PEMBIMBING :
dr.Paul Matulessy, MN
DISUSUN OLEH :
Melisa Silvia Sembiring
(0861050184)
(0961050199)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
anugerahNya kami dapat menyelesaikan referat ini dengan baik.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu
Kedokteran Keluarga, Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Kristen Indonesia.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini yaitu dr.Paul Matulessy,MN, selaku pembimbing dalam
penyusunan referat.
Kami menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, maka kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki referat ini. Kami
berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................1
BAB II DEMAM BERDARAH DENGUE.......................................3
2.1 Definisi ................................................................................3
2.2 Epidemiologi .......................................................................3
2.3 Etiologi ................................................................................7
2.4 Patogenesis ..........................................................................8
2.5 Diagnosis ............................................................................11
2.6 Manifestasi Klinis ...............................................................13
2.7 Pemeriksaan ........................................................................15
2.8 Diagnosis Banding .............................................................17
2.9 Penatalaksanaan ..................................................................18
2.10 Pemberantasan .................................................................30
BAB III PENUTUP ...........................................................................32
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................33
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Penyakit virus dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue tipe I,II III
dan IV golongan arthropod borne virus group B (arbovirus) yang ditularkan oleh nyamuk
Aedes aegypti dan Aedes albocpitus. Sejak tahun 1968 penyakit ini ditemukan di Surabaya
dan Jakarta, selanjutnya sering terjadi kejadian luar biasa dan meluas ke seluruh wilayah
Indonesia. Oleh karena itu penyakit ini menjadi masalah kesehatan masyarakat yang awalnya
banyak menyerang anak tetapi akhir-akhir ini menunjukkan pergeseran menyerang dewasa.1
Perjalanan penyakit infeksi dengue sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk
keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong
(Dengue Shock Syndrome / DSS). Sampai saat ini masih sering dijumpai penderita Demam
Berdarah Dengue (DBD) yang semula tidak tampak berat secara klinis dan laboratoris,
namun mendadak syok sampai meninggal dunia. Sebaliknya banyak pula penderita DBD
yang klinis maupun laboratoris nampak berat namun ternyata selamat dan sembuh dari
penyakitnya. Kenyataan di atas membuktikan bahwa sesungguhnya masih banyak misteri di
dalam imunopatogenesis infeksi dengue yang belum terungkap1
Angka kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia cenderung
meningkat, mulai 0,05 insiden per 100.000 penduduk di tahun 1968 menjadi 35,19 insiden
per 100.000 penduduk di tahun 1998, dan pada saat ini DBD di banyak negara kawasan Asia
Tenggara merupakan penyebab utama perawatan anak di rumah sakit. Mengingat infeksi
dengue termasuk dalam 10 jenis penyakit infeksi akut endemis di Indonesia maka seharusnya
tidak boleh lagi dijumpai misdiagnosis atau kegagalan pengobatan. Menegakkan diagnosis
DBD pada stadium dini sangatlah sulit karena tidak adanya satupun pemeriksaan diagnostik
yang dapat memastikan diagnosis DBD dengan sekali periksa, oleh sebab itu perlu dilakukan
pengawasan berkala baik klinis maupun laboratoris.3
1.2
Tujuan Penulisan
2.
3.
1.3
Manfaat Penulisan
Referat ini diharapkan bermanfaat dalam memberikan informasi dan pengetahuan
BAB II
terjadi
perembesan plasma
yang ditandai
oleh
2.2 Epidemiologi
Di Indonesia, demam berdarah dengue (DBD) pertama kali dicurigai di Surabaya
pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta,
kasus pertama di laporkan pada tahun 1968. Sejak dilaporkannya kasus demam berdarah
dengue (DBD) pada tahun 1968 terjadi kecenderungan peningkatan insiden. Sejak tahun
1994, seluruh propinsi di Indonesia telah melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang
melaporkan kasus DBD juga meningkat, namun angka kematian menurun tajam dari 41,3%
pada tahun 1968, menjadi 3% pada tahun 1984 dan menjadi <3% pada tahun 19913
Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara bervariasi
disebabkan beberapa faktor, antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor, tingkat
penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi meteorologis. Secara
keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin, tetapi kematian ditemukan lebih
banyak terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Pada awal terjadinya wabah di
sebuah negara, pola distribusi umur memperlihatkan proporsi kasus terbanyak berasal dari
golongan anak berumur <15 tahun (86-95%). Namun pada wabah selanjutnya, jumlah kasus
golongan usia dewasa muda meningkat. Di Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak
begitu jelas, namun secara garis besar jumlah kasus meningkat antara September sampai
Februari dengan mencapai puncaknya pada bulan Januari3
Gambar 1.2 Angka kesakitan dan kematian demam berdarah dengue di Indonesia (Depkes,
2008)
Epidemic sering terjadi di Americas, Europe, Australia, dan Asia hingga awal abad
20. Sekarang demam dengue endemic pada Asia Tropis, Kepulauan di Asia Pasifik, Australia
bagian utara, Afrika Tropis, Karibia, Amerika selatan dan Amerika tengah. Demam dengue
sering terjadi pada orang yang bepergian ke daerah ini. Pada daerah endemic dengue, orang
dewasa seringkali menjadi imun, sehingga anak-anak dan pendatang lebih rentan untuk
terkena infeksi virus ini.5
Aedes aegypti berkembang biak baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Di Negara ini
dengue merupakan penyebab rawat inap dan kematian tertinggi pada anak-anak.6
DHF/ DSS lebih sering terjadi pada daerah endemis virus dengue dengan beberapa
serotype.Penyakit ini biasanya menjadi epidemic tiap 2-5 tahun. DHF/DSS paling banyak
terjadi pada anak di bawah 15 tahun, biasanya pada umur 4-6 tahun. Frekuensi kejadian DSS
paling tinggi pada dua kelompok penderita : a. anak-anak yang sebelumnya terkena infeksi
virus dengue, b. bayi yang darah ibunya mengandung anti dengue antibody. Transmisi
penyakit biasanya meningkat pada musim hujan.Suhu yang dingin memungkinkan waktu
survival nyamuk dewasa lebih panjang sehingga derajat tranmisi meningkat.2
Case Fatality Rate yang dilaporkan adalah 1%, tetapi di India, Indonesia dan
Myanmar, telah dilaporkan adanya outbreak lokal di daerah perkotaan dengan laporan Case
Fatality Rate sebesar 3-5%. Di Indonesia, dengan 35% populasi yang bertempat tinggal di
daerah perkotaan, 150.000 kasus dilaporkan pada tahun 2007 (kasus tertinggi diantara semua
negara) dengan lebih dari 25.000 kasus dilaporkan berasal dari Jakarta dan Jawa Barat
dengan Case Fatality Rate sebesar 1%.4
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat
kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi yang tidak terencana
dan tidak terkendali, (3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis,
dan (4) Peningkatan sarana transportasi.1
Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara lain
status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan
(virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak
ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun
daerah penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang pesat. Sampai saat ini DBD telah
ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian
luar biasa. Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968
menjadi berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk. Pola berjangkit infeksi virus dengue
dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32C) dengan
kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama.
Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola
waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi
virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat
pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.1
2.3 Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam group B arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai
genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm
terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106 .
menggigit pada siang hari, terutama pada pagi dan sore hari. Jarak terbang nyamuk ini 100
meter. Sedangkan nyamuk Aedes albopictus memiliki tempat habitat di tempat air jernih.
Biasanya nyamuk ini berada di sekitar rumah dan pohon pohon, tempat menampung air
hujan yang bersih, seperti pohon pisang, pandan, kaleng bekas. Nyamuk ini menggigit pada
siang hari dan memiliki jarak terbang 50 meter.
Gambar 1.4 Distribusi nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus (WHO, 2011)
2.4 Patogenesis
Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka
demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host)
terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung
pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul
antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan
bahkan dapat menimbulkan kematian.2
Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom Syok Dengue) masih merupakan masalah yang
kontroversial.Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi
sekunder
(teori
secondary
heterologous
infection)
atau
hipotesis
immune
enhancement.Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami
infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko
berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada
sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk
kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel
leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan
oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan
juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan
meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai
tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
Kompleks virus-antibody
Aktivasi komplemen
Anafilatoksin (C3a, C5a)
Komplemen
Histamin dalam urin
meningkat
Permeabilitas kapiler
> 30% pada
Perembesan plasma
Ht
Natrium
Syok
Anoksia
Asidosis
Meninggal
Anamnestic antibody
Penghancuran
trombosit oleh RES
Pengeluaran
Trombositopenia
Koagulopati
Sistem kinin
konsumtif
Gangguan
fungsi trombosit
Kinin
penurunan faktor
Peningkatan
permeabilitas
pembekuan
kapiler
FDP meningkat
Perdarahan massif
syok
2.5 Diagnosis
Perubahan patofisiologis pada DBD adalah kelainan hemostasis dan perembesan
plasma. Kedua kelainan tersebut dapat diketahui dengan adanya trombositopenia dan
peningkatan hematokrit.2
Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai
dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi,
mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dengan
faring hiperemis ditemukan pada pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek.
Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga.
Demam tinggi dapat menimbulkan kejang demam terutama pada bayi.2
Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple Leede) positif,
kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada bekas
pengambilan darah. Kebanyakan kasus, petekia halus ditemukan tersebar di daerah
ekstremitas, aksila, wajah, dan palatum mole, yang biasanya ditemukan pada fase awal dari
demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna
ringan dapat ditemukan pada fase demam. Hati biasanya membesar dengan variasi dari just
palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae kanan. Sekalipun pembesaran hati tidak
berhubungan dengan berat ringannya penyakit namun pembesaran hati lebih sering
ditemukan pada penderita dengan syok.2
Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi
penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi
dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi
minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok.2
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah
ini dipenuhi:2
a. Derajat 1
Demam tinggi mendadak (terus menerus 2-7 hari) disertai tanda dan gejala klinis
(nyeri
ulu
hati,
mual,
muntah,
hepatomegali),
tanpa
perdarahan
spontan,
b. Urine
Kadar albumine urine positif (albuminuria) (Vasanwala, Puvanendran, Chong, Ng,
Suhail, Lee, 2011).
c. Foto thorax
Pada pemeriksaan foto thorax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya posisi lateral
dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan) lebih baik dalam mendeteksi cairan
dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.
d. USG
Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai pada anak dan dijadikan
sebagai
c. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi,
misalnya sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis, sejak semula pasien tampak
sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Disamping itu jelas
terdapat leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear (pergeseran kekiri pada
hitung jenis) pemeriksaan LED dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi
bakteri dengan virus. Pada meningitis meningokokus, jelas terdapat gejala rangsangan
meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinal
d. Idiophatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat II,
oleh karena didapatkan demamdisertai perdarahan dibawah kulit. Pada hari-hari
pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam
cepat menghilang, tidak dijumpai leukopeni, tidak dijumpai hemokonsentrasi, tidak
dijumpai pergeseran kekanan pada hitung jenis. Pada fase penyembuhan DBD jumlah
trombositlebih cepat kembali normal daripada ITP
e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada leukemia
demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Pemeriksaan
darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelasdiagnosis leukemia. Pada anemia
aplastik akan sangat anemic, demam timbul karena infeksi sekunder. Pada
pemeriksaan darahditemukan pansitopenia (leukosit, hemoglobin, trombosit
menurun). Pada pasien dengan perdarahan hebat pemeriksaan foto toraks dan atau
kadar protein dapat membantu menegakkan diagnosis. Pada DBD ditemukan efusi
pleura dan hipoproteinemia sebagai tanda perembesan plasma
2.9 Penatalaksanaan
a.Pre Hospital7
Penatalaksanaanprehospital DBD bisa dilakukan melalui 2 cara yaitu
pencegahan dan penanganan pertama pada penderita demam berdarah.
DinasKesehatan Kota Denpasar menjelaskan pencegahan yang dilakukan meliputi
kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), yaitu kegiatan memberantas jentik
ditempat perkembangbiakan dengan cara 3M Plus:
1) Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi /
WC, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1).
Ada cara yang bisa ditempuh tanpa harus diopname di rumah sakit, tapi butuh
kemauan yang kuat untuk melakukannya. Cara itu adalah sebagai berikut (WHO,
1999):
1) Minumlah air putih minimal 20 gelas berukuran sedang setiap hari (lebih
banyak lebih baik)
2) Cobalah menurunkan panas dengan minum obat penurun panas. Parasetamol
sebagai pilihan, dengan dosis 10 mg/BB/kali tidak lebih dari 4 kali sehari.
Jangan memberikan aspirin dan brufen/ibuprofen, sebab dapat menimbulkan
gastritis dan atau perdarahan.
3) Beberapa dokter menyarankan untuk minum minuman ion tambahan ( pocari
sweet )
4) Minuman lain yang disarankan: Jus jambu merah untuk meningkatkan
trombosit
5) Makanlah makanan yang bergizi dan usahakan makan dalam kuantitas yang
banyak
6) Cara penghitung kebutuhan cairan dapat berdasarkan rumus berikut ini :
a) Dewasa: 50 cc/kg BB/hari
b) Anak: Untuk 10 kg BB pertama: 100cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB kedua: 50 cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya: 20 cc/kg BB/hari
Pada pasien anak yang rentan mempunyai riwayat kejang demam maka perlu
diwaspadai gejala kejang demam. Seiring dengan kehilangan cairan akibat demam
tinggi, kondisi demam tinggi juga dapat mencetuskan kejang pada anak sehingga
harus diberikan obat penurun panas. Untuk menurunkan demam, berilah obat
penurun panas. Untuk jenis obat penurun panas ini harus dipilih obat yang berasal
dari golongan parasetamol atau asetaminophen, jangan diberikan jenis asetosal
atau aspirin oleh karena dapat merangsang lambung sehingga akan memperberat
bila terdapat perdarahan lambung. Kompres dapat membantu bila anak menderita
demam terlalu tinggi sebaiknya diberikan kompres hangat dan bukan kompres
dingin, oleh karena kompres dingin dapat menyebabkan anak menggigil. Sebagai
tambahan untuk anak yang mempunyai riwayat kejang demam disamping obat
penurun panas dapat diberikan obat anti kejang.
IDAI (2009) menjelaskan tanda-tanda syok harus dikenali dengan baik karena
sangat berbahaya. Apabila syok tidak tertangani dengan baik maka akan menyusul
gejala berikutnya yaitu perdarahan. Pada saat terjadi perdarahan hebat penderita
akan tampak sangat kesakitan, tapi bila syok terjadi dalam waktu yang lama,
penderita sudah tidak sadar lagi. Dampak syok dapat menyebabkan semua organ
tubuh akan kekurangan oksigen dan akhirnya menyebabkan kematian dalam
waktu singkat. Oleh karena itu penderita harus segera dibawa kerumah sakit bila
terdapat tanda gejala dibawah ini:
1) Demam tinggi (lebih 39oc ataulebih)
2) Muntah terus menerus
3) Tidak dapat atau tidak mauminum sesuai anjuran
4) Kejang
5) Perdarahan hebat, muntah atau berak darah
6) Nyeri perut hebat
7) Timbul gejala syok, gelisah atau tidak sadarkan diri, nafas cepat, seluruh
badan teraba lembab, bibir dan kuku kebiruan, merasa haus, kencing
berkurang atau tidak ada sama sekali
8) Hasil laboratorium menunjukkan peningkatan kekentalan darah atau
penurunan jumlah trombosit
Peran serta keluarga dan masyarakat sangat penting untuk membantu dalam
menangani penyakit demam berdarah. Dinas Kesehatan Kota Denpasar
mengarahkan apabila ada penderita yang terkena demam berdarah maka harus
segera melaporkan Kadus/Kaling/Kades/Lurah atau sarana pelayanan kesehatan
terdekat bila ada anggota masyarakat yang terkena DBD.
Penelitian oleh Kandou, Grace D (2006) pelatihan uji tourniquet bagi kader
kesehatan sebagai salah satu cara deteksi dini demam berdarah dengue
memberikan gambaran bahwa setelah diberikan penyuluhan dan simulasi
pemeriksaan uji tourniquet terjadi perubahan yang bermakna dimana para kader
menjadi tahu dan paham tentang penyakit demam berdarah Dengue serta cara
deteksi dini sederhana yang dapat dilakukan sebelum merujuk penderita ketempat
pelayanan kesehatan.
terjadi
sakit.
<1
1-3
4-6
7-12
mg)
1/8
1/8-1/4
1/4-1/2
1/2-1
Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi.
Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari
ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan
pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian
cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma danpedoman
kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum
dijumpai perubahan tekanan darah dantekanan nadi. Hematokrit harus
diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal
kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan
hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak terlalu
sensitif. Untuk Puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat
dipertimbangkan dengan menggunakan Hb. Sahli dengan estimasi nilai Ht = 3
x kadar Hb
a) Penggantian Volume Plasma
Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada
fase penurunan suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka dasar
pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun
demikian, penggantian cairan harus diberikan dengan bijaksana dan
berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama,
sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit).
Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan
tanda vital, kadar hematokrit, danjumlah volume urin.
Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin
mencukupi kebocoran plasma. Secara umum volume yang dibutuhkan
adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%. Cairan intravena
diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus smuntah, tidak mau minum,
demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral,
ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2)
Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah
cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dankehilangan
elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%.
Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB
intravena bolus perlahan-lahan8
Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi
jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma. Volume
dankomposisi cairan yang diperlukan sesuai cairan untuk dehidrasi pada
diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan + defisit 6% (5 sampai
8%), seperti tertera pada tabel 2 dibawah ini.
Tabel 2
Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang
(defisit cairan 5 8 %)
Berat Badan waktu masuk
RS ( kg )
<7
7-11
12-18
>18
Tersangka
Tersangka DBD
DBD
Ada kedaruratan
Tanda syok
Muntah terus menerus
Kejang
Kesadaran menurun
Muntah darah
Berak darah
Jumlah trombosit
<100.000/l
Tatalaksana
disesuaikan,
(Lihat bagan 3,4,5)
Jumlah trombosit
Rawat Jalan
>100.000/l
Parasetamol
Kontrol tiap hari
sampai demam hilang
Rawat Inap
(lihat bagan 3)
Rawat Jalan
Nilai tanda klinis &
Minum banyak 1,5 liter/hari jumlah trombosit, Ht
Parasetamol
bila masih demam
Kontrol tiap hari
hari sakit ke-3
sampai demam turun
periksa Hb, Ht, trombosit tiap
kali
Perhatian untuk orang tua
Pesan bila timbul tanda syok:
gelisah, lemah, kaki/tangan
dingin, sakit perut, BAB hitam,
BAK kurang
Lab : Hb & Ht naik
Trombosit turun
Segera bawa ke rumah sakit
Gejala klinis:
Demam 2-7 hari
Uji torniquet (+) atau
perdarahan spontan
Laboratorium:
Hematokrit tidak meningkat
Trombositopenia (ringan)
Pasien tidak dapat minum
Pasien muntah terus menerus
Awasi perdarahan
Periksa Ht, Hb tiap 6-12 jam
Perbaikan klinis dan laboratoris
Bagan 4)
Infus ganti RL
(tetesan
disesuaikan,
lihat
hematokrit >20%[2]
DBD
DBDderajat
derajatI atau
I atauII IIdengan
denganpeningkatan
peningkatanhematokrit
hematokrit>20%
Cairan awal
>20%
RL/RA/NaCl 0,9% atau RLD5/NaCl 0,9%+D5
6-7 ml/kgBB/jam
Monitor tanda vital/Nilai Ht & Trombosit tiap 6 jam
Perbaikan
Tidak gelisah
Nadi kuat
Tek.darah stabil
Diuresis cukup
(12 ml/kgBB/jam)
mmHg
Ht turun
(2x pemeriksaan)
Tetesan dikurangi
Tetesan dinaikkan
10-15 ml/kgBB/jam
Perbaikan
5 ml/kgBB/jam
Perbaikan
Sesuaikan tetesan
3 ml/kgBB/jam
Distress pernafasan
Ht naik
Tek.nadi < 20 mmHg
Ht turun
DBD
derajat
DBD
derajat
III III
&&
IVIV
Syok
tidak
Kesadaran menurun
Nadi lembut/tidak teraba
Tekanan nadi <20 mmHg
Distress pernafasan/sianosis
Kulit dingin dan lembab
Ekstrimitas dingin
Periksa kadar gula darah
1. Lanjutkan cairan
15-20 ml/kgBB/jam
2. Tambahkan koloid/plasma
Dekstran/FFP
3. Koreksi asidosis
Evaluasi 1 jam
Syok belum teratasi
Syok teratasi
Ht turun
Ht tetap tinggi/naik
Kegiatan pemberantasan DBD terdiri atas kegiatan pokok dan kegiatan penunjang.
Kegiatan pokok meliputi pengamatan dan penatalaksaan penderita, pemberantasan vektor,
penyuluhan kepada masyarakat dan evaluasi.3
Kegiatan pokok
1. Pengamatan dan penatalaksanaan penderita
Setiap penderita/tersangka DBD yang dirawat di rumah sakit/puskesmas dilaporkan
secepatnya ke Dinas Kesehatan Dati II. Penatalaksanaan penderita dilakukan dengan cara
rawat jalan dan rawat inap sesuai dengan prosedur diagnosis, pengobatan dan sistem
rujukan yang berlaku.3
2. Pemberantasan vektor
Pemberantasan sebelum musim penularan meliputi perlindungan perorangan,
pemberantasan sarang nyamuk, dan pengasapan. Perlindungan perorangan untuk
mencegah gigitan nyamuk bisa dilakukan dengan meniadakan sarang nyamuk di dalam
rumah dan memakai kelambu pada waktu tidur siang, memasang kasa di lubang ventilasi
dan memakai penolak nyamuk. Juga bisa dilakukan penyemperotan dengan obat yang
dibeli di toko seperti mortein, baygon, raid, hit dll.3
Pergerakan pemberantasan sarang nyamuk adalah kunjungan ke rumah/tempat umum
secara teratur sekurang-kurangnya setiap 3 bulan untuk melakukan penyuluhan dan
pemeriksaan jentik. Kegiatan ini bertujuan untuk menyuluh dan memotivasi keluarga dan
pengelola tempat umum untuk melakukan PSN secara terus menerus sehingga rumah dan
tempat umum bebas dari jentik nyamuk Ae. aegypti. Kegiatan PSN meliputi menguras
bak mandi/wc dan tempat penampungan air lainnya secara teratur sekurang-kurangnya
seminggu sekali, menutup rapat TPA, membersihkan halaman dari kaleng, botol, ban
bekas, tempurung, dll sehingga tidak menjadi sarang nyamuk, mengganti air pada vas
bunga dan tempat minum burung, mencegah/mengeringkan air tergenang di atap atau
talang, menutup lubang pohon atau bambu dengan tanah, membubuhi garam dapur pada
perangkap semut, dan pendidikan kesehatan masyarakat.3
Pengasapan masal dilaksanakan 2 siklus di semua rumah terutama di kelurahan
endemis tinggi, dan tempat umum di seluruh wilayah kota. Pengasapan dilakukan di
dalam dan di sekitar rumah dengan menggunakan larutan malathion 4% (atau fenitrotion)
dalam solar dengan dosis 438 ml/Ha.3
3. Penyuluhan kepada masyarakat dan evaluasi
petugas
kesehatan
atau
petugas
pemeriksa
jentik
dan
di
rumah
kegiatan
dengan
direncanakan
berdasarkan
pelaporan
untuk
kegiatan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Demam dengue dan demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang
disertai lekopeni, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada
DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue adalah
demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.
Untuk mengurangi kecenderungan penyebarluasan wilayah terjangkit DBD,
mengurangi kecenderungan peningkatan jumlah penderita dan mengusahakan agar angka
kematian tidak melebihi 3% maka pemerintah terus menyempurnakan program
pemberantasan DBD. Strategi pemberantasan DBD lebih ditekankan pada upaya
preventif.
Peran dokter dalam program pemberantasan DBD adalah penemuan, diagnosis,
pengobatan dan perawatan penderita, pelaporan kasus dan penyuluhan. Sehubungan
dengan hal tersebut, maka pengetahuan patofisiologi, patogenesis, manifestasi
klinis/laboratoris DBD, pengenalan vektor dan pemberantasannya adalah sangat penting.
3.2 Saran
Diperlukan pengetahuan tentang patogenesis, diagnosis, dan penatalaksanaan Demam
berdarah dengue secara tepat dan adekuat untuk pengobatan yamg optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia.
Direktorat
Jenderal
di:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1508601.
Health
for
Problem.
National
Disease
Center
Control
for
Infectious
and
Diseases
Prevention
Fort Collins, Colorado, and San Juan, Puerto Rico, USA. 1996. Terdapat di:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8903160. Diakses pada: 2009, Desember 29.
7) Fernandes MDF. Dengue/Dengue Hemorrhagic Fever. Infectious disease. Terdapat
di: http://www.medstudents.com.br/dip/dip1.htm. Diakses pada: 2009, Desember 29.
8) World Health Organization. Dengue and dengue haemorrhagic fever. Terdapat di:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/htm. Diakses pada: 2009, Desember
29.
STATUS KLINIS
STATUS PASIEN
: 15/648
Pasien ke
: 10
Data Administrasi
Pasien
Nama
Umur / Tanggal Lahir
Alamat
Jenis Kelamin
Agama
Pendidikan
Kedatangan yang Ke-
Tn.D
36 tahun
Cawang
Laki-laki
Islam
Sekolah Menengah Umum
I
Tidak
Tidak ada
Pribadi
Keterangan
Tamat
Biaya sendiri
Data Pelayanan
II.
A.
B.
Keluhan tambahan
Mimisan, sakit kepala, pegal di persendian
C.
timbul mendadak tinggi, demam yang dirasakan terus-menerus, hanya turun bila minum obat
penurun panas.Selain itu pasien juga mengeluh kepalanya terasa sakit seperti ditusuk-tusuk
dan terasa pegal di persendiannya. Pasien juga mengatakan 1 hari sebelum ke puskesmas,
pasien mimisan sebanyak 2x, mimisannya tidak begitu banyak karena pasien langsung
merebahkan dirinya di tempat tidur. Sebelum ke puskesmas, pasien hanya mengurangi
keluhannya dengan minum obat panas dari warung, akan tetapi keluhannya belum membaik.
Buang air kecil dan buang air besar lancar.
D.
E.
Pasien tinggal dirumah istri dan anaknya. Hubungan pasien dengan istri dan anaknya baik.
Pasien tinggal di rumah seluas 80m2 di Cawang. Rumah pasien terdiri dari 4 ruangan yang
dibatasi dengan sekat berbahan tembok. Di bagian paling depan adalah teras seluas 2 x 8 m,.
Ruang tamu seluas 3 x 3 m dengan 4 buah tempat duduk. Terdapat 2 buah lampu di ruang
tamu. Di sebelah ruang tamu terdapat 1 buah kamar tidur seluas 3 x 4m, di pintu dari kamar
tersebut terdapat banyak baju yang digantung. Selain itu, didalamnya terdapat 1 buah lemari
dan 1 tempat tidur. Di bagian tengah merupakan ruang keluarga seluas 4 x 4, terdapat 1 buah
tempat tidur dan 1 buah televisi dengan 1 buah lampu. Di bagian belakang terdapat dapur dan
kamar mandi seluas 4 x 3m, Terdapat sebuah mandi yang kurang bersih dan tidak
menggunakan abate.Keadaan dapur kurang bersih dan kurang terawat. Di bagian samping
merupakan tempat mencuci dan menjemur pakaian. Pencahayaan di ruang tamu dan kamar
tidur cukup baik, namun pencahayaan di bagian belakang seperti di dapur dan kamar mandi
kurang karena tidak terdapat ventilasi dan kaca di bagian belakang rumah. Kebersihan rumah
pasien cukup walaupun terdapat beberapa barang yang kurang tertata dengan rapi. Air berasal
dari sumur pompa, jarak sumber air dan septi tanc 6m.
Suami pasien bekerja sebagai buruh pabrik dengan penghasilan kurang lebih rp 1.500.000,sedangkan pasien merupakan ibu rumah tangga. Sejumlah uang tersebut biasanya cukup
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti membayar air dan listrik (rp 600.000,-/bulan),
makan untuk 4 orang
dikarenakan belum ada biaya untuk bersekolah. Dari penghasilan dan pengeluaran yang
demikian, pasien kurang memiliki kesempatan untuk menabung.
G.
Pasien mengatakan bahwa pasien tidak pernah merokok dan pasien jarang berolahraga.
Data Keluarga
No
Umur
1
2
3
4
30 tahun
36 tahun
5 tahun
2 tahun
III.
Nama
Status
Lisda
Dimas
Anggi
Adi
keluarga
Ibu
Bapak
Anak
Anak
dalam Jenis
Kelamin
Perempuan
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Pekerjaan
I.R.T
Buruh pabrik
Tidak Bekerja
Tidak Bekerja
PEMERIKSAAN FISIK
: Compos mentis
Keadaan umum
: Baik
Tinggi badan
: 150 cm
Berat badan
: 50 kg
Status gizi
: Baik
Tanda vital
B. Status generalis
Kepala
: Normocephali
Rambut
Mata
THT
Hidung
Tenggorok
Paru-paru
: Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
: Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Abdomen
Punggung
Ekstremitas
Auskultasi
: Inspeksi
: Datar
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
: (+)
C. Status Neurologis
: Refleks fisiologis:
Biseps
KPR
Rasa Nyeri
Suhu
D. Status Gizi
TB
: 150 cm
BB
: 50 kg
IMT
: BB (kg)
50
=
[TB (m)]
Status Gizi
=
[1,5]
: Normal
Nilai Rujukan:
a. Kurang < 18.5
22,22
: 14,7 g/dl
Leukosit
: 1.700 /uL
Ht
: 44,2 %
Trombosit
: 77.000/ uL
E. DIAGNOSIS HOLISTIK
Aspek Personal:
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 4 hari sebelum ke puskesmas, demam
timbul mendadak tinggi, demam yang dirasakan terus-menerus.Selain itu pasien juga
mengeluh kepalanya terasa sakit seperti ditusuk-tusuk dan terasa pegal di persendiannya.
Pasien juga mengatakan 1 hari sebelum ke puskesmas, pasien mimisan sebanyak 2x. Sebelum
ke puskesmas, pasien hanya mengurangi keluhannya dengan minum obat panas dari warung,
akan tetapi keluhannya belum membaik.Oleh karena itu pasien berobat ke puskesmas.
Aspek Klinis:
-
Derajat Fungsional:
I (Pasien tetap bisa beraktifitas seperti biasa)
F. RENCANA PENATALAKSANAAN
No.
Kegiatan
Rencana Intervensi
Sasaran
Waktu
1.
Aspek
Personal
Evaluasi:
-Keluhan, kekhawatiran,
dan harapan pasien.
Intervensi:
-Edukasi bahwa penyakit
disebabkan oleh suatu
mikroorganisme
yaitu
virus
dan
dapat
disembuhkan
Pasien
3 hari
2.
Aspek Klinik
Demam
Berdarah
Dengue grade
II
Edukasi:
-Menyarankan
kepada
pasien untuk beristirahat
yang cukup, makan dan
minum yang cukup,tetap menjaga kebersihan
sehingga
dapat
mengurangi
sumber
infeksi
-Menyarankan
pasien
untuk
mengkonsumsi
obat secara teratur dan
beristirahat
dengan
teratur
Terapi:
- Paracetamol
- Vitamin
Pasien
3 hari
-Keluhan
berkurang
-Pasien dapat
mengatur pola
istirahatnya
dengan baik
-Pasien dapat
teratur
mengkonsumsi
obat
Pasien
3 hari
-keluhan
berkurang
3.
4.
Aspek Risiko
Internal
Pasien seorang -pasien dianjurkan untuk
buruh
beristirahat, makan dan
minum yang cukup,
kebersihan
rumah
dijaga .
Aspek
Psikososial
Hasil yg
Diharapkan
-Keluhan dan
kekhawatiran
pasien
dapat
berkurang
-Pasien
mengerti
tentang
penyakit
dan
faktor
resikonya.
Pasien
memiliki
seorang
istri
dan
kedua
anaknya yang
memperhatikan
kesehatannya
Edukasi:
-Memantau pola aktivitas
pasien sehari-hari
-Mengingatkan
pasien
untuk beristirahat dengan
cukup
Pasien
3 hari
-Pasien
beristirahat
dengan cukup
Kedatangan
kedua 27
Juni 2013