PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Akalasia ialah ketidakmampuan bagian distal esofagus untuk relaksasi dan
peristaltik esofagus berkurang, karena diduga terjadi inkoordinasi neuromuskuler.
Akibatnya bagian proksimal dari tempat penyempitan akan melebar dan disebut
megaesofagus. Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum diketahui. Para ahli
menganggap bahwa penyakit ini merupakan disfungsi neuromuskuler dengan lesi
primer, mungkin terletak di dinding esofagus, nervus vagus atau batang otak.1,2
Beberapa penelitian telah mencatat sejumlah ganglion mienterik pada
spesimen-spesimen penyakit esofagus dan menemukan adanya infiltrat limfositik
dan deposisi kolagen di dalam ganglion. Berdasarkan penemuan ini, agen-agen
yang dapat menyebabkan penyakit infeksi, seperti virus, dan beberapa mediator
radang akibat respon imunnya, diduga sebagai penyebab dari kehilangan ganglion,
tetapi etiologi pastinya belum diketahui. Penelitian mengenai neurotransmisi dan
penghantaran sinyal yang terjadi pada esofagus distal dan spinchter esofagus
bawah pada achalasia esofagus telah berkembang pesat. Nitrit oksida diduga telah
menjadi neurotransmitter inhibitori yang terbesar, yang mengontrol proses
relaksasi dari otot polos esofagus. Hipotesis yang timbul, bahwa pada proses
akalasia esofagus, terjadi kehilangan yang lebih besar pada neuron inhibitori
nitrogenik daripada neuron kolinergik.1,2
Insiden akalasia esofagus di Amerika Serikat sekitar 1 per 100.000 orang
per tahun, dengan rasio antara pria dan wanita adalah 1:1. Akalasia esofagus lebih
sering terjadi pada orang dewasa, terbanyak sekitar usia 25-60 tahun. Pada anak-
anak, penyakit ini juga sangat jarang ditemukan, dan secara genetik tidak
ditemukan hubungan. Kurang dari 5% dari kasus terjadi pada anak-anak, di mana
mengenai anak laki-laki lebih banyak daripada anak perempuan, dengan rasio
6:1.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi esofagus
Esofagus (oesophagus) merupakan tabung muscular, panjangnya sekitar 10
inci (25 cm), terbentang dari pharynx sampai ke gaster. Oesophagus mulai dari
leher setinggi cartilago cricoidea dan berjalan turun di garis tengah di belakang
trachea. Di dalam thorax, oeshophagus berjalan ke bawah melalui mediastinum
dan masuk rongga abdomen dengan menembus diaphragma setinggi vertebra
thoracica X. Oesophagus berjalan sekitar inci (1,25 cm) sebelum masuk ke
gaster sisi kanan.3,4
2
a. Oesophagus di Leher
Pada daerah ini, oesophagus memiliki batas-batas yaitu pada anterior
berbatasan dengan trachea, N.Laryngeus recurrens. Di bagian posterior berbatasan
dengan musculi prevertebrales dan columna vertebralis. Ke lateral berbatasan
dengan glandula thyroidea, A.Carotis communis, V.Jugularis interna, N.Vagus,
dan pada sisi kiri ductus thoracicus. Oesophagus di leher mendapat vaskularisasi
dari arteriae thyroideae inferiores dan venae thyroideae inferiores. Aliran limfenya
melalui nodi cervicales profundi. Mendapat inervasi dari nervus laryngeus
recurrens dan rami dari truncus sympathicus.3,4
b. Oesophagus di Thorax
Berbatasan dengan trachea, N.Laryngeus recurrens sinister; bronchus
principalis sinister, dan atrium sinistrum cordis pada bagian anterior. Pada
posterior berbatasan dengan columna vertebralis, ductus thoracicus, V.Azygos,
A.Intercostalis posteriores dextrae, aorta thoracica descendens. Pada sisi kanan ke
arah lateral berbatasan dengan pars mediastinalis pleura parietalis, V.Azygos. Sisi
kiri berbatasan dengan arcus aorta, A.Subclavia sinistra, ductus thoracicus, pars
mediastinalis pleura parietalis. Mendapat vaskularisasi bagian atas dari aorta
thoracica descendens, sepertiga bagian bawah darah dari A.Gastrica sinistra.3,4
c. Oesophagus pada Abdomen
Oesophagus masuk ke abdomen melalui lubang yang terdapat pada crus
dextrum diaphragmaticum. Setelah berjalan sekitar inci (1,25 cm), oesophagus
masuk ke lambung di sisi kanannya. Batas ke arah anterior, oesophagus terletak
posterior terhadap lobus hepatis sinister dan di depan crus sinistrum
diaphragmaticum. Nervus yagus sinister dan dexter masing-masing terletak pada
permukaan anterior dan posterior oesophagus. Mendapat vaskularisasi dari
cabang-cabang dari arteri gastrica sinistra serta vena gastrica sinistra yang
3
3. Fisiologi esofagus
Fungsi utama esofagus adalah menyalurkan makanan dan minuman dari
mulut ke lambung. Proses ini mulai dengan pendorongan makanan oleh lidah ke
belakang, penutupan glotis dan nasofaring, serta relaksasi sfingter faring esofagus.
Didalam esofagus, makanan oleh peristaltis primer, peristaltis ringan, dan gaya
berat, terutama untuk makanan padat dan setengah padat. Makanan dari esofagus
dapat masuk ke dalam lambung karena adanya relaksasi sfingter esofagokardia.
Setelah makanan masuk ke lambung, tonus sfingter ini kembali ke keadaan
semula sehingga mencegah makanan masuk ke dalam esofagus.2,7
Motilitas yang berkaitan dengan esofagus adalah menelan. Menelan
dimulai ketika suatu bolus secara sengaja didorong oleh lidah ke bagian belakang
mulut menuju faring. Tekanan bolus di faring merangsang reseptor tekanan di
faring yang kemudian mengirim impuls aferen ke pusat menelan di medula. Pusat
menelan kemudian secara refleks mengaktifkan serangkaian otot yang terlibat
dalam proses menelan. Menelan adalah suatu contoh refleks all-or-none yang
terprogram secara sekuensial dengan berbagai respons dipicu dalam suatu
rangkaian waktu spesifik; jadi, sejumlah aktivitas yang sangat terkoordinasi
dipicu dalam pola teratur selama periode waktu tertentu untuk melaksanakan
tindakan menelan. Menelan dimulai secara volunter, tetapi setelah dimulai proses
tersebut tidak dapat dihentikan.2,6,7
Menelan dibagi menjadi 2 tahap, yaitu tahap orofaring dan tahap esofagus.
Tahap orofaring berlangsung sekitar satu detik dan berupa perpindahan bolus dari
mulut melalui faring dan masuk ke esofagus. Saat masuk faring sewaktu menelan,
bolus masuk ke saluran lain yang berhubungan dengan faring. Dengan kata lain,
makanan harus dicegah untuk kembali ke mulut, masuk ke saluran hidung, dan
masuk ke trakea. Semua ini dilaksanakan melalui berbagai aktivitas terkoordinasi
berikut ini:2,6,7
menekan langit-langit
Uvula terangkat dan tersangkut di bagian belakang tenggorokan, sehingga
saluran hidung tertutup dari faring dan makanan tidak masuk hidung.
Makanan dicegah masuk ke trakea terutama oleh elevasi laring dan penutupan
erat pita suara melintasi lubang faring, atau glotis. Bagian awal trakea adalah
laring, tempat pita suara terentang di dalamnya. Selama menelan, pita suara
melaksanakan fungsi yang tidak berkaitan dengan berbicara. Kontraksi otototot laring menyebabkan pita suara merapat erat satu sama lain, sehingga pintu
masuk glotis tertutup. Selain itu, bolus menyebabkan suatu lembaran kecil
jaringan ikat, epiglotis, tertekan ke belakang menutupi glotis yang menambah
10
11
12
7. Patofisiologi
Teori utama yang dapat menjelaskan penyakit ini, antara lain:1,2,6,10
Terjadi abnormalitas neurogenik primer yang disertai dengan
tidak
sel
Terjadi defisiensi dari ganglion sel pleksus mienterik, dapat juga disebabkan
oleh Gastro-Esophageal Reflux Disease (GERD), penyakit Chagas, dan infeksi
virus.
Abnormalitas motorik pada akalasia esofagus merupakan hasil dari
penurunan fungsi pada motor neuron yang terletak pada pleksus mienterikus
intramural. Secara fungsional, kontraksi spinchter esofagus diatur oleh pelepasan
neurotransmitter eksitatorik (asetilkolin dan substansi P) dan relaksasi spinchter
esofagus diatur oleh pelepasan neurotransmitter inhibitorik (nitrit oksida dan
vasoactive intestinal peptide). Seseorang yang menderita achalasia esofagus
kehilangan ganglion sel inhibitori yang menyebabkan ketidakseimbangan dalam
transmisi neuron eksitatori dan inhibitori, sehingga mengakibatkan timbulnya
tekanan yang tinggi pada spinchter esofagus dan tidak dapat berelaksasi.
8. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan radiologi,
pemeriksaan manometrik esofagus, dan pemeriksaan endoskopi. Pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis akalasia
esofagus, seringkali tidak dilakukan karena tidak memiliki kontribusi yang
bermakna.1,2,4,6
8. 1. Gejala klinis
Pasien-pasien yang terdiagnosis dengan akalasia esofagus, biasanya
memiliki riwayat berupa disfagia yang bersifat intermitten, baik ketika menelan
13
makanan padat maupun makanan cair, yang diperburuk dengan stress emosional
atau cara makan yang terburu-buru. Disfagia ketika menelan makanan cair
merupakan manifestasi klinis yang pertama terjadi. Regurgitasi makanan dapat
terjadi karena terdapat retensi sejumlah besar makanan pada esofagus yang
berdilatasi. Regurgitasi ini sering terjadi pada malam hari karena posisi pasien
yang telentang ketika tidur, dan hal ini berpotensi menyebabkan suatu pneumonia
aspirasi. Kadang-kadang, makanan dapat tertinggal pada esofagus (sebelum
bagian yang menyempit) dan biasanya pasien mengatasi hal ini dengan minum air
dalam jumlah yang besar agar meningkatkan tekanan pada esofagus dan memaksa
makanan untuk melaluinya dan masuk ke lambung.1,2,4,6
Nyeri dada retrosternal yang berat dapat terjadi karena adanya tekanan
yang tinggi pada esofagus, dan para dokter sering mendiagnosis nyeri ini sebagai
nyeri yang berasal dari jantung. Gejala heartburn-like chest pain juga ditemukan
pada beberapa penderita akalasia esofagus, mungkin disebabkan karena adanya
asam laktat yang terbentuk dari fermentasi sisa-sisa makanan pada lumen
esofagus. Pada penderita akalasia esofagus, kehilangan berat badan mungkin saja
terjadi karena pasien berusaha mengurangi makannya untuk mencegah terjadinya
regurgitasi dan perasaan nyeri di daerah retrosternal. Jika kehilangan berat badan
terjadi dengan cepat, dapat dipikirkan suatu keganasan sebagai penyebab
achalasia esofagus.6,10
8. 2. Pemeriksaan radiologi
Secara sederhana, foto toraks dapat menunjukkan bahwa seseorang
dicurigai menderita akalasia esofagus. Pada akalasia esofagus, foto toraks
menunjukkan pelebaran mediastinum yang berasal dari esofagus yang berdilatasi
14
dan tidak adanya gelembung udara yang normal pada lambung, karena kontraksi
spinchter esofagus bawah mencegah udara untuk masuk ke dalam lambung.
15
16
Tanda klasik achalasia esofagus yang dapat terlihat adalah tekanan yang tinggi
pada spinchter esofagus bawah (tekanan spinchter esofagus bawah saat istirahat
lebih besar dari 45 mmHg), dan tekanan esofagus bagian proksimal dan media
saat istirahat (relaksasi) melebihi tekanan di lambung saat istirahat (relaksasi)
17
18
striktur.
Pemeriksaan esofagografi memiliki sensitivitas yang rendah
Terdapat perbedaan pH pada esofagus distal jika terjadi refluks
secara klinis)
Penyakit ini disebabkan oleh suatu malignansi
19
Penderita biasanya berusia tua, dan kehilangan berat badan terjadi lebih besar
dan cepat
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis:
Biopsi gastroskopik pada gastroesophageal junction dan kardia menunjukkan
suatu malignansi
Hasil pemeriksaan endoskopi, esofagografi, dan manometri esofagus mungkin
tidak menunjukkan perbedaan dibandingkan dengan achalasia esofagus
idiopatik
9. 7. Penyakit Chagas
Perbedaan gejala dan tanda:
Merupakan penyakit endemik di Amerika Tengah dan Selatan, terdapat
manifestasi klinis pada berbagai organ berupa atonia kolon, miokarditis, dan
pembengkakan kelopak mata pada fase akut (Romana sign)
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis:
Pemeriksaan mikroskopik pada darah segar menunjukkan
adanya
Trypanosoma cruzi
Pewarnaan Giemsa pada sediaan apusan darah tepi menunjukkan adanya
parasit
10. Penatalaksanaan
Sifat terapi pada akalasia hanyalah paliatif, karena fungsi peristaltik
esofagus tidak dapat dipulihkan kembali. Terapi dapat dilakukan dengan memberi
diet tinggi kalori, medikamentosa, tindakan dilatasi, psikoterapi, dan operasi
esofagokardiotomi (operasi Heller). 10,12,11,13,14
10. 1.
Terapi Non-Bedah
a. Medikamentosa
Pemberian obat yang bersifat merelaksasikan otot polos, seperti
nitrogliserin 5 mg sublingual atau 10 mg per oral, dan juga methacholine, dapat
membuat spinchter esofagus bawah berelaksasi sehingga membantu membedakan
antara suatu striktur esofagus distal dan suatu kontraksi spinchter esofagus bawah.
20
Selain itu, dapat juga diberikan calcium channel blockers (nifedipine 10-30 mg
sublingual), dimana dapat mengurangi tekanan pada spinchter esofagus bawah.
Namun demikian, hanya sekitar 10% pasien yang berhasil dengan terapi ini.
Terapi ini sebaiknya digunakan untuk pasien lanjut usia yang mempunyai
kontraindikasi terhadap pneumatic dilation atau tindakan pembedahan.
b. Injeksi Botulinum Toksin
Suatu injeksi botulinum toksin intra-spinchter dapat digunakan untuk
menghambat pelepasan asetilkolin pada bagian spinchter esofagus bawah, yang
kemudian akan mengembalikan keseimbangan antara neurotransmiter eksitatorik
dan inhibitorik. Dengan menggunakan endoskopi, toksin diinjeksi dengan
memakai jarum skleroterapi yang dimasukkan ke dalam dinding esophagus
dengan sudut kemiringan 45, di mana jarum dimasukkan sampai mukosa kirakira 1-2 cm di atas squamocolumnar junction. Lokasi penyuntikan jarum ini
terletak tepat di atas batas proksimal dari spinchter esofagus bawah dan toksin
tersebut diinjeksi secara kaudal ke dalam spinchter. Dosis efektif yang digunakan,
yaitu 80-100 unit/ml yang dibagi dalam 20-25 unit/ml untuk diinjeksikan pada
setiap kuadran dari spinchter esofagus bawah. Injeksi diulang dengan dosis yang
sama 1 bulan kemudian untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Namun demikian, terapi ini mempunyai penilaian yang terbatas, di mana
60% pasien yang telah diterapi masih tidak merasakan disfagia 6 bulan setelah
terapi; persentasi ini selanjutnya turun menjadi 30% walaupun setelah beberapa
kali penyuntikan dua setengah tahun kemudian. Sebagai tambahan, terapi ini
sering menyebabkan reaksi inflamasi pada bagian gastroesophageal junction,
yang selanjutnya dapat membuat miotomi menjadi lebih sulit. Terapi ini sebaiknya
21
22
Pneumatic dilation telah menjadi bentuk terapi utama selama bertahuntahun. Suatu balon dikembangkan pada bagian gastroesophageal junction yang
bertujuan untuk merupturkan serat otot dan membuat mukosa menjadi intak.
Persentase keberhasilan awal adalah antara 70% dan 80%, namun akan turun
menjadi 50% pada 10 tahun kemudian, walaupun setelah beberapa kali dilakukan
dilatasi. Rasio terjadinya perforasi sekitar 5%. Jika terjadi perforasi, pasien segera
dibawa ke ruang operasi untuk penutupan perforasi dan miotomi yang dilakukan
dengan cara thorakotomi kiri. Insidens dari refluks gastroesophageal yang
abnormal adalah sekitar 25%. Pasien yang gagal dalam penanganan pneumatic
dilation biasanya diterapi dengan miotomi Heller.2
23
hari setelah kira-kira 2 minggu. Secara efektif, terapi pembedahan ini berhasil
mengurangi gejala sekitar 85-95% dari pasien, dan insidens refluks postoperatif
adalah antara 10% dan 15%. Oleh karena keberhasilan yang sangat baik,
perawatan rumah sakit yang tidak lama, dan waktu pemulihan yang cepat, maka
terapi ini dianggap sebagai terapi utama dalam penanganan achalasia esofagus.
Pasien yang gagal dalam menjalani terapi ini, mungkin akan membutuhkan
tindakan dilatasi, operasi kedua, atau pengangkatan esofagus (esofagektomi).
baik. Apabila tersedia ahli bedah, pembedahan memberikan hasil yang lebih baik
dalam menghilangkan gejala pada sebagian besar pasien, dan memberikan hasil
yang lebih baik daripada tindakan pneumatic dilation. Obat-obatan dan toksin
botulinum sebaiknya digunakan hanya pada pasien yang tidak dapat menjalani
pneumatic dilation dan laparoskopik miotomi Heller.
BAB III
KESIMPULAN
Akalasia esofagus adalah gangguan mortilitas berupa hilangnya peristaltis
esofagus dan gagalnya sfingter esofagokardia berelaksasi sehingga makanan
tertahan di esofagus. Penyebab akalasia esofagus belum dapat diketahui secara
pasti, namun berdasarkan penelitian diduga dapat terjadi secara primer (idiopatik)
dan secara sekunder. Akalasia esofagus lebih sering terjadi pada orang dewasa
(usia 25-60 tahun). Pada anak-anak, penyakit ini juga sangat jarang ditemukan,
dan secara genetik tidak ditemukan hubungan.
25
26
2012
[cited
2012
April
12].
Available
from:
URL:
http://www.nature.com/gimo/contents/pt1/full/gimo22.html
12. BMJ Publishing Group Limited. Achalasia: differential diagnosis [online].
2011 [cited 2012 April 12]. Available from: URL:
http://bestpractice.bmj.com/
13. Vaezi MF, Pandolfino JE, Vela M. ACG clinical guidline: Diagnosis and
management of achalasia [texbook]. 2013
14. Cushchieri A, Grace P, Darzi A, et all. Clinical surgery. 2nd ed. Oxford:
Blackwell Science; 2006
Akalasia Esofagus
Diagnosis
Anamnesis
Etiologi
Belum diketahui
Pemeriksaan
penunjang
Disfagia
Radiologi
Regurgitasi
ManometrikPenatalaksanaan
Heart burn
Endoskopik
Nyeri
Resiko operasi rendah
PD
Gagal
Myotomy
3,0 cm
3,5 cm
4,0 cm
3,5 cm
4,0 cm
Gagal
28