Oleh :
Siti Rahma
K1A1 15 138
Pembimbing
Mengetahui :
Pembimbing,
A. Identitas Pasien
Nama : An. AQ
Tanggal Lahir : 13 Desember 2019
Umur : 1 Tahun 3 Bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
BBL : 3200 gram
PBL : 47 cm
Agama : Islam
Alamat : Desa Umbu-umbu Jaya,Konsel
Suku : Tolaki
No RM : 242068
Tanggal Masuk RS : 28 Februari 2021, Pukul 17.03 WITA
DPJP : dr. Miniartiningsih Sam, M.Kes., Sp.A
B. Anamnesis (Alloanamnesis)
1. Keluhan Utama
Demam sejak 4 hari yang lalu
2. Anamnesis terpimpin
Pasien baru masuk dari IGD RSUB rujukan dari Puskesmas Punggaluku
dengan diagnosa Susp. DHF+Anemia datang dengan keluhan demam tinggi yang
dirasakan sejak 4 hari sebelum dirawat di Rumah Sakit, demam mulai meninggi
ketika siang hari, demam yang dirasakan sering naik turun. Namun selama 1 hari
terakhir ini ibu pasien mengatakan suhu bayinya sudah mulai turun. Selain itu ibu
mengeluh bahwa anaknya selalu gelisah (+), malas makan (+), muntah 3 hari yang
lalu (+), dan ada mimisan (+) sebelum di bawa ke Puskesmas. Keluhan lainnya
seperti menggigil saat demam (-), kejang (-), pusing (-) sakit kepala (-), batuk (+)
pilek (-), sesak (-), BAB kesan normal, dan BAK kesan normal. Riwayat penyakit
serupa sebelumnya (-). Riwayat penyakit serupa dalam keluarga (-). Riwayat
penyakit DBD dilingkungan rumah pasien (+) tetangga 2 rumah samping pasien
menderita DBD. Riwayat pengobatan (+) pasien sudah ke
Puskesmas Punggaluku dan telah diberikan obat penurun demam serta
mendapat terapi cairan lewat infus. Riwayat persalinan P3A0, selama kehamilan
tidak ada penyulit, tidak minum obat sembarangan dan rutin ke posyandu. Riwayat
persalinan ibu ditolong oleh bidan RS kata ibu BBL 3400 Gram dan PBL 49 cm.
Riwayat konsumsi ASI masih sampai sekarang. Riwayat pemberian makan sudah
diberi MP ASI berupa bubur lembek dan air sayur bayam. Riwayat imunisasi sudah
mendapat vaksin hepatitis B (+), polio(+), DPT (+), BCG (+), campak (+). Riwayat
tumbuh kembang dalam batas normal ditandai dengan berbalik usia 6 bulan, gigi
pertama muncul usia 7 bulan, duduk usia 8 bulan, berdiri usia 9 bulan, jalan (belum
bisa jalan tanpa bantuan), bicara (bisa mengucapkan beberapa kata)
C. PEMERIKSAAN FISIK
KU : Sakit sedang/Composmentis/ /Sadar
Antropometri : BB : 9,1 kg │ TB : 78 cm │LK : 44 cm │LD : 46 cm │LP
: 48 cm │LLA : 15 cm
Tanda Vital :
TD : 90/60 mmHg P : 30 x/menit
N : 110 x/menit, reguler kuat angkat S : 39,4 C
Kepala : Normocephal, ubun-ubun tertutup, menonjol (-)
Muka : Simetris kanan dan kiri
Rambut : Hitam, tidak mudah tercabut
Telinga : Otorhea (-), perdarahan (-)
Mata : Edema palpebral (+), konjungtiva anemis (-), Perdarahan
subkonjungtiva(-)
Hidung : Rinorhea (-) │napas cuping hidung (-)│epistaksis (+)
Mulut : Sianosis (-), pucat (-), kering (-), perdarahan gusi (-)
Paru :
PP : simetris kiri dan kanan │ retraksi subcostal (-)
PR : Massa (-), kreapitasi (-), nyeri tekan (-),
PK : Pekak pada bagian dasar paru kanan
PD : Bronkovesikuler│Rhonki -/- │ Wheezing -/-
Jantung :
PP : Ictus cordis tidak tampak
PR : Ictus cordis tidak teraba
PK : Pekak
PD : BJ I/II murni regular, bunyi tambahan (-)
Abdomen
PP : Cembung ikut gerak nafas
PD : peristaltik (+) kesan normal
: Redup, Shifting dullness (+),undulasi (-), fluid wave (-), pudle
PK sign (-)
PR : Distensi (+) nyeri tekan (+)
Tasbeh : (-)
E. DIAGNOSA KERJA
Demam Berdarah Dengue Grade 2
F. ANJURAN PEMERIKSAAN
Kontrol darah rutin, observasi tanda tanda vital
G. RESUME
1. An. AQ jenis kelamin perempuan usia 1 Tahun 3 Bulan rujukan dari
Puskesamas Punggaluku dengan diagnose Susp. DF disertai Anemia,
datang ke IGD RSUD Kota Kendari dengan keluhan Demam tinggi sejak 4
hari yang lalu, pasien mulai demam sejak hari rabu pukul 13.00 wita,
demam dirasakan selalu naik turun. Ibu pasien mengatakan bahwa hari
pertama sampai hari ketiga anaknya mengalami demam tinggi dan hari
keempat demamnya sempat turun. Keluhan lain anak selalu gelisah (+),
malas makan (+), muntah 3 hari yang lalu (+), batuk (+), mimisan (+)
sebelum ke Puskesmas. Riwayat pengobatan (+) pasien sudah mendapatkan
terapi cairan dan telah meminum obat penurun panas (Paracetamol sirup)
namun gejala tidak membaik. Riwayat penyakit DBD dilingkungan rumah
pasien (+) tetangga 2 rumah samping pasien menderita DBD.
2. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, pada
pemeriksaan antropometri didapatkan BB : 9,1 kg, TB : 78 cm, LK : 44
cm, LD : 46 cm, LP : 53 cm, LLA : 15 cm, Pada pemeriksaan tanda vital
o
didapatkan TD : 90/60 mmHg, P : 30 x/menit, N : 110 x/menit, S : 36,4 C,
pada pemeriksaan fisik didapatkan edeme palpebral (+), epistaksis (+),
Shifting dullness (+), distensi (+) nyeri tekan (+), petekhi (+) ditandai
dengan pemeriksaan rumple leed terdapat > 15 bintik merah dalam
lingkaran + 5 cm.
3. Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 28 Februari 2021 sebelum
dilakukan terapi didapatkan leukosit 2.8x10^3/µL, hemoglobin 9,8 g/dL,
hematokrit 30,2% dan trombosit 92x10^3/µL.
H. PENATALAKSANAAN
1. Rencana Diagnostik
- Obeservasi tanda-tanda vital
- Kontrol Darah Rutin
2. Rencana Terapi
a. Non Medikamentosa
1) Istirahat secukupnya
2) Diet makanan lunak
3) Pemberian ASI
b. Medikamentosa
1) IVFD RL 0,9% 5 cc/kgbb/jam
2) Paracetamol sirup 92mg/iv/8 jam
3) Multivitamin sirup 2x1 cth
I. FOLLOW UP
C. Etiologi
Virus dengue termasuk group B arthropod borne virus (arboviruses)
sebagai genus flavivirus, famili Flviviridae, yang mempunyai 4 jenis serotipe
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN- 4. Virus ini mengandung RNA
berantai tunggal dan berukuran kecil (50 nm). Infeksi denga salah satu
serotipe ini akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe
bersangkutn tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe lain. Seseorang
yang tinggal di darah endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau 4
serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe ini dapat ditemukan di berbagai
daerah di Indonesia. Serotipe den 3 paling dominan didapatkan diberbagai
5
daerah di Indonesia dan sering berhubungan dengan kasus berat.
10
Gambar 1. Virus dengue dibawah mikroskop elektron
D. Patofisiologi
1. Volume Plasma
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit
dan membedakan antara DD dengan DBD ialah peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah, penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi,
trombositopenia, serta diatesis hemoragik. Pada kasus dbd volume plasma
terbukti merembes selama perjalanan penyakit mulai dari permulaan masa
demam dan mencapai puncaknya pada masa syok. Pada kasus berat, syok
terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan
menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah.
Meningginya nilai hematokrit pada kasus syok menunjukkan terjadinya
kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler (ruang interstitial dan rongga
serosa) melalui kapiler yang rusak. Maka dari itu dapat ditemukan cairan
5
dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura dan perikardium.
Pada kasus besar plasma yang menghilang dapat digantikan
dengan efektif dengan ekspander plasma. Namun pada fase dini dpat
diberikan cairan yang mengandung elektrolit. Syok terjadi secara akut dan
5
perbaikan klinis terjadi secara cepat dan drastis.
2. Trombositopenia
Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan
pada sebagian besar kasus DBD. Nilai trombosit mulai menunrun pada
masa demam dan mencapai nilai terendah pada fase syok. Jumlah
trombosit secara cepat meningkat pada masa konvalesens dan niali normal
biasanya tercapai 7-10 hari sejak permulaan sakit. Trombositopenia yang
dihubungkan dengan meningkatnya megakarosit muda dalam sumsum
tulang dan pendeknya masa hidup trombosit diduga akibat meningkatnya
destruksi trombosit. Mekanisme lain yaitu depresi fungsi megakariosit.
Hal ini dikarenakan terjadi penghancuran trombosit pada retikuoendotelial,
limpa dan hati. Namun penyebab destruksi ini belum diketahui, namun
terdapat beberapa faktor dapat menjadi penyebab yaitu virus dengue,
komponen aktif sistem imun komplemen, kerusakan sel endotel, dan
aktivasi pembekuan darah secara bersamaan atau terpisah. Lebih lanjut
trombosit menurun akibat proses imunologis yang ditandai terdapat
5
kompleks imun pada peredaran darah.
3. Sistem Koagulasi dan fibrinolisis
Kelainan sistem koagulasi juga berperan dalam perdarahan DBD.
Masa perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, masa
trombopastin parsial yang teraktivasi memanjang. Beberapa faktor
pembekuan menurun, termasuk faktor II, V, VII, VIII, X dan fibrinogen.
Pada kasus DBD terbukti adanya peningkatan fibrinogen degradation
product (FDP), penunrunan aktivitas antitrombin III, menurunnya aktivitas
faktor pembekan darah. Hal ini diakibatkan pada DBD stadium akut terjadi
proses koagulasi dan fibrinolisis, Disseminated Intravascular Coagulation
5
(DIC), dan gangguan fungsi trombosit.
4. Sistem Komplemen
Terjadi penurunan kadar C3, C3 aktivator, C4 dan C5. Terdapat
hubungan positif dengan derajat penyakit. Penurunan kadar komplemen ini
diakibatkan oleh aktivasi sistem komplemen. Aktivasi ini menghasilkan
anafilaktoksin C3a dan C5a yang mempunyai kemampuan menstimulasi
sel mast untuk melepaskan histamin dan meruakan mediator kuat untuk
menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler, pengurangan volume
plasma, dan syok hipovolemik. Komplemen juga bereaksi terhadap virus,
permukaan trombosit dan limfosit T yang mengakibatkan waktu paruh
5
trombosit memendek, kebocoran plasma, syok dan perdarahan.
5. Respon Leukosit
Pada perjalanan penyakit DBD, pada har ketiga terdapat peningkatan
limfosit atopik yang berlangsung hingga hari kedelapan. Pada sediaan apus
buffy coat dijumpai transformed lymphocytes dalam persentase tinggi yang
dapat dibedakan dengan virus lain. Pemeriksaan LPB secara serial
5
menunjukkan infeksi dengue mencapai puncak pada hari keenam.
E. Patogenesis
Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi dan patogenesis
demam berdarah dengue hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi
sebagian besar menganut "the secondary heterologous infection
hypothesis" yang mengatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang
setelah infeksi dengue pertama mendapat infeksi berulang dengan tipe
virus dengue yang berlainan dalam jangka waktu yang tertentu yang
5
diperkirakan antara 6 bulan sampai 5 tahun.
1. The immunological Enhancement Hypothesis
Antibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari IgG yang
berfungsi menghambat peningkatan replikasi virus dalam monosit, yaitu
enhancing –antibody dan neutralizing-antibody. Pada saat ini dikenal dua
jenis antibodi yaitu kelompok mononuklear reaktif yang tidak mempunyai
sifat menetralisasi tetapi memacu replikasi virus, dan antibodi yang dapat
menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya
memacu replikasi virus. Perbedaan ini berdasarkan adanya virion
determinant spesidicity. Antibodi non-neutralisasi yang dibentuk pada
infeksi primer akan menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada
infeksi sekunder dengan akibat memacu replikasi virus. Teori ini juga
mendasari bahwa infeksi sekunder vius dengue oleh serotipe dengue
yang berbeda cenderung menyebabkan manifestasi berat. Dasar utama
hipotesisi ini yaitu eningkatnya reaksi imunologis yang berlangsung
5
sebagai berikut:
a. Sel fagosit mononuklear yaitu monosit, makrofag, histiosit dan sel
kupferr merupakan tempat utama terjadinya infeksi virus dengue
primer.
b. Non neutralizing antibody baik yang bebas dalam sirkulasi maupun
yang melekat pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk
melekatnya virus dengue pada permukaan sel fagosit mononuklear.
c. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dala sel fagosit
3mononuklear yang telah terinfeksi
d. Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan
menyebar ke usus, hati, limpa dan sumsum tulang.
e. Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi
dengan sistem humoral dan sistem komplemen dengan akibat
dilepaskannya mediator yang mepengaruhi permeabilitas kapiler
dan mengaktivasi sistem koagulasi.
G. Tatalaksana
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler
dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DBD dirawat diruang perawatan biasa,
namun kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif.
5
Diagnosis dini dan edukasi segera dirawat bila terdapat anda syok.
Keberhasilan tatalaksana DBD terletak bagaimana mendeteksi secara
dini fase kritis yaitu saat suhu turun yang merupakan fase awal terjadinya
kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan
perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada
pengenalan awal terjadinya oerembesan plasma dengan tanda peningkatan
kadar hematokrit dan penurunan jumlah trombosit. Penurunan jumlah
trombosit terjadi sebelum peningkatan hematokrit dan sebelum penurunan
suhu. Pemberian cairan awalsebagai pengganti awal sebagai
pengganti volume plasma dapat diberikan larutan garam isotonik atau ringer
5
laktat yang kemudian disesuaikan sesuai dengan beratnya penyakit.
1. Fase demam
Tatalaksana DBD fase demam bersifat simtomatik dan suportif
yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan
oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau
nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu
diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu
penggunaan paracetamol direkomendasikan untuk mempertahankan
suhu dibawah 39 C dengan dosis 10-15 mg?kgBB/kali. Jenis minuman
yang dianjurkan adalah jus buah, teh manis, sirup, susu serta larutan
oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kgBB dalam 4-6 jam
pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan
rumatan 80-100 ml/KgBB dalam 24 jam berikutnya.Pasien harus
diawasi ketat terhadap kejadian syok. Pemeriksaan hematokrit berkala
merupakan monitoring hasil pengobatan yang menggambarkan
5
kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena.
5
Bagan 1. Tatalaksana Tersangka DBD
5
2. Penggantian volume plasma
Dasar patogenesis DBD adalah pembesaran plasma, yang
terjadi pada fase penurunan suhu (fase afebris, fase kritis, fase syok),
maka dasar pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang
hilang. Walau demikian, penggantiamn cairan harus diberikan dengan
bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2
atau 3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering
(setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-48 jam berikutnya harus selalu
disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit dan jumlah volume
urin. Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin
mencukupi kebocoran plasma. Secara umum volume yang dibutuhkan
5
adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%.
Cairan intravena diperlukan, apabila (1) anak terus muntah, tidak
minum, demam tinggi sehingga tidak mungkin diberikan minum per oral,
ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok,
(2) nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala.
Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari larutan NaCl 0,9%. Bila
terdapat asidosis, ¼ dari jumlah cairan total dikeluarkan dan diganti
dengan cairan yang berisi 0,167 mol/liter natrium bikarbonat (3/4) bagian
berisi larutan NaCL 0,9% + glukosa ditambah ¼ natrium bikarbonat).
Apabila terdapat kenaikan hemokonsentrasi 20% atau lebih, maka
komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma.
Volume dan komposisi cairan yang diperlukan sesuai seperti cairan untuk
dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan ditambah
5
defisit 6% (5-8%) seperti pada tabel dibawah ini.
5
Tabel 3. Kebutuhan cairan pada dehidrasi sedang (defisit cairan 5-8%)
Misalnya untuk anak berat 40kg, maka cairan rumatan adalah 1500
+ (50 x 20) = 2500 ml. Jumlah cairan rumatan diperhitungkan untuk 24 jam.
Oleh karena kecepatan perembesan plasma tidak konstan (perembesan plasma
terjadi lebih cepat pada saat suhu turun), makan volume cairan pengganti
harus disesuaikan dengan kecepatan dan kehilangan plasma, yang dapat
diketahui dari pemantauan kadar hematokrit. Perlu mendapat perhatian bahwa
penggantian volume yang berlebihan dan terus menerus setelah perembesan
plasma berhenti akan mengakibatkan distres pernafasan sebagai akibat udem
paru. Demikian pula pada saat fase dan distres pernafasan apabila cairan
5
intravena tetap diberikan.
Pasien harus dirawat dan segera diobati bila dijumpai tanda-tanda
syok yaitu gelisah, letargi/lemah, ekstremitas dingin, bibir sianosis, oliguri,
dan nadi lemah, tekanan nadi menyempit (20 mmHg atau kurang) atau
hipotensi, dan peningkatan mendadak kadar hematokrit atau kadar
hematokrit yang meningkat terus-menerus walaupun telah diberi cairan
5
intravena.
3. Jenis cairan
Larutan kristaloid yang direkomendasikan oleh WHO adalah
larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat
(D5 / RL), ringer asetat (RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer
asetat (D5 / RA), NaCl 0,9% atau dekstrosa 5% dalam larutan garam
5
faali. Sedangkan larutan koloid adalah dekstran-40 dan plasma darah.
4. Sindrom Syok Dengue
Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah
pengobatan yang utama, yang berguna untuk memperbaiki kekurangan
volumen plasma. Pasien anak akan cepat mengalami syok dan sembuh
5
kembali bila diobati segera dalam 48 jam.
Pengobatan awal cairan intravena dengan larutan kristaloid 20
ml/kg berat badan dengan tetesan secepatnya (diberikan secara bolus
selama 30 menit). Apabila syok belum dapat teratasi dan/atau keadaan
klinis memburuk setelah 30 menit pemberian cairan awal, cairan
diganti dengan koloid (dekstran 40 atau plasma) 10-20 ml/kg berat
badan/jam, dengan jumlah maksimal 30 ml/kg berat badan. Setelah
terjadi perbaikan, segera cairan ditukar kembali dengan kristaloid
dengan tetesan 20 ml.kg berat badan. Apabila setelah pemberian cairan
resusitasi kristaloid dan koloid syok masih menetap sedangkan kadar
hematokrit turun, diduga telah terjadi perdarahan; maka dianjurkan
pemberian transfusi darah segar. Apabila kadar hematokrit tetap >40
vol%, maka berikan darah dalam volume kecil (10ml/ kg berat
badan/jam), tetapi apabila terjadi perdarahan masif berikan 20 ml/kg
berat badan. Setelah keadaan klinis membaik, tetesan cairan dikurangi
5
bertahap sesuai dengan keadaan klinis dan kadar hematokrit.
6. Pemberian oksigen
Terapi dengan 2 liter per menit harus selalu diberikan pada
semua pasien syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan
mempergunakan masker, tetapi harus diingat pula pada anak seringkali
5
menjadi makin gelisah apabila dipasang masker oksigen.
7. Transfusi darah
Pemeriksaan golongan darah dan cross-macthing harus
dilakukan pada setiap pasien syok, terutama pada syok yang
berkepanjangan (prolonged shock). Pemberian transfusi darah
diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata.
Kadangkala sulit untuk mengetahui perdarahan interna (internal
haemorrhage) apabila disertai hemokonsentrasi. Penurunan hematokrit
(misaljnya dari 50% ke 40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah
diberikan cairan yang mencukupi, merupakan tanda adanya
perdarahan. Pemberian darah segar dimaksudkan untuk menaikkan
konsentrasi sel darah merah. Plasma segar dan atau suspensi trombosit
berguna untuk pasien dengan DIC yang menimbulkan perdarahan
masif. DIC biasanya terjadi pada syok berat dan menyebabkan
perdarahan masif dan dapat menimbulkan kematian. Pemeriksaan
hematologi seperti waktu tromboplastin parsial, waktu protombin, dan
fibrinogen degradation products (FDP) harus diperiksa pada pasien
syok untuk mendeteksi terjadinya dan berat ringannya DIC.
5
Pemriksaan hematologis tersebut juga menentukan prognosis.
8. Kelainan ginjal
Dalam keadaan syok harus yakin benar bahwa penggantian
volume intravaskular telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila
diuresis belum mencukupi 2 ml/kgBB/jam, sedangkan cairan yang
diberikan sudah sesuai kebutuhan, maka selanjutnya furosemid i
mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan tetap dilakukan untuk jumlah
diuresis, kadar ureum dan kreatinin. Tetapi apabila diuresis tetap
belum mencukupi, pada umumnya syok juga belum dapat dikoreksi
dengan baik, maka pemasangan CVP (central venous pressure) perlu
5
dilakukan untuk pedoman pemberian cairan selanjutnya.
9. Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan
dievaluasi secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang
harus diperhatikan pada monitoring adalah nadi, tekanan darah,
respirasi, dan temperatur harus dicatat 15-30 menit atau lebih sering,
sampai syok dapat teratasi, kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6
jam sampai keadaan klinis pasien stabil. Setiap pasien harus
mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan, jumlah, dan
tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah
5
mencukupi, jumlah serta frekuensi diuresis.
10. Kriteria memulangkan pasien
Pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam
tanpa antipiretik, nafsu makan membaik, tampak perbaikan secara klinis,
hematokrit stabil, tiga hari setelah syok teratasi, jumlah trombosit >50.000
/ ul dan cenderung menignkat, baik, serta tidak dijumpai distres
5
pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis).
Pasien DBD derajat II apabila dijumpai demam tinggi, terus menerus
selama < 7 hari tanpa sebab yang jelas, disertai tanda perdarahan spontan
(paling terserung perdarahan kulit dan mukosa, yaitu petekie atau mimisan),
disertai penurunan jumlah trombosit < 100.000 / ul, dari peningkatan kadar
hematokrit. Pada saat pasien datang, berikan cairankristaloid ringer laktat/
NaCl 0,9% atau dekstrosa 5% dalam ringer laktat/ NaCl 0,9% 6-7
ml/kgBB/jam. Monitor tanda vital dan kadar hematokrit serta trombosit tiap 6
5
jam. Selanjutnya evaluasi 12-24 jam.
Infeksi virus dengue merupakan penyakit infeksi bersifat menular yang disebabkan
oleh virus dengue. Infeksi virus dengue memiliki spektrum klinis yang luas mulai dari
manifestasi klinis ringan sampai berat. Setelah periode inkubasi yaitu masuknya virus dengue
ke tubuh akan berkembang menjadi tiga fase yaitu febris atau demam, fase kritis, dan fase
pemulihan atau konvalensi. Pasien biasanya mengalami demam derajat tinggi secara tiba-
tiba1. Beberapa pasien mungkin sakit tenggorokan, nyeri saat menelan, nyeri retroorbital,
anorexia, mual dan muntah biasa terjadi. Pada fase febris akut biasanya berlangsung 1-3 hari
yang dimana demam akan naik drastis. Pada fase kritis yaitu hari ke 4 sampai hari ke 6
demam akan menurun sampai batas normal namun akan muncul ruam facial, eritema kulit,
sakit di seluruh tubuh, myalgia, arthralgia, dan sakit kepala. Pada fase konvalesens atau
penyembuhan yaitu pada hari ke 7 ruam dan eritema yang didapatkan ditubuh akan menurun
disertai dengan perbaikan klinis pasien. Tes torniquet positif merupakan tanda untuk
membedakan demam berdarah secara klinis dan demam non berdarah pada fase awal
demam2.
Data distribusi kasus DBD berdasarkan kelompk umur menunjukan bahwa hampir
semua kelompok umur berisiko terinfeksi virus dengue. Usia yang paling sering yaitu 5-14
tahun hal ini diprediksikan oleh akibat penularan DBD terjadi dilingkungan sekolah. Namun
tidak menuntut kemungkinan anak yang berusia kurang dari 1 tahun tidak terinfeksi virus
dengue. Berdasarkan data kasus DBD di Kabupaten Konsel tahun 2020 pada bulan juli
jumlah kasus DBD pada anak yaitu sebanyak 109 kasus. Dari hasil penelusuran didapatkan
bahwa anak yang berusia 1 tahun yang menderita DBD terjadi oleh karena kurangnya
perhatian mengenai pengendalian populasi nyamuk dilingkungan rumah3 .
Bayi AQ dengan jenis kelamin perempuan berumur 15 bulan, datang dengan keluhan
demam sejak 4 hari sebelum masuk Rumah Sakit, demam bersifat naik turun, demam mulai
meninggi ketika siang hari. Namun selama 1 hari terakhir ini ibu pasien mengatakan suhu
tubuh bayinya sudah mulai turun. Selain itu ibu mengeluh anaknya selalu gelisah (+), malas
makan (+), muntah 3 hari yang lalu (+), batuk (+) dan muncul bintik-bintik merah pada area
tangan (+) tanpa disertai rasa gatal. Keluhan lainnya seperti menggigil saat demam (-),
kejang (-), pusing (-) sakit kepala (-),pilek (-), sesak (-), mimisan (-), BAB kesan normal, dan
BAK kesan normal.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien keadaan umum sakit sedang,
pada pemeriksaan antropometri didapatkan BB : 9,1 kg, TB : 78 cm, LK : 44 cm, LD : 46
cm, LP : 53 cm, LLA : 15 cm, Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan TD : 90/60 mmHg,
o
P : 30 x/menit, N : 110 x/menit, S : 36,4 C, didapatkan turgor baik, edeme palpebral (+),
perdarahan subkonjungtiva (-/-), epiktasis (-), perdarahan gusi (-), otorhea (-). Cor dalam
batas normal. Pulmo dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan inspeksi
cembung mengikuti gerak napas. Auskultasi peristaltik kesan normal. Palpasi distenden (+),
nyeri tekan (+). Perkusi redup (+), shifting dullnes (+), undulasi (-), dan pudle sign (-),dan
didapatkan pembesaran hepar 2,5 cm dibawah arcus costae dan pada pemeriksaan ektermitas
didapat peteki (+), akral dingin (-), CRT < 2 detik.
Diagnosis
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 2011
terdiri dari 2 kriteria klinis dan 2 kriteria laboratoris. Penggunaan kriteria ini dimaksudkan
untuk menyingkirkan diagnosis yang memiliki keluhan sama4
1) Kriteria Klinis
Demam tinggi mendadak tanpa sebab jelas yang berlangsung terus menerus selama 2-
7 hari. Manifestasi perdarahan ditandai dengan: uji tourniquet positif. petechiae,
ekimosis, purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan
atau melena, pembesaran hati, syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan
tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah
2) Laboratoris
Didapatkan kadar trombosit <100.000/uL dan terjadi peningkatan hemokonsentrasi
yang dapat dilihat dari peningkatan hematokrit ≥ 20%. Dua kriteria klinis ditambah
ditemukan adanya trombositopenia dan peningkatan hematokrit cukup untuk
menegakkan diagnosis klinis DBD. Efusi pleura dan atau hipoalbumnemia dapat
memperkuat diagnosis terutama pada pasien yang terjadi perdarahan. Pada kasus syok,
peningkatan hematokrit dan adanya trombositopenia mendukung diagnosis DBD.
Derajat penyakit Demam Berdarah Dengue dapat diklasifikasikan dalam 4 derajat:
(WHO, 2011)
Derajat I: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan
ialah uji tourniquet.
Derajat II: Sama seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau
perdarahan lainnya.
Derajat III: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi
menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kaki dingin
dan lembab dan tampak gelisah.
Derajat IV: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
Pada pasien ini di tegakkan diagnosa DBD grade 1. Diagnosa ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang didapatkan :
a) Anamnesis
1) Demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, bersifat naik turun, demam mulai
meninggi ketika siang hari. Namun dalam 1 hari terakhir bayinya sudah tidak
demam
2) Menggigil(-)
3) Nyeri kepala (-)
4) Mual (-) dan muntah (+)
5) BAB dalam batas normal
6) Terdapat bintik-bintik kemerahan (peteki pada daerah tangan, namun tidak ada
mimisan ataupun gusi berdarah.
b) Pemeriksaan fisik
1) Tekanan darah = 90/60 mmHg
2) Nadi = 120x/menit
3) Pernapasan = 32x/menit
4) Suhu 37,5oC
5) Edema (+/+) palpebrae
6) Perdarahan subkonjungtiva(-/-)
7) Epiktasis (-)
8) Perdarahan gusi (-)
9) Otorhea (-)
10) Cor dalam batas normal
11) Pulmo dalam batas normal
12) Abdomen :
Tatalaksana
Pada kasus ini penatalaksanaan dengue sesuai dengan perjalanan penyakit yang
terbagi atas 3 fase.Pada fase demam yang diperlukan hanya pengobatan simtomatik dan
suportif. Pemberian paracetamol merupakan antipiretik pilihan pertama dengan dosis
10mg/kg/dosis selang 4 jam apabila suhu >38 sedangkan golongan antipiretik lain seperti
pemberian aspirin dan ibuprofen merupakan indikasi kontra. Kompres hangat kadang
membantu apabila anak merasa nyaman dengan pemberian kompres. Pemberian
antipiretik tidak mengurangi tingginya suhu, tetapi dapat memperpendek durasi demam.
Pengobatan suportif lain yang dapat diberikan antara lain diet makanan lunak dan
pemberian ASI5.
Asupan cairan pasien harus dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral
pasien tidak adekuat maka diperlukan pemberian cairan melalui intravena untuk
mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara penuh.
Protokol pada kasus DBD yaitu terjadi kebocoran plasma yang apabila cukup
banyak maka akan menimbulkan syok hipovolemi (demam berdarah dengan
syok/sindrom syok dengue) dengan mortalitas yang tinggi. Dengan demikian
penggantian cairan ditujukan untuk mencegah timbulnya syok6.
a. Jenis cairan
Pada kasus diberikan jenis cairan kristaloid isotonik yaitu RL 0,9% hal ini sejalan
dengan teori yang mengatakan pemberian cairan kristaloid isotonik merupakan cairan
pilihan untuk pasien DBD dibandingkan cairan hipotonik. Dalam keadaan normal setelah
satu jam pemberian cairan isotonis ¼ volume yang bertahan, sisanya terdistribusi ke
ruang intraselular dan ekstruselular. Pada keadaan permeabilitas yang meningkat
volume cairan yang bertahan akan semakin berkurang sehingga Iebih mudah terjadi
kelebihan cairan pada pemberian cairan hipotonis.
b. Jumlah cairan
Pada kasus diberikan cairan RL 0,9% sebanyak 5cc/kgBB/jam. Pada kasus ini
diberikan terapi cairan untuk DBD grade 1 hal ini karena adanya pertimbangan edema
pada palpebrae sehingga terapi cairan yang diberikan yaitu 5cc/kgBB/jam
Jumlah tetesan per menit = Jumlah kebutuhan cairan x Faktor tetes
Waktu (jam) x 60 menit
Jumlah tetesan per menit = 45 ml x 20
60
Jumlah tetesan permenit = 15 tpm
Pada DBD terjadi hemokonsentrasi akibat kebocoran plasma >20%, oleh karena itu
jumlah cairan yang diberikan diperkirakan sebesar kebutuhan rumatan (maintenance)
ditambah dengan perkiraan deficit cairan 5%. Banyak ditemukan klinis yang dimana
pasien belum menunjukkan peningkatan hematokrit yang berarti padakeadaan ini
sehingga diagnosis awal yang ditegakan masih Demam Dengue, namun dihawatirkan
keadaan ini merupakan fase awal dari DBD, maka volume cairan yang diberikan cukup
rumatan atau sesuaikebutuhan. volume cairan ditingkatkan apabila hematokrit naik dan
kemudian diturunkan bertahap seiring penurunan nilai hematokrit.12
DAFTAR PUSTAKA