Oleh :
D IV Keperawatan T.k 2 Semester 3
Ni Kadek Aryastuti
I Nyoman Sugiharta Dana
Ni Putu Epriliani
I Gusti Ayu Cintya Adianti
I Gusti Ngurah Agung Kusuma Sedana
Ni Putu Novia Indah Lestari
Kadek Poni Marjayanti
Ngakan Raka Saputra
I Putu Dharma Partana
(P07120214007)
(P07120214008)
(P07120214010)
(P07120214012)
(P07120214015)
(P07120214016
(P07120214026)
(P07120214036)
(P07120214038)
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2015
LAPORAN PENDAHULUAN
Pengertian
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit menular yang
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegyph (Sri Rezeki H. Hadinegoro, Soegeng, dkk, 2004).
Demam berdarah dengue (DBD) ialah penyakit yang terdapat pada
anak dan dewasa dengan gejala utama, nyeri otot dan sendi, yang biasanya
memburuk setelah dua hari pertama (Arif Mansjoer, dkk, 2000).
B.
Etiologi
Demam berdarah dengue (DBD) / DHF adalah penyakit demam yang
berlangsung akut menyerang baik dewasa maupun anak-anak tetapi lebih
banyak menimbulkan korban pada anak-anak berusia > 15 tahun (Thomas
Surusa, Ali Imran Umar, 2004). Demam dengue dan demam berdarah
dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus
flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30 mm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat
molekul 4 x 106. Nyamuk aedes aegyph maupun aedes aibopictus
merupakan vektor penular virus dengue dari penelitian kepada orang lain
dengan melalui gigitannya. Nyamuk betina lebih menyukai menghisap
darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja
hari (Alan R. Tumbelaka, 2004).
Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya
nyamuk betina yang mengisap darah. Hal itu dilakukannya untuk
memperoleh asupan protein yang diperlukannya untuk memproduksi telur.
Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh energi dari
nektar bunga ataupun tumbuhan. Jenis ini menyenangi area yang gelap dan
benda-benda berwarna hitam atau merah. Infeksi virus dalam tubuh nyamuk
dapat mengakibatkan perubahan perilaku yang mengarah pada peningkatan
kompetensi vektor, yaitu kemampuan nyamuk menyebarkan virus. Infeksi
virus dapat mengakibatkan nyamuk kurang handal dalam mengisap darah,
berulang kali menusukkan proboscis nya, namun tidak berhasil mengisap
darah sehingga nyamuk berpindah dari satu orang ke orang lain. Akibatnya,
risiko penularan virus menjadi semakin besar.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah
dengue. Keempat serotipe ditemukan di indonesia dengan DEN-3
merupakan serotipe terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotipe dengue
dengan flavivirus lain seperti yellow fever, japanese encehphalitis dan west
nille virus.
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan
mamalia seperti tikus, kelinci,anjing, kelelawar, dan primate. Survei
epidemiologi pada hewan ternak di dapatkan antibodi terhadap virus dengue
pada hewan kuda, sapi dan babi. Penelitian pada artropoda menunjukkan
virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus aedes ( stegomyia ) dan
toxorhynchites. ( Suhendro,2007 : 1709 )
C.
Pola Epidemiologis
Penyakit Dengue Haemoragic Fever (DHF) di Indonesia dikenal
dengan istilah Demam Berdarah Dengue. Penyakit ini mulai ditemukan
pertama kali di Surabaya pada tahun 1968, namun kepastian virologiknya
baru diperoleh pada tahun 1970.
Saat ini DHF masih merupakan masalah kesehatan yang ditakuti
masyarakat karena sering menimbulkan kematian pada anak-anak bahkan
orang dewasa. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan suatu penyakit
endemik di daerah tropis yang memiliki tingkat kematian tinggi terutama
pada anak-anak. Indonesia merupakan negara dengan tingkat kejadian DBD
maupun Demam Dengue (DD) yang tinggi. Berdasarkan publikasi World
Patofisiologi
Patogenesis demam dengue berkaitan dengan adanya respon kekebalan
pada host (inang), yang dipicu oleh infeksi virus dengue. Infeksi primer
atau infeksi pertama biasanya tidak terlalu mengkhawatirkan, akan tetapi
jika terjadi infeksi sekunder dengan beberapa serotype yang berbeda maka
dapat menyebabkan infeksi yang berat.dan diklasifikasikan sebagai demam
berdarah dengue (DBD) atau/dan dengue shock syndrome (DSS),
tergantung pada tanda-tanda klinis yang muncul.
Imunitas (cross-reactive antibodies) yang didapatkan dari reaksi silang
antara antibody dan antigen yang tidak netral oleh infeksi primer
sebelumnya menimbulkan fenomena yang dinamakan antibody-dependent
enhancement (ADE). Hal inilah yang menyebabkan beban virus dalam
tubuh semakin berat dan terjadi peningkatan infeksi dalam sel inang. Sel-sel
keturunan monosit-makrofag adalah tempat utama terjadinya replikasi
virus, akan tetapi virus dapat menginfeksi jaringan lain dalam tubuh seperti
hati, otak, pancreas dan jantung.
Patogenesis ini juga melibatkan antigen-presenting sel dendritik, respon
imun humoral, dan respon imun sel-sel yang dimediasi. Proliferasi sel-sel T
memori dan produksi sitokinin pro-inflamasi menyebabkan terjadinya
disfungsi sel endotel pembuluh darah, sehingga menyebabkan kebocoran
plasma. Terdapat beberapa sitokinin dengan konsentrasi yang lebih tinggi
seperti interferon-gamma, tumor necrosis factor (TNF)-alpha, dan
interleukin-10, dapat mengurangi tingkat oksida nitrat dan beberapa faktor
komplemen. NS1 merupakan modulator dari jalur komplemen dan
memainkan peran dalam tingkat rendah faktor komplemen. Setelah
terjadinya infeksi, cross-reactive antibodies yang sepesifik, sel T CD4 dan
CD8+, menetap dalam tubuh bertahun-tahun.
Kebocoran pembuluh darah adalah ciri khas DBD dan DSS, dan
menyebabkan peningkatan hematokrit, hipoalbuminemia, dan efusi pleura
Pathway
Demam mendadak tinggi selama 2-7 hari, kemudian turun secara lisis
demam disertai gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, malaise, nyeri pada
punggung, tulang, persendian dan kepala.
2.
hematemeis, melena
3.
Hepatomegali
4.
Syok : nadi kecil dan cepat disertai gelisah dan akral dingin.
5.
menelan.
b.
Keluhan sistem yang lain : nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot,
tulang dan sendi, (break bone fever), nyeri otot abdomen, nyeri uluhati,
pegal-pegal pada seluruh tubuh, kemerahan pada kulit, kemerahan
(flushing) pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrinasi dan fotopobia,
otot-otot sekitar mata sakit bila disentuh dan pergerakan bola mata terasa
pegal.
G.
Klasifikasi DHF
DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara
klinis menurut WHO dibagi menjadi :
1. Derajat 1
Pemeriksaan Penunjang/Laboratorium
Menurut Soegijanto (2002), pemeriksaan diagnostic pada pasien DHF
meliputi:
a. Laboratorium
Darah lengkap
1) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20% atau lebih)
Normal : pria (40-48 %) wanita (
2) Trombositopeni (Jumlah trombosit kurang dari 100.000 mm)
Normal : 150000-400000/ui
3) Perpanjangan masa perdarahan dan berkurangnya tingkat protobin
4) Asidosis
5) Kimia darah : hiponatremia, hipokalemia, hipoproteinemia
b. Uji tourniquet positif
Menurut WHO dan Depkes RI (2000), uji tourniquet dilakukan
dengan cara memompakan manset sampai ketitik antara tekanan sistolik
dan diastolik selama lima menit. Hasil dipastikan positif bila terdapat 10
atau lebih ptekie per 2,5 cm. Pada DHF biasanya uji tourniquet
memberikan hasil positif kuat dengan dijumpai 20 ptekie atau lebih. Uji
tourniquet bias saja negatif atau hanya positif ringan selama masa shok,
dan menunjukkan hasil positif bila dilakukan setelah masa pemulihan fase
shok.
c. Radiologi foto thorak: 50% ditemukan efusi fleura, efusi pleura dapat
terjadi karena adanya rembesen plasma.
d. Urine : albuminuria ringan
9
dapat
10
Komplikasi
1. Ensefalopatif
2. Perdarahan intraktranial
3. Hernia batang otak
4. Sepsis
5. Pneumonia
6. Hidrasi berlebihan
7. Syok
8. Perdarahan otak
11
12
1. Identitas
DHF merupakan penyakit daerah tropis yang sering menyebabkan kematian
anak, remaja dan dewasa (Effendy, 1995).
2. Keluhan Utama
Pasien mengeluh panas, sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu
makan menurun.
3. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan menunjukkan adanya sakit kepala, nyeri otot, pegal
seluruh tubuh, sakit pada waktu menelan, lemah, panas, mual, dan nafsu
makan menurun.
4. Riwayat penyakit terdahulu
Tidak ada penyakit yang diderita secara specific.
5. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF pada anggota keluarga yang lain sangat
menentukan, karena penyakit DHF adalah penyakit yang bisa ditularkan
melalui gigitan nyamuk aides aigepty.
6. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Biasanya lingkungan kurang bersih, banyak genangan air bersih seperti
kaleng bekas, ban bekas, tempat air minum burung yang jarang diganti
airnya, bak mandi jarang dibersihkan.
Pengkajian Per Sistem
1. Sistem Pernapasan
Sesak, perdarahan melalui hidung, pernapasan dangkal, epistaksis,
pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada auskultasi terdengar ronchi,
krakles.
2. Sistem Persyarafan
Pada grade III pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran serta pada
grade IV dapat trjadi DSS
3. Sistem Cardiovaskuler
13
urine
menurun,
kadang
kurang
dari
30
cc/jam,
akan
14
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan pada pasien dengan DHF
antara lain sebagai berikut :
1. Hipertermi hubungan dengan proses penyakit.
2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual, muntah, anoreksia dan sakit menelan.
3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perpindahan
cairan
intravaskuler
ke
ekstravaskuler.
(Panduan
Diagnosa
15
NOC
NIC
NIC - Thermoregulation
keperawatan
0800
jam,
selama
pasien
3x24
dengan
jam sekali
Monitor
(TD,N.Suhu,RR)
Monitor intake dan output
cairan.
Selimuti pasien
Tingkatkan sirkulasi udara
Catat
adanya
fluktasi
Temperature
Regulation 3900
Suhu dalam rentang normal
(36-37)
Nadi dan RR dalam rentang
normal
(nadi
60-
TTV
tekanan darah
100x/menit.RR:16
24X/Menit)
Tidak ada perubahan warna
kulit,dan tidak pusing tidak
merasa mual
NIC
keperawatan
Management
jam,
selama
pasien
ketidakseimbangan
3x24
dengan
nutrisi
Nutrition
penerimaan,catat
turgor kulit.BB,Intergritas
diharapkan
mukosa
dapat
teratasi
oral,kemampuan
menelan,riwayat
mual/muntah/diare
Pastikan pola diet biasa
pasien
Awasi
(status nutrisi) :
Intake nutrisi meningkat
masukan
dan
16
pengeluaran
nutrisi
dan
perubahan
hidup
untuk
menigkatkan/mempertahanka
n BB.
selama
3x24
dapat
teratasi
Fluid Management :
Monitor BB setiap hari
Set tetesan infus permenit
Tingkatkan oral intake
Monitor hasil lab yang
relevan
(BUN,
HMT,
albumin)
Monitor status hemodinamik
Monitor TTV
Monitor tanda dan gejala
retensi cairan
Berikan diet
tambahan
Tidak ada asites
Tidak ada edema
Tidak gelisahh/cemas
D. Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan
untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah
rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Dalam kasus klien DHF ini perawat melakukan tindakan yang berkaitan
dengan thermoregulation, nutrisi management, dan fluid management.
17
E. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan
dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasimemungkinkan
perawat untuk memonitor kealpaan yang terjadi selama tahap pengkajian,
analisa, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan. Disini criteria hasil yang
diharapkan perawat sebagai pembuat rencana keperawatan adalah suhu
tubuh pasien berada pada kisaran normal (36-37), intake nutrisi meningkat,
intake output cairan 24 jam seimbang.
18
DAFTAR PUSTAKA
Chair
Yahya.
2007.
Available
(Online)http://www.jevuska.com/2012/12/11/patofisiologi-demamberdarah-dengue-dan-dss/?subscribe=success#blog_subscription-2
Herdman, T Heatrher, PhD, RN, Diagnosa Keperawatan : Definisi dan
Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : EGC
Moorhead, Sue PhD, RN dkk. 2004. Nursing Outcome Classification (NOC)
Fourth Edition. United State of America : Mosby Elsevier
Moorhead, Sue PhD, RN dkk. 2004. Nursing Intervention Classification (NIC)
United State of America : Mosby Elsevier
Surosa Thomas, Ali Imran Umar, 2004. Epidemiologi dan Penanggulangan
Penyakit Demam Berdarah Dengue. Jakarta : FKUI.
Sutaryo, 2004. Perkembangan Patogenesis Demam Berdarah Dengue. Jakarta :
FKUI.
19
20