PENDAHULUAN
Sejak ditemukan pertamakali tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta, jumlah kasus DBD
maupun luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya
mobilitas dan kepadatan penduduk. Keadaan ini erat kaitannya dengan peningkatan mobilitas
penduduk sejalan dengan semakin lancarnya hubungan transportasi serta tersebar luasnya
virus Dengue dan nyamuk penularnya di berbagai wilayah di Indonesia (Depkes RI, 2005: 1).
Penyakit ini termasuk salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah, maka
sesuai dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 1984 tentang wabah penyakit menular serta
Peraturan Menteri Kesehatan No. 560 tahun 1989, setiap penderita termasuk tersangka DBD
harus segera dilaporkan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 24 jam oleh unit pelayanan
kesehatan (rumah sakit, puskesmas, poliklinik, balai pengobatan, dokter praktik swasta, dan
lain-lain) (Depkes RI, 2005: 1).
Berdasarkan data program SE Puskesmas Cidahu 2014, tahun 2014 kasus DBD terjadi
peningkatan kembali yang cukup tinggi setelah tahun 2010, dimana tahun 2011-2013 telah
mengalami penurunan angka kasus DBD. Untuk itu diperlukan penelusuran lebih lanjut untuk
menanggulangi permasalahan kasus DBD tersebut.
Penularan infeksi virus dengue dapat terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes
(terutama A.aegypti dan A.albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan
sanitasi lingkungan yang kurang terjaga, yaitu dengan tersedianya tempat perindukan bagi
1
nyamuk betina yaitu bejana berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas, dan tempat
penampungan air lainnya) (Suhendro, dkk, 2006). Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan
peningkatan transmisi virus dengue yaitu:
Upaya pencegahan penyakit ini telah dilakukan antara lain dengan pemutusan rantai
nyamuk penularnya dengan cara penaburan larvasida, fogging focus serta pemberantasan
sarang nyamuk (PSN). PSN merupakan cara pemberantasan yang lebih aman, murah dan
sederhana. Oleh sebab itu, kebijakan pemerintah dalam pengendalian sector DBD lebih
menitikberatkan pada program ini, walaupun cara ini tergantung pada peran serta masyarakat.
Pemahaman penyakit DBD dan penanggulangannya masih kurang yang tampak, yang tampak
pada masih dibebankannya masalah DBD dan tanggung jawabnya pada sector kesehatan,
padahal DBD sebenarnya harus menjadi tanggung jawab semua pihak karena erat kaitannya
dengan kebersihan lingkungan dan perilaku manusia. Penanggulangan DBD lebih banyak
terkait dengan peran serta masyarakat.
Pola hidup sehat merupakan suatu tuntutan untuk terciptanya masyarakat sehat.
Masyarakat yang sehat disini berarti bahwa sehat tidak hanya secara fisik tetapi juga mental
2
maupun sosialnya. Di Indonesia, kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai pola hidup
sehat masih terbatas. Hal ini terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian yang
disebabkan oleh suatu penyakit (Harninto, 1997). Penyakit Demam Berdarah Dengue
merupakan salah satu contoh penyebabnya. Demam Berdarah dengue telah menjadiwabah
nasional dengan angka mortalitas yang mencapai lebih dari 400 orang (Tri, 2004).
3
1.4.1.3. Bagi Peneliti
Sebagai bentuk pengalaman nyata dalam menerapkan konsep
teori dengan riset di lapangan dan sebagai bahan informasi dalam
memperluas atau memperkaya wawasan bagi peneliti maupun
pembaca/pemerhati kesehatan masyarakat khususnya tentang penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD).
1.4.1.4. Bagi Ilmu Pengetahuan
Memberikan tambahan referensi ilmu kesehatan kepada
pembaca khususnya mahasiswa.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus
Dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Sri Rejeki H Hadinegoro,
2005: 15). Penyakit ini adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh 4 serotipe virus
Dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi, manifestasi
perdarahan, hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya renjatan
(sindrom renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat menyebabkan
kematian (Soegeng Soegijanto, 2002: 45).
2.1.2 Etiologi
2.1.2.1 Virus Dengue
Bentuk batang
Termolabil
5
Sensitif terhadap inaktivasi dietileter dan natriumdioksikolat
Stabil pada suhu 700C
6
Telur warna hitam, ukuran ± 0,8 mm, di tempat kering (tanpa air) dapat
bertahan sampai 6 bulan. Telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu
kurang 2 hari setelah terendam air.
7
Umur nyamuk rata-rata 2 minggu, tetapi sebagian dapat hidup sampai
2-3 bulan
Nyamuk Aedes aegypti betina menghisap darah manusia setiap 2 hari.
Protein dari darah tersebut diperlukan untuk pematangan telur yang
dikandungnya. Setelah menghisap darah, nyamuk akan mencari tempat
hinggap untuk beristirahat
Tempat hinggap yang disenangi ialah benda-benda tergantung: pakaian,
kelambu, atau tumbuh-tumbuhan di dekat tempat berkembang biak.
Biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab setelah masa istirahat
selesai, nyamuk lain akan meletakkan telurnya pada dinding bak,
tempayan, drum, kaleng, ban bekas yang berisi air. Biasanya sedikit di
atas permukaan air. Selanjutnya nyamuk akan mencari mangsanya
untuk menghisap darah dan seterusnya.
8
terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penularnya. Menurut teori infeksi
sekunder, seseorang dapat terserang Demam Berdarah Dengue, jika mendapat infeksi
ulangan dengan virus dengue tipe yang berlainan dengan infeksi sebelumnya. Infeksi
dengan satu tipe virus Dengue saja, paling berat hanya akan menimbulkan demam
dengue disertai pendarahan (Dinkes Provinsi Jateng, 2006: 25).
a. Sekolah
Anak atau murid sekolah yang berasal dari berbagai wilayah, merupakan
kelompok umur yang paling susceptible untuk terserang penyakit DBD.
b. Rumah Sakit/Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya:
Orang datang dari berbagai wilayah dan kemungkinan di antaranya adalah
penderita DBD, demam Dengue atau “carrier” virus Dengue.
c. Tempat umum lainnya, seperti: hotel, pertokoan, pasar, restoran, tempat
ibadah, dan lain-lain.
3) Pemukiman baru di pinggir kota:
Karena di lokasi ini, penduduk umumnya berasal dari berbagai wilayah,
maka kemungkinan di antaranya terdapat penderita atau “carrier” yang membawa
tipe virus Dengue yang berlainan dari masing-masing lokasi asal (Depkes RI,
1992: 3)
2.1.4 Patogenesis
Patogenesis DBD masih merupakan masalah yang kontroversial. Teori yang
banyak dianut pada DBD adalah hipotesis infeksi sekunder yang menyatakan bahwa
secara tidak langsung pasien yang mengalami infeksi kedua kalinya dengan serotype
virus dengue yang heterolog, mempunyai risiko yang lebih besar untuk menderita
9
DBD. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain akan
menginfeksi kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian
berkaitan dengan reseptor dari membran sel lekosit terutama makrofag.
10
Penderita menjadi gelisah
Sianosis di sekitar mulut
Nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba
Tekanan nadi menurun, sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang
Sebab renjatan: karena perdarahan, atau karena kebocoran plasma ke daerah ekstra
vaskuler melalui kapiler yang terganggu.
e. Trombositopeni
Jumlah trombosit ≤ 100.000/μl biasanya ditemukan diantara hari ke 3-7
sakit, pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti bahwa jumlah
trombosit dalam batas normal menurun. Pemeriksaan dilakukan pada saat pasien
diduga menderita DBD, bila normal maka diulang tiga hari sampai suhu turun.
f. Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)
Meningkatnya nilai hematokrit (Ht) ≥20% menggambarkan
hemokonsentrasi selalu dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang peka
terjadinya perembesan plasma, sehingga dilakukan pemeriksaan hematokrit secara
berkala. Pada umumnya penurunan trombosit mendahului peningkatan hematocrit
(Depkes RI, 2005: 2).
2.1.6 Diagnosis
Diagnosa DBD berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997,
terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris.
a. Kriteria klinis
Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari
Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:
o Uji tourniquest positif
o Ptechiae, echimosis, purpura
o Perdarahan mukosa, epistaxis, perdarahan gusi
o Hematemesis atau melena
Pembesaran hati
Syok
11
Syok, ditandai nadi cepat dan melemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki, dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah
b. Kriteria Laboratoris
Trombositopenia (≤ 100.000/μl)
Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit ≥ 20%.
Pemeriksaan Serologis
Saat uji serologis yang biasa dipakai untuk menentukan adanya infeksi
virus dengue, yaitu uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI) dan ELISA (IgM/IgM)
(Depkes RI, 2005: 10).
12
2.1.7 Penatalaksanaan
a. Tatalaksana DBD pada anak:
Tatalaksana DBD bersifat simptomatik dan suportif yaitu pemberian cairan
oral untuk mencegah dehidrasi.Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam
4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat teratasi diberikan cairan rumatan
80-100 ml/ kgBB dalam 24 jam berikutnya. Apabila cairan oral tidak dapat
diberikan karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang hebat, maka
diberikan cairan intravena. Bayi yang masih minum ASI tetap harus diberikan
disamping larutan oralit.
Pada derajat I dan II, cairan intravena dapat dapat diberikan selama 12-24
jam. Perhatian khusus dengan peningkatan hematokrit yang terus menurus dan
penurunan jumlah trombosit < 50.000/ μl. Parasetamol direkomendasikan untuk
mempertahankan suhu di bawah 39ºC denan dosis 10-15 mg/kgBB/kali.
13
3) Observasi dan pemberian cairan DBD dewasa dengan perdarahan spontan dan
masif, tanpa syok di ruang rawat. Pada keadaan ini jumlah cairan Ringer laktat
tetap seperti keadaan DBD tanpa syok lainnya sebanyak 500 cc setiap 4 jam.
Dan dilakukan pemeriksaan laboratorium penunjang tiap 4 – 6 jam
4) Observasi dan pemberian cairan penderita DBD dewasa dengan syok dan
perdarahan spontan. Pada kasus ini Ringer Laktat diberikan sebanyak 20
cc/kgBB/jam yang dievaluasi selama 30-120 menit, apabila syok sudah teratasi
maka pemberian cairan selanjutnya sebanyak 500 cc/4 jam.
5) Observasi dan pemberian cairan DBD dewasa dengan syok tanpa perdarahan.
Pada prinsipnya sama dengan protokol 4 hanya pemeriksaan klinis maupun lab
perlu dilakukan lebih teliti untuk menemukan kemungkinan adanya perdarahan
tersembunyi.
2.1.8 Pencegahan
Penyakit DBD belum dapat dicegah dengan imunisasi. Satu-satunya cara
mencegah demam berdarah hanya dengan membasmi nyamuk kebun, nyamuk
pembawa virus demam berdarah, karena membunuh virusnya kita belum bisa
(Handrawan Nadesul, 1998: 25).
Alat yang digunakan untuk menyemprot adalah mesin fogging atau mesin
ULV dan penyemprotan dengan cara pengasapan tidak mempunyai efek residu.
Untuk membatasi penularan virus dengue penyemprotan dilakukan dua siklus
dengan interval 1 minggu. Pada penyemprotan siklus pertama, semua nyamuk
yang mengandung virus dengue (nyamuk infektif) dan nyamuk-nyamuk lainnya
14
akan mati. Tetapi akan segera muncul nyamuk-nyamuk baru diantaranya akan
mengisap darah penderita viremia yang masih ada yang dapat menimbulkan
terjadinya penularan kembali. Oleh karena itu perlu dilakukan penyemprotan
siklus kedua. Penyemprotan yang kedua dilakukan satu minggu sesudah
penyemprotan yang pertama agar nyamuk baru yang infektif tersebut akan
terbasmi sebelum sempat menularkan pada orang lain (Depkes RI, 2005: 13).
1) Fisik
15
2) Kimia
3) Biologi
1) Virus Dengue
Termasuk dalam flavivirus group dari famili Togaviridae, ada 4 serotype yaitu
Dengue 1, Dengue 2, Dengue 3, Dengue 4. Virus ini terdapat dalam darah
penderita 1-2 hari sebelum demam. Virus ini tersebut berada dalam darah
(Viremia) penderita selama masa periode intrinsik 3-14 hari (rata-rata 4-7
hari). Pada suhu 300 C, di dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti memerlukan
waktu 8-10 hari untuk menyelesaikan masa inkubasi ektrinsik dari lambung
sampai ke kelenjar ludah nyamuk.
2) Nyamuk Aedes
Virus Dengue ditularkan dari orang sakit ke orang sehat melalui gigitan
nyamuk Aedes dari subgenus Stegomya. Di Indonesia ada tiga jenis nyamuk
16
Aedes yang bisa menularkan virus dengue yaitu: Aedes aegypti, Aedes
albopictus, dan Aedes scutellaris. Dari ketiga jenis nyamuk tersebut Aedes
aegypti lebih berperan dalam penularan penyakit DBD. Nyamuk ini banyak
ditemukan di dalam rumah atau bangunan dan tempat perindukannya juga
lebih banyak terdapat di dalam rumah.
3) Faktor Manusia
Sebagai sumber penularan dan sebagai penderita penyakit DBD. Berdasarkan
golongan umur maka penderita DBD lebih banyak pada golongan umur kurang
dari 15 tahun.
a. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhdap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang (over behaviour). Perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan, biasanya pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman
yang berasal dari berbagai macam sumber (Soekidjo Notoatmodjo, 2003:
121).
b. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan
korelasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam
kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
stimulus sosial yang dapat diukur dalam bentuk baik dan buruk atau positif
dan negatif. Sikap seseorang adalah komponen yang sangat penting dalam
perilaku kesehatannya yang kemudian diasumsikan bahwa ada hubungan
langsung antara sikap dan perilaku seseorang (Soekidjo Notoatmodjo,
1997: 131). Kalau rajin dan senang akan kebersihan dan cepat tanggap
17
dalam masalah kan mengurangi risiko menderita penyakit DBD (Depkes
RI, 2002: 2).
c. Sosial Budaya
Lingkungan sosial dan budaya merupakan lingkungan yang bersifat
dinamis dan cukup pelik. Suatu lingkungan sosial sosial tertentu tidak
begitu saja memberi pengaruh yang sama kepada semua orang. Kebiasaaan
sosial mungkin akan memberikan pengaruh terhadap kesehatan (Mukono,
2000: 12).
d. Pendidikan
Tingkat pendidikan mempengaruhi cara berpikir dalam penerimaan
penyuluhan dan cara pemberantasan DBD yang dilakukan.
e. Status Ekonomi
Akan mempengaruhi kunjungan untuk berobat ke Puskesmas atau Rumah
Sakit.
f. Suku bangsa
Tiap suku bangsa mempunyai kebiasaannya masing-masing sehingga hal
ini juga mempengaruhi penularan DBD.
g. Daya tahan Tubuh (Imunitas)
Daya tahan tubuh adalah sistem pertahanan tubuh dari benda asing yang
masuk dalam tubuh baik itu virus ataupun bakteri. Makin kuatnya daya
tahan tubuh seseorang dapat menghambat perkembangan virus DBD dalam
tubuh. (Depkes RI, 2002: 2)
h. Umur
Golongan umur akan mempengaruhi peluang terjadinya penularan
penyakit. Lebih banyak golongan umur kurang dari 15 tahun berarti
peluang untuk sakit DBD lebih besar (Depkes RI, 2002: 2).
i. Pelayanan Kesehatan
Secara umum pelayanan kesehatan masyarakat merupakan sub pelayanan
kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan)
dan promotif (peningkatan kesehatan) dan pelayanan kuratif (pengobatan)
untuk meningkatkan derajat kesehatan dengan sasaran masyarakat
(Soekidjo Notoatmodjo, 1997: 89).
18
4) Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik yang terkait adalah: macam tempat penampungan air
(TPA) sebagai tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti. Macam tempat
penampungan air air ini dibedakan lagi berdasarkan bahan TPA (logam,
plastik, porselin, fiberglass, semen, tembikar dan lain-lain), warna TPA (putih,
hijau, coklat, dan lain-lain), volume TPA (kurang dari 50 lt, 51-100 lt, 101-200
lt dan lain-lain), penutup TPA (ada atau tidak ada), pencahayaan pada TPA
(terang atau gelap) dan sebagainya.
5) Lingkungan Biologi
Banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan, yang
mempengaruhi kelembababan dan pencahayaan di dalam rumah dan
halamannya. Bila banyak tanaman hias dan tanaman pekarangan berarti akan
menambah tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap istirahat dan juga
menambah umur nyamuk. Pada tempat-tempat yang demikian di daerah pantai
akan memperpanjang umur nyamuk dan penularan mungkin terjadi sepanjang
tahun di tempat tersebut. Hal-hal ini seperti merupakan fokus penularan untuk
tempat-tempat sekitarnya. Pada waktu musim hujan menyebar ke tempat lain
dan pada saat bukan musim hujan kembali lagi ke pusat penularan (Depkes RI,
2002: 1).
19
Faktor-faktor yang terkait dalam penularan DBD dapat digambarkan
sebagai berikut :
Subsistem nyamuk menjadi vektor DBD (Sumber : Depkes RI, 2002: 4).
Perilaku sehat adalah pengetahuan, sikap dan tindakan proaktif untuk memelihara
dan mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit (Depkes
RI, 2002: 3).
20
Dari segi sosiologi, orang sakit (pasien) mempunyai peran yang mencakup
semua hak-hak orang sakit (right) dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation).
Hak dan kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit sendiri maupun orang lain
(terutama keluarga) yang selanjutnya disebut perilaku peran orang sakit (the sick
role). Perilaku ini meliputi:
a. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.
b. Mengenal/mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan/penyembuhan penyakit
yang layak.
Mengetahui hak (misalnya: hak memperoleh perawatan, memperoleh
pelayanan kesehatan, dan sebagainya) dan kewajiban orang sakit (memberitahukan
penyakitnya kepada orang lain terutama kepada dokter/petugas kesehatan, tidak
menularkan penyakitnya kepada orang lain, dan sebagainya).
21
Faktor risiko tertular penyakit demam berdarah adalah rumah atau lingkungan
dengan baju atau pakaian bergantungan yang disukai nyamuk untuk beristirahat
(Dinkes Jateng, 2004: 5).
g. Memakai kelambu
Orang yang tinggal di daerah endemis dan sedang wabah demam berdarah sebaiknya
waktu tidur memakai kelambu. Terutama waktu tidur siang hari, karena nyamuk
Aedes aegypti menggigit pada siang hari.
h. Memakai lotion anti nyamuk
Pada waktu tidur lengan dan kaki dibaluri minyak sereh atau minyak anti nyamuk
agar terhindar dari gigitan nyamuk Aedes aegypti (Handrawan Nadesul, 1998: 32).
i. Menaburkan bubuk abate
Satu sendok makan (± 10 gram) untuk 100 liter air (Depkes RI, 1995: 16). Obat abate
ini mirip dengan garam dapur. Bubuk abate ditaburkan ke dalam wadah-wadah air di
dalam rumah. Setelah ditaburkan obat ini kan membuat lapisan pada dinding wadah
yang ditaburi obat ini. Lapisan ini bertahan sampai beberapa bulan kalau tidak disikat
(Handrawan Nadesul, 1998: 29).
j. Memelihara ikan pemakan jentik
Misalnya memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan gupi, ikan
cupang/tempalo dan lain-lain) (Depkes RI, 2005: 14).
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
23
3.1.4. Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan untuk meningkatkan tingkat pengetahuan masyarakat
Desa Cidahu tentang penyakit DBD dan pencegahannya.
3.2.4. Penyuluhan
Tempat : Balai Desa Cidahu
Waktu : 5 Desember 2014
Sasaran : Peserta Posyandu Desa Cidahu
Media : Leaflet dan Ceramah
24
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Kabupaten : Kuningan
PETA WILAYAH :
Gambar 2.1.1.1.1
Peta Wilayah Kerja UPTD Puskesmas DTP Cidahu
25
LUAS, BATAS DAN WILAYAH ADMINISTRATIF
a. Luas wilayah :
Lada
Penga Hutan
sawa Pekaran kebun/ ng/ Hutan Perkeb Kola Lain -
No Desa ngona Negar Jumlah
h gan Tegalan Hum Rakyat unan m Lain
n a
a
Cihideunggiran 132.86
46 39.881 19.904 5 0 3.1 0 12 1.2 5.782
1 g 7
251.87
22 69.74 131.338 6 0 5.2 0 10 1 6.598
2 Cihideung hilir 6
257.45
56 28.11 89.29 4 0 7.2 0 5 1 7.853
3 Nanggela 3
168.30
41 24.596 29.812 5 0 2.45 0 22 0.5 2.187
4 Cidahu 7
131.52
25 17.44 4.192 5 0 14.05 0 36.4 0.5 4.97
5 Kertawinangun 2
21.08 262.27
54 21.5 65.69 5 5.05 4 0 30 1
6 Datar 9 5
275.62
30 7.261 187.639 4 1.5 6.25 0 6 0 2.24
7 Bunder 6
23.87 664.41
104 37.908 271.931 5 21 32.1 0 64 0
8 Cieurih 6 8
579.99
108 38.47 46.329 7 20 8.6 15000 75 0 18.6
9 Cibulan 7
10.62
101 45.308 101 8 2.75 18.55 0 84.135 0 371.37
10 Legok 7
168.97
29 16.831 81.145 1 0 6 0 24 0 11
11 Cikeusik 6
313.1 478.13
40 24.5 32.548 8 0 48.75 6 0 5.15
12 Jatimulya 85 3
26
b. Batas-Batas
Jumlah Desa pada wilayah kerja Puskesmas Cidahu berjumlah 12 desa yang terdiri dari :
Kecamatan Cidahu pada tahun 2014 mempunyai Jumlah penduduk sebanyak 44.179 orang,
terdiri dari 22.832 laki-laki dan 21.347 orang perempuan, dengan jumlah KK sebanyak
12.472 KK. kepadatan penduduk di kecamatan Cidahu 11,74 jiwa/Km2. Jumlah Penduduk
menurut golongan umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini.
27
Tabel 2.1.1.2.1.1
Jumlah Penduduk Laki-laki Berdasarkan Kelompok Umur
UPTD Puskesmas Cidahu
KELOMPOK UMUR
25-
No DESA / KEL. 10- 15- 20- 30- 35- 45- 50- 55- 60-
0-4 5-9 29 40-44 65
14 19 24 34 39 49 54 59 64
Th Th Th Th
Th Th Th Th Th Th Th Th Th
Th
1 2 3 4 5 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Cihideunggiran
1 g 188 207 215 255 217 180 183 129 90 92 90 80 73 157
2 Cihideung hilir 354 365 448 307 279 282 228 262 269 187 227 261 221 665
3 Nanggela 218 216 233 211 192 170 159 161 141 70 54 49 34 75
6 Datar 75 58 221 158 220 167 171 154 125 168 124 68 52 28
7 Bunder 95 86 85 94 52 46 43 49 31 40 32 38 35 47
8 Cieurih 235 167 138 264 195 302 186 157 154 117 179 112 68 130
9 Cibulan 129 144 151 118 100 98 120 110 119 78 77 75 62 144
10 Legok 190 174 160 150 181 171 187 166 152 135 121 191 198 184
12 Jatimulya 111 150 150 175 158 163 149 152 150 151 169 162 98 96
168
JUMLAH 1973 2050 2355 2176 1970 2008 1806 1514 1319 1265 1193 955 1751
9
Tabel 2.1.1.2.1.2
Jumlah Penduduk Perempuan Berdasarkan Kelompok Umur
UPTD Puskesmas Cidahu
28
No. DESA / KEL. KELOMPOK UMUR
25- 65+
10- 15- 20- 30- 35- 40- 45- 50- 55- 60-
0-4 5-9 29 Th
14 19 24 34 39 44 49 54 59 64
Th Th
Th Th Th Th Th Th Th Th Th Th
Th
29
1 2 3 4 5 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
30
1 Cihideunggirang 161 254 231 263 188 167 147 117 67 68 62 78 75 157
31
2 Cihideung hilir 317 232 224 183 253 266 272 280 265 261 190 210 134 449
32
3 Nanggela 226 200 200 234 177 168 174 146 107 59 56 41 38 76
33
4 Cidahu 117 200 261 140 134 136 132 165 125 129 85 67 48 112
34
5 Kertawinangun 107 107 103 107 84 126 103 96 102 90 47 38 37 103
35
6 Datar 84 78 238 132 224 232 182 166 130 147 133 78 44 30
36
7 Bunder 74 76 77 87 52 43 52 50 40 48 32 37 37 49
8 Cieurih 198 157 117 255 133 217 178 265 152 136 198 109 43 77
9 Cibulan 144 151 126 116 100 98 115 110 114 112 108 110 107 190
10 Legok 167 149 168 141 131 165 171 171 143 137 108 101 90 208
12 Jatimulya 126 144 144 155 155 171 149 150 155 148 140 146 144 113
JUMLAH 1835 1897 2037 1961 1719 1940 1788 1825 1499 1412 1234 1096 835 1607
Bila dilihat dari komposisi umurnya, penduduk laki-laki dan Perempuan di Wilayah UPTD Puskesmas DTP Cidahu terbanyak pada
golongan umur muda ( 10- 14 ). Kelompok umur tersebut merupakan beban ekonomi bagi kelompok usia produktif. Hal ini akan berpengaruh
pada tingkat pemeliharaan kesehatan masyarakatnya. Semakin banyak tanggungan keluarga semakin besar pula beban yang dipikul oleh
masyarakat. Tapi hal ini pengaruhnya tidak sebesar pada penduduk laki-laki karena laki-laki merupakan tulang punggung keluarga.
Tabel. 2.1.1.2.1.3
Tahun 2014
37
No KELOMPOK UMUR JUMLAH PENDUDUK
2) Kepadatan Penduduk
Dibahas kepadatan penduduk dan persebarannya serta akibat/dampak dari
kepadatan persebaran tersebut.
Tabel 2.1.1.2.2.1
38
Luas Wilayah, Jumlah dan Persebaran Penduduk
LAKI UAN
3) Sosial Ekonomi
a).Penduduk Tercakup Jaminan Kesehatan Nasional
39
Tabel 2.1.1.2.3.1
Sasaran
% Penduduk di
No Nama Puskesmas Jml Penduduk Total Peserta
cakup BPJS
PBI ASKES Mandiri
Tabel 2.1.1.2.3.2
Jumlah Penduduk Laki-Laki Menurut Tingkat Pendidikan Yang Ditamatkan
Di UPTD Puskesmas DTP Cidahu Tahun 2014
JUMLAH PENDUDUK
LAKI – LAKI
NO DESA/ KEL
PERGURU
PRA DIPLOM AKADE
SD SLTP SLTA AN JML
SD A MI
TINGGI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
40
11 Cikeusik 143 947 208 122 2 0 20 1299
Tabel 2.1.1.2.3.3
Jumlah Penduduk Perempuan Menurut Tingkat Pendidikan Yang Ditamatkan
Di UPTD Puskesmas DTP Cidahu Tahun 2014
JUMLAH PENDUDUK
PEREMPUAN
NO DESA/ KEL
PRA DIPLOM PERGURUAN
SD SLTP SLTA AKADEMI JML
SD A TINGGI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
41
11 Cikeusik 520 634 160 197 8 1 10 909
Tabel 2.1.1.2.3.3
Tahun 2014
TIDAK/BELUM PERNAH
PEREMPUAN 1289 2.76 1412 3.8
SEKOLAH
JUMLAH 2312 5,29 3994 0,09 4118 8,88 5427 11.60 5550 12.3
TIDAK/BELUM TAMAT
PEREMPUAN 773 1.65 896 2,41
SD
JUMLAH 2.471 5,66 5.383 0,12 5550 12 3737 7.99 3860 8.92
JUMLAH 10636 24,38 17082 0,38 17607 37,96 6623 14.16 6746 15.75
SEKOLAH LANJUTAN
PEREMPUAN 326 0.70 351 1.89
TINGKAT ATAS (SLTA)
JUMLAH 1936 4,43 3461 0,08 247 0,53 1550 3.31 1575 4.22
42
LAKI-LAKI 21 0.04 46 1.32
JUMLAH 189 0,43 240 0,01 391 0,84 197 0.42 222 0.42
PERGURUAN
PEREMPUAN 52 0.11 77 1.79
TINGGI/UNIVERSITAS
JUMLAH 220 0,5 379 0,01 450 0,97 218 0.47 243 1.23
Dari survey yang dilakukan terhadap rumah yang ada di Desa Cidahu adalah sebagai
berikut :
43
Diberikan masing-masing rumah 1 bungkus bubuk abate sebanyak 10 gram (1 sendok
makan) yang kemudian bungkus tersebut dimasukkan ke dalam bak mandi atau tempat
penampungan air. Untuk semua wilayah kerja Puskesmas Cidahu sebanyak 320
bungkus untuk 320 rumah
4.2.4 Penyuluhan
Telah dilakukan penyuluhan terhadap peserta Posyandu Desa Cidahu di Balai Desa
Cidahu dengan materi penyuluhan tentang DBD dan pencegahannya.
BAB V
5.1. Kesimpulan
a. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue dimana virus tersebut ditularkan kepada manusia melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti. Penularan dengan nyamuk tersebut dipengaruhi oleh
faktor lingkungan dan perilaku penderita yang mana lingkungan yang menjadi
potensi nyamuk tersebut akan menjadi tempat penularan yang sangat potensial
bagi nyamuk-nyamuk jika menggigit manusia. Perilaku penderita
mempengaruhi keadaan lingkungan yang ditimbulkan perilaku penderita
tersebut.
b. Berdasarkan data yang didapatkan sejumlah penderita DBD di Desa Cidahu
dengan data rumah yang mengandung jentik cukup banyak. Sehingga telah
44
dilakukan penanggulangannya dengan melakukan kegiatan pengasapan/fogging,
pembagian bubuk abate, dan penyuluhan.
5.2. Saran
a. Pelaporan penderita DBD di wilayah kerja Puskesmas Cidahu untuk lebih
ditingkatkan, dikarenakan didapatkan beberapa kasus penderita DBD yang tidak
terlaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan.
b. Perlu diadakan survey jentik nyamuk secara rutin sebagai pencegahan terjadinya
DBD, dikarenakan factor cuaca yang turut mempengaruhi keadaan lingkungan
yang menjadi lahan potensial bagi nyamuk DBD.
c. Diperlukan pengasapan/fogging sebanyak 2 siklus. Agar nyamuk-nyamuk Aedes
aegypti khususnya yang mengandung virus dengue benar-benar terbasmi.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, Ditjen PPM&PLP. 1999. Demam Berdarah dapat Dicegah Dengan
Pemberantasan Jentik Nyamuknya. Jakarta: Depkes RI.
_______________________. 1995. Menggerakkan Masyarakat PSN-DBD. Jakarta. Depkes
RI.
_______________________. 2002. Pedoman Survei Entomologi DBD. Jakarta. Depkes RI.
_______________________. 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah
Dengue. Jakarta: Depkes RI.
_______________________. 1992. Petunjuk Teknis Pemberantasan Nyamuk Penular
Penyakit DBD. Jakarta. Depkes RI.
Erik Tapan. 2004. Flu, HFMD, Diare pada Pelancong, Malaria, Demam Berdarah, dan
Tifus. Jakarta: Pustaka Populer Obor.
45
Handrawan Nadesul. 1998. Penyebab, Pencegahan, dan Pengobatan Demam Berdarah.
Jakarta: Puspa Swara.
Mukono. 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya: Airlangga University Press.
Soekidjo Notoatmodjo. 2002. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
__________________. 2003. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
__________________. 1997. Pendidikan dan Kesehatan Perilaku. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Soegeng Soegijanto. 2002. Ilmu Penyakit Anak: Diagnosa & Penatalaksanaan. Jakarta:
Salemba Medika.
Sri Rejeki H Hadinegoro dkk. 2005. Demam Berdarah Dengue. FKUI: Jakarta.
46