Anda di halaman 1dari 25

PROGRAM PEMBANTERASAN DEMAM BERDARAH DENGUE

1. PENDAHULUAN1
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. DBD merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia
karena incidence rate-nya yang terus meningkat dan penyebarannya semakin luas. Propinsi yang
terus mengalami peningkatan incidence rate DBD adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Timur,
Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
DKI Jakarta merupakan propinsi dengan jumlah penderita DBD terbanyak. Berdasarkan data
DInas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta jumla penderita DBD pada tahun 2003 sebanyak 14.071 orang
dengan case fatality rate (CFR) 0,42%. Pada tahun 2004 jumlah penderita meningkat tajam menjadi
20.640 orang dengan CFR 0,44% sedangkan tahun 2005 terjadi peningkatan dengan jumlah
penderita 23.466 orang dengan CFR 0,34%.
Berdasarkan kenyataan di atas, pemerintah Indonesia terus berusaha memperbaiki program
pembanterasan DBD. Program tersebut bertujuan untuk mengurangi penyebarluasan wilayah yang
terjangkit DBD, mengurangi jumlah penderita DBD, dan menurunkan angka kematian akibat DBD.
Strategi pembanterasan DBD lebih ditekankan pada upaya preventif, yaitu melaksanakan
penyemprotan masal sebelum musim penularan penyakit di daerah endemis DBD. Selain itu, juga
digalakkan kegiatan Pembanterasan Sarang Nyamuk (PSN) dan penyuluhan kepada masyarakat
melalui berbagai media.

2. PEMBAHASAN ISI

EPIDEMIOLOGI2
Penyelidikan epidemiologi dilakukan terhadap laporan adanya penderita DBD, terutama apabila terjadi
peningkatan kejadian atau adanya kematian DBD. Pada daerah yang selama beberapa waktu tidak
pernah ditemukan kasus DBD, maka adanya satu kasus DBD perlu dilakukan penyelidikan epidemiologi.
Di samping upaya menegakkan diagnosis, penyelidikan epidemiologi ditujukan pada penemuan kasus
lain di sekitar penderita, kasus indeks, serta sumber dan cara penularan. Penyelidikan epidemiologi juga
ditujukan kepada identifikasi adanya nyamuk penular DBD, tempat perindukan dan distribusinya. 2

1|Page
Penyelidikan epidemiologi dapat menentukan kemungkinan peningkatan dan penyebaran kasus
DBD serta kesiapsiagaan penanggulangan DBD di Pukesmas, Rumah Sakit dan di Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat, serta kemungkinan peningkatan SIstem Kewaspadaan Dini KLB DBD. 2

1. Frekuensi
a. Insidens

Angka insiden dirancang untuk mengukur rate pada orang sehat yang menjadi sakit selama suatu
periode waktu tertentu, yaitu jumlah kasus baru suatu penyakit dalam suatu populasi selama suatu
periode waktu tertentu:
Kasus baru yang terjadi dalam populasi selama periode waktu tertentu X 1000
Orang yang beresiko menjadi sakit dalam periode waktu tertentu
Insiden mengukur kemunculan penyakit, berarti kasus baru. Suatu perubahan pada insiden
berarti terdapat suatu perubahan dalam keseimbangan faktor-faktor etiologi baik terjadi fliktuasi secara
alami maupun kemungkinan adanya penerapan suatu program pencegahan yang efektif. Angka insiden
digunakan untuk membuat pernyataan tentang probabilitas atau risiko penyakit (ukuran mortalitas).
Insiden DBD meningkat dari 0,005 per 100.000 penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar
antara 6,27 per 100.000 penduduk. Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain : status imun pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue,
keganasan (virulensi) virus dengue dan kondisi geografis setempat. Sampai saat ini DBD telah ditemukan
di seluruh provinsi dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa (KLB). Perubahan iklim
yang berpengaruh terhadap kehidupan vektor, di luar faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Selain
itu, faktor perilaku dan partisipasi masyarakat yang masih kurang dalam kegiatan Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) serta faktor pertambahan jumlah penduduk dan faktor peningkatan mobilitas penduduk
yang sejalan dengan semakin membaiknya sarana transportasi menyebabkan penyebaran virus DBD
semakin mudah dan semakin luas.3

b. Case Fatality Rate ( CFR )

Ukuran ini menggambarkan probabilitas kematian di kalangan kasus yang didiagnosis. CFR untuk
penyakit yang sama dapat bervariasi besarnya pada wabah yang berbeda karena keseimbangan antara

2|Page
agen, pejamu dan lingkungan. CFR penyakit DBD mengalami penurunan dari tahun ke tahun walaupun
masih tetap tinggi. CFR tahun 1968 sebesar 43%, tahun 1971 sebesar 14%, tahun 1980 sebesar 4,8 %dan
tahun 1999 di atas 2%. Jumlah kasus demam berdarah dengue di Indonesia sejak Januari sampai Mei
2004 mencapai 64.000. Insiden rate 29,7 per 100.000 penduduk dengan kematian sebanyak 724 orang,
case fatality rate 1,1%.4

2. Distribusi
a. Distribusi Penyakit DBD Menurut Orang
DBD dapat diderita oleh semua golongan umur, walaupun saat ini DBD lebih banyak  pada anak-
anak, tetapi dalam dekade terakhir ini DBD terlihat kecenderungan kenaikan proporsi pada
kelompok dewasa, karena pada kelompok umur ini mempunyai mobilitas yang tinggi dan sejalan
dengan perkembangan transportasi yang lancar, sehingga memungkinkan untuk tertularnya virus
dengue lebih besar dan juga karena adanya infeksi virus dengue jenis baru yaitu DEN 1, DEN 2, DEN
3 dan DEN 4 yang sebelumya belum pernah ada pada suatu daerah. Pada awal terjadinya wabah di
suatu negara, distribusi umur memperlihatkan jumlah penderita terbanyak dari golongan anak
berumur kurang dari 15 tahun (86-95%). Namun pada wabah-wabah selanjutnya jumlah penderita
yang digolongkan dalam usia dewasa muda meningkat. Di Indonesia penderita DBD terbanyak pada
golongan anak berumur 5-11 tahun, proporsi penderita yang berumur lebih dari 15 tahun meningkat
sejak tahun 1984.4
b. Distribusi Penyakit DBD Menurut Tempat
Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat kecuali tempat-tempat dengan ketinggian 1000
meter dari permukaan laut karena pada tempat yang tinggi dengan suhu yang rendah
perkembangbiakan Aedes aegypti tidak sempurna. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan
virus dengue di Surabaya dan Jakarta tahun 1968 angka kejadian sakit infeksi virus dengue
meningkat dari 0,05 per 100.000 penduduk menjadi 35,19 per 100.000 penduduk tahun 1998.
Sampai saat ini DBD telah ditemukan diseluruh propinsi di Indonesia. Meningkatnya kasus
serta bertambahnya wilayah yang terjangkit disebabkan karena semakin baiknya saran transportasi
penduduk, adanya pemukiman baru, dan terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok
tanah air serta adanya empat tipe virus yang menyebar sepanjang tahun. 5
c. Distribusi Penyakit DBD Menurut Waktu
Pola berjangkitnya infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembapan udara. Pada suhu
yang panas (28-32°C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes aegypti akan tetap bertahan

3|Page
hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di
setiap tempat maka pola terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Pulau Jawa pada
umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak
terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun. 6
3. Faktor penyebaran4,6

Ada tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu :

a. Agen (virus dengue)


Agen penyebab penyakit DBD berupa virus dengue dari Genus Flavivirus (Arbovirus Grup B) salah
satu Genus Familia Togaviradae. Dikenal ada empat serotipe virus dengue yaitu Den-1, Den-2, Den-
3 dan Den-4. Virus dengue ini memiliki masa inkubasi yang tidak terlalu lama yaitu antara 3-7 hari,
virus akan terdapat di dalam tubuh manusia. Dalam masa tersebut penderita merupakan sumber
penular penyakit DBD. Vektor utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti di daerah
perkotaan dan Aedes albopictus di daerah pedesaan. Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti adalah :
 Sayap dan badan belang-belang atau bergaris putih
 Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi,WC, tempayan,
drum, barang-barang yang menampung air seperti kaleng,ban bekas, pot tanaman, tempat
minum burung, dan lain-lain.
 Jarak terbang 100 m
 Tahan suhu panas dan kelembapan tinggi

Reservoir adalah manusia yang sakit ( viremia)

b. Host
Host adalah manusia yang peka terhadap infeksi virus dengue. Beberapa faktor yang
mempengaruhi manusia adalah:
 Umur : Umur adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi
virus dengue. Semua golongan umur dapat terserang virus dengue, meskipun baru berumur
beberapa hari setelah lahir. Saat pertama kali terjadi epdemi dengue di Gorontalo kebanyakan
anak-anak berumur 1-5 tahun. Di Indonesia, Filipina dan Malaysia pada awal tahun terjadi
epidemi DBD penyakit yang disebabkan oleh virus dengue tersebut menyerang terutama pada

4|Page
anak-anak berumur antara 5-9 tahun, dan selama tahun 1968-1973 kurang lebih 95% kasus DBD
menyerang anak-anak di bawah 15 tahun.
 Jenis kelamin : Sejauh ini tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan DBD
dikaitkan dengan perbedaan jenis kelamin (gender). Di Philippines dilaporkan bahwa rasio antar
jenis kelamin adalah 1:1. Di Thailand tidak ditemukan perbedaan kerentanan terhadap serangan
DBD antara laki-laki dan perempuan, meskipun ditemukan angka kematian yang lebih tinggi pada
anak perempuan namun perbedaan angka tersebut tidak signifikan. Singapura menyatakan
bahwa insiden DBD pada anak laki-laki lebih besar dari pada anak perempuan.
c. Lingkungan (environment)
Lingkungan Fisik
 Letak geografis
Penyakit akibat infeksi virus dengue ditemukan tersebar luas di berbagai negara terutama di
negara tropik dan subtropik yang terletak antara 30º Lintang Utara dan 40º Lintang Selatan
seperti Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Caribbean dengan tingkat kejadian sekitar 50-100 juta
kasus setiap tahunnya. Infeksi virus dengue di Indonesia telah ada sejak abad ke-18 seperti yang
dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Pada saat itu virus dengue
menimbulkan penyakit yang disebut penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-
kadang disebut demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi
menghilang dalam lima hari, disertai nyeri otot, nyeri pada sendi dan nyeri kepala. Sehingga
sampai saat ini penyakit tersebut masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan dapat
muncul secara endemik maupun epidemik yang menyebar dari suatu daerah ke daerah lain
atau dari suatu negara ke negara lain.
 Musim
Negara dengan 4 musim, epidemi DBD berlangsung pada musim panas, meskipun ditemukan
kasus DBD sporadis pada musim dingin. Di Asia Tenggara epidemi DBD terjadi pada musim
hujan, seperti di Indonesia, Thailand, Malaysia dan Philippines epidemik DBD terjadi beberapa
minggu setelah musim hujan. Periode epidemi yang terutama berlangsung selama musim hujan
dan erat kaitannya dengan kelembaban pada musim hujan. Hal tersebut menyebabkan
peningkatan aktivitas vektor dalam menggigit karena didukung oleh lingkungan yang baik untuk
masa inkubasi.5
Lingkungan Biologis
 Populasi

5|Page
Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya infeksi virus dengue, karena
daerah yang berpenduduk padat akan meningkatkan jumlah insiden kasus DBD tersebut.
Dengan semakin banyaknya manusia maka akan semakin besar peluang nyamuk mengigit,
sehingga penyebaran kasus DBD dapat menyebar dengan cepat dalam suatu wilayah.
 Nutrisi
Teori nutrisi mempengaruhi derajat berat ringan penyakit dan ada hubungannya dengan teori
imunologi, bahwa pada gizi yang baik mempengaruhi peningkatan antibodi dan karena ada
reaksi antigen dan antibodi yang cukup baik, maka terjadi infeksi virus dengue yang berat.
 Lingkungan Sosial
Mobilitas penduduk memegang peranan penting pada transmisi penularan infeksivirus dengue.
Salah satu faktor yang mempengaruhi penyebaran epidemi dari Queensland ke New South
Wales pada tahun 1942 adalah perpindahan personil militer dan angkatan udara, karena jalur
transportasi yang dilewati merupakan jalur penyebaran virus dengue.
4. Cara transmisi

Gambar 2.1 Penular demam berdarah dengue.


Demam berdarah ditularkan oleh nyamuk: Aedes aegepti. Nyamuk tersebut mendapat virus dari
orang yang dalam darahnya terdapat virus itu. Orang itu (carrier) tidak harus orang yang sakit
Demam Berdarah karena orang yang mempunyai kekebalan tidak tampak sakit atau bahkan sama
sekali tidak sakit, walaupun dalam darahnya terdapat virus dengue. Dengan demikian orang ini
dapat menularkan penyakit kepada orang lain. Virus dengue akan berada dalam darah manusia
selama ±1 minggu. Orang dewasa biasanya kebal terhadap virus dengue.Tempat-tempat yang
mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya penularan demam berdarah ialah tempat umum (Rumah
Sakit, Puskesmas, sekolah, hotel/tempat penginapan) yang kebersihan lingkungannya tidakterjaga
dan khususnya kebersihan tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi dan tandas. 7

6|Page
WABAH DAN KEJADIAN LUAR BIASA2

Wabah adalah berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya
meningkat secara nyata melebihi daripada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta
dapat menimbulkan malapetaka. Menteri menetapkaan dan mencabut daerah tertentu dalam wilayah
Indonesia yang terjangkit wabah sebagai daerah wabah. Kejadian Luar Biasa (KLB) pula adalah timbulnya
atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada
suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
Program penganggulangan KLB adalah suatu proses manajemen yang bertujuan agar KLB tidak
lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Pokok program penanggulangan KLB adalah identifikasi
ancaman KLB secara nasional, propinsi dan kabupaten/kota; upaya pencegahan terjadinya KLB dengan
melakukan upaya perbaikan kondisi rentan KLB; penyelenggaraan SKD-KLB, kesiapsiagaan menghadapi
kemungkinan adanya KLB dan tindakan penyelidikan dan penanggulangan KLB yang cepat dan tepat.
Sistem kewaspadaan Dini KLB (SKD-KLB) merupakan kewaspadaan terhadapat penyakit berpotensi KLB
berserta faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan menerapkan teknologi surveilans epidemiologi
dan dimanfaakan untuk meningkatkan sikap tanggap kesiapsiagaan, upaya-upaya pencegahan dan
tindakan penanggulangan kejadian luar biasa yang cepat dan tepat. KLB DBD ditetapkan bila ditemukan
satu atau lebih kondisi berikut :

 Timbulnya suatu penyakit menular tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Permenkes No
1501/2010, yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah.
 Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau
lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.
 Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu tertentu
menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibandingkan dengan angka kematian suatu kasus penyakit
periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.

Penanggulangan KLB DBD diarahkan pada upaya mencegah kematian dan menekan penyebaran kasus.
Upaya pencegahan kematian dilaksanakan dengan penemuan dini kasus yang diikuti dengan tatalaksana
kasus yang benar, termasuk memonitoring secara ketat terhadap kemungkinan terjadinya kebocoran
plasma berlebihan. Sementara upaya pencegahan diarahkan pada upaya pemutusan mata rantai
penularan manusia-nyamuk-manusia dengan pembanterasan sarang nyamuk, atau membunuh nyamuk
dewasa terinfeksi. KLB DBD dinyatakan telah berakhir apabila selama 14 hari keadaan telah kembali
kepada jumlah normal tanpa ada kematian karena DBD atau DD.

7|Page
PROMOSI KESEHATAN8,9

Istilah promosi selama ini selalu dihubungkan dengan penjualan (sales), periklanan (advertising), dan
dipandang sebagai pendekatan propaganda yang didominasi oleh penggunaan media massa. Dalam
konteks kesehatan, promosi berarti upaya memperbaiki kesehatan dengan cara memajukan,
mendukung dan menempatkan kesehatan lebih tinggi dari agenda, baik secara perorangan maupun
secara kelompok. Determinan pokok kesehatan adalah aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan yang
sering kali berada di luar kontrol perorangan atau masyarakat secara kolektif. 8

Gambar 2.2 Kegiatan untuk kesehatan yang baik.

Oleh karena ini, aspek promosi kesehatan yang mendasar adalah melakukan pemberdayaan
sehingga individu lebih mampu mengontrol aspek-aspek kehidupan mereka yang mempengaruhi
kesehatan menurut Elwes dan Simnett (gambar 2.2). Menurut pengertian tersebut, terdapat dua unsur
tujuan dan proses kegiatan promosi kesehatan, yaitu memperbaiki kesehatan dan memiliki kontrol yang
lebih besar terhadapnya (aspek-aspek kehidupan yang mempengaruhi kesehatan). Definisi WHO,
berdasarkan piagam Ottawa/Ottawa Charter (1896) mengenai promosi kesehatan sebagai hasil
Konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Ottowa, Canada adalah seperti berikut:
“ Health promotion is the process of enabling to control over and improve their health. To
reach a state of complete physical, mental and social well-being, an individual or group
must be able to indetify and realize aspiration, to satisfy needs, and to change or cope
with the environment.”

8|Page
Berdasarkan defines di atas, WHO menekankan bahwa promosi kesehatan merupakan suatu proses
yang bertujuan memungkin individu meningkatkan kontrol terhadap kesehatan dan meningkatkan
kesehatannya berbasil filosofi yang jelas mengenai pemberdayaan diri sendiri (self empowerment).
Proses pemberdayaan tersebut dilakukan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat serta sesuai dengan
sosial budaya setempat. Promosi kesehatan tidak hanya meningkatkan “kesedaran” dan “kemauan”
seperti yang dikonotasikan dalam pendidikan kesehatan. Demi mencapai derajat kesehatan yang
sempurna, baik dari fisik, mental maupun sosial, masyarakat harus mampu mengenal dan mewujudkan
aspirasi dan kebutuhannya, dan mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya. Lingkungan di sini
mencakup lingkungan fisik, sosial budaya dan ekonomi, termasuk kebijakan, dan peraturan perundang-
undangan (lihat gambar 2.3).8

Gambar 2.3 Proses promosi kesehatan (Sumber: Depkes RI, 2007).


Batasan ini menekankan bahwa promosi kesehatan adalah program masyarakat yang menyeluruh,
bukan hanya perubahan perilaku, melainkan juga perubahan lingkungan. Perubahan perilaku tanpa
diikuti perubahan lingkungan tidak akan efektif, dan juga dapat dipastikan tidak akan bertahan lama.
Health promotion mempunyai dua definisi yaitu yang pertama adalah sebagai bagian daripada
tingkat pencegahan penyakit. Menurut Level dan Clark terdapat 5 tingkat pencegahan penyakit dalam
perspektif kesehatan masyarakat yaitu:

• Health promotion
• Specific protection
• Early diagnosis and prompt treatment
• Disability limitation
• Rehabilitation

9|Page
Pengertian yang kedua, promosi kesehatan diartikan sebagai upaya memasarkan, menyebarluaskan atau
mengenalkan kesehatan, sehingga masyarakat menerima pesan-pesan kesehatan tersebut yang
akhirnya masyarakat mahu berperilaku hidup sehat.Tujuan promosi kesehatan adalah:

1. Kemauan (willingness) memelihara dan meningkatkan kesehatannya.


2. Memelihara kesehatan berarti mau dan mampu mencegah penyakit, melingdungi diri dari
gangguan-gangguan kesehatan dan mencari pertolongan perubatan yang professional bila sakit.
3. Meningkatkan kesehatan, berarti mau dan mampu meningkatkan kesehatannya. 9

Untuk memcapai tujuan diatas, diperlukan upaya-upaya yang disebut misi promosi kesehatan yaitu
perkara yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Secara umum upaya ini sekurang-
kurangnya terdapat 3 hal yaitu :

 Penyuluhan :
Pengertian penyuluhan kesehatan sama dengan pendidikan kesehatan maysarakat yaitu suatu
kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau
individu sehingga masyarakat tidak sahaja sedar, tahu dan mengerti tetapi juga mau dan bisa
melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan. Tujuan penyuluhan menurut
Effendy :
a. Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam membina dan
memelihara perilaku hidup sehat dan lingkungan sehat serta berperan aktif dalam upaya
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
b. Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang sesuai
dengan konsep hidup sehat baik fisik, mental dan social sehingga dapat menurunkan angka
kesakitan dan kematian.
c. Menurut WHO tujuan penyuluhan kesehatan adalah untuk merubah perilaku perseorangan dan
atau masyarakat dalam bidang kesehatan. 9

Terdapat pelbagai metode penyuluhan yang dapat digunakan. Pemilihan metode bergantung
kepada tingkat pendidikan, sosial ekonomi, kepercayaan masyarakat dan ketersediaan waktu di
masyarakat. Antara metode yang dapat digunakan ialah :

1. Ceramah: Adalah suatu cara dalam menerangkan dan menjelaskan suatu ide, pengertian atau
pesan secara lisan kepada sekelompok sasaran sehingga memperoleh informasi tentang
kesehatan.

10 | P a g e
2. Diskusi kelompok: Adalah pembicaraan yang direncanakan dan telah dipersiapkan tentang suatu
topik pembicaraan diantara 5 – 20 peserta (sasaran) dengan seorang pemimpin diskusi yang
telah ditunjuk.
3. Demostrasi: Adalah suatu cara untuk menunjukkan pengertian, ide dan prosedur tentang
sesuatu hal yang telah dipersiapkan dengan teliti untuk memperlihatkan bagaimana cara
melaksanakan suatu tindakan, adegan dengan menggunakan alat peraga. Metode ini digunakan
terhadap kelompok yang tidak terlalu besar jumlahnya.
4. Seminar: Adalah suatu cara di mana sekelompok orang berkumpul untuk membahas suatu
masalah dibawah bimbingan seorang ahli yang menguasai bidangnya.
 Dukungan sosial :
Strategi dukungan sosial adalah suatu kegiatan untuk mencari dukungan sosial melalu tokoh-tokoh
masyarakat (toma), baik tokoh masyarakat formal maupun informal. Tujuan utama kegiatan inia
dalah agar para tokoh masyarakat, sebagai jembatan antara sektor kesehatan sebagai pelaksana
program kesehatan dengan masyarakat (penerima program) kesehatan. Dengan kegiatan mencari
dukungan sosial melalui toma pada dasarnya adalah mensosialisasikan program-program kesehatan,
agar masyarakat mau menerima dan mau berpartisipasi terhadap program kesehatan tersebut. Oleh
sebab itu, strategi ini juga dapat dikatakan sebagai upaya bina suasana, atau membina suasana yang
kondusif terhadap kesehatan. Bentuk kegiatan dukungan sosial ini antaralain: pelatihan para toma,
seminar, lokakarya, bimbingan kepada toma, dan sebagainya. Dengan demikian maka sasaran utama
dukungan sosial atau bina suasana adalah para tokoh masyarakat di berbagai tingkat. (sasaran
sekunder).
Agar kegiatan promosi kesehatan mendapat dukungan dari tokoh masyarakat. Dukungan sosial
adalah ketersediaan sumber daya yang memberikan kenyamanan fisik dan psikologis sehingga kita
dapat melaksanakan kehidupan dengan baik, dukungan social ini adalah orang lain yang berinteraksi
dengan petugas. Contoh nyata adalah dukungan sarana dan prasarana ketika kita akan melakukan
promosi kesehatan atau informasi yang memudahkan kita, atau dukungan emosional dari
masyarakat sehingga promosi yang diberikan lebih diterima.
 Advokasi :
Advokasi adalah kegiatan untuk meyakinkan orang lain agar orang lain tersebut membantu atau
mendukung terhadap apa yang diinginkan. Dalam konteks promosi kesehatan, advokasi adalah
pendekatan kepada para pembuat keputusan atau penentu kebijakan di berbagai sektor, dan di
berbagai tingkat, sehingga para penjabat tersebut mau mendukung program kesehatan yang kita

11 | P a g e
inginkan. Dukungan dari para pejabat pembuat keputusan tersebut dapat berupa kebijakan-
kebijakan yang dikeluarkan dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, surat keputusan,
surat instruksi, dan sebagainya.9
Kegiatan advokasi ini ada bermacam-macam bentuk, baik secara formal maupun informal.
Secara formal misalnya, penyajian atau presentasi dan seminar tentang isu atau usulan program
yang ingin dimintakan dukungan dari para pejabat yang terkait. Kegiatan advokasi secara informal
misalnya bertemu kepada para pejabat yang relevan dengan program yang diusulkan, untuk secara
informal meminta dukungan, baik dalam bentuk kebijakan, atau mungkin dalam bentuk dana atau
fasilitas lain. Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa sasaran advokasi adalah para pejabat baik
eksekutif maupun legislatif, di berbagai tingkat dan sektor, yang terkait dengan masalah kesehatan
(sasaran tersier).

Sasaran promosi kesehatan ini dapat dibagi kepada 3 yaitu :

a. Sasaran primer: sesuai misi pemberdayaan seperti kepala keluarga, ibu hamil/ menyusui, anak
sekolah.
b. Sasaran sekunder: sesuai misi dukungan sosial atau bina suasana seperti tokoh masyarakat, tokoh
agama dan tokoh adat.
c. Sasaran tersier: sesuai misi advokasi seperti pembuat kebajikan mulai dari pusat sampai ke daerah. 9

PREVENTIF10

Demam berdarah merupakan penyakit yang bisa mewabah. Usaha untuk mengatasi masalah penyakit
tersebut di Indonesia telah puluhan tahun dilakukan, berbagai upaya pemberantasan vektor, tetapi
hasilnya belum optimal. Secara teoritis ada 4 cara untuk memutuskan rantai penularan demam berdarah
dengue, yaitu: melenyapkan virus, isolasi penderita, mencegah gigitan nyamuk dan pengendalian vektor.
Untuk pengendalian vektor dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan cara kimia dan pengelolaan
lingkungan, salah satunya dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Pengendalian vektor dengan
cara kimia hanya membebankan perlindungan terhadap pindahnya penyakit yang bersifat sementara
dan dilakukan hanya apabila terjadi letusan wabah. Cara ini memerlukan dana yang tidak sedikit serta
mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan. Untuk itu diperlukan cara lain yang tidak
menggunakan bahan kimia diantaranya melalui peningkatan partisipasi masyarakat untuk pengendalian
vektor dengan melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk. Keberhasilan pemberantas nyamuk Aedes

12 | P a g e
aegypti tidak lepas dari peran petugas kesehatan atau perawat yaitu memberikan penyuluhan pada
masyarakat tentang demam berdarah dengue secara intensif.
Upaya pemberantasan dan pencegahan yang dilakukan adalah penyuluhan. Penyuluhan yang
dilakukan melalui rapat koordinasi desa dan kecamatan, selain itu penyuluhan dilakukan dari rumah ke
rumah oleh petugas kesehatan. Kedua dengan abatesasi yaitu pemberian abate kepada seluruh
masyarakat. Ketiga denggan fogging atau pengasapan sebagai alternatif terakhir untuk pemberantasan
nyamuk dewasa yang telah mengandung virus dengue.
Pemberantasan Sarang Nyamuk
Menurut Depkes RI 2005, Pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue adalah kegiatan
mamberantas telur, jentik, dan kepompong nyamuk penular Demam Berdarah Dengue (Aedes Aegypti)
di tempat-tempat perkembangbiakannya.
 Tujuan PSN DBD
Mengendalikan populsi nyamuk aedes aegypti, sehingga penularan DBD  dapat dicegah atau
dikurangi.
 Sasaran PSN DBD
Sasaran pemberantasan sarang nyamuk DBD yaitu semua tempat perkembangbiakan nyamuk
penular DBD, antara lain:

a. Tempat penampung air (TPA) untuk keperluan sehari – hari.


b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari – hari.
c. Tempat penampung air alamiah.

 Ukuran keberhasilan PSN DBD


Keberhasailan kegiatan PSN DBD antara lain dapat diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ), apabila
ABJ lebih atau sama dengan 95 % di harapkan penularan DBD dapat di cegah atau di kurangi.
 Cara PSN DBD
PSN DBD dilakukan dengan cara ‘3M’ , yaitu :
1. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi/wc, drum, dll
seminggu sekali (M1).
2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong air/tempayan, dll (M2).
3. Mengubur dan menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan (M3).

Selain itu ditambah dengan cara lainnya, seperti:

13 | P a g e
a. Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat lainnya yang sejenis seminggu
sekali.
b. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancer/rusak.
c. Menutup lubang – lubang pada potongan bambu /pohon, dll.
d. Menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat – tempat yang sulit di kuras atau di daerah
yang sulit air.
e. Memelihara ikan pemakan jentik di kolam / bak – bak penampung air.
f. Memasang kawat kasa.
g. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar.
h. Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai.
i. Menggunakan kelambu.
j. Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk.
Keseluruhan cara tersebut di atas di kenal dengan istilah  “3M Plus”.

 Pelaksanaan PSN DBD


Pelaksanaan PSN DBD menurut Depkes RI (2005), yaitu:
1. Di rumah
Dilaksanakan oleh anggota keluarga
2. Tempat – tempat umum
Dilaksanakan oleh petugas yang di tunjuk oleh pimpinan atau pengelola tempat – tempat
umum, seperti:

a. Kantor oleh petugas kebersihan kantor


b. Sekolah oleh petugas sekolah
c. Pasar oleh petugas kebersihan pasar

 Jenis Kegiatan PSN DBD


a. Bulan Bakti Gerakan 3M atau juga dengan istilah bulan kewaspadaan 3M sebelum musim
penularan atau gerakan 3M sebelum mas penularan (G 3M SMP) adalah suatu kegiatan yang di
laksanakan pada saat sebelum terjadi penularan DBD, yaitu bulan dimana jumlah kasus DBD
paling rendah, berdasarkan jumlah kasus rata – rata perbulan selama 5 tahun terakhir. Kegiatan
ini dilakukan selama sebulan penuh dengan mengajak warga melakukan PSN DBD dipimpin oleh
Kepala wilayah setempat serta melibatkan lintas sektor. Kegiatan ini diprioritaskan di
desa/kelurahan rawan 1 (endemis) agar sebelum terjadi puncak penularan virus dengue,

14 | P a g e
populasi nyamuk penular dapat ditekan serendah – rendahnya sehingga Kejadian Luar Biasa
(KLB) dapat dicegah.
b. Penyuluhan kepada keluarga
Selain penyuluhan secara individu yang dilakukan penyuluhan kepada masyarakat luas juga
dilakukan secara kelompok (seperti pada pertemuan kader, arisan, dan selapanan) dan secara
missal (seperti pada saat pertunjukan layar tancap, ceramah agama dan pertemuan
musyawarah desa).
c. Pergerakan masyarakat dalam PSN DBD secara terus menerus dan berkesinambungan sesuai
dengan situasi dan kondisi masing – masing daerah, apabila terjadi KLB atau wabah, dilakukan
penyemprotan insektisida/pemberantasan vektor dengan pengasapan (fogging) yang
dilaksanakan 2 siklus dengan interval satu minggu yang melibatkan petugas dinas kesehatan
kabupaten/kota,puskesmas dan tenaga lain yang terlatih.
 Perlunya 3M
Sudah tidak diragukan lagi bahwa penyebaran wabah dengue disebabkan oleh nyamuk Aedes
aegypti terutama nyamuk betina. Nyamuk ini sangat pintar menyembunyikan suaranya dengan
membuat gerakan sayap yang halus sehingga nyaris tak trdengar. Nyamuk betina ini menghisap
darah menusia sebagai bahan untuk mematangkan telurnya.
Bila nyamuk jenis lain bertelur dan menetaskan pada sarangnya. Aedes aegypti betina
melakukannya diatas permukaan air karena dengan demikianlah telur – telurnya itu berpotensi
menetas dan hidup, telur menjadi larva yang kemudian mencari makan dengan memangsa bakteri
yang ada di air tersebut, nyamuk penyebab demam berdarah ini berkembang biak pada genangan
air terutama yang kotor.
Penyebaran wabah dengue dipengaruhi oleh ada tidaknya nyamuk Aedes aegypti yang
dipengaruhi lagi oleh ada tidaknya genangan air yang kotor, oleh karena itu pengontrolan dengue
bias dilakukan dengan berbagai cara sebagai berikut :
1. Pertama adalah membunuh nyamuk baik dengan peptisida maupun dengan ovitrap, yakni
dengan bak perangkap yang di utup kasa, penggunaan peptisida selain memerlukan biaya dan
berbahaya pada manusia, juga akan memicu munculnya nyamuk yang resisten, sehingga cara ini
bukanlah cara yang efektif untuk jangka panjang, untuk jangka pendek cara ini masih digunakan
2. Kedua adalah membuat nyamuk transgenik supaya tidak terinfeksi oleh virus dengue, jika
nyamuk tidak bisa terinfeksi oleh virus dengue otomatis manusia tidak akan pernah terinfeksi

15 | P a g e
oleh virus dengue. Cara ini digunakan oleh beberapa peneliti unutk mengatasi masalah malaria,
namun pengembangan cara ini masih memerlukan puluhan tahun untuk dapat diaplikasikan.
3. Cara yang ketiga adalah PSN yang efektif dan efisien melalui kegiatan 3M yaitu dengan
menguras tempat penyimpanan air, menutup tempat penampungan air, mengubur barang –
barang bekas yang memungkinkan dijadikan tempat perindukan dan perkembangbiakan jentik
nyamuk Aedes aegypti, menutup lubang-lubang pada bamboo dengan tanah atau adukan
semen, melipat pakaian/kain yang bergantungan pada kamar agar nyamuk tidak hinggap di situ,
untuk tempat-tempat air yang tidak memungkinkan atau sulit di kuras taburkan bubuk abate ke
dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik – jentik, ulangi hal ini setiap 2-3 bulan
sekali.10

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT8,11
Prinsip pemberdayaan masyarakat

1. Menumbuh kembangkan potensi masyarakat


2. Menumbuhkan kontribusi masyarakat dalam upaya kesehatan
3. Mengembangkan kegiatan kegotong-royongan di masyarakat
4. Bekerjasama dengan masyarakat
5. Promosi, pendidikan dan pelatihan dengan sebanyak mungkin menggunakan dan memanfaatkan
potensi setempat
6. Upaya dilakukan secara kemitraan dengan berbagai pihak
7. Desentralisasi (sesuai dengan keadaan dan budaya setempat)

Model atau bentuk pemberdayaan masyarakarat

1. Pemberdayaan pimpinan masyarakat (community leader), misalnya melalui sarasehan


2. Pengembangan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (community organizations), seperti
posyandu dan polindes
3. Pemberdayaan pendanaan masyarakat (community fund), misalnya dana sehat dan JPKM
4. Pemberdayaan sarana masyarakat (community material)
5. Peningkatan pengetahuan masyarakat (community knowledge)
6. Pengembangan teknologi tepat guna (community technology)

Seperti kita ketahui bersama bahwa peran serta masyarakat sangat penting dalam menanggulangi DBD.
Salah satu bentuk langsung peran serta masyarakat adalah kegiatan Pemantauan Jentik Berkala (PJB)

16 | P a g e
yang dilakukan oleh masyarakat melalui Jumantik. Kegiatan Jumantik sangat perlu dilakukan untuk
mendorong masyarakat agar dapat secara mandiri dan sadar untuk selalu peduli dan membersihkan
sarang nyamuk dan membasmi jentik nyamuk Aedes Aegypti.11
Jumantik adalah singkatan dari Juru Pemantau Jentik Nyamuk. Istilah ini digunakan untuk para 
petugas khusus yang berasal dari lingkungan sekitar yang secara sukarela mau bertanggung jawab untuk
melakukan pemantauan jentik nyamuk demam berdarah, Aedes aegypti dan Aedes albopictus di
wilayahnya. Para Jumantik ini apabila selesai bertugas juga harus melakukan pelaporan ke Kelurahan
atau Desa masing-masing secara rutin dan berkesinambungan. Pemantauan jentik  dilakukan satu kali
dalam seminggu (biasanya hari Jumat) pada pagi hari. Jumantik yang bertugas di daerah-daerah ini,
sebelumnya telah mendapatkan pelatihan dari dinas terkait. Mereka juga dalam tugasnya dilengkapi
dengan tanda pengenal, dan perlengkapan berupa alat pemeriksa jentik seperti cidukan, senter, pipet,
wadah-wadah plastik, dan alat tulis. Tugas para Jumantik dalam kegiatan memantau wilayah tersebut
adalah:

 Pertama : Memeriksa keberadaan jentik nyamuk pada tempat-tempat penampungan air di dalam
dan di luar rumah, dan tempat-tempat  yang dapat tergenang air. Apabila dijumpai jentik dan
keadaannya tidak tertutup, maka petugas mencatatnya sambil memberikan penyuluhan agar
dibersihkan dan ditutup rapat. Untuk  tempat-tempat air yang sulit dikuras dan dibersihkan seperti
tangki air biasanya tidak diperiksa, tetapi diberikan bubuk larvasida atau pembunuh jentik, tiga
bulan sekali. 
 Kedua : Memberikan peringatan kepada pemilik rumah agar tidak membiarkan banyak tumpukan
pakaian atau banyak pakaian yang tergantung di dalam rumah.
 Ketiga : Mengecek kolam renang dan kolam ikan agar bebas dari jentik nyamuk.
 Keempat : Memeriksa rumah kosong atau tidak berpenghuni untuk melihat keberadaan jentik
nyamuk pada tempat-tempat penampungan air yang ada.
Tugas Jumantik seharusnya tidak hanya dilakukan oleh petugas khusus, tetapi juga dilakukan oleh
seluruh warga yang tinggal di wilayah tersebut. Setiap warga wajib juga melakukan pengawasan/
pemantauan jentik di wilayahnya (self jumantik) dengan teknik dasar minimal 3M Plus yaitu:
1. Menutup, yaitu memberi tutup yang rapat pada tempat air ditampung seperti bak mandi, kendi,
toren air, botol air minum dan lain sebagainya;
2. Menguras, adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat penampungan air seperti
kolam renang, bak mandi, ember air, tempat air minum, penampung air lemari es dan lain-lain;

17 | P a g e
3. Mengubur, adalah memendam di dalam tanah untuk sampah atau benda yang tidak berguna yang
memiliki potensi untuk jadi tempat nyamuk Demam Berdarah bertelur di dalam tanah.  

Adapun yang dimaksud dengan Plus adalah segala bentuk kegiatan pencegahan seperti :

a. Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk, (2) Menggunakan kelambu saat tidur,
b. Menanam tanaman pengusir nyamuk,
c. memelihara ikan yang dapat jentik nyamuk,
d. Menghindari daerah gelap di dalam rumah agar tidak ditempati nyamuk dengan mengatur ventilasi
dan pencahayaan,
e. Memberi bubuk larvasida pada tempat air yang sulit dibersihkan,
f. Tidak menggantung pakaian di dalam rumah serta tidak menggunakan hordeng atau korden   gelap
yang bisa menjadi tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain. (Disusun oleh Upik Kesumawati Hadi,
Laboratorium Entomologi Kesehatan, Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Bogor).

MANAGEMEN PROGRAM12
Definisi puskesmas

Pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang
merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat
disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah
kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.9
Fungsi puskemas

1. Sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya


2. Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka meningkatkan kemampuan
untuk hidup sehat.
3. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat wilayah
kerjanya.

Peran puskesmas
Dalam konteks otonomi daerah saat ini, puskesmas mempunyai peran yang sangat vital sebagai institusi
pelaksana teknis, dituntut memiliki kemampuan manajerial dan wawasan jauh ke depan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Peran tersebut ditunjukkan dalam bentuk keikutsertaan
dalam menentukan kebijakan daerah melalui sistem perencanaan yang matang dan realistis, tatalaksana

18 | P a g e
kegiatan yang tersusun rapi, serta sistem-evaluasi dan pemantuan yang akurat. Rangkaian manajerial
tersebut bermanfaat dalam penentuan skala prioritas daerah dan sebagai bahan kesesuaian dalam
menentukan.

 Perencanaan
1. Analisa masalah

Pengumpulan data awal meliputi :

a. Besar masalah yang diketahui dari angka kesakitan dan kematian (IR dan CFR)
b. Trend / kecenderungan atau pola kasus selama beberapa tahun terakhir
c. Tingkat endemisitas
d. Data – data hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, termasuk mengenai trend kasus
DBD, pola siklus lima tahunan, musim, kepadatan vektor, dan penelitian pengembangan sejenis
e. Pola spasial atau karakteristik geografik daerah kasus atau daerah endemis
f. Hasil – hasil surveilan yang telah berhasil dilaksanakan sebelumnya
g. Respon, tanggapan serta harapan masyarakat mengenai program / kegiatan yang telah atau
sedang berjalan hubungannya dengan kasus – kasus DBD.
h. Data – data pendukung seperti data kependudukan, data sosial budaya, data kesehatan secara
umum

Langkah berikutnya adalah inventarisasi input selain data dan informasi pendahuluan, juga
diinventarisasi input yang berupa man (sumber daya manusia meliputi petugas kesehatan, kader
masyarakat), money (ketersediaan biaya, kebutuhan biaya sebelumnya), material (bahan dan
peralatan, misalnya untuk survey jentik/larva, pemeriksaan darah penderita, alat dan form
surveilan), method (cara yang telah dilakukan atau kegiatan yang telah dilakukan dalam
pengendalian DBD, atau dalam pengendalian vektor DBD). Keseluruhannya dilihat dari segi kuantitas
maupun kualitas. Termasuk juga ada tidaknya dan bagaimana dukungan dari berbagai sektor dan
pihak terkait, terutama pemerintah setempat (kaitannya dengan pembiayaan program).

2. Pembuatan keputusan
Berdasarkan analisa masalah yang telah dilakukan, dilakukan hal – hal sebagai berikut :
 Menetapkan Visi dan Misi
Visi : Menurunkan angka insidensi dan angka kematian penyakit Demam Berdarah Dengue
(DBD)

19 | P a g e
Misi : Menurunkan angka insidensi dan angka kematian penyakit DBD melalui program dan
surveilan terpadu dan menyeluruh secara sistematis, menekankan pada kerjasama lintas
sektor dan lintas program, serta menjaring kemitraan yang kuat.
 Menetapkan Tujuan
Tujuan Umum : Menurunkan angka insidensi dan angka kematian DBD sesuai standar
nasional
Tujuan Khusus : Menurunkan angka insidensi DBD dari x menjadi 20 per 100.000 (tingkat
endemisitas rendah = target nasional)
 Mengembangkan Strategi
Strategi yang digunakan ditekankan pada kerjasama lintas sektor dan lintas program dalam
jejaring kemitraan yang kuat secara periodik dan terus menerus (terjadwal) dalam waktu
yang bersamaan, meningkatkan peranserta dan keswadayaan masyarakat dalam
mendukung program, dalam suatu sistem surveilan yang efisien, efektif dan efikasius,
dengan mempertimbangkan faktor – faktor perjalanan alamiah penyakit DBD serta aspek
epidemiologis dan lingkungan terpadu.
 Membuat Program, Anggaran, Protap/Juklak (SOP), serta kebijakan yang diperlukan
a. Berhubungan dengan host
 Kegiatan penyuluhan kesehatan terutama mengenai DBD, sosialisasi ke masyarakat,
hingga ke tingkat keluarga. Indikator keberhasilan yang ingin dicapai berupa
peningkatan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku masyarakat berhubungan dengan DBD
 Sosialisasi penerapan ilmu penelitian dan pengembangan terbaru mengenai DBD,
termasuk tata laksana penderita kepada seluruh petugas kesehatan, peningkatan
kualitas tenaga kesehatan. Indikatornya berupa peningkatan pengetahuan dan kualitas
tenaga / petugas kesehatan terkait masalah DBD
 Sosialisasi dan advokasi ke jajaran pemerintah
 Penggerakan dan penggiatan kegiatan pemberantasan vektor (nyamuk) DBD dan
pemutusan rantai penularan dengan membersihkan atau menghilangkan tempat
perkembangbiakan vektor tersebut, yang melibatkan tidak hanya petugas kesehatan
dan masyarakat tapi juga tokoh – tokoh masyarakat dan jajaran pemerintahan.
 Peningkatan kerjasama lintas program dan lintas sektor serta kemitraan dengan pihak
lain.

20 | P a g e
 Peningkatan perilaku perseorangan, misalnya penggunaan repellent (obat oles anti
nyamuk), pakaian panjang, mengurangi atau menghilangkan baju – baju yang banyak
tergantung.
b. Berhubungan dengan environment
 Kegiatan pengendalian vektor serta pemutusan rantai penularan DBD dengan
membersihkan atau menghilangkan tempat perkembangbiakan vektor.
 Survei jantik berkala yang melibatkan masyarakat secara langsung. Indikator
keberhasilan berupa ABJ (Angka Bebas Jentik) didukung data HI (House Index),
(Container Index) dan BI (Breteau Index), PI (Pupae Index
 Abatisasi / pemakaian larvasida
 Fogging
 Modifikasi lingkungan untuk menghilangkan tempat perkembangbiakan vektor,
misalnya pengaturan bentuk rumah, tempat persediaan air, sumber air, pengaturan
kandang, tempat rimbun, dan semacamnya yang dapat menjadi tempat yang disukai
nyamuk vektor.

Hal yang perlu diperhatikan:

a) Penetapan urutan prioritas kegiatan, disesuaikan dengan efektivitas dan efisiensi kegiatan tersebut
Prioritas kegiatan perlu disusun sedemikian rupa disesuaikan anggaran atau alokasi biaya yang
ditetapkan atau yang tersedia, sehingga kegiatan dapat berjalan tanpa harus menyimpang dari
tujuan yang diharapkan yaitu tercapainya keberhasilan program sesuai indikator – indikator yang
telah ditetapkan.

b) Penyusunan jadwal dan anggaran kegiatan


Jadwal kegiatan perlu disusun agar pelaksanaan kegiatan berjalan tepat waktu dan dapat diukur
keberhasilannya dengan lebih mudah. Di samping itu, penyusunan jadwal sangat dibutuhkan dalam
evaluasi dan monitoring kegiatan dalam program yang dilaksanakan. Hal ini juga bisa dijadikan
indikator pendukung terhadap tercapainya keberhasilan program.

 Pengorganisasian
1. Penyusunan struktur, bidang – bidang kerja, pembagian tugas dan pekerjaan yang jelas, serta
hubungan kerja yang jelas.

21 | P a g e
2. Penetapan kualifikasi keahlian yang dibutuhkan untuk setiap pekerjaan atau bidang pekerjaan.
 Pemilihan dan Penetapan staf
Mengadakan perekrutan atau seleksi pegawai sesuai dengan kualifikasi keahlian yang dibutuhkan.
Mengajukan usulan pengadaan pegawai, atau perekrutan pegawai baru dengan kualifikasi :
 Surveilan epidemiologi
 Manajemen kesehatan
 Entomologi
 Administrasi
 Tenaga medis (dokter, perawat)
 Analis kesehatan/laboratorium
 Non medis pendukung (Ahli gizi)
 GIS
 Manajemen lingkungan
 Sanitasi dan tenaga kesehatan lingkungan
 Antropologi
 Komunikasi dan psikologi masyarakat

Penyelenggaraan tes tertulis dan wawancara untuk mengetahui kompetensi calon pegawai

 Pembinaan dan Pengarahan


Setelah struktur dan organisasi berikut pembagian tugas dan hubungan kerja tersusun baik, dan
dilanjutkan perekrutan pegawai, dalam organisasi tersebut diperlukan Pembinaan dan Pengarahan
sekaligus peningkatan motivasi dan kompetensi yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan
kepuasan masyarakat sebagai pelanggan / konsumen, hingga akhirnya dapat tercapai tujuan
bersama yang telah ditetapkan.
Di sini dilaksanakan pelatihan sesuai bidang keilmuan, keahlian, dan ketrampilan yang
dibutuhkan, peningkatan kinerja dan produktivitas pegawai atau petugas kesehatan, refreshing,
keakraban antar pegawai, pelatihan Learning Organization, Outbond, peningkatan spiritual dalam
bekerja misalnya melalui Pelatihan ESQ, penyamaan persepsi terhadap visi, misi, tujuan, strategi dan
pelaksanaan program/kegiatan organisasi.
 Pengendalian dan pengawasan
1. Penyusunan evaluasi dan monitoring kegiatan

22 | P a g e
Kegiatan evaluasi dan monitoring perlu dilakukan secara terus menerus mulai dari tahap
perencanaan hingga terlaksananya kegiatan, bahkan hingga seterusnya, agar sewaktu-waktu
jika terjadi peningkatan kasus dapat segera diketahui penyebabnya dan secepatnya
ditanggulangi, atau bahkan dapat dicegah sedini mungkin.
Evaluasi meliputi kesesuaian terhadap protipe yang telah dibuat. Jika tidak memenuhi
atau tidak sesuai dengan protipe, dievaluasi lagi apakah memenuhi perkecualian. Jika ternyata
tidak memnuhi perkecualian, berarti telah terjadi penyimpangan. Lalu ditelaah lagi, apakah
penyimpangan tersebut beralasan atau tidak. Dalam tahap ini dilakukan telaah kritis,
berdasarkan konsep keilmuan terkait, dan penapisan teknologi (yang merupakan hasil
penelitian dan pengembangan kesehatan). Jika ternyata tetap tidak beralasan, berarti telah
terjadi defisiensi atau kekurangan atau keterbatasan, sehingga perlu dicari akar penyebabnya.
Selanjutnya dikoreksi, ditambah hasil penelitian baru, inovasi, yang bersifat meningkatkan
motivasi dan inspiratif. Hasil koreksi dapat diuji lagi telah memenuhi protap atau tidak dan
seterusnya.
2. Penetapan keberhasilan program
Keberhasilan program dapat diketahui dari indikator yang telah ditetapkan, tidak hanya
persentase cakupan, misalnya, tetapi juga tepat waktu atau tidak, dan dilihat dari manfaatnya
terhadap impak, ada atau tidak (efikasius atau tidak), apakah hal-hal tersebut telah dapat
dicapai, dan seberapa jauh tingkat keberhasilan yang telah dicapai tersebut.
3. Pemberian sangsi atau penghargaan
Terkait dengan sangsi ataupun penghargaan adalah mengenai tingkat keberhasilan program
yang telah dicapai. Hal ini juga dapat dijadikan motivasi dalam penyelenggaraan program, atau
juga dapat dipakai sebagai bahan perencanaan selanjutnya.

KESIMPULAN
Kejadian luar biasa (KLB) disebabkan penyakit demam berdarah dengue dapat terjadi disebabkan oleh 4
faktor yang bermain peran penting seperti host, agent, environment dan vector. Bagi memutuskan
rantai host, agent dan environment maka perlunya tindakan pemberantasan vector yang adekuat. Selain
itu, Puskemas juga memainkan peranan dalam mengurangkan angka KLB. Pihak Puskesmas harus
mengevaluasi kembali program yang dijalankan agar masyarakat lebih tertarik untuk mengikuti serta
mengamalkan perilaku hidup sehat. Di samping itu juga, penyuluhan mengenai pemberantasan sarang

23 | P a g e
nyamuk terutama di tingkat kelurahan, sekolah-sekolah dan juga di pelbagai tempat terutamanya sarana
awam diharap dapat membantu mengurangkan ABJ sehingga KLB dapat dibasmi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pemberantasan demam berdarah dengue.


2. Tjandra Y. Buku pedoman penyelidikan dan penanggulangan kejadian luar biasa. Edisi revisi. 2011.
3. Bustan N. Ukuran Epidemiologi. Pengantar epidemiologi. Cetakan ke-2. Jakarta; Rineka Cipta: 2006.
hal 754.

24 | P a g e
4. Depertemen Kesehatan RI. Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di sarana pelayanan
kesehatan. Jakarta; Depertemen Kesehatan: 2005. hal 15.
5. Widoyono. Demam berdarah dengue. Penyakit tropis, epidemiologi, penularan, pencegahan dan
pemberantasan. Jakarta; Erlangga: 2008. hal 593.
6. Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI. Tatalaksanan demam berdarahdengue. Jakarta.
Departemen Kesehatan;2001. hal 2
7. Revisi Buku Pedoman Kerja Puskesmas Tim. Kesehatan Lingkungan Pemukiman. Pedoman Kerja
Puskesmas. Jilid 3. Jakarta; Departeman Kesehatan RI: 1991. hal G1-80
8. Heri D. Promosi kesehatan. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran ECG: 2007. hal 17-91.
9. Notoadmojo S. Promosi kesehatan teori dan aplikasi. Edisi 1. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta; 2010:
22-42
10. Indra C. Pemberantasan vector demam berdarah di Indonesia. Jakarta; 2003.
11. Diunduh dari : http://upikke.staff.ipb.ac.id/2011/09/23/jumantik/
12. Diunduh dari : http://danisharun.blogspot.com/2009/02/tugas-manajemen-program-
pengendalian.html

25 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai