Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2015, bertujuan untuk meningkatkan


kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang optimal. Dimana ada tiga pilar yang perlu mendapat perhatian
khusus yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat dan pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan
merata. Untuk perilaku sehat bentuk konkritnya yaitu perilaku proaktif memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman
penyakit serta berpartisipasi aktif dalam upaya kesehatan. Hal tersebut ditandai dengan perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS) yang merupakan salah satu indikator keberhasilan menuju
Indonesia sehat 2015.
Dengue merupakan penyakit viral dengan hospes nyamuk yang paling cepat menyebar di
dunia. Pada 50 tahun terakhir telah terjadi peningkatan insiden sebesar 30% dan penambahan
ekspansi secara geografik ke negara lain. Di Indonesia dimana lebih dari 35% penduduknya
tinggal di daerah kota, 150.000 kasus dilaporkan pada tahun 2007 yang merupakan kasus tercatat
tertinggi dengan lebih dari 25.000 kasus dilaporkan dari Jakarta dan Jawa Barat. Mortalitas kasus
dengue di Indonesia adalah sebesar sebesar 1%.(1)
Pada tahun 2008 2010 jumlah rata-rata kasus dilaporkan sebanyak 150.822 kasus
dengan rata-rata kematian 1.321 kematian. Situasi kasus DBD tahun 2011 sampai dengan Juni
2011 dilaporkan sebanyak 16.612 orang dengan kematian sebanyak 142 orang (CFR=0,85%).
Dari jumlah kasus tersebut, proporsi penderita DBD pada perempuan sebesar 50,33% dan lakilaki sebesar 49,67%. Disisi lain angka kematian akibat DBD pada perempuan lebih tinggi
dibanding laki-laki. Situasi ini perlu diatasi dengan segera agar indikator kinerja/target
pengendalian DBD yang tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) yaitu Incident Rate (IR) DBD pada tahun 2014 adalah 51/100.000 penduduk,
serta ABJ sebesar 95% dapat dicapai.(1,2)

Faktor lingkungan fisik yang berperan terhadap timbulnya penyakit DBD meliputi
kelembaban, cuaca, kepadatan larva dan nyamuk dewasa, lingkungan di dalam rumah,
lingkungan di luar rumah dan ketinggian tempat tinggal. Unsur-unsur tersebut saling berperan
dan terkait pada kejadian infeksi Virus Dengue.
Vektor utama penyakit DBD di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti. Tempat yang
disukai sebagai tempat perindukannya adalah genangan air yang terdapat dalam wadah
(kontainer) tempat penampungan air artifisial misalnya drum, bak mandi, gentong, ember, dan
sebagainya; tempat penampungan air alamiah misalnya lubang pohon, daun pisang, pelepah daun
keladi, lubang batu; ataupun bukan tempat penampungan air misalnya vas bunga, ban bekas,
botol bekas, tempat minum burung dan sebagainya.
Hasil survei Departemen Kesehatan RI di 9 kota besar di Indonesiapada tahun 1986-1987
menunjukkan bahwa satu diantara tiga rumah maupun tempat umum ditempati jentik nyamuk
Aedes. Di samping itu, pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat tentang pencegahan
penyakit DBD pada umumnya sangat kurang, sehingga program yang dicanangkan pemerintah
tidak dapat berjalan efektif.
Mengingat kepentingan pengendalian jentik terpenting adalah yang berhubungan dengan
kesehatan manusia, maka sasaran yang berdekatan dengan kehidupan dan kegiatan manusia,
salah satu sasaran atau lokasi yang penting misalnya lingkungan perumahan. Berdasarkan
kondisi di atas pengendalian populasi nyamuk Ae. aegypti selayaknya dilakukan terutama
apabila kepadatan tinggi. Pemukiman di Kelurahan Pejaten Timur mempunyai kondisi yang
memungkinkan dijumpai populasi nyamuk Ae. aegypti.

Tabel.1: Grafik Angka Kejadian DBD di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu.

Tabel. 2: Grafik Angka Kejadian DBD di kelurahan Pejaten Timur

Dalam Upaya untuk memberantas DBD, tidak cukup hanya mengandalkan kepada
petugas kesehatan semata, namun peran serta masyarakat juga mempengaruhi angka kejadian
DBD dimana perilaku yang hidup bersih dan sehat, melakukan 3M, dan memakai ovitrap. Dapat
membantu upaya pemberantasan DBD. Perlu upaya dari Petugas kesehatan untuk mengedukasi

langkah langkah pemberantasan DBD dan perlu kemauan dari masyarakat untuk menjalankan
langkah langkah tersebut.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1

Rumusan Masalah
Rumusan masalah berdasarkan latar belakang adalah Bagaimana pengetahuan mayarakat

tentang 3m dan pemasangan Ovitrap serta bagaimana partisipasi masyarakat setelah adanya
penyuluhan.

1.3 TUJUAN PENELITIAN


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui Perilaku Masyarakat tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue di
Kelurahan Pejaten Timur.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
- Untuk mengetahui pengetahuan Masyarakat tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah
Dengue di Kelurahan Pejaten Timur.
- Mengetahui Sikap Masyarakat tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue di
Kelurahan Pejaten Timur.
- Mengetahui Tindakan Masyarakat tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue
di Kelurahan Pejaten Timur.

1.4 HIPOTESIS PENELITIAN

1.

Terdapat hubungan faktor pengetahuan masyarakat dengan kemauan untuk berpartisipasi


memberantas DBD di Kelurahan Pejaten Timur

2.

Masyarakat yang tidak berpartsisipasi dalam upaya pemberantasan DBD salah satu
faktornya adalah kurangnya edukasi mengenai DBD dan langkah pemberantasannya.

1.5 MANFAAT
1.1.1

Bagi Peneliti
Meningkatkan wawasan dan pengetahuan serta pengalaman dalam melaksanakan

penelitian yang sejenis.


1.1.2 Bagi Institusi
a.
Puskesmas Kelurahan Pejaten Timur
1. Sebagai bahan masukan bagi puskesmas dan petugas pelayanan kesehatan untuk
melakukan usaha memperluas wawasan masyarakat tentang pemberantasan DBD
2. Institusi yang terkait dapat melakukan upaya pencegahan yang berkenaan dengan
b.

penurunan kejadian DBD.


Fakultas Kedokteran Trisakti
1. Sebagai bahan penambahan karya ilmiah pada bagian ilmu kesehatan masyarakat
2. Menambah informasi dan wawasan kedokteran tentang hubungan pengetahuan

1.1.3

dan partisipasi masyarakat dalam upaya pemberantasan DBD


Bagi Masyarakat
Sebagai sumber informasi dan motivasi bagi para warga untuk menurunkan

kejadian

DBD

dan

meningkatkan

kesadaran

masyarakat

untuk

berpartisipasi

memberantas DBD

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 LANDASAN TEORI
5

2.1.1 Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)


2.1.1.1 Definisi DBD
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang terdapat pada anak-anak dan
orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya memburuk
setelah dua hari pertama dan apabila timbul renjatan (shock) angka kematian akan meningkat.
Demam pada DBD bisa sampai 390 - 400 C. Bila demam hanya berkisar 38 0 C
kemungkinan bukan DBD, tetapi bisa jadi penyakit infeksi virus lain seperti campak, rubella, dan
chikungunya atau virus Hanta (Demam Korea) atau penyakit lain karena infeksi bakteri seperti
tuberkulosa atau thypus atau penyakit radang selaput otak (meningitis).
Penyakit DBD merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Sejak
tahun 1968 jumlah kasusnya cenderung meningkat dan penyebarannya bertambah luas. Keadaan
ini erat kaitannya dengan peningkatan mobilitas penduduk sejalan dengan semakin lancarnya
hubungan transportasi serta tersebar luasnya virus Dengue dan nyamuk penularnya di berbagai
wilayah di Indonesia.

2.1.1.2 Penyebab DBD


Penyakit Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Virus Dengue sampai sekarang dikenal 4 serotipe
(Dengue-1, Dengue-2, Dengue-3, Dengue-4) termasuk dalam kelompok Arthropod Borne Virus
(Arbovirus). Ke-empat serotipe virus ini telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Hasil
penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Dengue-3 sangat berkaitan dengan kasus DBD berat
dan merupakan serotipe yang paling luas distribusinya disusul oleh Dengue-2, Dengue-1 dan
Dengue-4.1, 2

2.1.1.3 Mekanisme penularan DBD

Penyakit DBD hanya dapat ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti betina. Nyamuk ini
mendapat virus Dengue sewaktu menggigit/menghisap darah orang yang sakit DBD atau tidak
sakit DBD tetapi dalam darahnya terdapat virus Dengue. Orang yang mengandung virus Dengue
tetapi tidak sakit dapat pergi kemana-mana dan menularkan virus itu kepada orang lain di tempat
yang ada nyamuk Aedes aegypti.
Virus Dengue yang terhisap akan berkembang biak dan menyebar ke seluruh tubuh
nyamuk termasuk kelenjar liurnya. Bila nyamuk tersebut menggigit/menghisap darah orang lain,
virus itu akan berpindah bersama air liur nyamuk. Apabila orang yang ditulari tidak memiliki
kekebalan (umumnya anak-anak) maka ia akan menderita DBD. Nyamuk yang sudah
mengandung virus Dengue, seumur hidupnya dapat menularkan kepada orang lain. Dalam darah
manusia, virus Dengue akan mati dengan sendirinya dalam waktu lebih kurang 1 minggu.
Gambar. 1: Mekanisme Penularan DBD

Faktor-faktor yang terkait dalam penularan DBD pada manusia antara lain:
1. Jenis Kelamin
tidak ditemukan perbedaan kerentanan terkena penyakit DBD yang dikaitkan dengan
perbedaan jenis kelamin, laki-laki dan perempuan sama-sama berpotensi terserang DBD.1,3
2. Status Pendidikan
7

keluarga dengan tingkat pendidikan rendah biasanya sulit untuk menerima arahan dalam
pemenuhan gizi dan sulit diyakinkan mengenai pentingnya pemenuhan kebutuhan gizi atau
pentingnya pelayanan kesehatan lain yang menunjang tumbuh kembang anak.
3. Kepadatan Penghuni Rumah
apabila di suatu rumah ada nyamuk penular DBD yaitu Aedes aegypti maka akan
menularkan penyakit DBD pada semua orang yang tinggal di rumah tersebut atau di rumah
sekiranya yang berada dalam jarak terbang nyamuk yaitu 50 meter dan orang yang berkunjung
ke rumah tersebut.
4. Umur
DBD pada umumnya menyerang dewasa di banding anak-anak.5
Penularan virus Dengue melalui gigitan nyamuk lebih banyak terjadi di tempat yang
padat penduduk seperti di perkotaan dan pedesaan pinggir kota. Oleh karena itu, penyakit DBD
lebih bermasalah di daerah sekitar perkotaan.1, 3
Tempat yang potensial untuk terjadi penularan DBD adalah:
1. Wilayah yang banyak kasus DBD (endemis)
2. Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang datang
dari berbagai wilayah, sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe
virus Dengue cukup besar. Tempat-tempat tersebut antara lain:
a. Sekolah yang disebabkan karena siswa sekolah berasal dari berbagai wilayah serta
siswa sekolah merupakan kelompok umur yang paling susceptible terserang DBD.
b. Rumah sakit/puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya
c. Tempat umum lainnya seperti hotel, pertokoan, pasar, restoran dan tempat ibadah.
3.

Pemukiman baru di pinggir kota karena di lokasi ini penduduknya berasal dari
berbagai wilayah, maka kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carier yang
membawa virus Dengue yang berlainan dari masing-masing lokasi asal.
8

2.1.1.4

Tanda dan Gejala DBD

2.1.1.4.1 Demam
Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus menerus berlangsung 2-7
hari, kemudian turun secara cepat. Terdapat 3 fase pada DBD :
1. Fase Febris
Pasien mengalami demam tinggi mendadak. Fase ini biasanya terjadi antara 2-7 hari dan
sering diikuti dengan kemerahan pada wajah, kulit; nyeri pada seluruh tubuh, mialgia, artralgia,
nyeri retroorbital, fotophobia, dan nyeri kepala. Beberapa pasien juga dapat mengeluhkan nyeri
tenggorok, faring hiperemis, dan injeksi konjungtiva, anoreksia, mual, dan muntah.4
Pada fase ini infeksi dengue akan sulit dibedakan dengan demam yang disebabkan nondengue. Uji torniquet positif meningkatkan kemungkinan infeksi dengue. 4,5

Manifestasi

perdarahan ringan seperti ptekiae dan perdarahan membran mukosa bisa terjadi.5,6 Perdarahan
masif vagina dan saluran pencernaan dapat terjadi pada fase ini namun sangat jarang terjadi. 5
Hepar akan membesar dan nyeri beberapa hari setelah demam muncul. Abnormalitas
pemeriksaan laboratorium adalah penurunan jumlah total leukosit, yang merupakan tanda yang
meningkatkan kemungkinan infeksi dengue.4

Gambar. 2 : bintik bintik perdarahan di bawah kulit.1


2. Fase Kritis
Selama masa transisi dari fase febris ke fase tidak febris, pasien tanpa peningkatan
permeabilitas kapiler akan membaik tanpa melewati fase kritis. Sedangkan pasien dengan
9

peningkatan permeabilitas kapiler dapat menunjukkan tanda bahaya yang kebanyakan


merupakan akibat dari kebocoran plasma.5,6
Awal dari fase kritis adalah turunnya suhu tubuh menjadi 37,5 38.00C atau lebih rendah,
biasanya terjadi 3-8 hari setelah hari pertama demam. Leukopenia progresif diikuti dengan
penurunan drastis trombosit menyebabkan kebocoran plasma. Peningkatan hematokrit diatas
normal merupakan tanda awal adanya kebocoran plasma. Periode klinis kebocoran plasma
biasanya terjadi selama 24-48 jam.5,6 Derajat kebocoran plasma sangat bervariasi. Peningkatan
hematokrit menyebabkan perubahan tekanan darah dan volume nadi.
Derajat hemokonsenterasi di atas hematokrit dasar menggambarkan beratnya kebocoran
plasma. Pemeriksaan hematokrit sangat penting untuk menentukan kebutuhan dari terapi cairan
intravena. Efusi pleura dan asites biasanya terdeteksi setelah terapi cairan intravena, kecuali
kebocoran plasma sangat signifikan. Radiografi foto dada lateral decubitus, USG dada dan
abdomen, atau kantung empedu merupakan cara deteksi awal. Selain tanda dari kebocoran
plasma, manifestasi perdarahan seperti mudah memar dan perdarahan saat dilakukan vena punksi
sering terjadi.6
Syok terjadi ketika volume kritis plasma hilang melalui kebocoran, hal ini ditandai
dengan munculnya tanda bahaya. Suhu tubuh menjadi rendah saat syok terjadi. Pada syok berat
dan atau berkepanjangan dapat terjadi hipoperfusi yang menyebabkan asidosis metabolik,
kerusakan organ progresif, dan koagulasi intravaskular diseminata. Hal ini menyebabkan
perdarahan berat yang menyebabkan penurunan hematokrit pada syok yang berat. Selain
leukopenia yang sering terlihat pada fase ini, peningkatan leukosit juga dapat terjadi akibat
respon stres pada pasien dengan perdarahan masif. Selain itu, gangguan organ dapat muncul
seperti hepatitis berat, ensefalitis, miokarditis, dan atau perdarahan masif tanpa kebocoran
plasma hebat atau syok.6

Tanda Bahaya Dengue


Tanda bahaya dengue biasanya muncul pada hari ke 3-7 dari demam hari pertama.
Muntah persisten dan nyeri perut hebat merupakan indikasi awal kebocoran plasma dan semakin
memburuk pada keadaan syok.

Akumulsi cairan pada rongga abdomen ataupun pleura,

perdarahan mukosa, letargi, pembesaran hepar >2cm, serta peningkatan hematokrit disertai
dengan penurunan drastis trombosit.6
10

3. Fase Pemulihan
Pasien akan mengalami fase ini setelah 24-48 jam melalui fase kritis, reabsorpsi secara
bertahap dari cairan ekstraseluler terjadi 48-72 jam setelahnya. Manifestasi klinis mulai
membaik, tanda vital stabil, dan diuresis sesuai normal. Pada beberapa pasien muncul confluent
erythematous atau petechial rash. Hematokrit mulai menurun menjadi normal disertai dengan
peningkatan leukosit, namun peningkatan trombosit biasanya terjadi setelahnya.6

Gambar. 3 : Tanda penyembuhan DBD, ruam petekie yang menyeluruh dengan


bercak- bercak putih.1

4. Dengue Berat
Kasus dengue berat dinyatakan pada pasien yang dicurigai terinfeksi dengue yang
memiliki tanda salah satu dari:
1. Kebocoran plasma berat yang menyebabkan syok dan atau terakumulasinya cairan
dengan gangguan pernapasan
2. Perdarahan hebat
3. Kerusakan organ berat
11

Klasifikasi
Derajat penyakit demam berdarah dengue menurut WHO 1997 adalah: 6
Derajat I

Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

Derajat II

perdarahan ialah uji bending


Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau

Derajat III

perdarahan lain
Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat,
tekanan nadi menurun atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit

Derajat IV

dingin dan lembap dan anak tampak gelisah


Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan
darah tidak terukur

2.1.1.4.2 Tanda-tanda perdarahan


Perdarahan ini disebabkan oleh trombositopeni dan gangguan fungsi trombosit.
Perdarahan ini terjadi di semua organ. Perdarahan ini dapat berupa uji tourniquet (Rumple leede)
positif atau dalam bentuk satu atau lebih manifestasi perdarahan sebagai berikut: Petekie,
Purpura, Ekimosis, Perdarahan konjungtiva, Epistaksis, Perdarahan gusi, Hematemesis, Melena
dan Hematuri.
Petekie merupakan tanda perdarahan yang tersering ditemukan. Tanda ini dapat muncul
pada hari-hari pertama demam. Petekie sering sulit dibedakan dengan bekas gigitan nyamuk.
Untuk membedakannya, maka regangkan kulit, jika hilang maka bukan petekie. Epistaksis atau
perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, sedangkan perdarahan gastrointestinal biasanya
menyertai renjatan. Kadang-kadang dijumpai pula perdarahan konjungtiva serta hematuri.
Uji tourniquet positif sebagai tanda perdarahan ringan, dapat dinilai sebagai presumptive
test (dugaan keras) oleh karena uji tourniquet positif pada hari-hari pertama demam terdapat
12

pada sebagian besar penderita DBD. Uji tourniquet dinyatakan positif jika terdapat 10 atau lebih
petekie seluas 1 inci persegi (2,5 x 2,5 cm) di lengan bawah bagian depan dekat lipat siku.
Namun uji tourniquet positif dapat juga dijumpai pada penyakit virus lain (campak, demam,
chikungunya), infeksi bakteri (thypus abdominalis) dan lain-lain.

2.1.1.4.3 Hepatomegali (pembesaran hati)


Pembesaran hati berkaitan dengan strain serotipe virus Dengue. Sifat pembesaran hati:
1) Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit
2) Pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit
3) Nyeri tekan sering kali ditemukan tanpa disertai dengan ikterus.
2.1.1.4.4 Renjatan (shock)
Renjatan disebabkan karena perdarahan atau kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler
melalui kapiler darah yang rusak. Tanda-tanda renjatan adalah:
1) Kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki.
2) Penderita menjadi gelisah
3) Sianosis di sekitar mulut
4) Nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba
5) Tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang)
6) Tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun hingga 80 mmHg atau kurang)

2.1.1.4.5 Trombositopeni
Jumlah trombosit di bawah 150.000/mm3 biasanya ditemukan diantara hari ketiga sampai
ketujuh sakit. Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai kita yakin trombosit dalam batas13

batas normal atau menyokong ke arah penyakit DBD. Pemeriksaan dilakukan minimal 2 kali.
Pertama pada waktu pasien masuk dan apabila normal diulangi pada hari kelima sakit. Bila perlu
diulangi lagi pada hari ke 6-7 sakit.

2.1.1.4.6

Hemokonsentrasi

Meningkatnya nilai hematokrit (Ht) merupakan indikator yang peka terhadap akan
terjadinya renjatan sehingga perlu dilakukan pemeriksaan berulang secara periodik.
2.1.1.4.7

Gejala klinik lain

1) Gejala klinik lain yang dapat menyertai penderita penyakit DBD adalah anoreksia, lemah,
mual, muntah, sakit perut, diare atau konstipasi dan kejang.
2) Pada beberapa kasus terjadinya kejang disertai hiperpireksia dan penurunan kesadaran
sehingga sering diduga sebagai ensepalitis.
3) Keluhan sakit yang hebat sering kali timbul mendahului perdarahan gastrointestinal dan
renjatan.
2.1.2 Vektor Penyakit DBD
Vektor adalah Arthropoda yang secara aktif menularkan mikroorganisme penyebab
penyakit dari penderita kepada orang yang sehat baik secara mekanik maupun biologi. Penularan
penyakit DBD dari satu orang ke orang lain dengan perantara nyamuk Aedes. Penyakit ini tidak
akan menular tanpa ada gigitan nyamuk. Nyamuk pembawa virus Dengue yang paling utama
adalah jenis Aedes aegypti, sedangkan Aedes albopictus relatif jarang. Nyamuk Aedes aegypti
mulanya berasal dari Mesir yang kemudian menyebar ke seluruh dunia, melalui kapal laut atau
udara. Nyamuk hidup dengan baik di belahan dunia yang beriklim tropis dan subtropis seperti
Asia, Afrika, Australia, dan Amerika.
14

Gambar. 4: Nyamuk Aedes


aegypti
2.1.2.1

Morfologi Nyamuk Aedes

aegypti
Nyamuk berukuran kecil (4-13 mm) dan rapuh. Kepalanya mempunyai probosis halus
dan panjang yang melebihi panjang kepala. Pada nyamuk betina, probosis dipakai sebagai alat
untuk menghisap darah, sedangkan pada nyamuk jantan untuk menghisap bahan-bahan cair
seperti cairan tumbuh-tumbuhan, buah-buahan dan juga keringat. Di kiri kanan probosis terdapat
palpus yang terdiri dari 5 ruas dan sepasang antena yang terdiri dari 15 ruas. Antena pada
nyamuk jantan berambut lebat (plumose) dan pada nyamuk betina jarang (pilose). Sebagian besar
toraks yang tampak (mesonotum) diliputi bulu halus. Bagian posterior dari mesonotum terdapat
skutelum yang membentuk 3 lengkungan (trilobus).
Sayap nyamuk panjang dan langsing, mempunyai vena yang permukaannya ditumbuhi
sisik-sisik sayap (wing scales) yang letaknya mengikuti vena. Pada pinggir sayap terdapat
sederetan rambut yang disebut fringe. Abdomen berbentuk silinder dan terdiri dari 10 ruas. Dua
ruas yang terakhir berubah menjadi alat kelamin. Nyamuk mempunyai 3 pasang kaki
(heksapoda) yang melekat pada toraks dan tiap kaki terdiri atas 1 ruas femur, 1 ruas tibia dan 5
ruas tarsus.

2.1.2.2 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti


a. Telur
15

Nyamuk Aedes aegypti meletakkan telur di atas permukaan air satu per satu. Telur dapat
bertahan hidup dalam waktu yang cukup lama dalam bentuk dorman. Namun, bila air cukup
tersedia, telur-telur biasanya menetas 2-3 hari sesudah diletakkan.
b. Larva
Telur menetas menjadi larva atau sering disebut dengan jentik. Larva nyamuk memiliki
kepala yang cukup besar serta toraks dan abdomen yang cukup jelas. Untuk mendapatkan
oksigen dari udara, larva nyamuk Aedes aegypti biasanya menggantungkan tubuhnya agak tegak
lurus dengan permukaan air. Kebanyakan larva nyamuk menyaring mikroorganisme dan partikelpartikel lainnya dalam air. Larva biasanya melakukan pergantian kulit sebanyak empat kali dan
berpupasi sesudah 7 hari.
c. Pupa
Setelah mengalami pergantian kulit keempat, maka terjadi pupasi. Pupa berbentuk agak
pendek, tidak makan, tetapi tetap aktif bergerak dalam air terutama bila diganggu. Bila
perkembangan pupa sudah sempurna, yaitu sesudah 2 atau 3 hari, maka kulit pupa pecah dan
nyamuk dewasa keluar dan terbang.
d. Dewasa
Nyamuk dewasa yang keluar dari pupa berhenti sejenak di atas permukaan air untuk
mengeringkan tubuhnya terutama sayap-sayapnya. Setelah itu nyamuk akan terbang untuk
mencari makan. Dalam keadaan istirahat, nyamuk Aedes aegypti hinggap dalam keadaan sejajar
dengan permukaan.
Gambar. 5: Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti

16

2.1.2.3 Tempat Pembiakan Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti yang aktif pada siang hari biasanya meletakkan telur dan berbiak
pada tempat-tempat penampungan air bersih atau air hujan seperti bak mandi, tangki
penampungan air, vas bunga (di rumah, sekolah, kantor, atau perkuburan), kaleng-kaleng atau
kantung-kantung plastik bekas, di atas lantai gedung terbuka, talang rumah, bambu pagar, kulitkulit buah seperti kulit buah rambutan, tempurung kelapa, ban-ban bekas, dan semua bentuk
kontainer yang dapat menampung air bersih. Jentik-jentik nyamuk dapat terlihat berenang naik
turun di tempat-tempat penampungan air tersebut.1 Keberadaan larva berhubungan dengan jenis
container, larva paling banyak didapatkan di bak mandi dan ember.2,4

2.1.2.4 Perilaku Nyamuk Aedes aegypti 1


Untuk dapat memberantas nyamuk Aedes aegypti secara efektif diperlukan pengetahuan
tentang pola perilaku nyamuk tersebut yaitu perilaku mencari darah, istirahat dan berkembang
biak, sehingga diharapkan akan dicapai PSN dan jentik nyamuk Aedes aegypti yang tepat.
a. Perilaku Mencari Darah
Setelah kawin, nyamuk betina memerlukan darah untuk bertelur. Nyamuk betina
menghisap darah manusia setiap 2 3 hari sekali. Menghisap darah pada pagi hari sampai sore
hari, dan lebih suka pada jam 08.00 12.00 dan jam 15.00 17.00. Untuk mendapatkan darah
17

yang cukup, nyamuk betina sering menggigit lebih dari satu orang. Jarak terbang nyamuk sekitar
100 meter . Umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan.
b. Perilaku Istirahat
Setelah kenyang menghisap darah, nyamuk betina perlu istirahat sekitar 2 3 hari untuk
mematangkan telur. Tempat istirahat yang disukai yaitu tempat-tempat yang lembab dan kurang
terang, seperti kamar mandi, dapur, WC, di dalam rumah seperti baju yang digantung, kelambu,
tirai, di luar rumah seperti pada tanaman hias di halaman rumah.
c. Perilaku Berkembang Biak
Nyamuk Aedes aegypti bertelur dan berkembang biak di tempat penampungan air bersih.
Telur diletakkan menempel pada dinding penampungan air, sedikit di atas permukaan air. Setiap
kali bertelur, nyamuk betina dapat mengeluarkan sekitar 100 butir telur dengan ukuran sekitar
0,7 mm per butir. Telur ini di tempat kering (tanpa air) dapat bertahan sampai 6 bulan. Telur akan
menetas menjadi jentik setelah sekitar 2 hari terendam air. Jentik nyamuk setelah 6 8 hari akan
tumbuh menjadi pupa nyamuk. Pupa nyamuk masih dapat aktif bergerak didalam air, tetapi tidak
makan dan setelah 12 hari akan memunculkan nyamuk Aedes aegypti yang baru.(8,9)
Survei Perangkap Telur (ovitrap)
Survei ini dilakukan dengan cara memasang ovitrap yaitu berupa bejana misalnya
potongan bambu, kaleng (seperti kaleng susu atau gelas plastik) yang dinding bagian dalamnya
dicat hitam, pasang kasa nyamuk dibagian atas wadah kemudian diberi air secukupnya. sebagai
tempat meletakkan telur nyamuk. Ovitrap diletakkan di dalam dan di luar rumah di tempat yang
gelap dan lembab. Setelah 2 minggu dilakukan pemeriksaan ada tidaknya telur nyamuk di padel.
Gambar.6: Ovitrap

18

Secara khusus, ovitrap digunakan untuk mendeteksi manifestasi nyamuk ke area baru
yang sebelumnya pernah dibasmi. Alat ini dikembangkan oleh Fay dan Eliason pada tahun 1966
dan disebarluaskan oleh CDC (Sayono dkk, 2010). Pada beberapa negara telah dilakukan
pengendalian vektor Aedes dengan memanfaatkan perangkap telur (ovitrap).
Pencegahan dan Pengendalian Vektor DBD
Vektor adalah arthropoda yang dapat memindahkan atau menularkan suatu infectious
agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan.
Pengendalian vektor merupakan upaya yang dilakukan untuk mengurangi atau menekan
populasi vektor serendah-rendahnya sehingga tidak berarti lagi sebagai penular penyakit dan
menghindarkan terjadinya kontak antara vektor dan manusia. (9)
Upaya pencegahan tidak harus dilakukan saat kita sudah benar-benar sakit. Tetapi, upaya
pencegahan harus dilakukan jauh sebelumnya yaitu pada kondisi sehat pun harus ada upaya yang
positif. Tindakan pencegahan merupakan upaya untuk memotong perjalanan riwayat alamiah
penyakit pada titik-titik atau tempat-tempat yang paling berpotensi menyebabkan penyakit atau
sumber penyakit.(10)
Pencegahan penyakit DBD dapat dilakukan dengan cara mengendalikan nyamuk Aedes
aegypti sebagai vektor utama DBD. Pencegahan yang efektif seharusnya dilaksanakan secara
integral bersama-sama antara masyarakat, pemerintah dan petugas kesehatan.
Hingga saat ini pemberantasan nyamuk Aedes aegypti merupakan cara utama yang
dilakukan untuk memberantas DBD karena vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi
virusnya belum tersedia. Sasaran pemberantasan DBD dapat dilakukan pada nyamuk dewasa dan
jentik. Upaya pemberantasan meliputi:(9,10,11)
a. Pencegahan dengan cara menguras, menutup, dan mengubur atau dikenal dengan
gerakan 3 M, yaitu:
1. Menguras tempat penampungan air secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali
atau menaburkan bubuk abate ke dalamnya
2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air
3. Mengubur/menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan
seperti kaleng bekas, plastik, dll.

19

b. Pemberantasan vektor/nyamuk, penyemprotan/fogging fokus pada lokasi yang ditemui


kasus
c. Kunjungan ke rumah-rumah untuk pemantauan jentik dan abatisasi
d. Penyuluhan dan kerja bakti melakukan 3 M.
Kegiatan PSN DBD selain dilakukan dengan cara 3 M, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia juga mencanangkan 3 M plus yaitu 3 M ditambah dengan:
a. Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat lainnya yang
sejenis seminggu sekali
b. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak
c. Menutup lubang-lubang atau potongan bambu/pohon dengan tanah atau yang lain
d. Menaburkan bubuk larvasida misalnya di tempat-tempat yang sulit dikuras
e. Memelihara ikan pemakan jentik di kolam atau bak penampungan air
f. Memasang kawat kasa
g. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam kamar
h. Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai
i. Menggunakan kelambu
j. Memakai obat nyamuk yang dapat mencegah dari gigitan nyamuk.
Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat berarti meningkatkan kemampuan atau meningkatkan
kemandirian masyarakat. Dalam pemberdayaan masyarakat hal yang terutama adalah adanya
partisipasi masyarakat yaitu keterlibatan masyarakat dalam pembangunan, meliputi kegiatan
dalam perencanaan dan pelaksanaan (implementasi) program/proyek pembangunan yang
dikerjakan di dalam masyarakat lokal. Partisipasi atau peran serta masyarakat dalam
pembangunan merupakan aktualisasi dari kesediaan dan kemampuan anggota masyarakat untuk
berkorban dan berkontribusi dalam implementasi program yang dilaksanakan. (12,13)
Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan sangat penting untuk mencegah penyakit,
meningkatkan usia hidup dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Untuk mencapai tujuan
tersebut perlu adanya upaya pengorganisasian masyarakat yang pada hakikatnya adalah
menghimpun potensi masyarakat atau sumber daya yang ada di dalam masyarakat itu sendiri
melalui upaya preventif, kuratif, promotif dan rehabilitatif kesehatan mereka sendiri.
20

Penggerakan dan pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat
persuasif dan melalui memerintah yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap,
perilaku, dan kemampuan masyarakat dalam menemukan, merencanakan, serta memecahkan
masalah dengan menggunakan sumber daya/potensi yang mereka miliki termasuk partisipasi dan
dukungan tokoh-tokoh masyarakat. Tujuan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan antara
lain:
1. Menumbuhkan kesadaran, pengetahuan dan pemahaman akan kesehatan individu,
kelompok dan masyarakat
2. Menimbulkan kemauan yang merupakan kecenderungan untuk melakukan suatu
tindakan atau sikap untuk meningkatkan kesehatan mereka
3. Menimbulkan kemampuan masyarakat untuk mendukung terwujudnya perilaku sehat.
Salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat adalah pembentukan jumantik. Jumantik
merupakan warga masyarakat setempat yang telah dilatih oleh petugas kesehatan mengenai
penyakit DBD dan upaya pencegahannya sehingga mereka dapat mengajak masyarakat
seluruhnya untuk berpartisipasi aktif mencegah penyakit DBD. Tujuan pembentukan jumantik
agar dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat dan keluarga untuk membiasakan diri
dalam menjaga kebersihan lingkungan, terutama tempat-tempat yang dapat menjadi sarang
nyamuk penular DBD.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi jumantik sebagai berikut:
1) Bertempat tinggal di daerah yang bersangkutan
2) Usia produktif (15-64 tahun)
3) Sehat jasmani maupun rohani
4) Dapat membaca dan menulis dengan tingkat pendidikan minimal lulus SD
5) Mampu berkomunikasi dengan baik dan jelas
6) Mampu menjadi motivator
7) Mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan baik

21

Kerangka Teori

Agent :
Nyamuk Aedes

Host :
Manusia

Environtment :
3M Plus
Ovitrap

22

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep penelitian adalah kerangka hubungan antara konsep konsep yang ingin
diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan. Kerangka konsep pada penelitian ini sebagai
berikut :
Variabel Bebas

Variabel Terikat

Partisipasi Masyarakat :
Menerapkan 3M

Angka Bebas Jentik

Menggunakan
ovitrap

3.2 VARIABEL PENELITIAN


Variable dalam penelitian ini adalah :
a. Variable Bebas
1. Partisipasi Masyarakat
2. Menerapkan 3M
3. Penggunaan ovitrap
b. Variabel Terikat
1. Angka Bebas Jentik Demam Berdarah Dengue (ABJ DBD)

23

3.3 DEFINISI OPERASIONAL


No. Variable
1
Partisipasi
Masyarakat

Definisi operasional
Keterlibatan aktif masyarakat dalam
proses pengambilan keputusan,
pelaksanaan, pemanfaatan hasil, dan
evaluasi.1 Peran serta aktif dari
pemilik rumah diharapkan mampu
meningkatkan ABJ di lingkungan
masing masing.2

Cara ukur
wawancara

Alat ukur
kuisioner

Hasil
terdapat
perbedaan
jawaban
setelah
diberi
penyuluhan.

skala
nominal

Pemakaian
ovitrap

Penerapan perangkap telur nyamuk observasi


yang berupa tabung gelas kecil
bermulut lebar yang dicat hitam
dibagian luarnya, tabung diisi air
sampai setengahnya.

Ovitrap

Dipasang
tidak
dipasang

/ nominal

Angka
Bebas Jentik

Presentase rumah atau tempat Observasi


umum yang tidak ditemukan jentik
pada pemeriksaan jentik yang
biasanya dilakukan oleh pemerintah
melalui Depkes untuk menentukan
apakah suatu wilayah / daerah sudah
bebas jentik / belum. Pemeriksaan
jentik dilakukan sebagai salah satu
cara pencegahan dini wabah
penyakit DBD yang disebabkan
nyamuk Aedes.

Tidak
memakai
alat
(visual)

Didapatkan
Rasio
jentik / tidak
terdapat
jentik

sumber
1)repository.ip
b.ac.id
2)ejournal.litba
ng.depkes.go.id

http://digilib.un
ismus.ac.id

Portal
informasi

Ukuran yang dipakai untuk


mengetahui kepadatan jentik Aedes
aegypti, ABJ:
(Jumlah rumah/bangunan yang tidak
ditemukan jentik :
Jumlah rumah/bangunan yang
diperiksa) x 100%

24

No. Variable
4
Penerapan
3M

Definisi operasional
Tindakan pencegahan dan
pemberantasan sumber larva salah
satunya yaitu gerakan kebersihan
3M Plus, 3M yaitu menguras
tempat penampungan air sekurangkurangnya seminggu sekali, atau

Cara ukur
Observasi

Alat ukur
Tidak
memakai
alat
(visual)

Hasil
skala
Dilakukan / Nominal
tidak
dilakukan

menutupnya rapat-rapat, mengubur


barang bekas yang dapat
menampung air. Ditambah (plus)
dengan cara lainnya, seperti:
Mengganti air vas bunga, tempat
minum burung atau tempat-tempat
lainnya yang sejenis seminggu
sekali.
Memperbaiki saluran dan talang
air yang tidak lancar/rusak
(dengan tanah, dan lain-lain)
Menaburkan bubuk larvasida,
misalnya di tempat-tempat yang
sulit
dikuras atau di daerah yang sulit air
Memelihara ikan pemakan jentik
di kolam/bak-bak penampungan air
Memasang kawat kasa
Menghindari kebiasaan
menggantung pakaian dalam kamar
Mengupayakan pencahayaan dan
ventilasi ruang yang memadai
Menggunakan kelambu
Memakai obat yang dapat
mencegah gigitan nyamuk 1,2

BAB IV
25

sumbe
1)www
l.uui.a

2)man
DBD D

METODELOGI PENELITIAN

4.1 JENIS PENELITIAN


Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif observasional dengan rancangan cross
sectional (potong silang). Dalam penelitian cross sectional peneliti mencari hubungan antara
variabel bebas dan variabel tergantung dengan melakukan pengukuran pada saat tertentu. Studi
ini difokuskan pada tingkat partisipasi masyarakat setelah diberikan penyuluhan. Dalam
penelitian ini variabel tergantungnya adalah angka bebas jentik (ABJ) dan variable bebasnya
adalah partisipasi masyarakat, penerapan 3M, pemasangan ovitrap.
Penelitian kuantitatif observasional merupakan penelitian yang menghasilkan data dari kuisioner
sebelum dan setelah penyuluhan kemudian di observasi pada satu waktu tertentu.

4.2 LOKASI dan WAKTU PENELITIAN


4.2.1 Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di RT 15 dan RT 01 yang berasal dari RW 06 Kelurahan Pejaten
Timur, Kecamatan Pasar Minggu. Lokasi ini terpilih karena masyarakat bertempat di RT 15
kurang tanggap terhadap lingkungan, termasuk daerah kumuh, dan banyak sampah yang kurang
di tata. Dan masyarakat bertempat di RT 01 dipilih karena angka kejadian DBD paling rendah
dalam RW 06 walaupun termasuk daerah kumuh.

4.2.2 Waktu penelitian


26

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2015.

4.3 POPULASI dan SAMPEL PENELITIAN


4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah masyarakat yang berasal dari RW 06
Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan Pasar Minggu, yang bertempat di RT 15 yang sebanyak 70
KK dan RT 01 100 KK.
4.3.2 Kriteria inklusi dan eksklusi
1. Kriteria inklusi
a)
b)
c)
d)

Kepala keluarga yang tinggal dan menetap di Kelurahan Pejaten Timur minimal 2 tahun.
Memiliki tempat penampungan air
Kondisi lingkungan rumah kumuh
Bersedia menjadi responden dan menandatangani informed consent.
2. Kriteria eksklusi

a) Tidak bertemu pemiliki rumah


4.3.3 Sampel Penelitian
Besar Sampel
Perkiraan besar sampel yang digunakan pada penelitian ini menggunakan rumus :
Rumus populasi infinit :
Rumus populasi infinit :

N0 =

N0

= besarnya sampel

27

= Tingkat kemaknaan yang dikehendaki 95% besarnya 1,96

= proporsi penyakit diare pada kelurahan pejaten timur adalah 84%*

= Prevalensi atau proporsi yang tidak mengalami peristiwa yang diteliti :


1- p = 1- 0,84 = 0,16

= Akurasi dari ketepatan pengukuran untuk p >10% adalah 0,05

n = ((1,96)2 x 0,84 x 0,16) = 206,4 dibulatkan menjadi 206


(0,05)2
*Persentase didapatkan berdasarkan data Riset kesehatan dasar (Riskesdas) demam berdarah di
DKI Jakarta tahun 2010
Rumus populasi finit
n=

= Besar sampel yang dibutuhkan untuk populasi yang finit

n0

= Besar sampel dari populasi yang infinit

= Besar sampel populasi finit

Karena jumlah masyrakat yang terdapat di kelurahan Pejaten Timur berjumlah 206 KK maka :
n=

206

= 93,21 dibulatkan menjadi 93 KK

(1+ 206/170)
antisipasi drop out = 10% x n
antisipasi drop out = 10% x = 9,32
Total sampel = n + antisipasi drop out
28

Total sampel = 93,2 + 9,32 = 102,52 masyarakat dibulatkan menjadi 103 sampel (yang
disebarkan kepada responden sebanyak 105)
4.4 CARA PENGAMBILAN DATA
Data yang dikumpulkan adalah data primer. Data primer didapatkan dari hasil
pembagian kuesioner kepada masyarakat yang bertempat tinggal di kelurahan Pejaten
Timur yang dijadikan sampel, kemudian hasil kuesioner dianalisis. Pengambilan
sampelnya menggunakan simple random sampling. Pengumpulan sampel dilakukan
dengan cara memilih masyarakat yang bertempat tinggal di kelurahan Pejaten Timur
secara acak pada RT 15 dan RT 01 yang ada di Kecamatan Pasar Minggu.

ALUR PENGAMBILAN SAMPEL


Kecamatan Pasar
minggu

Purposive sampling
Kelurahan Pejaten
Timur

RW
06

Purposive sampling

Purposive sampling

RT 15 & RT
01
170 KK

Sim
ple
rand
om
Sam
plin
g

4.5

29

4.6 INSTRUMEN PENELITIAN


No. Instrument
1
Kuisioner

Fungsi
Untuk mengetahui :
1. Tingkat pengetahuan tentang penyakit DBD.
2. Pandangan masyarakat mengenai pencegahan

4.7

DBD.
ALUR PENGAMBILAN DATA

4.8
Proposal
disetujui

Peneliti turun ke
lapangan

Peneliti mengumpulkan sampel


berdasarkan non probability sampling
(Purposive Sampling) untuk memilih
kelurahan, RT dan RW dan dilanjutkan
dengan Simple Random Sampling untuk
memilih KK

Peneliti memberikan
kuisioner sebelum dan
setelah penyuluhan,
kemudian dianalisis untuk
mendapatkan data primer.
Pengolahan
data

Penyajian data dalam bentuk


presentasi

4.8. ANALISIS DATA


30

Langkah yang dilakukan dalam menganalisis data dalam penelitian ini dijabarkan sebagai
berikut.
1. Meringkas Data
Data dengan kategori sama dimasukan menjadi satu, dapat dalam bentuk

kuotasi,

matriks, diagram, tabel, dan flowchart. Data yang sudah ringkas ini ditujukan untuk
memberikan gambaran hubungan antar variabel.
2. Indetifikasi variabel dan hubungan antar variabel
Tahap identifikasi ini dilakukan dengan mencari fakta, menghitung, dan verifikasi hasil
penelitian dengan melihat data yang independen, serta mendukung adanya hubungan
sebab-akibat.
3. Mengambil kesimpulan
Identifikasi kaitan dari suatu topik dilakukan pada tahap ini.
Jenis analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis tema, dilakukan untuk
menemukan pola yang pihak lain tidak melihatnya secara jelas. Kegiatan analsisi tema
tediri dari 3 alur yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan atau verifikasi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan RI. 2004a. Informasi Penyakit Menular Demam Berdarah. Jakarta
31

2. Departemen Kesehatan RI. 2004b. Kebijaksanaan Program P2DBD dan Situasi Terkini DBD di
Indonesia. Jakarta
3. Depkes R.I. 1996. Membina Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue
(PSN)-DBD) : Petunjuk Bagi Kelompok Kerja Operasional Pemberantasan Penyakit Demam
Berdarah Dengue (POKJANAL DBD). Jakarta: Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Hlm 1-3.
4. Dengue Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. New Edition 2009. World
Health Organization
5. Rigau-Prez JG et al., Dengue and dengue haemorrhagic fever. Lancet, 1998, 352:971977.
6. Kalayanarooj S et al., Early clinical and laboratory indicators of acute dengue illness. Journal of
Infectious Diseases, 1997, 176:313321.
7. Balmaseda A et al., Assessment of the World Health Organization scheme for classification of
dengue severity in Nicaragua. American Journal of Tropical Medicine and Hygiene, 2005,
73:10591062.
8. Dengue Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. New Edition 2009. World
Health Organization
9. Rigau-Prez JG et al., Dengue and dengue haemorrhagic fever. Lancet, 1998, 352:971977.
10. Kalayanarooj S et al., Early clinical and laboratory indicators of acute dengue illness. Journal of
Infectious Diseases, 1997, 176:313321.
11. Cao XT et al., Evaluation of the World Health Organization standard tourniquet test in the
diagnosis of dengue infection in Vietnam. Tropical Medicine and International Health, 2002,
7:125132.
12. Balmaseda A et al., Assessment of the World Health Organization scheme for classification of
dengue severity in Nicaragua. American Journal of Tropical Medicine and Hygiene, 2005,
73:10591062.

32

13. Srikiatkhachorn A et al., Natural history of plasma leakage in dengue hemorrhagic fever: a serial
ultrasonic study. The Pediatric Infectious Disease Journal, 2007, 26(4):283-290.

33

Anda mungkin juga menyukai