Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS INTERNSIP

DEMAM DENGUE

OLEH :

dr. Janet Angriani Kali

Pembimbing :

dr. Ni Ketut Tini Utami

dr. Astri Rahmawati Lamakarate

Wahana :

RS Bhayangkara Palu

Sulawesi Tengah

Periode Juli - Februari

2016

BAB I
PENDAHULUAN

Infeksi virus dengue merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus

dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty. Infeksi virus dengue pada

manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara

penyakit paling ringan (mild undiffrentiated febrile illness), demam dengue,

demam berdarah dengue (DBD) sampai demam berdarah dengue disertai syok

(dengue shock syndrome). Patofisiologi utama penyakit DBD adalah terjadinya

kebocoran plasma yang disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas pembuluh

darah (vasculer).1

Pada tahun 2011 revisi guideline WHO, dengue dibagi menjadi demam

dengue, demam berdarah dengue, demam berdarah dengue tanpa syok atau

dengan syok dan expanded dengue syndrome (EDS). Manifestasi yang tidak

lazim adalah spektrum yang luas dari infeksi dengue yang mempengaruhi

berbagai sistem organ; kardiovaskular, gastrointestinal, hepar, sistem saraf, paru-

paru dan sistem renal.2

Kondisi ini dapat terjadi karena mungkin terkait dengan koinfeksi,

komorbid, atau komplikasi dari syok berkepanjangan. Adapun insiden dengue

secara global terbanyak di Asia Tenggara dan Pasifik Barat yang merupakan 75%

dari jumlah global dengue. Di Amerika 64,6% kasus berada di negara-negara

Kutub Selatan, 19% di Ekuador, 12,5% di Amerika Tengah dan Meksiko dan

3,9% di Karibia, namun untuk insiden EDS secara umum belum dilakukan

penelitian lebih lanjut. Di Indonesia pada tahun 2009, 2010 dan 2011 telah

2
dilaporkan kejadian EDS di Rumah sakit Dr Soetomo Surabaya dan Rumah Sakit

Soerya Sepanjang Sidoarjo. Pada tahun 2009 ada tiga kasus, tahun 2010 ada dua

kasus dan tahun 2011 ada dua kasus dengue dengan manifestasi yang tidak biasa.

Beberapa faktor mempengaruhi situasi ini seperti pemanasan global, peningkatan

urbanisasi yang menyebabkan kesadaran tentang sanitasi lingkungan yang baik.

Jumlah penderita menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun,

dan penyakit ini banyak terjadi di kota-kota yang padat penduduknya. Akan tetapi

dalam tahun-tahun terakhir ini, penyakit ini juga berjangkit di daerah pedesaan.
2,3,4

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Etiologi
Penyebab penyakit demam berdarah dangue pada seseorang adalah virus

dangue termasuk family flaviviridae genus Flavivirus yang terdiri dari 4 serotipe,

yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Ke empat serotip ini ada di

Indonesia, dan dilaporkan bahwa serotip virus DEN-3 sering menimbulkan

wabah.5 Virus DEN termasuk dalam kelompok virus yang relative labil terhadap

suhu dan faKtor kimiawai lain serta masa viremia yang pendek. Virus DEN

virionnya tersusun oleh genom RNA dikelilingi oleh nukleokapsid, ditutupi oleh

suatu selubung dari lipid yang mengandung 2 protein yaitu selubung protein E dan

protein membrane M.

2.2. Patofisiologi

Penelitian patogenesis infeksi virus dengue sampai sekarang merupakan

penelitian yang paling menantang. Hal tersebut disebabkan sejauh ini belum ada

suatu teori yang dapat menerangkan secara tuntas patogenesis infeksi virus

dengue. Dua teori yang kini digunakan untuk menjelaskan perubahan

patogenesis infeksi virus dengue yaitu hipotesis infeksi sekunder (secondary

heterologous infection) dan hipotesis antibody dependent enhancement (ADE).

Beberapa hipotesis telah dibuktikan untuk menjelaskan peningkatan insidens

kasus yang berat setelah terjadi infeksivirus dengan serotipe yang berbeda.

4
Penelitian secara in vitro telah memperlihatkan bahwa ada cross reactive non

neutralizing dari antibodi dengue berbentuk kompleks virus yang heterologous.6

Berdasarkan Teori Infeksi Sekunder

Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan

infeksi primer dengan satu jenis virus, akan terjadi kekebalan terhadap infeksi

jenis virus tersebut untuk jangka waktu yang lama. Jadi seseorang yang pernah

mendapat infeksi primer virus dengue akan mempunyai antibodi yang dapat

menetralisasi virus yang sama (homologous). Tetapi jika orang tersebut

mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang lain maka terjadi

infeksi berat karena pada infeksi selanjutnya antibodi heterologous yang terbentuk

pada infeksi primer tidak dapat menetralisasi virus dengue serotipe lain (non

neutralizing antibody). Pada makrofag yang dilingkupi oleh antibodi non

neutralisasi, antibodi tersebut bersifat opsonisasi, internalisasi dan mempermudah

makrofag/monosit terinfeksi serta virus bebas bereplikasi di dalam makrofag

bahkan membentuk kompleks yang lebih infeksius sehingga penyakit cenderung

menjadi berat serta berperan dalam patogenesis terjadinya DBD/DSS. 6

Berdasarkan Hipotesis antibody dependent enhancement

Hipotesis antibody dependent enhancement (ADE) prinsipnya adalah suatu

proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel

mononuklear.6

Kompleks antibodi dan virus dengue yang heterologous akan memfasilitasi

masuknya virus ke dalam monosit melalui reseptor Fc, proses ini dikenal sebagai

5
ADE. Monosit yang mengandung virus menyebar ke berbagai organ dan terjadi

viremia. Dasar teori infection enhancing antibody ialah peran sel fagosit

mononuklear dan terbentuknya antibodi non netralisasi. Sebagai respons terhadap

infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan

peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan manifestasi perdarahan sehingga

mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok. Disamping kedua hipotesis di atas

masih ada teori lain tentang patogesis DBD yaitu teori mediator, teori virulensi

virus, teori antigen antibodi, teori apoptosis, dan teori trombosit endotel. Teori

virulensi menurut Russel, 1990, mengatakan bahwa DBD berat terjadi pada

infeksi primer dan bayi usia < 1 tahun, serotipe DEN-3 akan menimbulkan

manifestasi klinis yang berat dan fatal, dan serotipe DEN-2 dapat menyebabkan

syok. Hal-hal diatas menyimpulkan bahwa virulensi virus turut berperan dalam

menimbulkan manifestasi klinis yang berat.4

Berdasarkan Teori Mediator

Teori mediator sekarang ini dipikirkan oleh para ahli karena melanjutkan

teori antibody enhancing. Pasien DBD mempunyai kadar TNF-a, lL-6, IL-i3, lL-

18, dan faktor sitotoksik lebih tinggi dibandingkan pasien DD sedangkan pada

pasien DSS mempunyai kadar IL-4, IL-o, lL-8, dan IL-10 yang tinggi. Sitokin

tersebut sangat berperan meningkatkan permeabilitas vaskular dan syok selama

terinfeksi dengue.

Kompleks virus antibodi yang meliputi sel makrofag akan memproduksi

sitokin TNF-a, lFN-y, lL-Z, lL-6, PAF (platelet activating factor), dan lain-lain

6
yang selanjutnya menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular, kerusakan

endotel pembuluh darah sehingga terjadi kebocoran cairan plasma ke dalam

jaringan tubuh dan mengakibatkan syok. Kompleks virus-antibodi juga akan

merangsang komplemen yang bersifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga

menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) Serta perdarahan. Tingginya

kadar pelepasan PAF oleh monosit dengan infeksi sekunder dapat pula

menjelaskan perdarahan pada DBD dan DSS. Jadi perdarahan pada DBD dapat

disebabkan oleh tiga kelainan hemostasis utama yaitu vaskulopati, kelainan

trombosit, dan penurunan kadar faktor pembekuan. Pada fase awal demam,

perdarahan disebabkan oleh vaskulopati dan trombositopenia, sedangkan pada

fase syok dan syok yang lama, perdarahan disebabkan oleh trombositopeni diikuti

oleh koagulopati terutama sebagai akibat koagulasi intravaskular rnenyuluruh dan

peningkatan fibrinolisis. Faktor sitotoksis memproduksi sel CD4+T yang akan

merangsang makrofag memproduksi TNF-alpha dan IL-18. Kadar faktor

sitotoksik berhubungan dengan beratnya penyakit. Selama infeksi dengue berat

beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadi supresi respons Th1 dan

didapatkan respons Th2 yang lebih dominan. Beberapa laporan menunjukkan

bahwa respons Th2 predominan terjadi pada kasus DBD/SSD.4

7
2.3. Klasifikasi

Deraja
DBD Gejala Laboratorium
t
DD Demam disertai 2 atau lebih Leucopenia Serologi
tanda: sakit kepala, nyeri Trombositopenia
retro-orbital, mialgia, , tidak Dengue
artralgia. ditemukan bukti Positif
kebocoran
plasma
DBD I Gejala di atas ditambah uji
bendung positif Trombositopenia
, (<100.000/L),
bukti ada
kebocoran
plasma
DBD II Gejala di atas ditambah
perdarahan spontan Trombositopenia
, (<100.000/L),
bukti ada
kebocoran
plasma
DBD III Gejala di atas ditambah
(DSS) kegagalan sirkulasi (kulit Trombositopenia
dingin dan lembab serta , (<100.000/
gelisah) L), bukti ada
kebocoran
plasma
DBD IV Syok berat disertai dengan
(DSS) tekanan darah dan nadi tidak Trombositopenia
terukur. , (<100.000/
L), bukti ada
kebocoran
plasma1

8
2.4. Manifestasi Klinis

Gambar 1. Klasifikasi dan derajat keparahan dengue menurut WHO 20097

Klasifikasi dan derajat keparahan dengue menurut who 2009 terdapat 3

tanda bahaya pada demam dengue derajat berat yaitu: Perembesan plasma yang

berat, perdarahan hebat dan kerusakan hebat pada organ. Kriteria kemungkinan

demam dengue dengan adalah: pernah berkunjung ke daerah yang endemis

dengue disertai dengan 2 gejala atau lebih seperti muntah, ptekie, nyeri dan pegal-

pegal, test torniquet positif, leukopenia, serta di konfirmasi dengan hasil

laboratorium (penting jika tidak terdapat perembesan plasma). Sementara kriteria

demam dengue derajat berat adalah 1) terdapatnya perembesan plasma yang berat

yang ditandai dengan syok, penumpukkan cairan dengan respiratory distress, 2)

Perdarahan hebat, di evaluasi dari kondisi klinis pasien, 3) gangguan organ yang

9
berat, ditandai dengan SGOT atau SGPT 1000, gangguan sistem saraf pusat,

serta gangguan jantung dan organ lainnya.7

2.5. Diagnosis

Penegakkan diagnosis melalui pemeriksaan laboratorium yang cepat dan

akurat sangat penting dalam tatalaksana klinis, surveillans, penelitian, dan uji

klinis vaksin.8

Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal

ini di bawah ini dipenuhi :

Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.

Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :

- Uji bendung positif.

- Petekie, ekimosis, atau purpura.

- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan

dari tempat lain.

- Hematemesis atau melena.

Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul).

Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai

berikut :

- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan

jenis kelamin.

- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan

dengan nilai hematokrit sebelumnya.

10
- Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.

Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD

adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma.9

Isolasi virus

Isolasi virus dapat dilakukan dengan metode inokulasi pada nyamuk, kultur

sel nyamuk atau pada sel mamalia (vero cell LLCMK2 dan BHK21). Pemeriksaan

ini merupakan pemeriksaan yang rumit dan hanya dapat dilakukan pada enam hari

pertama demam.8

Deteksi antigen IgM dan IgG

Untuk mendeteksi antibody (IgM dan IgG) penggunaan ELISA (Enzyme-

Linked Immunosorbent Assay) merupakan cara yang paling banyak digunakan,

cara ini memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi 10. Serum antibodi

IgM dapat dideteksi dengan tingkat sensitivitas 96% dan tingkat spesifisitas 97%.

Sementara IgG muncul dengan titer yang rendah pada awal gejala dan meningkat

secara perlahan pada akhir minggu pertama dari onset penyakit.11,12

IgM anti dengue memiliki kadar bervariasi, pada umumnya dapat terdeteksi pada

hari sakit kelima, dan tidak terdeteksi setelah hari ke sembilan puluh. Pada infeksi

dengue primer, IgG anti dengue muncul lebih lambat dibandingkan dengan IgM

anti dengue, namun pada infeksi sekunder muncul lebih cepat. Kadar IgG anti

dengue bertahan lama dalam serum. Kinetik NS1 antigen virus dengue dan IgG

serta IgM antidengue, merupakan petunjuk dalam menentukan jenis pemeriksaan

dan untuk membedakan antara infeksi primer dengan infeksi sekunder.8

11
Deteksi Antigen NS1 (Non-struktural 1)

Protein ini muncul saat awal gejala dan dapat bertahan hingga hari ke-14

setelah infeksi. Pemeriksaan antigen ini memiliki tingkat sensitivitas 90% dan

spesifisitas 100%.13

RT-PCR (Reverse Transcription followed by Polimerase Chain Reaction)

RT-PCR merupakan bagian dari test asam nukleat. Cara ini juga dapat

digunakan untuk mendeteksi materi genetik dari virus dengue. Cara ini

diperkirakan memiliki tingkat sensitivitas lebih baik dari isolasi virus pada kultur

sel. Tingkat sensitivitasnya dapat mencapai 93% hingga 100%, tergantung pada

jenis serotip yang diperiksa.13

2.6. Tatalaksana

Pemberian cairan

Tujuan pemberian cairan adalah untuk mengatasi kehilangan cairan plasma

sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan perdarahan. Jika masih bisa

minum (intake baik) dan tidak ada muntah diberikan minum banyak 1-2 liter/hari,

Jenis minuman yang diberikan berupa: air" putih, teh manis, sirup, jus buah, susu,

oralit. Pemberian cairan intra-vena (infus) jika : (1) anak terus-menerus muntah,

tidak mau minum, demam tinggi, dehidrasi; (2) nilai hematokrit cenderung

meningkat pada pemeriksaan berkala.1

Cairan yang diberikan bisa berupa :

1. Kristaloid :

- Ringer Laktat

12
- 5 % Dextrose di dalam larutan Ringer Laktat

- 5 % Dextrose di dalam larutan Ringer asetat

- 5 % Dextrose di dalam larutan setengah normal garam faali, dan

- 5 % Dextrose di dalam larutan normal garam faali.

2. Koloidal :

- Plasma expander dengan berat molekul rendah (Dextran 40)

- Plasma.

RL/D 5% dalam Ringer Asetat/larutan normal garam faali


---> diberikan 10 20 ml/kg BB/ 1 jam.
Pada kasus yang berat (grade IV) dapat diberikan bolus 10 ml/kgBB (1x atau

2x).
Jika renjatan berlangsung terus (Hematokrit tinggi) diberikan larutan koloidal

(Dextran atau Plasma) sejumlah 10 20 ml/kg BB/ 1 jam.9

Tranfusi darah

Diberikan pada :

Kasus dengan renjatan yang sangat berat atau syok yang berkelanjutan.
Gejala perdarahan yang nyata, misal : hematemesis dan melena.

Pemberian darah dapat diulang sesuai dengan jumlah yang dikeluarkan.

Jika jumlah thrombocyte menunjukkan kecenderungan menurun.9

Antipiretika

13
Diberikan Parasetamol 10-15 mg/kgbb/kali (mencegah timbulnya Efek

samping pedarahan dan asidosis). Hindari asetosal

Terapi Oksigen

Profilaksis Antibiotik

Diberikan Amoxicillin atau antibiotik yang sesuai dengan pola kuman di

rumah sakit seperti golongan sefalosforin generasi ke-3

Koreksi kelainan-kelainan yang terjadi

Koreksi asidosis Natrium bicarbonat dapat diberikan 1 2 mEq/kgBB,

diberikan dengan kecepatan 1 mEq/menit, atau jumlah Nabic dapat dihitung

dengan rumus : Kebutuhan Nabic : 0,5 x BB x Defisit HCO3- atau 0,3 x BB x

Base deficit.14

Kortikosteroid

Penggunaannya masih controversial pada pengobatan DSS Bisa diberikan

dengan dosis :

Hidrokortison 6 8 mg/kgBB/ 6 8 jam i.v.


Methyl prednisolon 30 mg/kgBB/hari i.v.
Dexamethazon 1 2 mg/kgBB sebagai dosis awal, kemudian 1

mg/kgBB/hari i.v.14
2.7. Prognosis

Pada Demam Dengue prognosisnya apabila suhu turun maka akan terjadi

perbaikan dan penyembuhan sempurna. Sedagkan pada Demam Berdarah Dengue

14
angka kematian yang disebabkan oleh DBD adalah kurang dari 1%, tetapi bila

timbul Dengue Shock Syndrome maka angka kematian bisa mencapai 40-50%.

Sehingga prognosis Dengue Shock Syndrome sangat tergantung dari pengenalan

dini dengan cara pemantauan cermat dan tindakan cepat dan tepat terutama ketika

terjadi renjatan (syok).6

BAB III
KASUS

3.1. Identitas Pasien

15
Nama : Nn. A
Umur : 21 tahun
Alamat : Tondo
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Masuk RS : 29 Oktober 2016

3.2. Anamnesis

Keluhan utama : Panas

Panas sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, naik tiba-tiba, demam

tinggi, tidak berkeringat, tidak menggigil, tidak terus menerus dan tidak

disertai kejang.
Kepala dan sendi-sendi terasa sakit.
Nyeri perut ada. Mual ada. Muntah tidak ada. Belum BAB selama 4 hari
Batuk tidak ada.
Riwayat perdarahan dari hidung, mulut, gusi, saluran cerna dan tempat lain

tidak ada
Buang air kecil biasa, warna kuning jernih

Riwayat Penyakit Dahulu :

Tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya

Riwayat Keluarga :

Ada anggota keluarga yang menderita sakit yang sama saat berkunjung ke

rumah nenek 2 minggu yang lalu.

3.3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

16
Kesadaran : Komposmentis

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 92x/ menit

Nafas : 20x/ menit

Suhu : 37 oC

Kulit : Akral hangat, rumple leed test negatif

Kepala : Bentuk simetris, ukuran normocephal

Rambut : Hitam lebat

Mata : Konjungtiva tidak anemis , sklera tidak ikterik

Telinga & Hidung : Tidak ada kelainan, epistaksis tidak ada.

Mulut : Mukosa bibir dan mulut basah, tonsil T1-T1

Tidak hiperemis, faring tidak hiperemis

Leher : Tidak ada pembesaran KGB,tidak ada pembesaran tiroid.

Dada

Paru-paru

Inspeksi : Normochest, retraksi tidak ada

Palpasi : Fremitus sama kiri dan kanan

Perkusi : Sonor +/+

Auskultasi : Vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Teraba ictus cordis di 1 jari medial dari linea mid

17
clavicula sinistra RIC V

Perkusi : Batas jantung atas RIC II, kanan Linea Sternalis Dextra,

kiri 1 jari medial LMCS RIC V

Auskultasi : Irama teratur, bising tidak ada

Abdomen

Inspeksi : Distensi tidak ada

Palpasi : Supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus positif normal

Ekstremitas

Atas : Akral hangat, perfusi baik, refleks fisiologis ada +/+

normal, refleks patologis -/-

Bawah : Akral hangat, perfusi baik, refleks fisiologis ada +/+

normal, refleks patologis -/-

Rumple Leede : (-)

3.4. Pemeriksaan Penunjang

Hasil Laboratorium

Darah Lengkap Leukosit : 2,7 ribu/uL

Eritrosit : 4,5 juta/uL

Hemoglobin : 14,4 gr/L

Hematokrit : 39,7 %

Trombosit : 75 ribu/uL

18
MCV : 88,2 um3

MCH : 32 pg

MCHC : 36,3 g/dl

3.5. Diagnosis Kerja

Demam Dengue

DD: Demam Tifoid

3.6. Penatalaksanaan
IVFD RL 32 tpm
Inj. Ranitidin 50 mg / 12 jam / iv
Paracetamol 3 x 500mg
Antasida syr 3 x 1C (K/P)
Observasi

Rencana Pemeriksaan :

Kontrol Vital sign


DR tiap hari
IgG dan IgM Anti Dengue

Follow up pagi tanggal 30 Oktober 2016

S:

Demam ada, sakit kepala dan sendi-sendi ada


Batuk tidak ada
Perdarahan dari gusi, hidung dan saluran cerna tidak ada
Mual muntah tidak ada
BAK ada, jumlah cukup , warna biasa
BAB ada 1 kali, berwarna biasa

O:

Keadaan umum : Sakit sedang

19
Kesadaran : Sadar

Tekanan darah : 100/70 mmHg

Nadi : 80 x/ menit

Nafas : 20 x/ menit

Suhu : 37oC

Mata : Udem palpebral -/-, konjungtiva tidak anemis, sclera

tidak ikterik

Thorak : Retraksi (-), Cor irama teratur, bising tidak ada

Pulmo suara nafas vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing

-/-Abdomen : Supel, distensi (-) , BU (+) normal

Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik

Pemeriksaan Laboratorium :

Darah :
WBC : 3,7 ribu/uL
Hb :14,5 gr%
Trombosit :67 ribu/uL
Ht :39,2 %

Kesan : Penurunan nilai hematokrit dan trombosit dari sebelumnya

Imunoserologi
Anti-Dengue IgG Positif
Anti-Dengue IgM Positif

Tatalaksana :

- IVFD RL 40 tetes/menit

- Inj. Ranitidin 50 mg / 12 jam / iv


- Paracetamol 3 x 500mg
- Antasida syr 3 x 1C (K/P)
- Observasi

- Banyak minum

20
Rencana :

DR perhari
Kontrol vital sign

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Penegakan Diagnosis Demam Dengue Pada Pasien

Penegakan diagnosis pada pasien ini meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik,

gambaran secara klinis serta pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan.

Kriteria kemungkinan demam dengue dengan adalah: pernah berkunjung ke

daerah yang endemis dengue disertai dengan 2 gejala atau lebih seperti muntah,

petekie, nyeri dan pegal-pegal, test torniquet positif, leukopenia, serta di

konfirmasi dengan hasil laboratorium (penting jika tidak terdapat perembesan

plasma). Dari anamnesis didapatkan pasien demam tinggi sejak 4 hari sebelum

masuk rumah sakit, kepala dan sendi-sendi terasa sakit. Ada anggota keluarga lain

yang menderita demam berdarah. Dari pemeriksaan fisik didapatkan demam,

rumple leed negatif. Hasil laboratorium menunjukkan penurunan jumlah

trombosit dan peningkatan hematokrit. Dari data anamnesis, pemeriksaan fisik

dan laboratorium didapatkan diagnosa Demam Dengue.

4.2. Analisa Penatalaksanaan Demam Dengue Pada Pasien

Prinsip penatalaksanaan adalah pemberian cairan untuk mengatasi

kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan

perdarahan. Jika masih bisa minum (intake baik) dan tidak ada muntah diberikan

21
minum banyak 1-2 liter/hari, Jenis minuman yang diberikan berupa: air putih, teh

manis, sirup, jus buah, susu, oralit. Pemberian cairan intra-vena (infus) jika: (1)

terus-menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi, dehidrasi; (2) nilai

hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Diberikan antipiretik

parasetamol untuk mencegah timbulnya efek samping pedarahan dan asidosis.

Pada pasien diberikan terapi cairan RL 40 tetes/menit dan Paracetamol 3 x 500mg.

22
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Kasus Nn. A, 21 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan panas 3 hari.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, diagnosis

dari kasus ini mengarah pada Demam Dengue.

1. Diagnosis hemotoraks ditegakkan berdasarkan pada anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis

didapatkan pasien demam tinggi sejak 4 hari sebelum masuk rumah

sakit, kepala dan sendi-sendi terasa sakit. Ada anggota keluarga lain

yang menderita demam berdarah. Dari pemeriksaan fisik didapatkan

demam, rumple leed negatif. Hasil laboratorium menunjukkan

penurunan jumlah trombosit dan peningkatan hematokrit


2. Penanganan hemotoraks pada pasien ini adalah pemberian cairan.

5.2. Saran

Diperlukan ketepatan diagnosis dan penanganan pasien dengan Demam

Dengue secara tepat. Apabila kondisi penanganan tidak dilakukan dengan segera

23
maka kondisi pasien dapat bertambah buruk yang nantinya akan mempengaruhi

prognosis pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. : DHF. Buku Kuliah 3 Ilmu

Kesehatan Anak. Percetakan Infomedika. Jakarta. 1985. P. 1228 31

2. World Health Organization Regional Office for South East Asia. Prevention

and control of dengue and dengue haemorrhagic fever: comprehensive

guidelines. New Delhi: WHO. Pg 9-17. 2014

3. Soegijanto, S dan Chilcia, E. Update management dengue shock syndrome in

pediatric cases. Indonesian Journal of Tropical and Infectious Disease. Pg 9-

22. 2013

4. Poerwo Soedarmo, Sumarsono S. Carna, Herry dkk. Buku Ajar Infeksi dan

Pediatri Tropis. Edisi Kedua. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008

5. Syahruman A., 1998. Beberapa Lahan Penelitian untuk Penanggulangan

Demam Berdarah Dangue. Mikrobiologi Klinik Indonesia. Vol:3:3:87-89.

6. John D Synder, Larry K Pickering. : Demam Dengue. Nelson Ilmu

Kesehatan Anak 15th eds. Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

2000. P. 1484 5.

7. Jackson ST,et al. Dengue Encephalitis. Diakses dari

http://www.intechopen.com.

24
8. Rahadinegoro, SR, Ismoedijanto M dan Alex C. Pedoman diagnosis dan tata

laksana infeksi virus dengue pada anak. UKK Infeksi dan Penyakit Tropis

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014

9. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Indonesia Jilid 1. Penerbit IDAI.

Jakarta. 2010.

10. Kamath, SR and Ranjit, S. Clinical features, complications and atypical

manifestations of children with severe forms of dengue hemorrhagic fever in

South India. Indian Journal of Pediatrics vol 73. Pg 889-95. 2006

11. Sohler MP, Rosadas C, Castro MJC. Neurological complications in dengue

infection: a review for clinical practice. Rio de Janiero. 2013: 71(9-B): 667-

671.

12. Varma C, Bhat RY. 2013. Meningitis as primary presentation of dengue

infection. Manipal, Karnataka, India. 2013; 3(1): 39.

13. Sanchez,et al. Cerebellar hemorrhage in a patient during the convalescent

phase of dengue fever. J Stroke. 2014 ;3 : 202204. Diakses dari

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4200593/

14. Guidelines for Treatment of Dengue Fever/ Dengue Hemorrhagic Fever in

Small Hospitals. WHO. New Delhi. 1999

25

Anda mungkin juga menyukai