Anda di halaman 1dari 49

SEMINAR KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DIAGNOSA DHF


DI RUANG ANGGREK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KEFAMANANU

OLEH :

KELOMPOK 2

1. Gregorius Gelu

2. Hendry M. Laganguru

3. Maria Yunita

4. Damelfi sakalisa Meta

5. Derista Episemi. Limau

6. Yuni Arike Syahfitri Bala

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS CITRA BANGSA
KUPANG
2023
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Definisi Demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue (Frida, 2019). Infeksi virus dengue merupakan penyebab Dengue Hemorrhagic
Fever (DHF). Virus dengue merupakan virus kelompok B (Arthropod-Borne Virus). Penularan penyakit DHF
terjadi ketika nyamuk yang terinfeksi virus dengue menggigit atau menghisap darah manusia yang sakit ke
manusia yang sehat. Nyamuk tersebut merupakan nyamuk yang termasuk dalam keluarga Flaviviridae dan
golongan flavivirus. Nyamuk yang membawa virus dengue sendiri terbagi dalam beberapa jenis yaitu DEN-1,
DEN-2, DEN- Pada tahun 2021, World Health Organization (WHO) memperkirakan setiap tahunnya terdapat
sekitar 100-400 juta infeksi DBD secara global. Asia menjadi urutan pertama dalam jumlah penderita DBD
sebanyak 70% setiap tahunnya. Diketahui bahwa DBD merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
Asia Tenggara dengan 57% dari total kasus DBD di Asia Tenggara terjadi di Indonesia (WHO, 2021).3, DEN-4
yang banyak ditemukan di seluruh pelosok Indonesia (Kardiyudiana, 2019).

Pada tahun 2021, World Health Organization (WHO) memperkirakan setiap tahunnya terdapat sekitar
100-400 juta infeksi DBD secara global. Asia menjadi urutan pertama dalam jumlah penderita DBD sebanyak
70% setiap tahunnya. Diketahui bahwa DBD merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas Asia
Tenggara dengan 57% dari total kasus DBD di Asia Tenggara terjadi di Indonesia (WHO, 2021).

Berdasarkan data Kemenkes tahun 2020 kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia hingga Juli
mencapai 71.700 kasus. Ada 10 provinsi yang melaporkan jumlah kasus terbanyak yaitu di Jawa Barat 10.772
kasus, Bali 8.930 kasus, Jawa Timur 5.948 kasus, NTT 5.539 kasus,Lampung 5.135 kasus, DKI Jakarta 4.227
kasus, NTB 3.796 kasus, Jawa Tengah 2.846 kasus, Yogyakarta 2.720 kasus, dan Riau 2.255 kasus sedangkan
tahun 2019 jumlah kasus lebih tinggi berjumlah 112.954. Selain itu jumlah kematian di seluruh Indonesia
mencapai 459. Namun demikian jumlah kasus dan kematian tahun ini masih rendah jika dibandingkan tahun
2019. Begitupun dengan jumlah kematian, tahun ini berjumlah 459, sedangkan tahun 2019 sebanyak 751
(Kemenkes, 2020).

Kejadian DBD di RSUD Kefamenanu Kabupaten Timor Tengah Utara dari tahun 2017 sampai tahun
2019 sudah mencapai 43 kasus. Kasus DBD pada tahun 2019 terjadi peningkatan yang signifikan, dan terbanyak
pada usia 5-14 tahun. Semakin meningkatnya kasus DBD di kabupaten Timor Tengah Utara disebabkan karena
kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan lingkungan sekitar tempat tinggal, dimana masih
terdapat genangan-genangan air sehingga menjadi tempat yang baik untuk hidupnya jentik-jentik nyamuk.
Faktor penyebab DHF pada umumnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan perilaku manusia. Mulai
dari perilaku tidak menguras bak, membiarkan genangan air di sekitar tempat tinggal. Belum lagi saat ini telah
masuk musim hujan dengan potensi penyebaran DHF lebih tinggi. Penderita DHF umumnya terkena demam
tinggi dan mengalami penurunan jumlah trombosit secara drastis yang dapat membahayakan jiwa. Inilah yang
membuat orang tua terkadang menganggap remeh. Sehingga hanya diberikan obat dan menunggu hingga
beberapa hari sebelum dibawa ke dokter atau puskesmas. Kondisi ini tentu bisa parah bila pasien terlambat
dirujuk dan tidak dapat tertangani dengan cepat (Wang et al. 2019). Sebagian pasien DHF yang tidak tertangani
dapat mengalami Dengue Syok Syndrome (DSS) yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini dikarenakan pasien
mengalami hipovolemi atau defisit volume cairan akibat meningkatnya permeabilitas kapiler pembuluh darah
sehingga darah menuju luar pembuluh. Saat ini angka kejadian DHF di rumah sakit semakin meningkat, tidak
hanya pada kasus anak, tetapi pada remaja dan juga dewasa (Pare et al. 2020).

Menurut penelitian Asri et al. (2017), faktor perilaku berupa pengetahuan, sikap dan tindakan sangat
berperan dalam penularan DHF selain faktor lingkungan dan vektor atau keberadaan jentik. Dalam penularan
penyakit DHF, perilaku masyarakat juga mempunyai peranan yang cukup penting. Namun, perilaku tersebut
harus didukung oleh pengetahuan, sikap dan tindakan yang benar sehingga dapat diterapkan dengan benar.
Namun, faktanya sekarang ini masih ada anggapan di masyarakat yang menunjukan perilaku tidak sesuai seperti
anggapan bahwa DHF hanya terjadi di daerah kumuh dan pencegahan demam berdarah hanya dapat dilakukan
dengan pengasapan atau fogging. Padahal pemerintah telah melakukan banyak program selain dengan
pengasapan dan yang paling efektif dan efisien sampai saat ini adalah kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN) dengan cara 3M Plus (Kemenkes RI 2018).

Program kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3M Plus diperlukan peran perawat
sebagai edukator untuk melakukan upaya tersebut melalui upaya promotive dan perawat harus memiliki
ketrampilan dan pengetahuan yang cukup dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan DHF di
rumah sakit. Ketrampilan yang sangat dibutuhkan adalah kemampuan untuk mengidentifikasi tanda-tanda syok
dan kecepatan dalam menangani pasien yang mengalami Dengue Syok Syndrome (DSS). Selain itu ditambah
dengan perilaku hidup bersih dan sehat, memberantas jentik nyamuk di rumah dan sebisa mungkin menghindari
gigitan nyamuk seperti tidur dengan memasang kelambu, menggunakan lotion pengusir nyamuk, dan menanam
tanaman pengusir nyamuk (Kemenkes RI 2018).

Berdasarkan kasus yang dilakukan oleh kelompok kami, didapatkan bahwa masih ada anak yang dirawat
diruangan angrek dengan masalah DHF(Dengue Hemorrhagic Fever).Berdasarkan dengan uraian diatas maka
Kelompok kami tertarik untuk mengambil kasus seminar tentang “Asuhan keperawatan pada pasien dengan
DHF (Dengue Haemoragic Fever) Diruangan Angrek RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KEFAMANANU”
1.2.Tujuan Seminar kasus

1.1.1. Tujuan Umum

Mengaplikasikan asuhan keperawatan komprehensif pada An.H.R dengan DHF (Dengue


Hemorrhagic Fever ) ruang Anggrek RSUD Kefamenanu.

1.1.2.Tujuan khusus

 Melakukan pengkajian pada .An.H.R dengan DHF (Dengue Hemorrhagic Fever ) ruang Anggrek
RSUD Kefamenanu.

 Menegakkan diagnosa keperawatan pada An.H.R dengan DHF (Dengue Hemorrhagic Fever ) ruang
Anggrek RSUD Kefamenanu.

 Menyusun intervensi keperawatan pada An.H.R dengan DHF (Dengue Hemorrhagic Fever ) ruang
Anggrek RSUD Kefamenanu.

 Melakukan implementasi keperawatan pada An.H.R dengan DHF (Dengue Hemorrhagic Fever ) ruang
Anggrek RSUD Kefamenanu.

 Melakukan evaluasi keperawatan pada An.H.R dengan DHF (Dengue Hemorrhagic Fever ) ruang
Anggrek RSUD Kefamenanu.

1.3.Manfaat Studi Kasus

1.3.1.Manfaat Teoritis

 Bagi penulis
Meningkatkan kemampuan, pengetahuan dan ketrampilan dalam memberikan asuhan keperawatan
pada kasus keperawatan anak terutama pada asuhan keperawatan DHF
 Bagi institusi pendidikan kesehatan
Dapat digunakan sebagai referensi untuk melakukan asuhan keperawatan anak terutama pada
asuhan keperawatan DHF

1.3.2.Manfaat Praktis

 Bagi institusi
Pelayanan kesehatan Dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan pada asuhan keperawata anak
terutama pada kasus dengan DHF
 Bagi masyarakat
Masyarakat dapat memperoleh pelayanan keperawatan yang baik sesuai dengan asuhan
Keperawatan dengan DHF.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi DHF

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang menyerang anak dan orang
dewasa yang disebabkan oleh virus dengan manifestasi berupa demam akut, perdarahan,
nyeri otot dan sendi. Dengue adalah suatu infeksi Arbovirus ( Artropod Born Virus ) yang
akut ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti atau oleh Aedes Aebopictus (Wijayaningsih
2017).

Demam dengue atau DF dan demam berdarah dengue atau DBD ( dengue
hemorrhagic fever disingkat DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada DHF terjadi
perembesan plasma yang ditandai dengan hemokosentrasi (peningkatan hematokrit) atau
penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue yang ditandai oleh renjatan
atau syok (Nurarif & Kusuma 2015).

2. Etiologi

Virus dengue , termasuk genus Flavivirus , keluarga flaviridae. Terdapat 4 serotipe


virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya ditemukan di Indonesia
dengan DEN-3 serotipe terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibody
terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk terhadap serotype
lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap
serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi
oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di
berbagai daerah di Indonesia (Nurarif & Kusuma 2015).

3. Faktor Resiko

 Pernah mengalami infeksi virus dengue sebelumnya

 Tinggal atau bepergian ke daerah tropis


 Bayi, anak-anak, lanjut usia dan orang-orang dengan kekebalan tubuh yang rendah
(Ahmad Nor Vikri. 2019)

4. Klasifikasi

Menurut WHO DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu (Nurarif & Kusuma 2015) a.
Derajat I yaitu demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan
dalam uji tourniquet positif, trombositopenia, himokonsentrasi. b. Derajat II yaitu seperti
derajat I, disertai dengan perdarahan spontan pada kulit atau perdarahan di tempat lain.
Penurunan kesadaran, gelisah Nadi cepat, lemah Hipotensi Tekanan darah turun < 20 mmHg
Perfusi perifer menurun Kulit dingin lembab
Pathway DHF

Nyamuk mengandung virus

Menggigit manusia

Virus masuk aliran darah

Mekanime tubuh untuk viremia Masuk ke pemubulu darah otak melalui


melawan virus aliran darah sehingga mempengaruhi
hipotalamus
Komplemen antigen antiodi meningkat
Peningkatan asam lambung
Suhu tubuh meningkat/hipertermia
Pelepasan peptida
Mual,muntah

Pembebasan histamin
Ganguan pemenuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
Peningkatan preamiilitas dinding
pemuluh darah

Plasma banyak mengumpul pada


Kebocoran plasma jaringan intersititial tubuh

HB turun Pemdarahan ekstraseluler oedema

Nutrisi dan o2 kejaringan menurun Resti syok hipoolemik Menekan syaraf C

Tubuh lemas Gangguan rasa nyaman/nyeri


/

Sumber:(Erdin 2018)(SDKIDPPPPNI2017)
6. Patofiologi

Komplikasi Komplikasi yang terjadi pada anak yang mengalami demam berdarah
dengue yaitu perdarahan massif dan dengue shock syndrome (DSS) atau sindrom syok
dengue (SSD). Syok sering terjadi pada anak berusia kurang dari 10 tahun. Syok ditandai
dengan nadi yang lemah dan cepat sampai tidak teraba, tekanan nadi menurun menjadi 20
mmHg atau sampai nol, tekanan darah menurun dibawah 80 mmHg atau sampai nol, terjadi
penurunan kesadaran, sianosis di sekitar mulut dan kulit ujung jari hidung, telinga, dan kaki
teraba dingin dan lembab, pucat dan oliguria atau anuria (Pangaribuan 2017).

8. Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan darah lengkap Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar
hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu
dijumpai pada DHF merupakan indikator terjadinya perembesan plasma.

 Uji Serologi = Uji HI ( Hemaglutination Inhibition Test ) Uji serologi didasarkan atas
timbulnya antibody pada penderita yang terjadi setelah infeksi.

 Uji hambatan hemaglutinasi. Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM
dan IgG berdasarkan pada kemampuan antibody-dengue yang dapat menghambat reaksi
hemaglutinasi darah angsa oleh virus dengue yang disebut reaksi hemaglutinasi inhibitor
(HI).

 Uji netralisasi ( Neutralisasi Test = NT test ). Merupakan uji serologi yang paling
spesifik dan sensitif untuk virus dengue.

 Uji ELISA anti dengue. Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji
Hemaglutination Inhibition (HI). Dan bahkan lebih sensitive dari pada uji HI. Prinsip
dari metode ini adalah mendeteksi adanya antibody IgM dan IgG di dalam serum
penderita.

 Rontgen Thorax : pada foto t horax (pada DHF grade III/ IV dan sebagian besar grade
II) di dapatkan efusi pleura. (Harmawan. 2018)
9. Penatalaksanaan

Tatalaksana terapi anak yang mengalami DBD berupa terapi suportif dan
simptomatik. Terapi suportif meliputi upaya penggantian cairan tubuh karena dehidrasi
(Yuliastati Nining. 2016). Sedangkan terapi simptomatik ada beberapa jenis yang diberikan
salah satunya adalah terapi antipiretik (Andriani, 2014).

10. Konsep Askep

a. Pengkajian

Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal
yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun selama
pasien dirawat di rumah sakit (Widyorini et al. 2017).

 Identitas pasien Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan
usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,
pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.

 Keluhan utama Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang
kerumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah

 Riwayat penyakit sekarang Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai
menggigil dan saat demam kesadaran composmetis. Turunnya panas terjadi antara hari
ke-3 dan ke-7 dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek,
nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, dan
persendian, nyeri ulu hati, dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya
manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III. IV), melena atau hematemesis

 Riwayat penyakit yang pernah diderita Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada
DHF anak biasanya mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus lain.

 Riwayat Imunisasi Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan
akan timbulnya koplikasi dapat dihindarkan.

 Riwayat Gizi Status gizi anak DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi
baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat factor predisposisinya. Anak yang
menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah dan tidak nafsu makan.
Apabila kondisi berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi,
maka anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya berkurang.

 Kondisi Lingkungan

Abdomen mengalami nyeri tekan, pembesaran hati atau hepatomegaly dan asites
Ekstremitas : dingin serta terjadi nyeri otot sendi dan tulang.

11.Pemeriksaan laboratorium Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :

 HB dan PVC meningkat (≥20%)

 Trombositopenia (≤ 100/ ml)

 Leukopenia ( mungkin normal atau lekositosis)

 Ig. D dengue positif

 Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hipokloremia, dan


hiponatremia

 Ureum dan pH darah mungkin meningkat

 Asidosis metabolic : pCO2 <35-40 mmHg dan HCO3 rendah

 SGOT /SGPT mungkin meningkat. (Wijayaningsih 2017).

b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien


terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik berlangsung
aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons
klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan.
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus DHF yaitu (Erdin 2018) (SDKI DPP
PPNI 2017) :

 Pola napas tidak efektif (D) berhubungan dengan hambatan upaya napas
 Hipertermia (D) berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu tubuh diatas
nilai normal c. Nyeri akut (D) berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai
dengan pasien mengeluh nyeri d. Defisit nutrisi (D) berhubungan dengan faktor
psikologis (keengganan untuk makan)

 Hipovolemia (D) berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler ditandai


dengan kebocoran plasma darah

 Intoleransi aktivitas (D) berhubungan dengan kelemahan g. Defisit pengetahuan(D)


berhubungan dengan kurang terpapar informasi

 Ansietas (D) berhubungan dengan krisis situasional i. Risiko perdarahan (D) ditandai
dengan koagulasi (trombositopenia)

 Risiko syok (D) ditandai dengan kekurangan volume cairan

c. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran ( outcome ) yang
diharapkan (SIKI DPP PPNI 2018) (SLKI DPP PPNI 2019).

 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas Tujuan :
Mempertahankan pola pernafasan normal/efektif Kriteria Hasil (SLKI) :

a. Kapasitas vital meningkat (5)

b. Dispneu menurun (5)

c. Frekuensi napas membaik (5)

Intervensi :

Observasi

a. Monitor pola napas (frekuensi, usaha napas)

b. Monitor bunyi napas tambahan (mis, gurgling, mengi, wheezing, ronkhi basah)

c. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) Terapeutik,


d. Posisikan semi fowler atau fowler  Berikan minum hangat

e. Berikan oksigen, jika perlu Edukasi Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi Kolaborasi Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

 Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit Tujuan : Suhu tubuh agar


tetap berada pada rentang normal

Kriteria Hasil :

a. Menggigil menurun (5)

b. Kulit merah menurun (5)

c. Suhu tubuh membaik (5)

d. Tekanan darah membaik (5)

Intervensi :

Observasi

a. Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi, terpapar lingkungan panas,


penggunaan incubator)

b. Monitor suhu tubuh Monitor kadar elektrolit

c. Monitor haluaran urine Terapeutik ,Sediakan lingkungan yang dingin Tujuan :


Anoreksia dan kebutuhan nutrisi dapat teratasi. (Mariana S,2017)

Kriteria Hasil :

a. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat (5)

b. Frekuensi makan membaik (5)

c. Nafsu makan membaik (5)

Intervensi :

Observasi
a. Identifikasi status nutrisi

b. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

c. Identifikasi makanan yang disukai

d. Monitor asupan makan

e. Monitor berat badan

f. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik

 Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi


 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan, jika perlu Edukasi
 Anjurkan posisi duduk, jika mampu
 Ajarkan diet yang diprogramkan Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis, Pereda nyeri,
antimietik),jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika perlu
 Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler Tujuan :
Gangguan volume cairan tubuh dapat teratasi

Kriteria Hasil :

a. Turgor kulit meningkat (5)

b. Output urine meningkat (5)

c. Tekanan darah dan nadi membaik (5)

d. Kadar Hb membaik (5)

Intervensi :

Observasi
a. Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis, frekuensi nadi meningkat, nadi terasa
lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun,
membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus
lemah)

b. Monitor intake dan output cairan

Terapeutik

 Berikan asupan cairan oral Edukasi Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis, NaCl, RL)
 Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis, glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
 Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis, albumin, plasmanate)
 Kolaborasi pemberian produk darah
 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan Tujuan : Aktivitas sehari-
hari klien kembali normal.

Kriteria Hasil :

a. Frekuensi nadi meningkat (5)

b. Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat (5)

c. Frekuensi napas membaik (5)

Intervensi :

Observasi

 Monitor kelelahan fisik dan emosional


 Monitor pola dan jam tidur Terapeutik
 Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis, cahaya, suara,
kunjungan)
 Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang
Kolaborasi

a. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan

 Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

Tujuan : Pengetahuan klien/ keluarga bertambah.

Kriteria Hasil :

a. Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik meningkat (5)

Observasi

 Monitor tanda dan gejala perdarahan


 Monitor nilai hamatokrit atau hemoglobin sebelum dan setelah kehilangan darah
 Monitor tanda-tanda vital Terapeutik Pertahankan bed rest selama perdarahan Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari konstipasi
 Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
 Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu
 Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
 Risiko syok ditandai dengan kekurangan volume cairan

Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik.

Kriteria Hasil :

a. Tingkat kesadaran meningkat (5)

b. Tekanan darah, frekuensi nadi dan napas membaik (5)

Intervensi :

Observasi

 Monitor status kardiopulminal (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi nafas, TD)
 Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT)
 Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil Terapeutik Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen >94% Edukasi
 Jelaskan penyebab atau faktor risiko syok
 Anjurkan melapor jika menemukan atau merasakan tanda dan gejala awal syok
 Anjurkan menghindari allergen 0 Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
 Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu
 Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika perlu
4. Implementasi

Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi


keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan yang telah
direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu klien untuk mencegah,
mengurangi, dan menghilangkan dampak atau respons yang ditimbulkan oleh masalah
keperawatan dan kesehatan (Ali 2016).

5. Evaluasi

Evaluasi adalah langkah terakir dalam asuhan keperawatan, evaluasi dilakuakan


dengan pendekatan SOAP ( data subjektif, data objektif, analisa, planning ). Dalam evaluasi
ini dapat ditentukan sejauh mana keberhasilan rencana tindakan keperawatan yang harus
dimodifikasi. Evaluasi dilakukan dengan cara membandingkan kriteria hasil yang telah
ditetapkan dengan output yang muncul setelah tindakan keperawatan. Keberhasilan dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan dapat dilihat dari evaluasi ini.

12. Konsep Tumbuh Kembang Anak Usia Prasekolah

a. Pertumbuhan

perubahan besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel yang bisa diukur dg ukuran berat
(gram, kilogram, pound ), ukuran panjang (cm, meter )

b. Perkembangan
Bertambahnya kemampuan dalam struktur danfungsi tubuh yang lebih kompleks sebagai
hasil dari proses pematangan juga perkembangan emosi, intelektual dantingkah laku.

c. Tumbuh-Kembang Secara fisik.

1. Tinggi badan rata-rata adalah 6,25 7,5 cm pertahun.

2. Tinggi rata-rata anak usia 4 tahun adalah 101,25 cm.

3. Pertambahan berat badan rata-rata adalah 2,3 kg pertahun.

4. Berat badan rata-rata anak usia 4 tahun adalah 16,8 kg.

d. Pola makanan.

Anak usia pra sekolah seringkali menolak sayuran, makanan kombinasi dan hati,
makanan yang disukai antara lain sereal, daging, kentang bakar, buah-buahan danpermen.
Banyak anak yang berusia 3-4 tahun tidak dapat diam selama makan dengan keluarga dan
dapat tetap berjuang dengan menggunakan peralatan makan (misalnya sendok, piring
dangarpu ). Kebiasaan makan orang lain mempengaruhi anak usia 5 tahun, anak
cenderung fokus pada aspek " sosial " makan, antara lain percakapan di meja makan, sikap
di meja makan dankemauan untuk mencoba makanan yang barn, serta membantu
menyiapkan atau membersihkan makanan

e. Pola tidur.

Sebagian besar anak usia pra sekolah memerlukan tidur siang sampai usia 5
tahun, sekitar 11 -13 jam sehari. Masalah tidur yang umum terjadi antara lain : mimpi
buruk, sulit istirahat setelah sibuk seharian, aktifitas tidur terlalu lama sehingga
menunda tidur, minggu dan bulan
BAB III

TINJAUAN KASUS

Nama mahasiswa :

NIM :

Pembimbing Institusi :

Ruangan : Angrek

Pengkajian tgl : 10-01-2023 Jam : 07:40

: ibu pasien
Sumber data NO. RM : 080xxx

:Dengue Haemoragic Fever


Tanggal MRS : 09/01/2023 Dx. Masuk
(DHF) grade 2

Pav :

Ruang/Kelas : ruangan angrek/kls 3

FORMAT PENGKAJIAN PADA ANAK


Identitas Anak Identitas Orang Tua

Nama : An. H. R Nama Ayah : Tn. R

Tanggal Lahir :16/04/2014 Nama Ibu :Ny. S

Jenis Kelamin : perempuan Pekerjaan ayah/ibu :

Anak ke :2 Pendidikan : wirausaha/Ibu rumah


ayah/ibu tangga
Identitas

Umur : 9 tahun
Agama

Suku/bangsa :SMA

Alamat : islam

: Bugis

:jln ahmad yani, kefa


selatan

Keluhan Utama : ibu pasien mengatakan anaknya masih panas anaknya minum
Riwayat Sakit dan

hanya sedikit saja, dan kencing juga keluar sedikit saja.

: ibu pasien mengatakan awal masuk rumah sakit pada tanggal


Riwayat penyakit 09/01/2023, saat ibu anaknya mengalami panas tinggi sejak 4 hari
saat ini lalu, badanya muncul bintik-bintik merah kecil. Saat itu orang tua
pasien ingin mengantarnya ke tempat Dokter akan tetapi keluarga
pasien lainya mengatakan untuk mengantarnya langsung ke rumah
sakit. Sesampainya di RSUD kefamananu pasien di tepatkan di
UGD selama 3 jam dengan mendapat perawatan terpasang infur RL
dan dilakukan pengecek darah. Selama 3 jam perawatan di UGD
pasien dinyatakan dirawat dirumah sakit tepatnya di ruangan
anggrek dengan diagnosa DHF.
Riwayat Kesehatan sebelumnya

Riwayat Kesehatan yang lalu :

- Ibu pasien mengatakan anaknya tidak ada riwayat penyakit yang berat
biasanya hanya batuk pilek seperti biasa.
Kesehatan

Riwayat Kesehatan Keluarga: ibu dan bapak pasien mengatakan tidak ada riwayat
penyakit keluarga.

Imunisasi :ibu pasien mengatakan anaknya pernah mendapat imunisasi yaitu, BCG,
Hepatitis, campak, polio, DPT.
Pertumbuhan

 BB saat ini : 18,4 Kg BB Lahir: 2600 gr LLA: cm


Lainya: bb sebelum sakit 19,7 Kg berat badan ini ditimbang 1 bulan sebelum sakit.

Perkembangan

 Perkembangan psikosial :
Pasien ini merupakan pasien yang sedang menginjak bangku sekolah, kemampuan
pasien dalam berinteraksi baik layaknya seperti berintetaksi dengan teman, akan tetapi
ibu pasien mengatakan semenjak sakit anaknya hanya mau berinteraksi dengan
orangtuanya saja. Ibu pasien mengatakan Anaknya akan cemas saat didatangi petugas
kesehatan dengan alasan takut di suntik karena trauma dengan ambil darah.

 Perkembangan psikoseksual: ibu pasien mengatakan mulai anaknya masuk


sekolah, anaknya lebih sering peduli dengan hubungan bersama teman
Tumbuh Kembang

sebayanya dan melakukan hobi bersama seperti biasanya layaknya anak-anak


bermain.
 Motorik halus: ibu pasien mengatakan saat ini anaknya sudah memiliki
kemampuan dalam menulis dan membaca.

 Motorik kasar: ibu pasien mengatakan sebelum sakit anaknya sering bermain
dengan teman sebayanya seperti melompat dan menangkap bola. Kegiatan ini
yang dilakukan saat anaknya tidak sakit namun, saat ini anaknya belum bisa
melakukan kegiata bermain bersama teman-temanya karena sedang sakit.

 Adaptasi sosial: ibu pasien mengatakan anaknya mampu beradaptasi dengan


lingkungan nya seperti biasanya.

 Bahasa: ibu pasien mengatakan bahasa yang digunakan anaknya yaitu bahasa
Indonesia.
 Lingkungan yang mempengaruhi kesehatan: ibu pasien mengatakan saat sore
hari nyamuk sering datang banyak mungkin karena banyak genangan air sekitar
rumah.

 Perilaku yang mempengaruhi kesehatan: ibu pasien mengatakan anaknya


sering bermain akan tetapi sering lupa untuk cuci tangan setelah bermain.
Data penunjang

 Persepsi orangtua terhadap penyakit anak: ibu pasien mengatakan melihat


anaknya sakit begini menjadi kasian pada anaknya, sedangkan saat beraba badanya
yang panas membuat ibu pasien semakin kasian melihat anaknya yang sakit.

Masalah : Hipertermi

Nutrisi : ibu pasien mengatakan saat ini anaknya makan seperti biasanya 3x1 tetapi
minum air hanya sedikit saja.

Aktifitas –Istirahat: ibu pasien mengatakan anaknya istirahat atau tidur siang 3 kali
dalam sehari
Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari

Higiene Perseorangan: ibu pasien mengatakan ia selalu melap anaknya menggunakan


air panas agar anaknya merasa nyaman.

Eleminasi Miksi-Defekasi: ibu pasien mengatakan anaknya bisa pergi untuk membuang
air kecil dan besar seperti biasanya. Akan tetapi buang air kecil sedikit saja.

Masalah: resiko kekurangan cairan


Pemeriksaan Fisik (ROS: Review of System)

Suhu: 39,3 oC

Nadi: 132 x/mnt


TTV

RR: 28 x/mnt

Masalah : hipertermi

Distribusi rambut: rambut pasien terlihat lembab dan tebal

Warna rambut: warn rambut pasien hitam


Kepala dan rambut

Kebersihan rambut: rambut pasien bersih

Kepala: apda bagian kepala pasien tidak terdapat ketombe atau kotoran pada kepala

Wajah: wajah pasien simetris

Masalah : tidak ada masalah keperawatan pada kepala dan rambut

Kelopak mata: kelopak mata pasien berwarna pink atau merah mudah

Bulu mata dan alis mata: bulu mata dan alis pasien wat warna hitam dan lebat

Pupil: kedua pupil mata pasien besarnya sama, atau dengan kondisi pupil isokor.
Mata

Sclera /konjungtiva: sclera dan konjungtiva pasien berwarna putih cerah.

Lain-lain: tidak ada.

Masalah : tidak ada masalah keperawatan pada mata anak

Septum hidung: septup hidung pasien terletah persis


ditengah, memisahkan bagian kiri dan kanan hidung
menjadi 2 saluran dengan ukuran yang sama.

Kebersihan: pada daerah hidung tidak ada polip dan terlihat


Hidung

bersih

Pernafasan cuping hidung: pasien tidak menggunakan


cuping hidung

Lain-lain:tidak ada
Masalah : tidak ad amasalah keperawatan pada daerah hidung

Bentuk:Telinga pasien terlihat simetris

Keadaan kulit: kulit pasien terlihat merah


Telinga

Kebersihan: kulit pasien bersih tetapi terlihat merah

Lain-lain: tidak ada

Masalah : hipertermi

Bibir: bibir pasien terlihat lembab

Gigi: gigi pasien bersih


Mulut dan tenggorokan

Gusi: gusi pasien terlihat bersih

Lidah: lidah pasien terlihat bersih

Tonsil dan uvula: Tonsil dan uvula pasien terlihat normal

Lain-lain: tidak ada

Masalah : tidak ada masalah keperawatan pada mulut dan tenggorokan

Kulit leher: kulit leher bersih

Pergerakan leher: pergerakan leher baik tidak ada gangguan


Leher

Masalah : tidak ada masalah keperawatan pada bagian leher


Kulit: terlihat merah

Gerakan dinding dada: tidak ada gangguan pergerakan


dinding dada

Retraksi dada: otot-otot pernapasan bekerja secara baik dan


tidak ada paksaan
Dada, jantung dan punggung

Pola nafas: pola napas pasien anak normal dengan 24x per
menit

Penggunaan otot bantu nafas: tidak ada penggunaan otor


bantu napas.

Suara nafas tambahan: tidak ada suara napas tambahan

Suara jantung: suara jantung normal dengan berbunyi lub


dan dub.

Lain-lain: tidak ada

Masalah: tidak adamasalah keperawatan apda dada


jantung dan punggung

Bentuk: perut berbentuk normal dan tidak kembung.

Keadaan kulit: kulit pasien terlihat merah

Pembesaran hepar: tidak terdapat pembesaran hepar

Pembesaran lien: tidak terdapat pembesaran lien


Abdomen

Peristaltik usus: 16 kali per menit

Turgor kulit : turgo kulit pasien dalam keadaan normal saat


dicubit kulit kembali pada posisi semula.

Lain-lain: tidak ada

Masalah: tidak ada masalah keperawatan pada bagian


abdomen
Bentuk: bentuk genetalia normal

Kebersihan: bagian genitalia terlihat bersih


Genetalia dan anus

Anus : anus pasien terlihat normal dan sehat layaknya


berwarna sama sebagaimana bagian kulit lainnya.

Lain-lain: tidak ada

Masalah:

Kemampuan pergerakan sendi: range of motion pasien


normal dengan gerakan yang dapat dilakukan Sepenuhnya.
Muskuloskeletal dan integumen

Warna kulit: warna kulit pasien merah dan teraba hangat.

Turgor kulit: turgo kulit pasien baik saat dicubit kulit


kembali ke semula.

Oedema: tidak terdapat oedema pada kulit pasien

Akral: akral pasien hangat

Masalah: tidak ada masalah keperawatan pada bagian


muskuloskeletal dan Integumen
a. Ekspresi afek dan emosi: perasaan dan emosi yang
menekankan tingkat kesenangan atau kesedihan pada
kualitas tidak senang karena sedang sakit dan tidak
nyaman dengan tangan yang dipasang infus.

b. Hubungan dengan keluarga: pasien memiliki kedekatan


dengan kedua orang tuanya, hubungan dengan keluarga
sangatlah erat dan dimana pasien terlihat nyaman saat
ada kedua orangtuanya.
Psiko-sosio-spiritual

c. Reaksi hospitalisasi: hospitalisasi pada pasien ini


merupakan gangguan emosionalnya dimana berupa
pasien cemas jika tidak saat dilakukan tindakan
keperawatan tidak ada ibunya yang mendampingi. Oleh
karena itu saat tindakan yang diberikan ibu pasien selalu
ada disamping pasien.

d. Dampak hospitalisasi pada orang tua:dapak hospitalisasi


pada orang tua pasien yaitu kecemasan pada sakit yang
di di derita anaknya dan takut akan kondisi anaknya akan
tetapi setelah mendapat perawatan seperti ini orang tua
sudah merasah sedikit legah karena anaknya dirawat
dengan baik.

Masalah : tidak ada masalah keperawatan pada bagian Psiko-sosio-spiritual

HEMATOLOGI

1. S. thiphi H: positif 1/80

2. S. Thiphi O: positif 1/80


Data Penunjang

3. S. Para thiphi Bo: Negatif

4. S. Para thiphi Ao: positif 1/80

5. Rapid antigen: Negatif

6. Trombosit: 150.000-350.000
1.paracetamol 3x200 mg /iv

2. Aphyalis syr 2x1 cth/ PO

3. Antrain 200mg
Tterapi

4. IVFD KaEn 3B 20 TPM

5. Ceftriaxone 2x650mg iv

6. Omeprazole 2x10mg iv
D. Analisa Data

Masalah
No. Data Etiologi
Keperawatan

1. Data Subjektif: Dehidrasi Hipertermi


 ibu pasien mengatakan anaknya masih panas.
 Ibu pasien juga mengatakan anaknya minum sedikit
saja
 Ibu pasien mengatakan anaknya kencing sedikit saja.

Data Objektif:
 Suhu tubuh diatas nilai normal yaitu 39,3 °c
 Kulit merah
 Kulit terasa hangat

Data Penunjang:HEMATOLOGI

1. S. thiphi H: positif 1/80

2. S. Thiphi O: positif 1/80

3. S. Para thiphi Ao: positif 1/80


Diagnosa Keperawatan

1.hipertermi berhubungan dengan dehidrasi yang ditandai dengan ibu pasien mengatakan anaknya
masih panas Ibu pasien juga mengatakan anaknya minum sedikit saja dan a kencing sedikit saja.
Suhu tubuh diatas nilai normal yaitu 39,3 °c ,Kulit merah, Kulit terasa hangat. HEMATOLOGI: S.
thiphi H: positif 1/80, S. Thiphi O: positif 1/80, S. Para thiphi Ao: positif 1/80
PERENCANAAN KEPERAWATAN

TANGG DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI/RENCANA NAMA &


AL KEPERAWATAN & GOAL OBJECTI KRITERIA TINDAKAN TANDA
DATA PENDUKUNG VE HASIL/EVALUASI TANGAN
Hipertermi berhubungan Hipertermi Dehidrasi Selama 3x24 jam Standar intervensi Yunita
10/01/20 dengan dehidrasi yang pasien akan pasien akan pasien akan keperawatan indonesia
23 teratasi teratasi menunjukan standar Label 1= Manajemen
ditandai dengan ibu
selama dalam selama luaran keperawatan Hipertermi
pasien mengatakan perawatan dalam indonesia Observasi :
anaknya masih panas Ibu perawatan Hipertermi ,luaran 1. Identifikasi
pasien juga mengatakan utama label 1: penyebab Hipertermi
Thermoregulasi (mis: dehidrasi)
anaknya minum sedikit
dengan kriteria hasil: 2. Monitor suhu tubuh
saj dan a kencing sedikit 1. Suhu 3. Monitor haluaran
saja. Suhu tubuh diatas tubuh(5) urine
nilai normal yaitu 39,3 2. Kulit merah Terapeutik
(4) 4. Berikan cairan oral
°c ,Kulit merah, Kulit
3. Suhu kulit(5) Kolaborasi:
terasa hangat, 5. Kolaborasi pemberian
HEMATOLOGI: S. Indikator= cairan dan elektrolit
thiphi H: positif 1/80, S. 1=meningkat intravena.
2=cukup meningkat Standar intervensi
Thiphi O: positif 1/80, S.
3=sedang keperawatan indonesia,
Para thiphi Ao: positif 4=cukup menurun Label 2: edukasi
1/80 5= menurun thermoregulasi
1. Intake 6. Ajarkan kompres hangat,
cairan(5) jika demam
2. Output urine 7. Anjurkan banyak minum
(5) 8. Anjurkan melakukan
3. Hemoglobin pemeriksaan darah jika
(4) demam >3 hari

Indikator= Standar intervensi


1=memburuk keperawatan indonesia,
2=cukup Label 3= regulasi
memburuk temperatur
3=sedang 9.monitor warna dan suhu
4=cukup baik kulit
5=membaik 10.kolaborasi pemberian
antipiretik
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TINDAKAN EVALUASI Nama


TGL/JAM KEPERAWATAN KEPERAWATAN
1 10/01/2023 Hipertermi berhubungan 1. melakukan pengkajian 10/01/2023 09:00 Yunit
08:00 mengidentifikasi S= ibu pasien a
dengan dehidrasi yang
penyebab Hipertermi mengatakan badan
ditandai dengan ibu pasien 2. Mengobservasi atau anaknya sedikit
Mengamati warna dan hanggat, tetapi minum
mengatakan anaknya masih
suhu tubuh pasien dan kencing hanya
panas Ibu pasien juga 3. Menganjurkan ibu sedikit Ibu pasien
pasien untuk meng mengatakan mengerti
mengatakan anaknya
kompres anaknya jika dengan penjelasan
minum sedikit saj dan a mengalami demam. melakukan kompres
4. Menjelaskan dan dan akan mengompres
kencing sedikit saja. Suhu
Mengajarkan teknik anaknya jika nanti
tubuh diatas nilai normal atau cara Mengompres mengalami demam
pada ibu pasien jika tinggi.
yaitu 39,3 °c ,Kulit merah,
anaknya demam, dengan O= saat diraba suhu
Kulit terasa hangat. pertama-tama kulit anaknya hanggat,
menyiapkan kain lembut suhu 38,7°c.
HEMATOLOGI: S. thiphi
dan baskom/taperber A= masalah teratasi
H: positif 1/80, S. Thiphi berisi air hangat. Jangan sebagian
terlalu panas atau 1. Suhu tubuh(3)
O: positif 1/80, S. Para
bahkan hingga P= intervensi
thiphi Ao: positif 1/80 mendidih. Kemudian, dilanjutkan dari nomor
rendam kain tersebut di 12345678910
air hangat, sehingga bisa
dijadikan kompres. Ibu
bisa segera
menempelkan di bagian
tubuh yang diinginkan
misalnya di dahi dan
diketiak. sampai
suhunya turun
5. Mengecek kembali suhu
tubuh pasien
6. Menganjurkan pasien
untuk banyak minum
agar kencingnya
banyak.
7. Memberikan
menggantikan cairan
infus KaEn 3B 1600
cc/24 jam (20 tpm)
8. Melakukan injeksi
paracetamol 200 mg/iv
9. Melakukan pengambilan
darah vena untuk
mengecek Darah
lengkap
10. Memotivasi motivasi
ibu pasien jika panas
muncul secera lakukan
kompres hanggat.
EVALUASI KEPERAWATAN DAN CATATAN PERKEMBANGAN

NO DIAGNOSA NAMA &


TGL/ KEPERAWATAN EVALUASI (CATATAN PERKEMBANGAN: SOAPIE) TTD
JAM
1 11/01/ Hipertermi S=ibu pasien mengatakan anaknya saat ini panasnya sudah mulai Yunita
2023 berkurang, bagian kulitnya mulai hangat dan tidak kemerahan
berhubungan dengan
07:30 lagi, minumnya mulai banyak dan kencinya sudah banyak, tetapi
dehidrasi yang ditandai makanya sedikit saja. Ibu pasien mengatakan setiap kali anaknya
panas tengah malam ia selalu melakukan kompres hangat.
dengan ibu pasien
O= pasien tampak tenang duduk bersama ibunya, tidak terdapat
mengatakan anaknya kemerahan pada kulit pasien lagi, saat di raba kulit pasien terasa
hangat, suhu tubuh pasien 38,5.
masih panas Ibu
A= masalah teratasi sebagian
pasien juga 1. Suhu tubuh (3)
2. Kulit merah (4)
mengatakan anaknya
3. Suhu kulit (5)
minum sedikit saj dan 4. Intake cairan (4)
5. Output urine (4)
a kencing sedikit saja.
P= intervensi dilanjutkan
Suhu tubuh diatas nilai 1. Melakukan injeksi obat antrain 200 mg/iv
2. Memberikan obat oral aphyalis sirup 2x1 cth
normal yaitu 39,3
3. Mengecek kembali suhu tubuh
°c ,Kulit merah, Kulit 4. Menganjurkan ibu pasien untuk memberikan anaknya
minum yang banyak agar kencingnya keluar banyak
terasa hangat.
5. Menganjurkan ibunya untuk memberikan anaknya
HEMATOLOGI: S. makan sedikit tapi sering.
E=
thiphi H: positif 1/80,
S: ibu pasien mengatakan badan anaknya sudah hangat,
S. Thiphi O: positif minumnya sudah mulai banyak dan kencingnya sudah banyak,
makanya masih sedikit. ibu pasien mengatakan ia selalu
1/80, S. Para thiphi
melakukan kompres jika ia meraba anaknya panas tengah
Ao: positif 1/80 malam.
O: pasien tampak tenang, berhasil melakukan double cek obat
sebelum dilakukan injeksi. Suhu tubuh pasien 37,7.
A: masalah teratasi sebagian
1. Suhu tubuh (4)
2. Intake cairan (5)
3. Output cairan (5)
P: intervensi dilanjutkan dari nomor 2, 6,8,10

2 12/01/ Hipertermi S= ibu pasien mengatakan anaknya tidak panas lagi, makan dan Yunita
10 berhubungan dengan minum sudah banyak, kencing juga sudah banyak.
08:00 dehidrasi yang ditandai O= anak terlihat tenang dan sedang bermain dengan bapaknya.
dengan ibu pasien Tidak terlihat kulit merah, suhu kulit hanggat, suhu tubuh pasien
mengatakan anaknya 36,6°c, trombosit pasien 157
masih panas Ibu A= masalah hipertermi teratasi
pasien juga
mengatakan anaknya Suhu tubuh(5)
minum sedikit saj dan Kulit merah (4)
a kencing sedikit saja. Suhu kulit(5)
Suhu tubuh diatas nilai Intake cairan(5)
normal yaitu 39,3 Output urine (5)
°c ,Kulit merah, Kulit Hemoglobin (4)
terasa hangat.
HEMATOLOGI: S. P= intervensi dihentikan(pasien minta pulang)
thiphi H: positif 1/80,
S. Thiphi O: positif
1/80, S. Para thiphi
Ao: positif 1/80
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pembahasan kasus ini kelompok akan membahas tentang adanya kesesuaian maupun kesenjangan
antara teori dan hasil asuhan keperawatan pada anak H.R dengan kasus Dengue Hemorragic Fever (DHF) yang
telah dilakukan sejak tanggal 10 januari 2023- 12 januari 2023 di RSUD Kefamananu. Kegiatan yang dilakukan
meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi
keperawatan.

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk
rumah sakit maupun selama pasien dirawat di rumah sakit (Widyorini et al, 2017). Pengkajian pada An. H.R
dilakukan di rumah sakit umum daerah kefamananu yang berusia 9 tahun, dengan jenis kelamin yang sama yaitu
perempuan. Pada kasus Ny. H.R ditemukan keluhan yaitu mengalami demam, ibu pasien mengatakan anaknya
masih panas saat dikaji,. hal ini sesuai dengan pernyataan dari Kemenkes RI (2015) bahwa yang terjadi pada
penderita penyakit DHF biasanya ditandai adanya demam yang berlangsung sepanjang hari.

ditemukan juga keluhan anaknya minum hanya sedikit saja, dan kencing juga keluar sedikit saja,
menurut (Nurarif & Kusuma 2015) adanya proses radang akibat infeksi yang terjadi atau karena gangguan
fisiologis darah, serta gangguan nafsu makan dan gangguan pada pencernaan, baik berupa keluhan mual sampai
muntah.

Berdasarkan hasil pengkajianpada kasus An. H.R, saat dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, nadi132
x/mnt, suhu tubuh39,3 oC, pernafasan 28 x/mnt. Terjadi peningkatan suhu pada kedua klien. Menurut
(Murwani 2018) Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan viremia, hal tersebut
akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di hipotalamus sehingga menyebabkan (pelepasan zat
bradikinin, serotinin, trombin, histamin) terjadinya: peningkatan suhu.

Pada kasus An. H.R didiagnosa DHF grade 2. Pemeriksaan fisik pada klien 1 didapatkan adanya bintik
merah di kedua tangan pasien, nadi 132x/menit. Bintik-bintik merah termasuk pertanda terjadi pendarahan di sel
pembuluh darah merah tubuh pasien akibat infeksi virus dengue. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Nurarif
& Kusuma (2015) bahwa Derajat II yaitu seperti derajat I, disertai dengan perdarahan spontan pada kulit atau
perdarahan di tempat lain dan pada derajat III ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi cepat dan
lemah, tekanan darah menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi disertai dengan sianosis disekitar mulut,
kulit dingin dan lembab dan anak tampak gelisah.

Pada kasus ini didapatkan data bahwa klien makan 3x sehari selama di rumah sakit, akan tetapi saat
perawatan terdapatnya data BB klien sebelum sakit yaitu 19,7 Kg berat badan ini ditimbang 1 bulan sebelum
sakit dan terdapat BB sesudah sakit yaitu 18,4 Kg, terjadi penurunan BB yaitu sebelum sakit 19,7 kg menjadi
18,4 kg setelah sakit, BB normal 29 kg pada usia 9 tahun. Menurut (Nurarif & Kusuma 2015) rasa mual yang
cukup hebat pada penderita DHF bisa memicu turunnya nafsu makan yang cukup drastis. Kondisi ini, ditambah
dengan muntah muntah serta kurang mengkonsumsi air yang dialami penderita bisa menyebabkan berat badan
menurun.

Terlihat dari beberapa perubahan pada nilai laboratorium pada An.H.R terjadi penurunan trombosit
kurang dari 100. Hal ini sesuai dengan teori. Menurut Desastri (2011) bahwa trombositopenia terjadi akibat dari
penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi melawan virus. Menurut Rosdiana & Sulistiawati
(2017), trombositopenia dapat terjadi akibat sumsum tulang pada hari ke-4 mengalami hiposelular dengan
hambatan pada semua sistem hemopoesis sehingga menyebabkan penurunan trombosit pada DHF. Penurunan
trombosit diduga karena trombopoesis yang menurun, destruksi trombosit dalam darah meningkat, serta
gangguan fungsi trombosit.

Ditemukannya kompleks imun pada permukaan trombosit diduga sebagai penyebab agregasi trombosit
yang kemudian akan dimusnahkan oleh retikuloendotelial sistem. Ketika jumlah trombosit < 100.000 /mm 3
fungsi trombosit dalam hemostasis terganggu sehingga integritas vaskular berkurang dan menyebabkan
kerusakan vaskular. Kemudian muncul manifestasi perdarahan yang dapat menyebabkan syok dan memperberat
derajat DHF.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien terhadap masalah
kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan. (SDKI DPP PPNI 2017).

Menurut aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan web of caution (WOC) (Erdin 2018) dan (SDKI DPP
PPNI 2017) terdapat 10 diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
yaitu pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas, hipertermia berhubungan dengan
proses penyakit ditandai dengan suhu tubuh diatas nilai normal, nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera
fisiologis ditandai dengan pasien mengeluh nyeri, defisit nutrisi berhubungan dengan factor psikologis
(keengganan untuk makan), hypovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler ditandai
dengan kebocoran plasma darah, intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, defisit pengetahuan
berhubungan dengan kurang terpapar informasi, ansietas berhubungan dengan krisis situsional, risiko
pendarahan ditandai dengan koagulasi (trombositopenia), dan risiko syok ditandai dengan kekurangan volume
cairan.

Berdasarkan data hasil pengkajian dan analisa data diagnose keperawatan menurut SDKI (2015) yang
ditegakkan pada Kasus DHF salah satunya yaitu hipertemi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue,
hypovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, pendarahan berhubungan dengan
gangguan koagulasi ditandai dengan trombositopeni, dan risiko syok hypovolemia berhubungan dengan
kehilangan cairan secara aktif ditandai dengan pendarahan. Sedangkan pada kasus An. H.R juga ditemukan
diagnose keperawatan yang sama adalah hipertermi berhubungan dengan dehidrasi yang ditandai dengan ibu
pasien mengatakan anaknya masih panas Ibu pasien juga mengatakan anaknya minum sedikit saja dan a
kencing sedikit saja. Suhu tubuh diatas nilai normal yaitu 39,3 °c ,Kulit merah, Kulit terasa hangat.
HEMATOLOGI: S. thiphi H: positif 1/80, S. Thiphi O: positif 1/80, S. Para thiphi Ao: positif 1/80.

penegakkan diagnosa keperawatan menurut SDKI (2017) yaitu Hipertermi berhubungan dengan
dehidrasi. Berdasarkan SDKI (2017) terdapat gejala dan tanda mayor 80-100% untuk validasi diagnosis dan
terdapat tanda minor : tanda dan gejala tidak harus ditemukan, namun jika ditemukan dapat mendukung
penegakan diagnose adapun gejala dan tanda mayor subjektif (tidak tersedia) dan data objektif : suhu tubuh
diatas nilai normal. Sedangkan gejala dan tanda minor subjektif (tidak tersedia) dan data objektif : kulit merah,
kejang, takikardi, takipnea, dan kulit terasa hangat.

Menurut analisa data kelompok kami muncul diagnosa Hipertermia berhubungan dengan arkan data
pengkajian An. H.R didapatkan kesenjangan data di pengkajian dan di diagnose keperawatan bahwa data di
pengkajian dehidrasi yang ditandai dengan ibu pasien mengatakan anaknya masih panas Ibu pasien juga
mengatakan anaknya minum sedikit saja dan a kencing sedikit saja. Suhu tubuh diatas nilai normal yaitu 39,3 °c
,Kulit merah, Kulit terasa hangat data pendukung mendukung untuk penegakan diagnose keperawatan yaitu .
HEMATOLOGI: S. thiphi H: positif 1/80, S. Thiphi O: positif 1/80, S. Para thiphi Ao: positif 1/80.

penegakan diagnose keperawatan hipertermia sesuai dengan kasus An. H.R dengan Salah satu tanda
dan gejala pada yaitu Suhu tubuh diatas nilai normal dengan 39,3 °c. hal ini sejalan dengan teori yang
menjelaskan Salah satu tanda dan gejala DHF adalah mengalami demam tinggi mendadak 2-7 hari (Nurarif &
Kusuma, 2015). Hipertemia adalah suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh (SDKI, 2017).
Hipertermia dapat terjadi karena virus dengue yang telah masuk ke tubuh penderita akan menimbulkan viremia.
Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di hipotalamus sehingga menyebabkan
(pelepasan zat bradikinin, serotinin, trombin, histamin) terjadinya peningkatan suhu (Desastri, 2011).

Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus DHF yaitu (Erdin 2018) (SDKI DPP PPNI
2017) : Pola napas tidak efektif (D) berhubungan dengan hambatan upaya napas ,Hipertermia (D) berhubungan
dengan proses penyakit ditandai dengan suhu tubuh diatas nilai normal c. Nyeri akut (D) berhubungan dengan
agen pencedera fisiologis ditandai dengan pasien mengeluh nyeri d. Defisit nutrisi (D) berhubungan dengan
faktor psikologis (keengganan untuk makan) ,Hipovolemia (D) berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
kapiler ditandai dengan kebocoran plasma darah ,Intoleransi aktivitas (D) berhubungan dengan kelemahan g.
Defisit pengetahuan(D) berhubungan dengan kurang terpapar informasi ,Ansietas (D) berhubungan dengan
krisis situasional i. Risiko perdarahan (D) ditandai dengan koagulasi (trombositopenia) ,Risiko syok (D) ditandai
dengan kekurangan volume cairan, sedangkan pada kasus An. H.R hanya ditemukan 1 diagnosa yaitu hipertermi
yang berhubungan dehidrasi.

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada
pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (SIKI DPP PPNI 2018).
Intervensi asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada kasus An. H.F sudah menggunakan standar intervensi
keperawatan indonesia (SIKI) dan standar luaran keperawatan indonesia (SLKI). adapun tindakan pada standar
intervensi keperawatan indonesia terdiri atas observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi (PPNI, 2018).

Berdasarkan perencanaan kasus A.n H.R tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan intervensi yang
telah kelompok susun dengan masalah hipertemi menurut SIKI DPP PPNI 2018 Intervensi yang dilakukan
kepada An . H.R dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan suhu tubuh
pasien dalam rentang normal dengan kriteria hasil : Suhu tubuh(5), Kulit merah (4), Suhu kulit(5),Intake
cairan(5) ,Output urine (5) ,Hemoglobin (4) . Rencana tindakan dalam hipertemi meliputi Observasi :
Identifikasi penyebab Hipertermi (mis: dehidrasi), Monitor suhu tubuh, Monitor haluaran
urine,Terapeutik;Berikan cairan oral,Kolaborasi:Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena. Standar
intervensi keperawatan indonesia, Label 2: edukasi thermoregulasi; Ajarkan kompres hangat, jika
demam,Anjurkan banyak minum,Anjurkan melakukan pemeriksaan darah jika demam >3 hari, Label 3=
regulasi temperature,monitor warna dan suhu kulit, kolaborasi pemberian antipiretik.
Rencana tindakan dalam hipertemI meliputi melakukan pengkajian mengidentifikasi penyebab
Hipertermi; Mengobservasi atau Mengamati warna dan suhu tubuh pasien ,Menganjurkan ibu pasien untuk
meng kompres anaknya jika mengalami demam. Menjelaskan dan Mengajarkan teknik atau cara Mengompres
pada ibu pasien jika anaknya demam, dengan pertama-tama menyiapkan kain lembut dan baskom/taperber berisi
air hangat. Jangan terlalu panas atau bahkan hingga mendidih. Kemudian, rendam kain tersebut di air hangat,
sehingga bisa dijadikan kompres. Ibu bisa segera menempelkan di bagian tubuh yang diinginkan misalnya di
dahi dan diketiak. sampai suhunya turun,Mengecek kembali suhu tubuh pasien,Menganjurkan pasien untuk
banyak minum agar kencingnya banyak,Memberikan menggantikan cairan infus KaEn 3B 1600 cc/24 jam (20
tpm) ,Melakukan injeksi obat paracetamol 200 mg/iv,Melakukan pengambilan darah vena untuk mengecek
Darah lengkap.
Menurut kelompok kami,perencanaan pada kasus An. H.R sudah sesuai dengan teori dalam buku SIKI
2018 yaitu mencangkup semua tindakan seperti observasi , terapiutik, edukasi, dan kolaborasi. Artinya tidak
ada tindakan keperawatan yang tidak dilakukan .
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi keperawatan.
Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk
dikerjakan dalam rangka membantu klien untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak atau
respons yang ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan (Ali 2016).
Pelaksanaan tindakan dibuat selama 3 x 24 jam perawatan pada tanggal 10 januari 2023 sd 12
januari 2023 di ruangan angrek RSUD Kefamenanu dan di evaluasi. Berdasarkan kriteria hasilnya masing-
masing dari diagnosa keperawatan semua intervensi dapat dilaksanakan berkat kerja sama yang baik antara
perawat (mahasiswa), keluarga, dan pasien. Dalam melaksanakan tindakan keperawatan disesuaikan dengan
rencana tindakan sehingga mendapatkan tujuan yang di harapkan.
Dalam kasus kelompok kami, Implementasi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah
hipertermi pada An. H.R yaitu dengan melakukan pengkajian mengidentifikasi penyebab Hipertermi,
Mengobservasi atau Mengamati warna dan suhu tubuh pasien ,Menganjurkan ibu pasien untuk meng kompres
anaknya jika mengalami demam, Menjelaskan dan Mengajarkan teknik atau cara Mengompres pada ibu pasien
jika anaknya demam, dengan pertama-tama menyiapkan kain lembut dan baskom/taperber berisi air hangat.
Jangan terlalu panas atau bahkan hingga mendidih. Kemudian, rendam kain tersebut di air hangat, sehingga bisa
dijadikan kompres. Ibu bisa segera menempelkan di bagian tubuh yang diinginkan misalnya di dahi dan
diketiak. sampai suhunya turun, Mengecek kembali suhu tubuh pasien, Menganjurkan pasien untuk banyak
minum agar kencingnya banyak, Memberikan menggantikan cairan infus KaEn 3B 1600 cc/24 jam (20 tpm) ,
Melakukan injeksi paracetamol 200 mg/iv, Melakukan pengambilan darah vena untuk mengecek Darah lengkap,
Memotivasi motivasi ibu pasien jika panas muncul secera lakukan kompres hanggat.
5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan keperawatan yang telah
dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu masalah (Meirisa, 2013). Pada tahap evaluasi, perawat
dapat mengetahui seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan telah tercapai (Ali,
2014).
Evaluasi yang ditemukan setelah dilakukan perawatan selama 3 hari pada An. H.R masalah hipertermi
berhubungan dengan dehidrasi adalah pada An. H.R teratasi pada hari ketiga pada tanggal 12 Januari 2023
sesuai dengan kriteria perencanaan tanda-tanda vital dalam batas normal yaitu suhu tubu 36,6°c. suhu tubuh (5),
serta kriteria hasil lain Suhu tubuh(5),Kulit merah (4),Suhu kulit(5)Intake cairan(5) ,Output urine (5)
,Hemoglobin (3).
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Penerapan asuhan keperawatan dengan DHF( Dengue Hemorrhagic Fever)) umumnya
sama antara teori dan kasus. Hal ini dapat dibuktikan dengan penerapan teori pada
kasus An. H.R dengan DHF Penerapan kasus ini dilakukan dengan menggunakan
proses keperawatan mulai dari pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan,
implementasi dan evaluasi.

5.1.1. Dari pengkajian An. H.R pada tanggal10 Januari 2023, dengan masalah hipertermi dari
hasil data subjektif Data Subjektif:ibu pasien mengatakan anaknya masih panas, Ibu
pasien juga mengatakan anaknya minum sedikit saja, Ibu pasien mengatakan anaknya
kencing sedikit saja. Data Objektif: Suhu tubuh diatas nilai normal yaitu 39,3 °c,Kulit
merah, Kulit terasa hangat.data penunjang . HEMATOLOGI: S. thiphi H: positif 1/80,
S. Thiphi O: positif 1/80, S. Para thiphi Ao: positif 1/80.

5.1.2. Dari hasil pengkajian, diagnose keperawatan hipertermi berhubungan dengan dehidrasi
yang ditandai dengan ibu pasien mengatakan anaknya masih panas Ibu pasien juga
mengatakan anaknya minum sedikit saja dan a kencing sedikit saja. Suhu tubuh diatas nilai
normal yaitu 39,3 °c ,Kulit merah, Kulit terasa hangat. HEMATOLOGI: S. thiphi H:
positif 1/80, S. Thiphi O: positif 1/80, S. Para thiphi Ao: positif 1/80

5.1.3. Intervensi yang di tetapkan untuk mengatasi masalah yang di alami An. H.R dengan
diagnosa hipertermi berhubungan dengan dehidrasi SIKI Label 1: manajemen hipertermi
(1.15506.hal 181): Identifikasi penyebab Hipertermi (mis: dehidrasi) , Monitor suhu tubuh,
Monitor haluaran urine, Berikan cairan oral, Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena, Label 2: edukasi thermoregulasi (1.12457.hal 115), Ajarkan kompres hangat,
jika demam,Anjurkan banyak minum, Anjurkan melakukan pemeriksaan darah jika
demam >3 hari, Standar intervensi keperawatan indonesia, Label 3= regulasi temperature
(1.14578.hal 388) monitor warna dan suhu kulit, kolaborasi pemberian antipiretik.

Perencanaan yang digunakan dalam kasus An. H.R dengan teori hampir semua intervensi
setiap diagnosa dapat sesuai dengan kebutuhan anak.
5.1.4. implementasi keperawatan atau Pelaksanaan Tindakan keperawatan pada kasus ini
dilaksanakan sesuai dengan intervensi keperawatan yang sudah dibuat, sesuai diagnosa
yang ditegakkan dan sesuai dengan analisa data dengan kebutuhan anak dengan DHF.

5.1.5. Evaluasi.
Akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang di
berikan. Pada evaluasi yang kelompok lakukan pada An. H.R berdasarkan kriteria yang
kelompok susun terdapat 1 diagnosa keperawatan yang telah teratasi dengan baik sesuai
rencana yaitu hipertermi berhubungan dengan dehidrasi yang ditandai dengan ibu pasien
mengatakan anaknya masih panas Ibu pasien juga mengatakan anaknya minum sedikit saj
dan a kencing sedikit saja. Suhu tubuh diatas nilai normal yaitu 39,3 °c ,Kulit merah, Kulit
terasa hangat. HEMATOLOGI: S. thiphi H: positif 1/80, S. Thiphi O: positif 1/80, S. Para
thiphi Ao: positif 1/80. Sehingga pelaksanaan intervensi untuk masalah keperawatan ini di
hentikan.

5.2. SARAN
Berdasarkan asuhan keperawatan yang di lakukan pada An. H.R di ruang angrek
RSUD Kefamananu dapat di simpulkan di atas, maka kelompok memberikan saran
sebagai berikut :

1. Bagi orang tua

Bagi orang tua diharapkan lebih memperhatikan lingkungan tempat tinggal., misalnya
menguras BAK mandi minimal seminggu 1 kali. Air merupakan tempat berkembang
biak nyamuk Aedes aegypti . Nyamuk betina bertelur pada dinding bak yang terisi air,
larva nyamuk kemudian akan mendapat makanan dari mikroorganisme yang hidup di
sekitarnya.

2. Bagi Tenaga Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan tentang masih tingginya angka
kejadian DHF, sehingga pada tenaga kesehatan khususnya perawat di RSUD
kefamananu diharapkan dapat meningkatkan frekuensi pemberian penyuluhan tentang
cara mencegah DHF baik secara personal maupun kelompok terkait dampak DHF bagi
anak-anak.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan pada peneliti berikutnya dapat mengembangkan penelitian dengan mencari faktor
lain yang dapat mempengaruhi kejadian DHF. Kelompok kami mengharapkan Peneliti
selanjutnya diharapkan dapat diperoleh hasil penelitian yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Nor Vikri. 2019. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN


DENGAN DENGUE HAEMORHAGIC FEVER ( DHF ) DI RUMAH SAKIT.

Samarinda. http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/283/1/Untitled.pdf.

Ali. 2016. Dasar-Dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC.

Asri, Khanitta Nuntaboot, and Pipit Festi Wiliyanarti. 2017. “Community Social
Capital on Fi Ghting Dengue Fever in Suburban Surabaya , Indonesia : A
Qualitative Study.” International Journal of Nursing Sciences 4(4): 374–77.

Candra, Aryu. 2017. “Dengue Hemorrhagic Fever : Epidemiology , Pathogenesis ,


and Its Transmission Risk Factors.” 2(2): 110–19.

Erdin. 2018. Pathway Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.

Harmawan. 2018. Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.

Ikhwani, Mochammad Khoirul. 2019. ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. D


DENGAN DIAGNOSA MEDIS DHF ( DENGUE HEMORAGIC FEVER )
GRADE 3 DI RUANG ASOKA RSUD BANGIL PASURUAN. Sidoarjo.

https://repository.kertacendekia.ac.id/media/296901-asuhan-keperawatan-
pada-an-d-dengan-diag-d65b301a.pdf.

Jing & Ming. 2019. “Dengue Epidemiology.” Global Health Journal 3(2): 37–45.
https://doi.org/10.1016/j.glohj.2019.06.002.

Kemenkes RI. 2018. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta. Kemenkes


RI. 2019. Laporan Nasional Dinas Kesehatan. Jakarta. Kementerian
Kesehatan RI. 2016. Info Datin. Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI. 2018. Profil Anak Indonesia. Jakarta: Pemberdayaan,


Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).

Mendiri N. K. & Prayogi, A. S. 2016. Asuhan Keperawatan Anak & Bayi Resiko

Tinggi. Yogyakarta: PT Pustaka Baru.

Murwani. 2018. Patofisiologi Dengue Hemorrhagic Fever. Jakarta.


Amin Huda Nurarif & Kusuma, Hardhi. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC (Edisi Revisi). MediAction.

Pangaribuan, Anggy. 2017. “Faktor Prognosis Kematian Sindrom Syok Dengue.”


15(5).

Rampengan. 2017. Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever.


SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.

SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta.


Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kualitatif Dan R&D. Jakarta: Alfabeta.
Tedi Mulyadi. 2015. Komponen Sistem Peredaran Darah. Jakarta.

Wang, Wen-hung et al. 2019. “International Journal of Infectious Diseases A


Clinical and Epidemiological Survey of the Largest Dengue Outbreak in
Southern Taiwan in 2015.” International Journal of Infectious Diseases 88: 88–
99. https://doi.org/10.1016/j.ijid.2019.09.007.

WHO. 2016. Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever.

WHO. 2018. Dengue Haemorrhagic Fever. Jakarta.

Widyorini, Prasti, Kintan Arifa Shafrin, Nur Endah Wahyuningsih, and Retno
Murwani. 2017. “Dengue Hemorrhagic Fever ( DHF ) Incidence Is Related to
Air Temperature , Rainfall and Humidity of the Climate in Semarang City
, Central Java , Indonesia.” (July 2018): 8–13.

Wijayaningsih, Kartika Sari. 2017. Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: TIM.


Wowor, Mariana S, Mario E Katuuk, and Vandri D Kallo. 2017. “Efektivitas
Kompres Air Suhu Hangat Dengan Kompres Plester Terhadap Penurunan Suhu
Tubuh Anak Demam Usia Pra-Sekolah Di Ruang Anak Rs Bethesda Gmim
Tomohon.” e-Journel Kperawatan (eKp) 5(2): 8.
Yuliastati Nining. 2016. Keperawatan Anak. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai