalis) dan lain-lain.
2.1.1.4.5 Trombositopeni
Jumlah trombosit di bawah 150.000/mm3 biasanya ditemukan diantara hari ketiga sampai
ketujuh sakit. Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai kita yakin trombosit dalam batas13
batas normal atau menyokong ke arah penyakit DBD. Pemeriksaan dilakukan minimal 2 kali.
Pertama pada waktu pasien masuk dan apabila normal diulangi pada hari kelima sakit. Bila perlu
diulangi lagi pada hari ke 6-7 sakit.
2.1.1.4.6
Hemokonsentrasi
Meningkatnya nilai hematokrit (Ht) merupakan indikator yang peka terhadap akan
terjadinya renjatan sehingga perlu dilakukan pemeriksaan berulang secara periodik.
2.1.1.4.7
1) Gejala klinik lain yang dapat menyertai penderita penyakit DBD adalah anoreksia, lemah,
mual, muntah, sakit perut, diare atau konstipasi dan kejang.
2) Pada beberapa kasus terjadinya kejang disertai hiperpireksia dan penurunan kesadaran
sehingga sering diduga sebagai ensepalitis.
3) Keluhan sakit yang hebat sering kali timbul mendahului perdarahan gastrointestinal dan
renjatan.
2.1.2 Vektor Penyakit DBD
Vektor adalah Arthropoda yang secara aktif menularkan mikroorganisme penyebab
penyakit dari penderita kepada orang yang sehat baik secara mekanik maupun biologi. Penularan
penyakit DBD dari satu orang ke orang lain dengan perantara nyamuk Aedes. Penyakit ini tidak
akan menular tanpa ada gigitan nyamuk. Nyamuk pembawa virus Dengue yang paling utama
adalah jenis Aedes aegypti, sedangkan Aedes albopictus relatif jarang. Nyamuk Aedes aegypti
mulanya berasal dari Mesir yang kemudian menyebar ke seluruh dunia, melalui kapal laut atau
udara. Nyamuk hidup dengan baik di belahan dunia yang beriklim tropis dan subtropis seperti
Asia, Afrika, Australia, dan Amerika.
14
aegypti
Nyamuk berukuran kecil (4-13 mm) dan rapuh. Kepalanya mempunyai probosis halus
dan panjang yang melebihi panjang kepala. Pada nyamuk betina, probosis dipakai sebagai alat
untuk menghisap darah, sedangkan pada nyamuk jantan untuk menghisap bahan-bahan cair
seperti cairan tumbuh-tumbuhan, buah-buahan dan juga keringat. Di kiri kanan probosis terdapat
palpus yang terdiri dari 5 ruas dan sepasang antena yang terdiri dari 15 ruas. Antena pada
nyamuk jantan berambut lebat (plumose) dan pada nyamuk betina jarang (pilose). Sebagian besar
toraks yang tampak (mesonotum) diliputi bulu halus. Bagian posterior dari mesonotum terdapat
skutelum yang membentuk 3 lengkungan (trilobus).
Sayap nyamuk panjang dan langsing, mempunyai vena yang permukaannya ditumbuhi
sisik-sisik sayap (wing scales) yang letaknya mengikuti vena. Pada pinggir sayap terdapat
sederetan rambut yang disebut fringe. Abdomen berbentuk silinder dan terdiri dari 10 ruas. Dua
ruas yang terakhir berubah menjadi alat kelamin. Nyamuk mempunyai 3 pasang kaki
(heksapoda) yang melekat pada toraks dan tiap kaki terdiri atas 1 ruas femur, 1 ruas tibia dan 5
ruas tarsus.
Nyamuk Aedes aegypti meletakkan telur di atas permukaan air satu per satu. Telur dapat
bertahan hidup dalam waktu yang cukup lama dalam bentuk dorman. Namun, bila air cukup
tersedia, telur-telur biasanya menetas 2-3 hari sesudah diletakkan.
b. Larva
Telur menetas menjadi larva atau sering disebut dengan jentik. Larva nyamuk memiliki
kepala yang cukup besar serta toraks dan abdomen yang cukup jelas. Untuk mendapatkan
oksigen dari udara, larva nyamuk Aedes aegypti biasanya menggantungkan tubuhnya agak tegak
lurus dengan permukaan air. Kebanyakan larva nyamuk menyaring mikroorganisme dan partikelpartikel lainnya dalam air. Larva biasanya melakukan pergantian kulit sebanyak empat kali dan
berpupasi sesudah 7 hari.
c. Pupa
Setelah mengalami pergantian kulit keempat, maka terjadi pupasi. Pupa berbentuk agak
pendek, tidak makan, tetapi tetap aktif bergerak dalam air terutama bila diganggu. Bila
perkembangan pupa sudah sempurna, yaitu sesudah 2 atau 3 hari, maka kulit pupa pecah dan
nyamuk dewasa keluar dan terbang.
d. Dewasa
Nyamuk dewasa yang keluar dari pupa berhenti sejenak di atas permukaan air untuk
mengeringkan tubuhnya terutama sayap-sayapnya. Setelah itu nyamuk akan terbang untuk
mencari makan. Dalam keadaan istirahat, nyamuk Aedes aegypti hinggap dalam keadaan sejajar
dengan permukaan.
Gambar. 5: Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti
16
Nyamuk Aedes aegypti yang aktif pada siang hari biasanya meletakkan telur dan berbiak
pada tempat-tempat penampungan air bersih atau air hujan seperti bak mandi, tangki
penampungan air, vas bunga (di rumah, sekolah, kantor, atau perkuburan), kaleng-kaleng atau
kantung-kantung plastik bekas, di atas lantai gedung terbuka, talang rumah, bambu pagar, kulitkulit buah seperti kulit buah rambutan, tempurung kelapa, ban-ban bekas, dan semua bentuk
kontainer yang dapat menampung air bersih. Jentik-jentik nyamuk dapat terlihat berenang naik
turun di tempat-tempat penampungan air tersebut.1 Keberadaan larva berhubungan dengan jenis
container, larva paling banyak didapatkan di bak mandi dan ember.2,4
yang cukup, nyamuk betina sering menggigit lebih dari satu orang. Jarak terbang nyamuk sekitar
100 meter . Umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan.
b. Perilaku Istirahat
Setelah kenyang menghisap darah, nyamuk betina perlu istirahat sekitar 2 3 hari untuk
mematangkan telur. Tempat istirahat yang disukai yaitu tempat-tempat yang lembab dan kurang
terang, seperti kamar mandi, dapur, WC, di dalam rumah seperti baju yang digantung, kelambu,
tirai, di luar rumah seperti pada tanaman hias di halaman rumah.
c. Perilaku Berkembang Biak
Nyamuk Aedes aegypti bertelur dan berkembang biak di tempat penampungan air bersih.
Telur diletakkan menempel pada dinding penampungan air, sedikit di atas permukaan air. Setiap
kali bertelur, nyamuk betina dapat mengeluarkan sekitar 100 butir telur dengan ukuran sekitar
0,7 mm per butir. Telur ini di tempat kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan. Telur akan
menetas menjadi jentik setelah sekitar 2 hari terendam air. Jentik nyamuk setelah 6 8 hari akan
tumbuh menjadi pupa nyamuk. Pupa nyamuk masih dapat aktif bergerak didalam air, tetapi tidak
makan dan setelah 12 hari akan memunculkan nyamuk Aedes aegypti yang baru.(8,9)
Survei Perangkap Telur (ovitrap)
Survei ini dilakukan dengan cara memasang ovitrap yaitu berupa bejana misalnya
potongan bambu, kaleng (seperti kaleng susu atau gelas plastik) yang dinding bagian dalamnya
dicat hitam, pasang kasa nyamuk dibagian atas wadah kemudian diberi air secukupnya. sebagai
tempat meletakkan telur nyamuk. Ovitrap diletakkan di dalam dan di luar rumah di tempat yang
gelap dan lembab. Setelah 2 minggu dilakukan pemeriksaan ada tidaknya telur nyamuk di padel.
Gambar.6: Ovitrap
18
Secara khusus, ovitrap digunakan untuk mendeteksi manifestasi nyamuk ke area baru
yang sebelumnya pernah dibasmi. Alat ini dikembangkan oleh Fay dan Eliason pada tahun 1966
dan disebarluaskan oleh CDC (Sayono dkk, 2010). Pada beberapa negara telah dilakukan
pengendalian vektor Aedes dengan memanfaatkan perangkap telur (ovitrap).
Pencegahan dan Pengendalian Vektor DBD
Vektor adalah arthropoda yang dapat memindahkan atau menularkan suatu infectious
agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan.
Pengendalian vektor merupakan upaya yang dilakukan untuk mengurangi atau menekan
populasi vektor serendah-rendahnya sehingga tidak berarti lagi sebagai penular penyakit dan
menghindarkan terjadinya kontak antara vektor dan manusia. (9)
Upaya pencegahan tidak harus dilakukan saat kita sudah benar-benar sakit. Tetapi, upaya
pencegahan harus dilakukan jauh sebelumnya yaitu pada kondisi sehat pun harus ada upaya yang
positif. Tindakan pencegahan merupakan upaya untuk memotong perjalanan riwayat alamiah
penyakit pada titik-titik atau tempat-tempat yang paling berpotensi menyebabkan penyakit atau
sumber penyakit.(10)
Pencegahan penyakit DBD dapat dilakukan dengan cara mengendalikan nyamuk Aedes
aegypti sebagai vektor utama DBD. Pencegahan yang efektif seharusnya dilaksanakan secara
integral bersama-sama antara masyarakat, pemerintah dan petugas kesehatan.
Hingga saat ini pemberantasan nyamuk Aedes aegypti merupakan cara utama yang
dilakukan untuk memberantas DBD karena vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi
virusnya belum tersedia. Sasaran pemberantasan DBD dapat dilakukan pada nyamuk dewasa dan
jentik. Upaya pemberantasan meliputi:(9,10,11)
a. Pencegahan dengan cara menguras, menutup, dan mengubur atau dikenal dengan
gerakan 3 M, yaitu:
1. Menguras tempat penampungan air secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali
atau menaburkan bubuk abate ke dalamnya
2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air
3. Mengubur/menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan
seperti kaleng bekas, plastik, dll.
19
Penggerakan dan pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat
persuasif dan melalui memerintah yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap,
perilaku, dan kemampuan masyarakat dalam menemukan, merencanakan, serta memecahkan
masalah dengan menggunakan sumber daya/potensi yang mereka miliki termasuk partisipasi dan
dukungan tokoh-tokoh masyarakat. Tujuan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan antara
lain:
1. Menumbuhkan kesadaran, pengetahuan dan pemahaman akan kesehatan individu,
kelompok dan masyarakat
2. Menimbulkan kemauan yang merupakan kecenderungan untuk melakukan suatu
tindakan atau sikap untuk meningkatkan kesehatan mereka
3. Menimbulkan kemampuan masyarakat untuk mendukung terwujudnya perilaku sehat.
Salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat adalah pembentukan jumantik. Jumantik
merupakan warga masyarakat setempat yang telah dilatih oleh petugas kesehatan mengenai
penyakit DBD dan upaya pencegahannya sehingga mereka dapat mengajak masyarakat
seluruhnya untuk berpartisipasi aktif mencegah penyakit DBD. Tujuan pembentukan jumantik
agar dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat dan keluarga untuk membiasakan diri
dalam menjaga kebersihan lingkungan, terutama tempat-tempat yang dapat menjadi sarang
nyamuk penular DBD.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi jumantik sebagai berikut:
1) Bertempat tinggal di daerah yang bersangkutan
2) Usia produktif (15-64 tahun)
3) Sehat jasmani maupun rohani
4) Dapat membaca dan menulis dengan tingkat pendidikan minimal lulus SD
5) Mampu berkomunikasi dengan baik dan jelas
6) Mampu menjadi motivator
7) Mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan baik
21
Kerangka Teori
Agent :
Nyamuk Aedes
Host :
Manusia
Environtment :
3M Plus
Ovitrap
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep penelitian adalah kerangka hubungan antara konsep konsep yang ingin
diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan. Kerangka konsep pada penelitian ini sebagai
berikut :
Variabel Bebas
Variabel Terikat
Partisipasi Masyarakat :
Menerapkan 3M
Menggunakan
ovitrap
23
Definisi operasional
Keterlibatan aktif masyarakat dalam
proses pengambilan keputusan,
pelaksanaan, pemanfaatan hasil, dan
evaluasi.1 Peran serta aktif dari
pemilik rumah diharapkan mampu
meningkatkan ABJ di lingkungan
masing masing.2
Cara ukur
wawancara
Alat ukur
kuisioner
Hasil
terdapat
perbedaan
jawaban
setelah
diberi
penyuluhan.
skala
nominal
Pemakaian
ovitrap
Ovitrap
Dipasang
tidak
dipasang
/ nominal
Angka
Bebas Jentik
Tidak
memakai
alat
(visual)
Didapatkan
Rasio
jentik / tidak
terdapat
jentik
sumber
1)repository.ip
b.ac.id
2)ejournal.litba
ng.depkes.go.id
http://digilib.un
ismus.ac.id
Portal
informasi
24
No. Variable
4
Penerapan
3M
Definisi operasional
Tindakan pencegahan dan
pemberantasan sumber larva salah
satunya yaitu gerakan kebersihan
3M Plus, 3M yaitu menguras
tempat penampungan air sekurangkurangnya seminggu sekali, atau
Cara ukur
Observasi
Alat ukur
Tidak
memakai
alat
(visual)
Hasil
skala
Dilakukan / Nominal
tidak
dilakukan
BAB IV
25
sumbe
1)www
l.uui.a
2)man
DBD D
METODELOGI PENELITIAN
Kepala keluarga yang tinggal dan menetap di Kelurahan Pejaten Timur minimal 2 tahun.
Memiliki tempat penampungan air
Kondisi lingkungan rumah kumuh
Bersedia menjadi responden dan menandatangani informed consent.
2. Kriteria eksklusi
N0 =
N0
= besarnya sampel
27
n0
Karena jumlah masyrakat yang terdapat di kelurahan Pejaten Timur berjumlah 206 KK maka :
n=
206
(1+ 206/170)
antisipasi drop out = 10% x n
antisipasi drop out = 10% x = 9,32
Total sampel = n + antisipasi drop out
28
Total sampel = 93,2 + 9,32 = 102,52 masyarakat dibulatkan menjadi 103 sampel (yang
disebarkan kepada responden sebanyak 105)
4.4 CARA PENGAMBILAN DATA
Data yang dikumpulkan adalah data primer. Data primer didapatkan dari hasil
pembagian kuesioner kepada masyarakat yang bertempat tinggal di kelurahan Pejaten
Timur yang dijadikan sampel, kemudian hasil kuesioner dianalisis. Pengambilan
sampelnya menggunakan simple random sampling. Pengumpulan sampel dilakukan
dengan cara memilih masyarakat yang bertempat tinggal di kelurahan Pejaten Timur
secara acak pada RT 15 dan RT 01 yang ada di Kecamatan Pasar Minggu.
Purposive sampling
Kelurahan Pejaten
Timur
RW
06
Purposive sampling
Purposive sampling
RT 15 & RT
01
170 KK
Sim
ple
rand
om
Sam
plin
g
4.5
29
Fungsi
Untuk mengetahui :
1. Tingkat pengetahuan tentang penyakit DBD.
2. Pandangan masyarakat mengenai pencegahan
4.7
DBD.
ALUR PENGAMBILAN DATA
4.8
Proposal
disetujui
Peneliti turun ke
lapangan
Peneliti memberikan
kuisioner sebelum dan
setelah penyuluhan,
kemudian dianalisis untuk
mendapatkan data primer.
Pengolahan
data
Langkah yang dilakukan dalam menganalisis data dalam penelitian ini dijabarkan sebagai
berikut.
1. Meringkas Data
Data dengan kategori sama dimasukan menjadi satu, dapat dalam bentuk
kuotasi,
matriks, diagram, tabel, dan flowchart. Data yang sudah ringkas ini ditujukan untuk
memberikan gambaran hubungan antar variabel.
2. Indetifikasi variabel dan hubungan antar variabel
Tahap identifikasi ini dilakukan dengan mencari fakta, menghitung, dan verifikasi hasil
penelitian dengan melihat data yang independen, serta mendukung adanya hubungan
sebab-akibat.
3. Mengambil kesimpulan
Identifikasi kaitan dari suatu topik dilakukan pada tahap ini.
Jenis analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis tema, dilakukan untuk
menemukan pola yang pihak lain tidak melihatnya secara jelas. Kegiatan analsisi tema
tediri dari 3 alur yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan atau verifikasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan RI. 2004a. Informasi Penyakit Menular Demam Berdarah. Jakarta
31
2. Departemen Kesehatan RI. 2004b. Kebijaksanaan Program P2DBD dan Situasi Terkini DBD di
Indonesia. Jakarta
3. Depkes R.I. 1996. Membina Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue
(PSN)-DBD) : Petunjuk Bagi Kelompok Kerja Operasional Pemberantasan Penyakit Demam
Berdarah Dengue (POKJANAL DBD). Jakarta: Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Hlm 1-3.
4. Dengue Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. New Edition 2009. World
Health Organization
5. Rigau-Prez JG et al., Dengue and dengue haemorrhagic fever. Lancet, 1998, 352:971977.
6. Kalayanarooj S et al., Early clinical and laboratory indicators of acute dengue illness. Journal of
Infectious Diseases, 1997, 176:313321.
7. Balmaseda A et al., Assessment of the World Health Organization scheme for classification of
dengue severity in Nicaragua. American Journal of Tropical Medicine and Hygiene, 2005,
73:10591062.
8. Dengue Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. New Edition 2009. World
Health Organization
9. Rigau-Prez JG et al., Dengue and dengue haemorrhagic fever. Lancet, 1998, 352:971977.
10. Kalayanarooj S et al., Early clinical and laboratory indicators of acute dengue illness. Journal of
Infectious Diseases, 1997, 176:313321.
11. Cao XT et al., Evaluation of the World Health Organization standard tourniquet test in the
diagnosis of dengue infection in Vietnam. Tropical Medicine and International Health, 2002,
7:125132.
12. Balmaseda A et al., Assessment of the World Health Organization scheme for classification of
dengue severity in Nicaragua. American Journal of Tropical Medicine and Hygiene, 2005,
73:10591062.
32
13. Srikiatkhachorn A et al., Natural history of plasma leakage in dengue hemorrhagic fever: a serial
ultrasonic study. The Pediatric Infectious Disease Journal, 2007, 26(4):283-290.
33