Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Anak merupakan sebagian individu yang unik dan mempunyai kebutuhan sesuai dengan
tahap perkembangannya, kebutuhan tersebut dapat meliputi kebutuhan fisiologis seperti nutirisi
dan cairan, aktifitas dan eliminasi, istirahat tidur dan lain-lain, anak juga individu yang
membutuhkan kebutuhan psikologis sosial dan spiritual. Anak merupakan individu yang berada
dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Jing &
Ming 2019).
Anak pada masa usia prasekolah disebut sebagai masa yang sangat aktif seiring dengan
masa perkembangan otot yang sedang tumbuh dan peningkatan aktivitas bermainnya. Para ahli
menggolongkan usia balita pada usia prasekolah sebagai tahapan perkembangan anak yang
cukup rentan terhadap berbagai serangan penyakit dan penyakit yang sering dijumpai adalah
penyakit infeksi (Wowor et al. 2017).
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh satu dari 4
virus dengue berbeda dan ditularkan melalui nyamuk terutama Aedes aegypti dan Aedes
albopictus yang ditemukan di daerah tropis dan subtropis di antaranya kepulauan di Indonesia
hingga bagian utara Australia. Menurut data (WHO 2016) Penyakit demam berdarah dengue
pertama kali dilaporkan di Asia Tenggara pada tahun 1954 yaitu di Filipina, 1 2 selanjutnya
menyebar keberbagai negara. Sebelum tahun 1970, hanya 9 negara yang mengalami wabah
DHF, namun sekarang DHF menjadi pen yakit endemik pada lebih dari 100 negara, diantaranya
adalah Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Amerika, Asia
Tenggara dan Pasifik Barat memiliki angka tertinggi kasus DHF. Jumlah kasus di Amerika, Asia
Tenggara dan Pasifik Barat telah melewati 1,2 juta kasus di tahun 2008 dan lebih dari 2,3 juta
kasus di 2010. Pada tahun 2013 dilaporkan terdapat sebanyak 2,35 juta kasus di Amerika,
dimana 37.687 kasus merupakan DHF berat (Kementerian Kesehatan RI 2016).
World Health Organizaton (WHO) menyebutkan jumlah kasus demam berdarah yang
dilaporkan meningkat lebih dari 8 kali lipat selama 4 tahun terakhir, dari 505.000 kasus
meningkat menjadi 4,2 juta pada tahun 2019. Jumlah angka kematian yang dilaporkan juga
mengalami peningkatan dari 960 menjadi 4032 selama 2015. Tidak hanya jumlah kasus yang
meningkat seiring penyebaran penyakit ke wilayah baru termasuk Asia, tetapi wabah eksplosif
juga terjadi. Ancaman kemungkinan wabah demam berdarah sekarang ada di Asia. Wilayah
Amerika melaporkan 3,1 juta kasus, dengan lebih dari 25.000 diklasifikasikan sebagai parah.
Terlepas dari jumlah kasus yang mengkhawatirkan ini, kematian yang terkait dengan demam
berdarah lebih sedikit dibandingkan tahun sebelumnya. Jumlah kasus DHF tersebut
merupakan masalah yang dilaporkan secara global terjadi pada tahun 2019 (WHO, 2019).
WHO mencacat negara Indonesia adalah negara dengan kasus (DHF) tertinggi di Asia
Tenggara dan tertinggi nomor dua di dunia setelah Thailand (Dhamayanti, 2019). Data Depkes
RI (2019) jumlah kasus penderita (DHF) di Indonesia pada tanggal 29 Januari 2019 13.683
orang diseluruh Indonesia. Penderita (DHF) di indonesia terdapat dengan jumlah 133 orang.
Penderita (DHF) terus bertambah hingga 3 Februari 2019, banyaknya penderita (DHF)
mencapai 16.692 kasus, dengan 169 jiwa dinyatakan meninggal dunia. Direktur pengendalian
penyakit tular vektor dan zoonosis kemenkes,
Menurut kepala dinas kesehatan (Kadinkes) sumatera utara melalui program kepala seksi
tentang pencegahan penyakit bersumber binatang khusus nya golongan serangga mengatakan
sumut berada di peringkat sembilan dengan jumlah kasus DHF setelah jawa barat, dki jakarta,
jawa timur, jawa tengah, kalimantan barat, bali, banten, kalimantan timur, sumatera utara,
sulawesi selatan.
Medan hingga maret 2012 jumlah kasus DHF di sumut telah mencapai angka sekitar 4596
penderita dengan jumlah korban yang meninggal sebanyak 58 orang enam kecamatan di kota
medan dilaporkan memiliki kasus DHF tertinggi untuk periode Januari-April 2012 karena itu,
dinas kesehatan kota medan berupaya menekan angka kesakitan DHF dengan melakukan
tindakan fogging (pengasapan) selektif yang terjadwal
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menulis “Asuhan keperawatan Anak
Dengan Gangguan Sistem Pencernaan (DHF) di RS Mitra Medika Medan

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
“Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada Anak dengan DHF yang di Rawat di Ruangan Anak
Rumah Sakit Mitra Medika Medan?”

C. Tujuan
1) Tujuan umum
Untuk mendeskripsikan pemberian ekstrak daun pepaya terhadap peyakit DHF pada
anak
2) Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian pada An.R dengan DHF
b. Dapat melakukan analisa data dengan An.S dengan diagnosa DHF
c. Dapat melakukan intervensi keperawatan pada An.R dengan diagnosa DHF
d. Dapat melakukan implementasi keperawatan pada An.R dengan diagnosa DHF
e. Dapat melakukan evaluasi keperawatan pada An.R dengan DHF
f. Dapat melakukan analisis inovasi keperawatan (sebelum dan sesudah tindakan)
pada An.R dengan diagnosa DHF

D. Manfaat
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi:
1. Bagi penulis
Menambah pengetahuan dan pengalaman bagi penulis dalam melakukan asuhan
keperawatan pada anak dengan diagnosa DHF dengan masalah keperawatan
hipertermia dengan terapi kompres air hangat
2. Bagi tenaga kesehatan
Memberikan informasi mengenai konsep medis dan pemberian asuhan keperawatan
pada anak pada pasien dengan gangguan sistem Hematologi dengan kasus DHF
3. Bagi pasien
Dapat dijadikan sebagai informasi untuk menambah pengetahuan tentang DHF dan
menambah pengaalaman dalam menangani DHF dengan terapi kompres air hangat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis DHF


1. Pengertian
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) / DBD adalah penyakit demam akut.yang.ditemukan
di.daerah tropis, dengan..penyebarang.geografis..yang mirip..dengan malaria. Penyakit ini
disebabkan oleh salah satu dari 4 serotipe virus dari genus Flavivirus, family..Flafifiridae.
Setiap..serotipe cukup berbeda sehingga tidak.ada proteksi silang dan wabah yang disebabkan
oleh beberapa serotipe (hiperendemistas) dapat.terjadi. Demam..berdarah disebarkan pada
kepada..manusia oleh nyamuk Aedes aegypti (Tosepu, 2016).
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disbabkan oleh virus..berbahya
karena dapat..menyebabkan..penderita..meninggal dalam waktu..yang sangat singkat. Gejala
klinis DHF berupa..demam..tinggi..yang berlangsung..terus-menerus selama 2-7 hari. Tanda
dan gejala perdarahan yang biasanya..didahului dengan..terlihatnya tanda..khas berupa..bintik-
bintik merah (petechia) pada badan penderita bahkan penderita dapat mengalami syok dan
meninggal (Sutanto, 2015)
2. Etiologi
Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4 serotipe virus yaitu
DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya ditemukan di Indonesia dengan DEN-3
serotipe terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibody terhadap serotipe
yang bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk terhadap serotype lain sangat kurang,
sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut.
Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe
selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia (Nurarif & Kusuma 2015).
3. Patofisiologi
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan viremia. Hal tersebut
akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di hipotalamus sehingga menyebabkan
(pelepasan zat bradikinin, serotinin, trombin, histamin) terjadinya: peningkatan suhu. Selain itu
viremia menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan
perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke intersisiel yang menyebabkan
hipovolemia. Trombositopenia dapat terjadi 16 akibat dari penurunan produksi trombosit
sebagai reaksi dari antibodi melawan virus (Murwani 2018).
Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit seperti petekia
atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan adanya kehilangan kemampuan tubuh
untuk melakukan mekanisme hemostatis secara normal. Hal tersebut dapat menimbulkan
perdarahan dan jika tidak tertangani maka akan menimbulkan syok. Masa virus dengue
inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti. Pertama tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita
mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot pegal pegal di seluruh tubuh, ruam atau bintik
bintik merah pada kulit, hiperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi pembesaran
kelenjar getah bening, pembesaran hati atau hepatomegali (Murwani 2018).
Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus antibodi. Dalam
sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan di lepas C3a
dan C5a dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat
sebagai faktor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang
mengakibatkan terjadinya pembesaran plasma ke ruang ekstraseluler. Pembesaran plasma ke
ruang eksta seluler mengakibatkan kekurangan volume plasma, terjadi hipotensi,
hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan atau syok. Hemokonsentrasi
atau 17 peningkatan hematokrit >20% menunjukan atau menggambarkan adanya kebocoran
atau perembesan sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan
intravena (Murwani 2018). Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan
dengan ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium, pleura,
dan perikardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah
pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukan kebocoran plasma telah
teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus di kurangi kecepatan dan jumlahnya untuk
mencegah terjadi edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang
cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang
buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan
timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan
baik (Murwani 2018).
4. WOC
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada penderita DHF antara lain adalah (Nurarif & Kusuma 2015) :
Demam dengue Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau
lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
1. Nyeri kepala
2. Nyeri retro-orbital
3. Myalgia atau arthralgia
4. Ruam kulit
5. Manifestasi perdarahan seperti petekie atau uji bending positif
6. Leukopenia
7. Pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan DD/DBD yang sudah di konfirmasi
pada lokasi dan waktu yang sama

a. Demam berdarah dengue


Berdasarkan kriteria WHO 2016 diagnosis DHF ditegakkan bila semua hal dibawah ini
dipenuhi Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat bifastik
1. Manifestasi perdarahan yang berupa :
a. Uji tourniquet positif
b. Petekie, ekimosis, atau purpura
c. Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna, tempat bekas
suntikan
d. Hematemesis atau melena
2. Trombositopenia <100.00/ul
3. Kebocoran plasma yang ditandai dengan
a. Peningkatan nilai hematokrit >20% dari nilai baku sesuai umur dan jenis kelamin
b. Penurunan nilai hematokrit > 20% setelah pemberian cairan yang adekuat 19 5)
Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi pleura
c. Sindrom syok dengue Seluruh kriteria DHF diatas disertai dengan tanda kegagalan
sirkulasi yaitu:
a. Penurunan kesadaran, gelisah
b. Nadi cepat, lemah
c. Hipotensi
d. Tekanan darah turun < 20 mmHg
e. Perfusi perifer menurun
f. Kulit dingin lembab
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderita DHF antara lain adalah
(Wijayaningsih 2017) :
a. Pemeriksaan darah lengkap Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar
hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai
pada DHF merupakan indikator terjadinya perembesan plasma.
1. Pada demam dengue terdapat Leukopenia pada hari kedua atau hari ketiga.
2. Pada demam berdarah terdapat trombositopenia dan hemokonsentrasi. 20
3. Pada pemeriksaan kimia darah: Hipoproteinemia, hipokloremia, SGPT, SGOT, ureum
dan Ph darah mungkin meningkat.
b. Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test) Uji serologi didasarkan atas timbulnya
antibody pada penderita yang terjadi setelah infeksi. Untuk menentukan kadar antibody atau
antigen didasarkan pada manifestasi reaksi antigen-antibody. Ada tiga kategori, yaitu primer,
sekunder, dan tersier. Reaksi primer merupakan reaksi tahap awal yang dapat berlanjut
menjadi reaksi sekunder atau tersier. Yang mana tidak dapat dilihat dan berlangsung sangat
cepat, visualisasi biasanya dilakukan dengan memberi label antibody atau antigen dengan
flouresens, radioaktif, atau enzimatik. Reaksi sekunder merupakan lanjutan dari reaksi primer
dengan manifestasi yang dapat dilihat secara in vitro seperti prestipitasi, flokulasi, dan
aglutinasi. Reaksi tersier merupakan lanjutan reaksi sekunder dengan bentuk lain yang
bermanifestasi dengan gejala klinik.
c. Uji hambatan hemaglutinasi Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG
berdasarkan pada kemampuan antibody-dengue yang dapat menghambat reaksi hemaglutinasi
darah angsa oleh virus dengue yang disebut reaksi hemaglutinasi inhibitor (HI).
d. Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test) Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan
sensitif untuk virus dengue. Menggunakan metode plague reduction neutralization test 21
(PRNT). Plaque adalah daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas yang jelas akan dilihat
terhadap sel di sekitar yang tidak terkena infeksi.
e. Uji ELISA anti dengue Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination
Inhibition (HI). Dan bahkan lebih sensitive dari pada uji HI. Prinsip dari metode ini adalah
mendeteksi adanya antibody IgM dan IgG di dalam serum penderita.
f. Rontgen Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan sebagian besar grade II) di
dapatkan efusi pleura. 8. Penatalaksanaan Dasar pelaksanaan penderita DHF adalah
pengganti cairan yang hilang sebagai akibat dari kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan
peninggian permeabilitas sehingga mengakibatkan kebocoran plasma. Selain itu, perlu juga
diberikan obat penurun panas (Rampengan 2017).
B. Konsep Hipertermi
1. Pengertian

Menurut Mumpuni (2016) DHF atau yang lebih familiar dengan sebutan demam berdarah
adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue yang masuk ke peredaran darah
manusia melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes,misal Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Menurut Boyd (2015) Hipertermia yaitu suhu tubuh yang sangat jauh di atas normal (41oC) dan
dapat menyebabkan kejang. Dari beberapa pendapat diatas tentang pengertian DHF dan
hipertermia dapat

penulis simpulkan bahwa hipertermia pada DHF adalah peningkatan suhu tubuh di atas normal
yang dapat menyebabkan kejang disebabkan karena masuknya virus dengue ke peredaran
darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes,misalnya Aedes aegypti dan Aedes
albopictus.

2. Etiologi

Menurut SDKI (2016) penyebab hipertermia yaitu dehidrasi,terpapar lingkungan panas,


proses penyakit ( mis.infeksi,kanker), ketidaksesuaian pakaian dengan lingkungan, peningkatan
laju metabolisme, respon trauma, aktivitas berlebihan, dan penggunaan inkubator. Hipertermia
pada klien DHF disebabkan oleh virus dengue yang masuk ke peredaran darah manusia
melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes (Mumpuni, 2016)Masuknya virus dengue ke dalam
tubuh akan mengakibatkan terjadinya aktivasi komplemen. Akibat aktivasi komplemen, maka
dilepaskan anafilaktosit C3a dan C5a yang berdaya membebaskan histamin sebagai mediator
kuat dalam peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan berperan dalam terjadinya
renjatan.(Susilaningrum, 2013).Saat anafilaktosit C3a dan C5a dilepaskan maka akan
meningkatkan jumlah histamin (Susilaningrum, 2013). Hasil akhir respon imun tersebut adalah
peningkatan IL-1, TNF-α, IFN-γ, IL-2, dan histamine (Sudoyo, 2015). Interleukin-1 disebut juga
leukosit pirogen atau pirogen endogen. Interleukin-1,saat mencapai hipotalamus, segera
mengaktifkan proses yang menimbulkan demam, ,pertama-tama dengan menginduksi
pembentukan salah satu prostaglandin ,terutama prostaglandin E2, atau zat yang mirip dan
selanjutnya bekerja di hipotalamus untuk membangkitkan reaksi demam (Guyton A.C, dan Hall,
2014).
Asuhan keperawatan yang dapat di berikan kepada penderita DHF yaitu sesuai dengan
masalah yang di alami oleh pasien, masalah yang sering muncul pada penderita DHF yaitu
peningkatan suhu tubuh karena virus dengue masuk dalam tubuh dan mengacaukan
termoregulasi pada hipotalamus. Untuk mengantisipasi terjadinya syok karena terjadi
kebocoran dan kehilangan plasma yang hebat, maka peningkatan suhu tubuh harus segera di
turunkan.Dengan turunnya suhu tubuh pada pasien, maka pasien tidak akan mengalami syok
karena tidak terdapat perembesan / kebocoran plasma pada tubuh pasien yang di sebabkan
oleh virus dengue. (Sodikin, 2012)
Menurut Khadijah dan Gede Dwi Lingga Utama (2017) Patogenesis utama yang
menyebabkan kematian pada hampir seluruh pasien DHF adalah syok karena kebocoran
plasma (Fase SSD). Sekitar 30-50% penderita DHF akan mengalami syok dan berakhir dengan
suatu kematian, terutama bila tidak ditangani secara dini dan adekuat.Perjalanan penyakit DHF
terbagi menjdi 3 fase, yaitu fase demam, fase kritis, dan fase penyembuhan. Fase demam
(berlangsung selama 2-7 hari), pada fase demam terdapat pengobatan simtomatik yaitu dengan
melakukan tindakan kompres hangat dan pemberian obat antipiretik, ada pula dengan cara
pengobatan suportif yaitu memenuhi kebutuhan cairan tubuh seperti pemberian jus buah atau
susu, larutan oralit dan lainlain. Fase kritis (berlangsung 24-48 jam) umumnya pada fase ini
pasien tidak nafsu makan dan minum karena anoreksia atau muntah. Yang terakhir yaitu fase
penyembuhan, pada fase penyembuhan sebagian besar pasien DHF akan sembuh tanpa
komplikasi dalam waktu 24 - 48 jam setelah syok, indikasi paisen masuk fase penyembuhan
yaitu, keadaan umum membaik, meningkatnya nafsu makan, tandatanda vital stabil. (Gunadi,
2011)
3. Tanda dan Gejala

Menurut SDKI (2016) gejala tanda mayor objektifnya yaitu suhu tubuh diatas nilai
normal .Sedangkan, gejala tanda minor objektifnya kulit merah, kejang, takikardi, takipnea, kulit
terasa hangat.

4. Dampak
Terjadinya demam dan peningkatan aliran darah ke otak dapat mengakibatakan peningkatan
tekanan intracranial (TIK) yang merupakan respon tubuh terhadap hipertermia. Peningkatan
tekanan intracranial sering menyebabkan kematian. Untuk itu, perlu sekali dilakukan kontrol
terhadap peningkatan suhu untuk menghindari peningkatan tekanan intrakranial dan perluasan
area iskemik (Iqbal, 2015). Kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 40oC dapat menyebabkan
kejang demam (Desmawati, 2013). Saat fase demam mulai berkurang dan klien tampak seakan
sembuh, hal ini perlu diwaspadai sebagai awal kejadian syok,biasanya pada hari ketiga dari
demam. Syok dapat terjadi dalam waktu yang sangat singkat, klien dapat meninggal dalam
waktu 12-24 jam. (Desmawati, 2013)Temuan patologis pada orang yang meninggal karena
demam/hiperpireksia adalah perdarahan local dan degenerasi parenkimatosa sel di seluruh
tubuh,terutama di otak. Sekali sel neuron mengalami kerusakan, sel tersebut tidak dapat
digantikan. Demikian juga, kerusakan hati, ginjal, dan organ tubuh lainnya sering kali dapat
cukup berat, sehingga kegagalan satu atau lebih dari organ-organ ini akhirnya menyebabkan
kematian, kadang tidak sampai beberapa hari setelah heatstroke.(Guyton A.C, dan Hall, 2014)

1. Pengkajian
Pengkajian adalah pengumpulan, pengaturan, validasi dan dokumentasi data (informasi)
yang sistematis dan bersinambungan (Kozier, 2010). Pengkajian bertujuan untuk mendapatkan
data dasar tentang kesehatan klien baik fisik,psikososial, maupun emosional. Data dasar ini
digunakan untuk menetapkan status kesehatan klien, menemukan masalah aktual ataupun
potensial serta sebagai acuan dalam memberikan edukasi pada klien. (Debora, 2013)
1) Identitas klien

Identitas klien menjadi hal yang penting, bahkan berhubungan dengan keselamatan klien agar
tidak terjadi kesalahan yang nantinya bisa berakibat fatal jika klien menerima prosedur medis
yang tidak sesuai dengan kondisi klien seperti salah pemberian obat, salah pengambilan darah
bahkan salah tindakan medis. Identitas klien terdiri dari : Nama, umur (pada DHF sering
menyerang anak-anak dengan usia kurang dari 15tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan,
nama orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
2) Keluhan utama

Keluhan utama merupakan keluhan yang dirasakan klien, sehingga menjadi alasan klien
dibawa ke Rumah Sakit. Adapaun alasan atau keluhan yang menonjol pada klien dengan DHF
untuk datang ke RS yaitu panas tinggi dan anak lemah.
3) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan kronologis dari penyakit yang diderita saat ini mulai awal hingga di bawa ke RS
secara lengkap. Pada klien dengan DHF didapatkan adanya keluhanpanas mendadak yang
disertai menggigil dan saat demam kesadaran compos mentis.Turunnya terjadi antara hari ke-3
dan ke-7, dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai batuk pilek, nyeri telan, mual,
muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati
dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi,
melena atau hematemesis.
4) Riwayat penyakit yang pernah di derita Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF,
anak bisa mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus yang lain.
5) Riwayat imunisasi

Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya komplikasi
dapat dihindarkan.
6) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki pada setiap
system tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien dan memungkinkan perawat
untuk mebuat penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan fisik

mempengaruhi pemilihan terapi yang diterima klien dan penetuan respon terhadap terapi
tersebut. (Potter & Perry, 2010)
Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujungrambut sampai
ujung kaki. Berdasarkan tingkatan (grade) DHF, keadaan fisik anak adalah sebagai berikut:
a) Grade I: kesadaran compos mentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan spontan ptekie,
perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, tanda-tanda vital dan nadi lemah
b) Grade II: kesadaran compos mentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan spontan ptekie,
perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur
c) Grade III: kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah dan kecil, dan
tidak teratur, serta tensi menurun
d) Grade IV: kesadaran koma, tanda-tanda vital: nadi tidak teraba, tensi tidak terukur,
pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit tampak biru.
7) Sistem integumen
a) Adanya ptekie pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin, dan lembab

b) Kuku sianosis atau tidak


c) Kepala dan leher: Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam,
mataanemis, hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II, III, dan IV. Pada
mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan.
Sementara tenggorokan mengalami hyperemia pharing dan terjadi perdarahan telinga (grade II,
III, IV)
d) Dada: Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada foto toraks terdapat adanya
cairan yang tertimbun pada paru (efusi pleura), terdapat rales dan ronkhi yang biasanya
terdapat pada grade III dan IV
e) Abdomen mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali), dan asites
f) Ekstremitas: akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang.
8) Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah klien DHF akan dijumpai sebagai berikut.
a) Hb dan PCV meningkat (≥ 20%)
b) Trombositopenia (≤ 100.000/ ml)
c) Leukopenia (mungkin normal atau lekositosis)
d) Ig. D dengue positif
e) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hipokloremia, hiponatremia.
f) Urium dan pH darah mungkin meningkat
g) Asidosis metabolik: pCO2 < 35-40 mmHg. HCO3 rendah
h) SGOT/ SGPT mungkin meningkat.(Susilaningrum, 2013)

2. Diagnosa Keperawatan
a) Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik berlangsung
aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi
respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan. Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus DHF yaitu (Erdin
2018) (SDKI DPP PPNI 2017) :
a. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus dengue ditandai dengan
suhu tubuh diatas normal
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan pasien
mengeluh nyeri
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan untuk makan)
ditandai dengan berat badan menurun
d. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler ditandai
dengan mukosa bibir kering
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan
mengeluh lelah
f. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
g. Risiko perdarahan ditandai dengan koagulasi (trombositopenia)

3 .Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil SLKI Intervensi Keperawatan SIKI
DKI
Dx 1: Setelah dilakukan intervensi MANAJEMEN HIPERTERMIA (I.15506)
Hipertermi selama 3 x24 jam.
Diharapkan hipertermi menjadi : Observasi
enyebab : 1. Identifkasi penyebab hipertermi (mis. dehidrasi terpapa
1. Penurunan energi Termoregulasi : penggunaan incubator
2. Sindrom 1. Menggigil 2. Monitor suhu tubuh
hipoventilasi 2. Kulit Merah 3. Monitor kadar elektrolit
3. Kecemasan 3. Kejang 4. Monitor haluaran urine
4. Pucat
5. Suhu Tubuh Terapeutik
6. Tekanan Darah 1. Sediakan lingkungan yang dingin
Status cairan : 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
1. Kekuatan nadi : 3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
meningkat 4. Berikan cairan oral
2. Output urine : meningkat 5. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika meng
3. Membrane mukosa (keringat berlebih)
lembab : meningkat 6. Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hipotermia a
4. Ortopnea : menurun pada dahi, leher, dada, abdomen,aksila)
5. Dyspnea : menurun 7. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
6. Edema anarsarka : 8. Batasi oksigen, jika perlu
menurun
7. Edema perifer : menurun Edukasi
8. Frekuensi nadi : 1. Anjurkan tirah baring
membaik 2. Kolaborasi
9. Tekanan darah : 3. Kolaborasi cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
membaik
10. Tekanan nadi : membaik
11. Turgor kulit : membaik REGULASI TEMPERATUR (I.14578)
12. Jugular Venous
Pressure (JVP) : Observasi
membaik 1. Monitor suhu bayi sampai stabil ( 36.5 C -37.5 C)
13. Hemaglobin : membaik 2. Monitor suhu tubuh anak tiap 2 jam, jika perlu
14. Hematocrit : membaik 3. Monitor tekanan darah, frekuensi pernapasan dan nadi
4. Monitor warna dan suhu kulit
5. Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia dan hipert

Terapeutik
1. Pasang alat pemantau suhu kontinu, jika perlu
2. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
3. Bedong bayi segera setelah lahir, untuk mencegah kehila
4. Masukkan bayi BBLR ke dalam plastic segera setelah
polyethylene, poly urethane)
5. Gunakan topi bayi untuk memcegah kehilangan panas pa
6. Tempatkan bayi baru lahir di bawah radiant warmer
7. Pertahankan kelembaban incubator 50 % atau lebih
kehilangan panas Karena proses evaporasi
8. Atur suhu incubator sesuai kebutuhan
9. Hangatkan terlebih dahulu bhan-bahan yang akan konta
seelimut,kain bedongan,stetoskop)
10. Hindari meletakkan bayi di dekat jendela terbuka a
pendingin ruangan atau kipas angina
11. Gunakan matras penghangat, selimut hangat dan pe
untuk menaikkan suhu tubuh, jika perlu
12. Gunakan kasur pendingin, water circulating blanket, ice p
intravascular cooling catherization untuk menurunkan suh
13. Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien

Edukasi
1. Jelaskan cara pencegahan heat exhaustion,heat stroke
2. Jelaskan cara pencegahan hipotermi karena terpapar uda
3. Demonstrasikan teknik perawatan metode kangguru (PMK

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antipiretik jika perlu
Dx 2: Setelah dilakukan intervensi MANAJEMEN NYERI (I. 08238)
Nyeri Akut selama 3 x24 jam. Observasi
Diharapkan nyeri akut menurun 1. Lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
enyebab : menjadi : 2. Identifikasi skala nyeri
.Agen pencedera 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
siologis (mis.infarmasi, Tingkat Nyeri : 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan ny
akemia, neoplasma) 1. Keluhan nyeri : menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
.Agen pencedera 2. Gelisah : menurun 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
imiawi (mis. terbakar, 3. Meringis : menurun. 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
ahan kimia iritan) 4. Kesulitan tidur : menurun 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah dib
. Agen pencedera fisik 9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
mis.abses, amputasi, Kontrol Nyeri : Terapeutik
erbakar, terpotong, 1.Melaporkan nyeri terkontrol 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
mengangkat berat, meningkat hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
rosedur operasi, 2. Kemampuan menggunakan teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
auma, latihan fisik non -farmakologis meningkat. 2. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (m
erlebihan) 3. Kemampuan mengenali pencahayaan, kebisingan)
penyebab nyeri meningkat. 3. Fasil itasi istirahat dan tidur
4. Keluhan nyeri menurun 4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
5. Penggunaan analgesic nyeri
menurun Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa ny

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
PEMBERIAN ANALGESIK (I.08243)
Observasi
1. Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda
intensitas, frekuensi, durasi)
2. Identifikasi riwayat alergi obat
3. Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. Narkotika,
NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
4. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberia
5. Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik
1. Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapa
jika perlu
2. Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bo
mempertahankan kadar dalam serum
3. Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalka
4. Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan
diinginkan
Edukasi
1. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi

Dx 3 Setelah dilakukan intervensi MANAJEMEN NUTRISI (I. 03119)


Defisit nutrisi selama 3x24 jam. Observasi
Diharapkan Defisit Nutrisi 1. Identifikasi status nutrisi
enyebab : menjadi : 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
1. Ketidakmampuan Status Nutrisi : 3. Identifikasi makanan yang disukai
menelan makanan 1. Pola makanan yang 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
2. Ketidakmampuan dihabiskan meningkat 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
mencerna 2. Diare menurun 6. Monitor asupan makanan
makanan 3. Berat badan membaik 7. Monitor berat badan
3. Ketidakmampuan 4. Indeks Masa Tubuh 8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
mengabsorbsi
nutrien (IMT) membaik
4. Peningkatan 5. Frekuensi makan Terapeutik
kebutuhan membaik 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
metabolisme 6. Nafsu makan membaik 2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida maka
5. Faktor ekonomi 3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
(mis, finansial tidak 4. Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
mencukupi) 5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
6. Faktor psikologis 6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
(mis, stres, 7. Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika
keengganan untuk ditoleransi
makan)
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (m
antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalo
yang dibutuhkan, jika perlu

PROMOSI BERAT BADAN (I.03136)


Observasi
1. Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
2. Monitor adanya mual dan muntah
3. Monitor jumlah kalorimyang dikomsumsi sehari-hari
4. Monitor berat badan
5. Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit serum

Terapeutik
1. Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan, jika
2. Sediakan makan yang tepat sesuai kondisi pasien( mis
tekstur halus, makanan yang diblander, makanan cair yan
NGT atau Gastrostomi, total perenteral nutritition sesui ind
3. Hidangkan makan secara menarik
4. Berikan suplemen, jika perlu
5. Berikan pujian pada pasien atau keluarga untuk peningka

Edukasi
1. Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namuntetap t
2. Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan
Dx 4 : Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hipovolemia ( I. 03116 ).
Hipovolemia selama 3 x24 jam. Observasi
Diharapkan hipovolemia 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia
enyebab : terpenuhi 2. Monitor intake dan output cairan
1. Kehilangan Kriteria Hasil : Terapeutik
cairan aktif Status cairan L. 03028 Dalam 1. Hitung kebutuhan cairan
2. Peningkatan SLKI 2. Berikan posisi modified trendelenburg
premabilitas 1. Kekuatan nadi 3. Berikan asupan cairan oral
kapiler meningkat
3. Kekurangan 2. Output urin meningkat
intake cairan 3. Membran mukosa Edukasi
4. Kegagalan lembab meningkat 1. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
mekanisme 4. Ortopnea menurun 2. Anjurkan menghindari perubahan posisi banyak
regulasi 5. Tekanan darah membaik
5. Evaporasi 6. Turgor kulit membaik Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan IV
Dx 5 Setelah dilakukan intervensi Manajemen Energi (I.05178)
ntoleransi aktivitas selama 3 x24 jam. Observasi
Diharapkan intoleransi aktivitas 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan k
enyebab : meningkat 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
1. Ketidakseimbang Kriteria Hasil : 3. Monitor pola dan jam tidur
an antara suplai 1. frekuensi nadi 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan a
dan kebutuhan 2. kemudahan dalam
oksigen melakukan aktivitas Terapeutik
2. Tirah baring sehari-hari 1. Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus
3. Kelemahan 2. Lakukan latihan rentang gerak pasif atau aktif
4. Imobilitas 3. Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
5. Gaya hidup 4. Fasilitasi duduk disebelah tempat tidur jika tidak dap
monoton berjalan
1.
k Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan geja
berkurang
4. Ajarkan

Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
Dx 6 Setelah dilakukan intervensi Edukasi Kesehatan (I.12383)
Defisit pengetahuan selama 3 x24 jam. Observasi
Diharapkan kemampuan 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informas
enyebab : meningkat 2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan m
1. Keterbatasan Kriteria Hasil : perilaku hidup bersih dan sehat
kognitif
2. Gangguan fungsi 1. Kemampuan
kognitif menjelaskan Terapeutik
3. Kurang terpapar pengetahuan tentang 1. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
informasi suatu topik meningkat 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
4. Ketidaktahuan 2. Pertanyaan tentang 3. Berikan kesempatan untuk bertany
menemukan masalah yang dihadapi
sumber informasi meningkat
Dx 7 : Setelah dilakukan intervensi PENCEGAHAN PERDARAHAN (I.02067)
Resiko perdarahan selama 3 x24 jam. Observasi
Diharapkan Tingkat perdarahan 1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
aktor resiko: menurun 2. Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan setelah
1. Gangguan Kriteria Hasil 3. Monitor ttv ortostatik
koagulasi Tingkat perdarahan 4. Monitor koagulasi
(misalnya 1. Kelembapan membrane
trombositopenia) mukosa Terapeutik
2. Kurang 2. Suhu tubuh meningkat 1. Pertahankan bed rest selama perdarahan
terpaparnya 3. Hematokrit membaik 2. Batasi tindakan ivasive , jika perlu
informasi tentang 3. Gunakan kasur pencegah dekubitus
pencegahan 4. Hindari pengukuran suhu rektal
perdarahan
3. Proses Edukasi
keganasan 1. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
2. Anjurkan menggunakan kaos kaki saat ambulasi
3. Anjurkan meningkatkan asupan untuk menghindari konsti
4. Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
5. Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan

Kolaborsi
1. Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan
2. Kolaborasi pemberian produk darah jika perlu
3. Kolaborasi pemberian pelunak tinja

4.Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi keperawatan.
Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan yang telah direncanakan
oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu klien untuk mencegah, mengurangi,
dan menghilangkan dampak atau respons yang ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan
kesehatan (Ali 2016).

5 .Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa jauh
keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses menentukan
apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa,
perencanaan, tindakan dan evaluasi (Ali 2016). Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan
untuk menilai apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk
mengatasi suatu masalah.

Anda mungkin juga menyukai