Anda di halaman 1dari 13

PERILAKU MASYARAKAT DAN HUBUNGANNYA DENGAN

KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)


Oleh :
Weike Retno Palupi (101711123002)
(weike.retno.palupi-2017@fkm.unair.ac.id)
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya

Abstrak
Salah satu dampak dari perubahan iklim di Indonesia adalah
kemungkinan peningkatan kejadian yang terus meneruss dari vector borne
disease. Demam berdarah dengue merupakan salah satu penyakit berbasis vektor
yang menjadi penyebab kematian utama di banyak negara tropis. Demam
Berdarah Dengue (DBD) atau disebut dengan Dengue Haemorrahagic Fever
(DHF) merupakan suatu penyakit akut yang bersifat endemic dan secara periodik
mampu mengakibatkan Kejadian Luar Biasa (KLB). DBD adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh salah satu dari 4 virus dengue yang berbeda dan ditularkan
melalui nyamuk terutama Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang ditemukan di
daerah tropis dan subtropics, diantaranya kepulauan di Indonesia hingga bagian
utara Australia.
Kejadian DBD di Indonesia pada tahun 2013 sampai dengan 2016
menunjukkan adanya peningkatan pada beberapa tahun. Peningkatan dan
penyebaran jumlah kasus DBD dapat disebabkan oleh mobilitas penduduk yang
tinggi, perubahan iklim, perubahan kepadatan dan distribusi penduduk, serta
faktor perilaku dan partisipasi masyarakat yang masih kurang dalam kegiatan
pemberatasan sarang nyamuk.

Abstract
One of the impacts of climate change in Indonesia is the likelihood of an
increasing incidence of continuing vector borne disease. Dengue hemorrhagic
fever is one of the vector-based diseases that are the leading cause of death in
many tropical countries. Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) is an endemic
acute disease and periodically capable of causing Extraordinary Event. DHF is
an infectious disease caused by one of four different dengue viruses and is

1
transmitted by mosquitoes, especially Aedes aegypti and Aedes albopictus, which
are found in tropical and subtropics, including the island in Indonesia to
Northern Australia.
DHF incidence in Indonesia from 2013 to 2016 indicates an increase in
several years. Increasing and spreading the number of DHF cases can be caused
by high population mobility, climate change, density change and population
distribution, as well as behavioral factors and community participation that are
still lacking in mosquito nest restriction activities.

Keyword : Dengue Haemorraghic Fever, Inciden Rate, climate change

PENDAHULUAN
Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas hidup
manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan
berlandaskan kemampuan nasional dengan memanfaatkan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global.
Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional dan
terdapat dalam UU np. 23 tahun 1992 tentang kesehatan. Dalam UU tersebut telah
ditetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial
yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemampuan,
dan kemauan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang optimal
Dalam program pembangunan nasional sektor kesehatan, salah satu yang
akan dicapai adalah peningkatan perilaku sehat dan pemberdayaan masyarakat
untuk memelihara, meningkatkan, dan melindungi kesehatan sendiri dan
lingkungannya menuju masyarakat yang sehat, mandiri, dan produktif. Hal ini
ditempuh melalui peningkatan pengetahuan, sikap positif, perilaku, dan peran
aktif individu, keluarga, dan masyarakat sesuai dengan sosial budaya setempat
Perilaku masyarakat yang diharapkan adalah yang besifat proaktif untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, mencegah terjadinya risiko

2
penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam
gerakan peningkatan kesehatan masyarakat.
Maka untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal
diselenggarakan upaya kesehatan denga pemeliharaan dan peningkatan melalui
upaya promosi kesehatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan
penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang diselenggarakan
secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Salah satu upaya kesehatan
tersebut adalah pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, yang bertujuan
mencegah terjadinya penyakit, menurunkan angka kesakitan dan kematian.
Dalam UU no. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, disebutkan bahwa
kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air dan udara, pengamanan limbah
padat, cair, gas, radiasi, dan kebisingan, pengendalian vektor penyakit dan
penyehatan atau pengamanan lainnya. Kelompok-kelompok serangga yang
berperan sebagai vektor penyakit antara lain adalah nyamuk, yang mana salah satu
spesiesnya adalah nyamuk Aedes yang dapat menularkan penyakit DBD yaitu
Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Penyakit Demam Berdarah Dengue pertama kali ditemukan di Manila
(Filipina) pada tahun 1953 dan selanjutnya menyebar ke berbagai Negara.
Menurut perkiraan Pusat Pengendalian dan Penyebaran Penyakit (Center for
Diseases Control and Prevention), bahwa setiap tahun terjadi 50-100 juta kasus
DBD diseluruh dunia. Sedangkan di Indonesia, penyakit DBD pertama kali
ditemukan di Surabaya dan Jakarta pada tahun 1968 kemudian menyebar ke
seluruh provinsi di Indonesia. Kejadian Luar Biasa (KLB) Demam Berdarah
Dengue terbesar pertama kali yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 dengan
Inciden Rate (IR) sebesar 35,19/100.00 penduduk, dan Case Fatality Rate (CFR)
sebesar 2%.
Sejak pertama kali ditemukannya kasus DBD di Indonesia pada tahun 1968,
penyebaran penyakit ini dengan cepat terj adi ke berbagai daerah. Insiden rate
pada tahun 2013 sebesar 41,25 per 100.000 penduduk, tahun 2014 mengalami
penurunan menjadi 35,8 per 100.000 penduduk, pada tahun 2015 sebesar 49,5 per
100.000 penduduk, dan pada tahun 2016 mengalami peningkatan menjadi 77,96
per 100.000 penduduk. Pada tahun 2016 propinsi dengan jumlah kasus tertinggi

3
DBD adalah Propinsi Jawa Barat, dengan jumlah kasus 36.631 dan jumlah yang
meninggal sebanyak 270 kasus.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit akut yang
menyerang ana-anak hingga orang dewasa yang disertai dengan manifestasi
perdarahan, menimbulkan shock yang dapat menyebabkan kematian. Penyebab
penyakit ini adalah virus dengue yang ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes
Aegypti yang berkembang di tempat-tempat penampungan air bersih seperti bak
mandi, tempayan, ban bekas, kaleng bekas, dan lain-lain. Beberapa faktor juga
berpengaruh terhadap parasit dan vektor penyebab DBD antara lain suhu, curah
hujan, kelembapan, permukaan air dan kecepatan angin. Mengingat nyamuk
penular DBD ini tersebar luas baik di rumah maupun tempat-tempat umum, maka
pemberantasan DBD dilaksanakan dengan cara Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN).

TUJUAN PENULISAN
Penulisan makalah ini bertujuan untuk pemenuhan tugas mata kuliah
Sosiologi dan Antropologi Kesehatan.

METODE PENULISAN
Metode penulisan dilakukan dengan melakukan review pada jurnal-jurnal,
ebook serta Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI yang membahas
tentang DBD beserta dengan faktor-faktor yang mempengaruhi penyebarannya.

DEMAM BERDARAH DENGUE


Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi yang dapat berakibat
fatal dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit ini tergolong “susah dibedakan”
dari penyakit demam berdarah yang lain. Penyakit ini dapat menyerang semua
umur baik anak-anak maupun dewasa. Penyebab penyakit ini adalah virus dengue,
sejenis virus yang tergolong arbovirus yang masuk ke dalam tubuh manusia
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina.
Demam berdarah tidak menular melalui kontak manusia secara langsung,
tetapi dapat ditularkan melalui nyamuk. Nyamuk Aedes aegypti betina

4
menyimpan virus dengue pada telurnya, selanjutnya akan menularkan virus
tersebut melalui gigitan. Sekali menggigit, nyamuk ini akan berulang menggigit
orang lain sehingga dengan mudah darah seseorang tersebut yang mengandung
virus dengue dapat dengan cepat dipindahkan ke orang lain, yang paling dekat
tentunya yang tinggal dalam satu rumah.
Namun, virus dengue yang sudah masuk ke dalam tubuh seseorang tidak
selalu dapat menimbulkan infeksi jika orang tersebut mempunyai daya tahan
tubuh yang kuat sehingga dengan sendirinya virus tersebut akan dilawan oleh
tubuh.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPERAN DALAM PENYEBARAN DBD


Sebagaimana model epidemiologi penyebaran penyakit infeksi yang dibuat
oleh Jhon Gordon, penularan penyakit DBD juga dipengaruhi oleh interaksi tiga
faktor, yaitu sebagai berikut :
1. Faktor Pejamu (Target penyakit, inang), dalam hal ini adalah manusia
yang rentan tertular penyakit DBD.
2. Faktor Penyebar (Vektor) dan Penyebab Penyakit (Agen), dalam hal ini
adalah virus DEN tipe 1-4 sebagai agen penyebab, sedangkan nyamuk
Aedes aegypti dan Aedes albopictus berperan sebagai vektor penyebab
penyakit DBD.
3. Faktor Lingkungan (Environment), yakni lingkungan yang memudahkan
terjadinya kontak penularan penyakit DBD
Pelbagai upaya untuk memutus mata rantai penularan DBD dapat ditempuh
dengan cara memodifikasi faktor-faktor yang terlibat di dalamnya. Perbaikan
kualitas kebersihan (sanitasi) lingkungan, menekan jumlah populasi nyamuk
Aedes aegypti selaku vektor penyakit DBD, serta pencegahan penyakit dan
pengobatan segera bagi penderita DBD adalah beberapa langkah yang dapat
ditempuh untuk mencapai tujuan ini. Namun yang paling penting dalam hal ini
adalah peningkatan pemahaman, kesadaran sikap, dan perubahan perilaku
masyarakat terhadap penyakit ini.

5
a. Faktor Pejamu
Berbagai penelitian menyebutkan bahwa anak-anak lebih rentan tertular
penyakit yang berpotensi mematikan ini. Di daerah endemik, mayoritasnya terjadi
pada anak-anak usia kurang dari 15 tahun. Hal tersebut dikarenakan faktor
imunitas (kekebalan) yang relatif lebih rendah dibandingkan orang dewasa.
Adanya penyebaran dan penularan penyakit DBD ini secara tidak langsung
juga dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap masyarakat yang tidak memahami
tentang cara penularan dan penyebaran penyakit DBD, tidak mengetahui tentang
tanda dan gejala penyakit DBD, serta perilaku dan sosial budaya masyarakat
dalam menjaga kebersihan lingkungan.
a. Pengetahuan Individu (Knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang. Pengetahuan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan,
dimana pengetahuan tentang kesehatan akan berpengaruh pada perilaku
sebagai hasil jangka menengah dari pendidikan kesehatan.

b. Perilaku (Behavior) dan Sosial Budaya dalam Masyarakat


Perilaku individu ialah suatu fungsi interaksi antara individu dengan
individu atau individu dengan lingkungannya. Perilaku setiap individu
akan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dilihat dari sifatnya,
perbedaan perilaku manusia itu disebabkan karena kemampuan,
kebutuhan, dan cara berpikir untuk menentukan pilihan perilaku. Perilaku
yang dimaksud dalam hal penularan dan penyebaran penyakit DBD ini
yaitu perilaku kesehatan individu. Perilaku atau kebiasaan sosial mungkin
akan memberikan pengaruh terhadap kesehatan.
Contoh perilaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan DBD adalah
kebiasaan menggantung pakaian. Pakaian yang menggantung dalam
ruangan merupakan tempat yang disenangi nyamuk untuk berisitirahat
setelah menghisap darah manusia (inang) sampai nyamuk cukup darah
untuk pematangan sel telurnya.

6
b. Faktor Penyebar dan Penyebab Penyakit (Agen)
Nyamuk Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa
virus dengue penyebab demam berdarah. Penyebaran jenis virus ini sangat luas,
meliputi hampir seluruh daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai pembawa virus
dengue, Aedes aegypti merupakan pembawa utama (primary vector) dan bersama
Aedes albopictus menciptakan siklus pesebaran dengue di desa dan kota.
Nyamuk Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran sedang dengan tubuh
berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan garis-
garis putih keperakan. Di bagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis
melengkung vertikal bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri spesies ini. Sisik-
sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga
menyulitkan identifikasi pada nyamuk tua. Nyamuk jantan dan betina tidak
memiliki perbedaan dalam hal ukuran. Nyamuk jantan umumnya lebih kecil
daripada nyamuk betina dan terdapat rambut tebal pada antena nyamuk jantan.

Gambar 2.1 Nyamuk Aedes aegypti

Virus dengue termasuk dalam genus Flavivirus (famili Flaviviridae) dimana


sekitar 70 jenis virus termasuk di dalamnya. Virus dengue merupakan virus RNA
rantai tunggal yang dikelilingi oleh selubung inti (nukleokapsid) ikosahedral dan
terbungkus oleh selaput lipid (lemak). Pada virus dengue, terdapat empat tipe
virus penyebab DBD, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4, yang masing-
masing dapat dibedakan melalui isolasi virus di laboratorium.

Hanya nyamuk betina yang yang menggigit dan dapat menularkan virus
dengue. Nyamuk umumnya akan menggigit pada siang hari atau sore hari.
Nyamuk akan bertelur tiga hari setelah menghisap darah, dsn dalam waktu kurang
dari delapan hari telur tersebut menetas dan menjadi jentik-jentik larva dan
akhirnya menjadi nyamuk dewasa.

7
c. Faktor Lingkungan (Environment)

Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan


sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna
yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang
meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan
fisik tersebut. Lingkungan juga dapat diartikan menjadi segala sesuatu yang ada di
sekitar manusia dan mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia.

Lingkungan terdiri dari komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik


adalah segala yang tidak bernyawa seperti tanah, udara, air, iklim, kelembaban,
cahaya, bunyi. Sedangkan komponen biotik adalah segala sesuatu yang bernyawa
seperti tumbuhan, hewan, manusia dan mikro-organisme (virus dan bakteri).

Dalam hubungannya dengan penyakit, dari sektor lingkungan biologi dapat


dibagi dalam beberapa hal sebagai berikut :

1. Agen penyakit infeksius


2. Reservoir
3. Vektor pembawa penyakit (lalat, nyamuk, dll)
4. Tumbuhan dan binatang.
Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor pembawa penyakit DBD.
Nyamuk Aedes aegypti sangat suka tinggal dan berkembang biak di genangan air
bersih yang tidak kontak langsung dengan tanah, misalnya pada genangan air
yang terdapat pada sisa-sisa kaleng bekas, tempat penampungan air, bak mandi,
ban bekas dan sebagainya. Jumlah penderita DBD pada umumnya meningkat pada
awal musim hujan, yaitu antara September hingga Februari, dimana banyak
terdapat genangan air bersih di dalam benda-benda yang mampu menampung air
hujan.

8
Gambar 2.2 Tempat berkembangbiak Nyamuk

Selain itu, beberapa faktor lingkungan lain yang dapat mempengaruhi


penyebaran penyakit DBD antara lain :

a. Peningkatan kepadatan penduduk dengan urbanisasi yang tidak


terkendali, tidak mempunyai sistem manajemen yang cukup untuk
pengelolaan air, selokan dan limbah, sehingga menjadi tempat
berkembangbiaknya vektor Aedes Aegypti.
b. Curah hujan, pada musim hujan (curah hujan diatas normal) tempat
perkembangbiakan nyamuk akan terisi air. Telur-telur akan menetas
dalam waktu singkat, dan kelembaban udara juga akan meningkat yang
akan berpengaruh pada kelangsungan hidup nyamuk dewasa dimana
selama musim hujan jangka waktu hidup nyamuk lebih lama dan berisiko
penularan virus lebih besar.
c. Peningkatan penggunaan produk non daur ulang membuat jumlah tempat
perkembangbiakan vektor meningkat.

UPAYA PENANGGULANGAN PENYAKIT DBD

Di dalam program kesehatan lingkungan, suatu pemukiman atau perumahan


dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat menentukan kualitas lingkungan
perumahan tersebut yang dapat menunjang terselenggaranya kesehatan fisik,
mental, dan sosialnya.

9
Untuk mencegah penularan penyakit, pada perumahan atau pemukiman
diperlukan sarana air bersih, fasilitas pembuangan air kotor, menghindari adanya
intervensi dari serangga, hama, atau hewan lain yang dapat menularkan penyakit.

Dalam pemberantasan penyakit DBD ini yang paling penting adalah upaya
membasmi jentik nyamuk penularnya di tempat indukannya dengan melakukan
kegiatan 3M Plus, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan secara gotong royong
membersihkan lingkungan sekitar dari segala sesuatu yang dapat digunakan
nyamuk untuk berkembangbiak. Kegiatan 3M Plus terdiri dari :

1. Menguras tempat penampungan air secara teratur sekurang-kurangnya


seminggu sekali atau menabur bubuk abate kedalamnya
2. Menutup rapat tempat penampungan air
3. Mengubur barang bekas yang dapat menampung air hujan.
4. Menghindari gigitan nyamuk

Menurut WHO, upaya pengendalian vektor harus mendorong penanganan


sampah yang efektif dan memperhatikan lingkungan dengan meningkatkan aturan
dasar “mengurangi, menggunakan ulang, dan daur ulang.” Ban bekas adalah
bentuk lain dari sampah padat yang sangat penting untuk pengendalian Aedes
aegypti perkotaan. Ban bekas ini harus didaur ulang atau dibuang dengan
pembakaran yang tepat dalam fasilitas transformasi sampah (misalnya alat
pembakar, tumbuhan penghasil energi).

Selain kegiatan 3M Plus, pencegahan biologis yang dapat dilakukan oleh


masyarakat adalah dengan menggunakan ikan pemangsa jentik (ikan cupang atau
ikan adu). Upaya pencegahan DBD juga dilakukan oleh petugas kesehatan dengan
cara penyuluhan dan pemantauan jentik berkala setiap 3 bulan sekali di rumah dan
tempat umum. Kegiatan pengasapan (fogging) hanya akan membunuh sebagian
nyamuk dewasa Aedes aegypti. Selama jentik yang ada di tempat perindukan tidak
diberantas setiap hari maka akan muncul nyamuk-nyamuk baru yang menetas dan
penularan akan terus terjadi. Cara pencegahan yang paling efektif adalah dengan
mengkombinasikan beberapa cara yang telah disebutkan

10
Gambar 2.3 Gerakan 3M Plus di masayarakat

PEMBAHASAN

Berdasarkan review pada beberapa jurnal, E-book dan Pusat Data dan
Informasi Kementrian Kesehatan RI, kejadian Demam Berdarah Dengue atau
yang lebih dikenal dengan DBD masih menjadi permasalahan di Indonesia.
Angka Incidence Rate (IR) kasus DBD dari tahun ke tahun masih mengalami
kenaikan dan penurunan. Hal tersebut terlebih terjadi pada bulan-bulan dengan
curah hujan yang tinggi.

Nyamuk Aedes aegypti merupakan salah satu vektor penyebaran dan


penularan penyakit DBD. Nyamuk Aedes aegypti betina akan menularkan melalui
gigitannya dari satu individu ke individu lainnya. Nyamuk Aedes aegypti
menyukai tempat lembab dan gelap sebagai tempat perkembangbiakannya.

Terjadinya penyebaran dan penularan penyakit DBD selain dipengaruhi


oleh pejamu (host), penyebab (agen), dan lingkungan (environment), secara tidak
langsung juga dipengaruhi oleh perilaku dan kebiasaan manusia itu sendiri dalam
kehidupan sehari-harinya. Mereka kurang menjaga kebersihan rumah dan
lingkungan sekitar rumahnya mengakibatkan semakin banyaknya tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.

11
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengendalikan penyebaran penyakit
DBD yang dilakukan oleh petugas kesehatan juga masyarakat itu sendiri, yang
bertujuan mengurangi jumlah kasus DBD yang dapat mengakibatkan kematian.

KESIMPULAN

Penyakit Demam Berdarah Dengue yang disebabkan oleh nyamuk Aedes


aegypti merupakan salah satu masalah kesehatan yang terjadi di Indonesia setiap
tahunnya. Faktor-faktor yang berperan dalam penyebaran DBD antara lain yaitu
faktor pejamu (inang), faktor penyebar (vektor) dan penyebab penyakit (agen),
serta faktor lingkungan. Dari ketiga faktor tersebut, juga terdapat faktor yang
tidak langsung menyebabkan semakin berkembangbiaknya vektor penyebab
DBD, yaitu kurangnya pengetahuan tentang DBD, serta perilaku dan kebiasaan
manusia menggantung pakaian di rumah.
Untuk mencegah penyakit DBD telah dilakukan berbagai upaya oleh
petugas kesehatan maupun oleh masyarakat. Salah satunya adalah penyuluhan,
Pemantauan Jentik Berkala setiap 3 bulan sekali, kegiatan pengasapan (fogging),
penggunaan ikan dan bakteri untuk pencegahan secara biologis serta kegiatan 3M
oleh masyarakat. Hal tersebut terus dilakukan untuk mengurangi angka kejadian
DBD di Indonesia.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ariati, Jusniar. 2012. Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Faktor
Iklim di Kota Batam, Provinsi Kepualaun Riau. Riau : Jurnal Ekologi
Kesehatan Vol.11 no. 4

Fitriany, Rina Nur. 2010. Faktor Iklim dan Angka Insiden Demam Beradarh
Dengue di Kabupaten Serang. Banten : Makara Kesehatan Vo. 14 No.1

Ginanjar, dr. Genis. 2007. A Survival Guide ; Apa yang Dokter Anda Tidak
Katakan Tentang Demam Berdarah. Bandung : B-First

Jasrida Yunita, Mitra, Herlina Susmaneli. 2012. Pengaruh Perilaku Masyarakat


Dan Kondisi Lingkungan Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue.
Riau : Jurnal Kesehatan Komunitas Vol.1 No. 4

Marisdayana, Rara. 2016. Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Tindakan 3M Plus


Terhadap Kejadian DBD. Jambi : Jornal Endurance Vo.1 No. 1

Mukono HJ, dr. 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan Edisi Kedua.
Surabaya : Airlangga University Press

Oktri Hastuti. 2008. Demam Berdarah Dengue ; Penyakit dan Cara


Pencegahannya. Yogyakarta : Penerbit Kanisius

Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI 2017.

Pusat Data dan Informasi Kemetrian Kesehatan RI 2016

Suhardiono, SKM. M.Kes. 2005. Analisis Faktor Resiko Perilaku Masyarakat


Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan
Helvetia Tengah, Medan Tahun 2005. Medan : Jurnal Mutiara Kesehatan
Vol.1 No. 2

Womack, M. 1993. The yellow fever mosquito, Aedes aegypti. Wing Beats, Vol.
5(4):4

13

Anda mungkin juga menyukai