Anda di halaman 1dari 38

Laporan Kasus

HALAMAN JUDUL
KEJANG DEMAM SEDERHANA

Oleh:
Tiara Jannati Dewi 04054822022102
Siti Shafa Indah Safira 04084822124180
Aisyah Fristania Ditamor 04084822124128

Pembimbing:
dr. Muhammad Aulia, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD SITI FATIMAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus
Kejang Demam Sederhana

Oleh:
Tiara Jannati Dewi 04054822022102
Siti Shafa Indah Safira 04084822124180
Aisyah Fristania Ditamor 04084822124128

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/ Rumah Sakit Umum
Daerah Siti Fatimah Palembang periode 28 Juni – 31 Juli 2021.

Palembang, Juli 2021

dr. Muhammad Aulia, Sp.A

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Pengasih
dan Maha Penyayang karena berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus berjudul Kejang Demam Sederhana. Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu syarat
mengikuti kepaniteraan klinik Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUD Siti Fatimah
Palembang/Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Dengan selesainya penyusunan laporan kasus ini, perkenankanlah penulis untuk
menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada dr. Muhammad Aulia, Sp.A. sebagai
pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, kritik, dan saran
dalam pembuatan laporan kasus ini. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan
berkat-Nya kepada pembimbing penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan kasus ini.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Semoga laporan
kasus ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca.

Palembang, Juli 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... ii


KATA PENGANTAR ...............................................................................................iii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 5
BAB II STATUS PASIEN ......................................................................................... 6
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 23
3.1 KEJANG DEMAM ....................................................................................................... 23
3.1.1 DEFINISI ............................................................................................................ 23
3.1.2 EPIDEMIOLOGI ................................................................................................. 23
3.1.3 ETIOLOGI ........................................................................................................... 23
3.1.4 PATOFISIOLOGI ................................................................................................ 24
3.1.5 KLASIFIKASI ..................................................................................................... 26
3.1.6 MANIFESTASI KLINIS ..................................................................................... 27
3.1.7 KOMPLIKASI ..................................................................................................... 27
3.1.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG ......................................................................... 28
3.1.9 PENATALAKSANAAN ..................................................................................... 29
3.1.10 PROGNOSIS ..................................................................................................... 33
BAB IV ANALISIS MASALAH ............................................................................ 35
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 38

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38 °C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam
merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak-anak, terutama pada
golongan umur 3 bulan sampai 5 tahun.2 Dari penelitian didapatkan bahwa sekitar 2,2%-5%
anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai usia 5 tahun. Kejadian
kejang demam diberbagai negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa barat mencapai 2-
4%. Kejadian kejang demam di Asia lebih tinggi kira-kira 20% kasus merupakan kejang
demam komplek.3,4
Menurut The International League Againts Epilepsy (Commision on Epidemiology and
Prognosis, 1993) kejang demam disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,4oC tanpa
adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas 1
bulan tanpa riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.4 Demam pada kejang demam umumnya
disebabkan oleh infeksi, yang sering terjadi pada anak-anak, seperti infeksi traktus respiratorius
dan gastroenteritis.5
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4
tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam.5
Kejang demam sangat tergantung kepada umur, 85% kejang pertama sebelum umur 4 tahun,
terbanyak diantara 17-23 bulan. Hanya sedikit yang mengalami kejang demam pertama
sebelum umur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8 tahun. Biasanya setelah berumur 6 tahun
pasien tidak kejang demam lagi, walaupun pada beberapa pasien masih dapat megalami sampai
umur lebih dari 5-6 tahun.6
Secara umum klasifikasi kejang demam ialah kejang demam sederhana dan kejang
demam komplek. Dalam hal ini terdapat beberapa perbedaan kecil dalam penggolongan
tersebut, menyangkut jenis kejang, tingginya demam, usia pasien, lamanya kejang berlangsung,
gambaran rekam otak dan lainnya.2 Berikut ini adalah suatu kasus dengan kejang demam
sederhana pada anak usia satu tahun.

5
BAB II

STATUS PEDIATRIK

I. IDENTIFIKASI
Nama : An. RAH
Umur/Tanggal Lahir : 11 bulan (24 Juli 2020)

Jenis kelamin : Perempuan


Nama ayah : Tn. A
Nama ibu : Ny. U
Alamat : Jl. Kemang Manis Lorong Kemang
Agama : Islam
Bangsa : Sumatera Selatan
Dikirim oleh :-
MRS tanggal : 11 Juli 2021 (19.00)
No. Register : 0001206614

II. ANAMNESIS (Subjektif/S)


Tanggal : 12 Juli 2021

Diberikan oleh : Ibu pasien

A. Riwayat Penyakit Sekarang


1. Keluhan Utama : Kejang
2. Keluhan Tambahan : Demam tinggi
3. Riwayat Perjalanan Penyakit :

± 20 menit SMRS pasien kejang, kejang tonik- klonik seluruh


tubuh. Tangan dan kaki pasien kaku, mata melirik keatas. Kejang
berlangsung 1x selama >5 menit <15 menit. Pasien tertidur setelah
kejang berhenti tanpa diberikan obat. Tidak berulang selama 24 jam.
Demam hari pertama, hilang timbul, 39o C, Pasien dibawa ke IGD tidak
kejang tetapi demam, BAB 5x dalam 1 hari, berupa ampas disertai lendir
dan darah. Ibu os mengaku pasien rewel. Keluarga mengaku os sebelum

6
kejang sadar penuh, keluhan batuk tidak ada, pilek tidak ada, mual tidak
ada, muntah tidak ada.

B. Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit


1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Riwayat Kehamilan:
Ibu rutin kontrol kehamilan tiap bulan ke bidan. Riwayat darah tinggi,
kencing manis, asma, kejang saat hamil disangkal. Riwayat merokok
dan minum alkohol saat hamil disangkal.
Kesan: Riwayat prenatal baik

GPA : G2 P2 A0
Masa kehamilan : 39 minggu (aterm)
Partus : Sectio Caesar, presentasi kepala
Tempat : Rumah Sakit YK Madira
Ditolong oleh : Dokter Spesialis Obgyn
Tanggal : 24 Juli 2020
BBL : 3.000 gram
PBL : 48 cm
Lingkar Kepala : Ibu lupa
LiLA : Ibu tidak tahu
Keadaan saat lahir : Langsung menangis
2. Riwayat Makanan
Pasien diberikan ASI Esklusif sampai usia 6 bulan, dan dilanjutkan
pemberian MPASI sejak usia 6 bulan. ASI diberikan dengan
frekuensi 10 kali per hari selama 20-30 menit setiap menyusui.
Kesan: kuantitas dan kualitas makan pasien baik.

3. Riwayat Imunisasi
IMUNISASI
DASAR
Umur Umur Umu Umur
r
BCG 0 bulan
Hep B 1 0 bulan Hep B 2 2 bulan Hep B 3 bulan Hep B 4 4 bulan
3

7
DPT 1 2 bulan DPT 2 3 DPT 3 4 bulan
bulan
Hib 1 2 bulan Hib 2 3 Hib 3 4 bulan
bulan
Polio 1 0 Polio 2 2 Polio 3 3 bulan Polio 4 4 bulan
bulan bulan
Campak 9 bulan
Rubella 9 bulan
Kesan: Riwayat imunisasi dasar PPI lengkap sesuai usia

4. Riwayat Keluarga
• Perkawinan : Menikah
• Umur : 28 tahun (ayah), 29 tahun (ibu)
• Pendidikan : D3 (ayah), S1 (ibu)
• Penyakit yang pernah diderita
- Riwayat penyakit asma pada ibu
- Riwayat penyakit tuberkulosis disangkal
- Riwayat penyakit jantung bawaan disangkal
- Riwayat penyakit gagal ginjal disangkal
• Riwayat kebiasaan
-
• Riwayat sosial ekonomi
Ayah bekerja sebagai karyawan BUMN dan ibu pasien adalah perawat.
Alamat rumah Jl. Kemang Manis Lorong Kemang, tidak padat
penduduk, dan WC sendiri. Pasien merupakan anak kedua dari dua
bersaudara. Pasien berobat menggunakan BPJS. Pengasuhan dilakukan
oleh ibu dan ayah.
Kesan: keadaan sosio-ekonomi menengah ke atas

8
5. Riwayat Perkembangan

a. KPSP

Dilakukan pemeriksaan perkembangan dengan KPSP bayi umur 11bulan


Hasil pemeriksaan: 9 “Ya”
Kesan: Perkembangan anak sesuai.
9
b. Milestone

10
6. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita
• Riwayat kejang sebelumnya disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 80/40 mmHg
Nadi : 104 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 32x/menit
Suhu : 39oC
SpO2 : 100%
BB : 9 kg
PB : 75 cm
LK : 43 cm
LiLA : 14 cm
Status gizi :
BB/U : Z score = 0 SD (normoweight)
PB/U : 0 SD < Z score < 2 SD (normoleightl)
BB/PB : Z score = 0 SD (Gizi Baik)
Status gizi : Gizi baik

11
Status Antropometri
a. Berat badan terhadap usia

BB/U : Z score = 0 SD (Normoweight)

b. Panjang badan terhadap usia

PB/U : 0 SD < Z score < 2 SD (Normoheight)

12
c. Berat badan terhadap panjang badan

BB/PB : Z score = 0 SD (Gizi Baik)

d. Ligkar kepala terhadap usia

LK/U: -2 SD < Z score <-1 SD (normochepali)

13
e. Lingkar lengan atas terhadap usia

LiLA/U: <-1 SD Z score < 0 SD (normal)

B. Pemeriksaan Fisik Khusus


Kepala
Bentuk : UUB datar
Rambut : Hitam, lebat, tidak mudah dicabut
Wajah : Dismorfik (-)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata
cekung (-/-), pupil bulat isokor 3 mm/3mm
Hidung : Hidung luar tampak normal, sekret (-), Nafas Cuping
Hidung (-)
Telinga : Sekret (-)
Mulut : Bibir pucat (-), sianosis (-), mukosa bibir kering (-),
cheilitis (-)
Lidah : Atrofi papil lidah (-), lidah kotor (-)
Tenggorokan : Arkus faring simetris, uvula di tengah, tonsil T1-T1
tenang, stridor (-)

14
Leher
Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)

Thorax
Inspeksi : statis dan dinamis simetris, retraksi intercostal (-),
barrel chest (-), pectus carinatum (-), pectus excavatum
(-), iktus kordis (-), iga gambang (-/-)
Palpasi : Iktus cordis (-), stem fremitus hemithorax dextra =
sinistra, thrill (-)
Paru
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru, nyeri ketok (-)
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi basah halus (-/-),
wheezing (-/-)

Jantung
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, irama reguler, murmur (-),
gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Datar, lemas
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Palpasi : Lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba,
turgor < 2 detik

Ekstremitas
Deformitas (-), clubbing finger (-), pembengkakan sendi (-), akral hangat,
palmar pucat (-), sianosia (-), edema pretibial (-), CRT <3 detik.

15
Inguinal
Pembesaran KGB (-)

Genitalia
Tidak ada kelainan

C. Status Neurologis
Lengan Tungkai
Fungsi motorik Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Luas luas luas Luas
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - - - -
Refleks fisiologis + Normal + Normal + Normal + Normal
Refleks patologis - - - -
Gejala rangsang meningeal : Kaku kuduk (-), Brudzinsky I-II (-),
Kernig sign (-)
Fungsi sensorik : Tidak dilakukan
Nervi kraniales : Tidak dilakukan
Reflex Primitif : Refleks Sucking (+)
Plantar grasp (+)
Refleks Babinski (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Pemeriksaan laboratorium (11 Juli 2021)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin (Hb) 11 10,7-17,1 g/dL
Eritrosit (RBC) 5 3,75-4,95 x103/mm
Leukosit (WBC) 15,78 6,0 - 17,5 x 103/mm
Hematokrit 34* 38 - 52%
Trombosit (PLT) 272 217 - 497 x 103/uL

16
Hitung Jenis
Basofil 0 0-1
Eusinofil 0 1-6
Netrofil 67 50-70
Limfosit 26 20-40
Monosit 7 2-8
KIMIA KLINIK
Metabolisme Karbohidrat
Glukosa Sewaktu 125 100-200 mg/dL
ELEKTROLIT
Klorida 107 98-108 meq/L
Kalium 4,8 3,6-5,5 mEg/L
Natrium 140 130-155 mEg/L
IMUNOSEROLOGI
CRP Kuantitatif dirujuk <5 mg/L
SARS-COV 2 RNA
Swab
Nasofaring/Orofaring 1 Negatif Negatif
(11 Juli 2021)
Keterangan: * = Nilai abnormal; # = Nilai kritis

V. DAFTAR MASALAH
1. Kejang demam
2. Disentri

VI. DIAGNOSIS KERJA


Kejang Demam Sederhana ec disentri

VII. TATALAKSANA
A. Terapi saat kejang

Terapi saat kejang dilakukan mengikuti panduan penatalaksanaan kejang akut


dan status epileptikus. Pasien dengan kejang demam dapat dibekali diazepam
rektal untuk mengatasi kejang di rumah.

17
B. Pemberian obat pada saat demam
1. Antipiretik
Dapat diberikan parasetamol dengan dosis 10-15mg/kg/kali diberikan tiap 4-
6jam atau ibu profen 5-10/mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.
2. Antikonvulsan
a. Pemberian obat antikonvulsan intermiten
Obat antikonvulsan intermiten adalah obat antikonvulsan yang diberikan hanya
pada saat demam. Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3/mg/kg/kali per
oral atau diazepam rektal 0,5mg/kg/kali (5mg untuk berat badan <12kg dan 10mg
untuk berat badan >12kg), sebanyak 3 kali sehari dengan dosis maksimal 7,5
mg/kali. Pemberian hanya selama 48 jam pertama demam. Profilaksis intermiten
diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor risiko di bawah ini:
• Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
• Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
• Usia > 6 bulan
• Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
• Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat
dengan cepat.
Pada informasikan pada orangtua bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat
menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi.
b. Pemberian obat antikonvulsan rumat
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demm tidak berbahaya dan penggunaan
obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan, maka pengobatan
rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek (level of
evidence 3, derajat rekomendasi D)
Indikasi pengobatan rumat:
1) Kejang fokal
2) Kejang lama > 15 menit
3) Tedapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya palsi serebral, hirosefalus, dan hemiparesis
Keterangan:
• Kelainan neurologis tidak nyata, misalnya keterlambatan perkembangan,
BUKAN merupakan indikasi pengobatan rumat.
18
• Kejang fokal atau fokal menjadi umum, menunjukan bahwa anak
mempunyai fokus organik yang bersifat fokal
• Pada anak dengan kelainan intermiten terlebih dahulu, jika tidak
berhasil/orang tua khawatir dapat diberikan terapi antikonvulsan rumat.

Jenis antikonvulsan dan lama pengobatan rumat


1) Obat antikonvulsan yang dianjurkan untuk pengobatan rumatan adalah
asam valproat dengan dosis 15-40mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis atau
fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dibagi dalam 1-2 dosis
2) Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku
dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam
valproat. Pada sebagai kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2
tahun, asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati.
3) Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumat
untuk kejang demam tidak membutuhkan tapering off, namun dilakukan
pada saat anak tidak sedang demam

C. Edukasi
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila anak kejang:
1. Tetap tenang dan tidak panik.
2. Longgarkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.
3. Bila anak tidak sadar, posisikan anak miring, Bila terdapat muntah,
bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung.
4. Walaupun terdapat kemungkinan (yang sesungguhnya sangat kecil) lidah
tergigit, jangan memasukan sesuatu kedalam mulut.
5. Ukur suhu, observasi, dan catat bentuk dan lama kejang.
6. Tetap bersama anak selama dan sesudah kejang.
7. Berikan diazepam rektal bisa kejang masih berlangsung lebih dari 5 menit.
Jangan berikan bila kejang telah berhenti. Diazepam rektal hanya boleh
diberikan satu kali oleh orangtua
8. Bawa ke dokter atau rumah sakit bilang kejang berlangsung 5 menit atau
lebih, suhu tubuh lebih dari 40 derajat Celsius, kejang tidak berhenti
dengan diazepam rektal, kejang fokal, setelah kejang anak tidak sadar,
atau terdapat kelumpuhan.
19
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

20
FOLLOW UP (Subjektif/Objektif/Assessment/Planning)
Tanggal Pemeriksaan Terapi
11/07/2021 S: Ibu os mengatakan anak demam naik • Observasi TTV
turun, mencret ≥ 4x • O2 Nasal kanul per 4L

O: • IVFD KAEN 3A gtt 10

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan makro

Sens: compos mentis • Follow up CRP

Nadi: 110x/menit • Follow up hasil feses


RR: 34x/menit darah samar + eritrosit
T: 38,9oC ningkat amoeba
SpO2: 100%
Kepala: NCH (-), konjungtiva anemis (-),
sklera ikterik (-)
Thorax: simetris, retraksi (-)
Cor: BJ I-II normal, murmur (-), gallop(-)
Pulmo: vesikuler (+/+) normal, rhonki (-),
wheezing (-)
Abdomen: datar, lemas, BU (+) normal
Ekstremitas: akral hangat, CRT <3detik

A:
Hipertermi belum teratasi
Diare belum teratasi

P : Mengatasi hipertermi selama perawatan


dengan temperature batas normal

21
12/7/2021 S: Kejang (-), demam (-), BAB cair 2x • KAEN 3A 20 cc/jam
O: • Paracetamol 3x100 mg
Sens: compos mentis PO
Nadi: 100x/menit • Indikasi besok pulang

RR: 31x/menit • Obat pulang


T: 36,8oC o Diazepam rektal 5mg
Kepala : Normocephali o Paracetamol
Thorax : Simetris, Retraksi (-) 3x100mg PO
Cor : Bunyi bunyi jantung I&II normal,
Mur-mur (-)
Pulmo : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-)
Abdomen : Datar, lemas, BU meningkat
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <3 detik,
pucat negatif

A : Kejang demam sederhana ec GEA ec


Disentri
P:
- Drip ceftriaxone 900mg dalam
100mL/24 jam
- Metronidazole 3x5mg PO
- Probiokid 1x1 PO
- Zinc 1x20mg PO
- Hidrokortison Cr 2x sue

22
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Kejang Demam
3.1.1 Definisi Demam
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.2
3.1.2 Epidemiologi
Kejang demam merupakan jenis kejang yang paling sering, biasanya
merupakan kejadian tunggal dan tidak berbahaya. Berdasarkan studi populasi, angka
kejadian kejang demam di Amerika Serikat dan Eropa 2–7%, sedangkan di Jepang
9–10%. Dua puluh satu persen kejang demam durasinya kurang dari 1 jam, 57%
terjadi antara 1-24 jam berlangsungnya demam, dan 22% lebih dari 24 jam. Sekitar
30% pasien akan mengalami kejang demam berulang dan kemudian meningkat
menjadi 50% jika kejang pertama terjadi usia kurang dari 1 tahun. Sejumlah 9–35%
kejang demam pertama kali adalah kompleks, 25% kejang demam kompleks tersebut
berkembang ke arah epilepsi. 7
3.1.3 Etiologi7
Penyebab kejang demam yaitu :
Faktor –faktor perinatal, malformasi otak kongenital
a. Faktor genitika
Faktor keturunan dari salah satu penyebab terjadinya kejang demam, 25-50%
anak yang mengalami kejang demam memiliki anggota keluarga yang pernah
mengalami kejang demam.
b. Penyakit infeksi
1) Bakteri : penyakit pada traktus respiratorius, pharingitis, tonsillitis, otitis media.
2) Virus : varicella (cacar), morbili (campak), dengue (virus penyebab demam
berdarah).
c. Demam
Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit
dengan demam tinggi.
d. Gangguan metabolisme
Gangguan metabolism seperti uremia, hipoglikemia, kadar gula darah kurang
dari 30 mg% pada neonates cukup bulan dan kurang dari 20 mg% pada bayi
dengan berat badan lahir rendah atau hiperglikemia.
23
e. Trauma.
Kejang berkembang pada minggu pertama setelah kejadian cedera kepala
f. Neoplasma,toksin.
Neoplasma dapat menyebabkan kejang pada usia berapa pun, namun mereka
merupakan penyebab yang sangat penting dari kejang pada usia pertengahan dan
kemudian ketika insiden penyakit neoplastik meningkat.
g. Gangguan sirkulasi.
h. Penyakit degeneratif susunan saraf

3.1.4 Patofisiologi7
Peningkatan temperatur dalam otak berpengaruh terhadap perubahan
letupan aktivitas neuronal. Perubahan temperatur tersebut menghasilkan sitokin
yang merupakan pirogen endogen, jumlah sitokin akan meningkat seiring kejadian
demam dan respons inflamasi akut. Respons terhadap demam biasanya
dihubungkan dengan interleukin-1 (IL-1) yang merupakan pirogen endogen atau
lipopolisakarida (LPS) dinding bakteri gram negatif sebagai pirogen eksogen. LPS
menstimulus makrofag yang akan memproduksi pro- dan anti-inflamasi sitokin
tumor necrosis factoralpha (TNF-α), IL-6, interleukin1 receptor antagonist (IL-
1ra), dan prostaglandin E2 (PGE2). Reaksi sitokin ini mungkin melalui sel
endotelial circumventricular akan menstimulus enzim cyclooxygenase2 (COX-2)
yang akan meng- katalis konversi asam arakidonat menjadi PGE2 yang kemudian
menstimulus pusat termoregulasi di hipotalamus, sehingga ter- jadi kenaikan suhu
tubuh. Demam juga akan meningkatkan sintesis sitokin di hipokampus. Pirogen
endogen, yakni interleukin 1ß, akan meningkatkan eksitabilitas neuronal
(glutamatergic) dan menghambat GABA ergic, peningkatan eksitabilitas neuronal
ini yang menimbulkan kejang.8
Kejang merupakan manifestasi klinik akibat terjadinya pelepasan muatan
listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron
tersebut baik berupa fisiologi, biokimiawi, maupun anatomi.
Sel syaraf, seperti juga sel hidup umumnya, mempunyai potensial membran.
Potensial membran yaitu selisih potensial antara intrasel dan ekstrasel. Potensial
intrasel lebih negatif dibandingkan dengan ekstrasel. Dalam keadaan istirahat
potensial membran berkisar antara 30-100 mV, selisih potensial membrane ini akan
tetap sama selama sel tidak mendapatkan rangsangan. Potensial membran ini terjadi
24
akibat perbedaan letak dan jumlah ion-ion terutama ion Na+, K + dan Ca++. Bila sel
syaraf mengalami stimulasi, misalnya stimulasi listrik akan mengakibatkan
menurunnya potensial membran.
Penurunan potensial membran ini akan menyebabkan permeabilitas
membran terhadap ion Na+ akan meningkat, sehingga Na+ akan lebih banyak masuk
ke dalam sel. Selama serangan ini lemah, perubahan potensial membran masih
dapat dikompensasi oleh transport aktif ion Na+ dan ion K+, sehingga selisih
potensial kembali ke keadaan istirahat. Perubahan potensial yang demikian sifatnya
tidak menjalar, yang disebut respon lokal. Bila rangsangan cukup kuat perubahan
potensial dapat mencapai ambang tetap (firing level), maka permiabilitas membran
terhadap Na+ akan meningkat secara besar-besaran pula, sehingga timbul spike
potensial atau potensial aksi. Potensial aksi ini akan dihantarkan ke sel syaraf
berikutnya melalui sinap dengan perantara zat kimia yang dikenal dengan
neurotransmiter. Bila perangsangan telah selesai, maka permiabilitas membran
kembali ke keadaan istiahat, dengan cara Na+ akan kembali ke luar sel dan K+
masuk ke dalam sel melalui mekanisme pompa Na-K yang membutuhkan ATP dari
sintesa glukosa dan oksigen. Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori:
a. Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K,
misalnya pada hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan pada
kejang sendiri dapat terjadi pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia.
b. Perubahan permeabilitas membran sel syaraf, misalnya hipokalsemia dan
hipomagnesemia.
c. Perubahan relatif neurotransmiter yang bersifat eksitasi dibandingkan dengan
neurotransmiter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang berlebihan.
Misalnya ketidakseimbangan antara GABA atau glutamat akan menimbulkan
kejang.
Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, dimperkirakan
bahwa pada keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh. Dengan
demikian reaksi-reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan akibatnya oksigen akan lebih
cepat habis, terjadilah keadaan hipoksia. Transport aktif yang memerlukan ATP
terganggu, sehingga Na intrasel dan K ekstrasel meningkat yang akan
menyebabkan potensial membran cenderung turun atau kepekaan sel saraf
meningkat.

25
Pada saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak,
jantung, otot, dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Demam akan
menyebabkan kejang bertambah lama, sehingga kerusakan otak makin bertambah.
Pada kejang yang lama akan terjadi perubahan sistemik berupa hipotensi arterial,
hiperpireksia sekunder akibat aktifitas motorik dan hiperglikemia. Semua hal ini
akan mengakibatkan iskemi neuron karena kegagalan metabolisme di otak.
Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai berikut:
a. Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang belum
matang/immatur.
b. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan
gangguan permiabilitas membran sel.
c. Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan CO2
yang akan merusak neuron.
d. Demam meningkatkan Cerebral Blood Flow (CBF) serta meningkatkan
kebutuhan oksigen dan glukosa, sehingga menyebabkan gangguan pengaliran
ion-ion keluar masuk sel.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umunya tidak akan
meninggalkan gejala sisa. Pada kejang demam yang lama (lebih dari 15 menit)
biasanya diikuti dengan apneu, hipoksemia, (disebabkan oleh meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet), asidosis laktat
(disebabkan oleh metabolisme anaerobik), hiperkapnea, hipoksi arterial, dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di atas
menyebabkan gangguan peredaran darah di otak, sehingga terjadi hipoksemia dan
edema otak, pada akhirnya terjadi kerusakan sel neuron.
3.1.5 Klasifikasi2
a. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya
akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa
gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam
sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.
b. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:
1. Kejang lama > 15 menit.

26
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang
berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar.
Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2
bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak
yang mengalami kejang demam.

3.1.6 Manifetasi Klinis7


Manifestasi klinis kejang demam yaitu:
a. Kejang demam menpunyai kejadian yang tinggi pada anak yaitu 3 4%
b. Kejang biasanya singkat, berhenti sendiri, banyak dialami oleh anak laki-laki
c. Kejang timbul dalam 24 jam setelah suhu badan naik diakibatkan infeksi
disusunan saraf pusat seperti otitis media dan bronkitis
d. Bangkitan kejang berbentuk tonik-klonik
e. Takikardi: pada bayi, frekuensi sering di atas 150-200 kali permenit

3.1.7 Komplikasi1,2
Kompikasi kejang demam menurut Waskitho (2013) adalah
a. Kerusakan neorotransmiter
Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh
sel ataupun membrane sel yang menyebabkan kerusakan pada neuron.
b. Epilepsi
Kerukan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang
yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi
serangan epilepsy yang sepontan
c. Kelainan anatomi di otak
Serangan kejang yang berlangsung lama yang dapat menyebabkan kelainan
diotak yang lebih banyak terjadi pada anak berumur 4 bulan sampai 5 tahun
d. Kecacatan atau kelainan neorologis karena disertai demam

3.1.8 Pemeriksan Penunjang1,2


a. Pemeriksaan laboratorium
27
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau
keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan
labora- torium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula
darah (level II-2 dan level III, rekomendasi D).
b. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Berdasarkan bukti-bukti terbaru, saat ini pemeriksaan
pungsi lumbal tidak dilakukan secara rutin pada anak berusia <12 bulan yang
mengalami kejang demam sederhana dengan keadaan umum baik. Indikasi pungsi
lumbal (level of evidence 2, derajat rekomendasi B):
1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan klinis
3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang sebelumnya
telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut dapat mengaburkan
tanda dan gejala meningitis.
c. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat mem prediksi berulangnya
kejang, atau memperkirakan ke- mungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang
demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan (level II-2, rekomendasi E).
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak
khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau
kejang demam fokal.
d. Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau
magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya
atas indikasi seperti:
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema

28
3.1.9 Penatalaksanaan1,2
Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan pada waktu pasien
datang, kejang sudah berhenti. Apabila saat pasien datang dalam keadaan kejang, obat
yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena. Dosis
diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 2 mg/menit
atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 10 mg.
Secara umum, penatalaksanaan kejang akut mengikuti algoritma kejang pada
umumnya. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah
(prehospital)adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau
diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg
untuk berat badan lebih dari 12 kg. Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang
belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval
waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang,
dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena.
Jika kejang masih berlanjut, lihat algoritme tatalaksana status epileptikus. Bila
kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari indikasi terapi
antikonvulsan profilaksis.
1) Pemberian obat saat demam
1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya
kejang demam (level of evidence 1, derajat rekomendasi A). Meskipun demikian,
dokter neurologi anak di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan.
Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam.
Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.
2. Antikonvulsan
a. Pemberian obat antikonvulsan intermiten
Obat antikonvulsan intermiten adalah obat antikonvulsan yang diberikan hanya
pada saat demam. Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3/mg/kg/kali per
oral atau diazepam rektal 0,5mg/kg/kali (5mg untuk berat badan <12kg dan 10mg
untuk berat badan >12kg), sebanyak 3 kali sehari dengan dosis maksimal 7,5
mg/kali. Pemberian hanya selama 48 jam pertama demam. Profilaksis intermiten
diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor risiko di bawah ini:
• Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral

29
• Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
• Usia > 6 bulan
• Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
• Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat dengan
cepat.
Pada informasikan pada orangtua bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat
menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi.
b. Pemberian obat antikonvulsan rumat
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demm tidak berbahaya dan
penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan, maka
pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka
pendek (level of evidence 3, derajat rekomendasi D)
• Indikasi pengobatan rumat:
1) Kejang fokal
2) Kejang lama > 15 menit
3) Tedapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya palsi serebral, hirosefalus, dan hemiparesis
Keterangan:
• Kelainan neurologis tidak nyata, misalnya keterlambatan perkembangan,
BUKAN merupakan indikasi pengobatan rumat.
• Kejang fokal atau fokal menjadi umum, menunjukan bahwa anak mempunyai
fokus organik yang bersifat fokal
• Pada anak dengan kelainan intermiten terlebih dahulu, jika tidak
berhasil/orang tua khawatir dapat diberikan terapi antikonvulsan rumat.
• Jenis antikonvulsan dan lama pengobatan rumat
1. Obat antikonvulsan yang dianjurkan untuk pengobatan rumatan adalah asam
valproat dengan dosis 15-40mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis atau
fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dibagi dalam 1-2 dosis
2. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku
dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam
valproat. Pada sebagai kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2
tahun, asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati.

30
3. Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumat untuk
kejang demam tidak membutuhkan tapering off, namun dilakukan pada saat
anak tidak sedang demam

31
a. Algoritma Tatalaksana Kejang Akut dan Status Epileptikus1

32
3). Edukasi
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila anak kejang:
1. Tetap tenang dan tidak panik.
2. Longgarkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.
3. Bila anak tidak sadar, posisikan anak miring, Bila terdapat muntah, bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung.
4. Walaupun terdapat kemungkinan (yang sesungguhnya sangat kecil) lidah tergigit,
jangan memasukan sesuatu kedalam mulut.
5. Ukur suhu, observasi, dan catat bentuk dan lama kejang.
6. Tetap bersama anak selama dan sesudah kejang.
7. Berikan diazepam rektal bisa kejang masih berlangsung lebih dari 5 menit. Jangan
berikan bila kejang telah berhenti. Diazepam rektal hanya boleh diberikan satu kali
oleh orangtua
8. Bawa ke dokter atau rumah sakit bilang kejang berlangsung 5 menit atau lebih, suhu
tubuh lebih dari 40 derajat Celsius, kejang tidak berhenti dengan diazepam rektal,
kejang fokal, setelah kejang anak tidak sadar, atau terdapat kelumpuhan.

3.1.10 Prognosis1,7
a. Kecacatan atau kelainan neurologis
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan sebagai
komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan
neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kelainan
neurologis dapat terjadi pada kasus kejang lama atau kejang berulang, baik umum
maupun fokal. Suatu studi melaporkan terdapat gangguan recognition memory pada
anak yang mengalami kejang lama. Hal tersebut menegaskan pentingnya terminasi
kejang demam yang berpotensi menjadi kejang lama.
b. Kemungkinan berulangnya kejang demam
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko
berulangnya kejang demam adalah:
1. Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius saat kejang

33
4. Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya kejang.
5. Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.
Bila seluruh faktor tersebut di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam
adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya
kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling
besar pada tahun pertama.
c. Faktor risiko terjadinya epilepsi
Faktor risiko menjadi epilepsi di kemudian hari adalah:
1. Terdapat kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam pertama
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung
4. Kejang demam sederhana yang berulang 4 episode atau lebih dalam satu tahun.
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian
epilepsi sampai 4-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut akan meningkatkan
kemungkinan epilepsi menjadi 10-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat
dicegah dengan pemberian obat rumatan pada kejang demam.
d. Kematian
Kematian langsung karena kejang demam tidak pernah dilaporkan. Angka kematian
pada kelompok anak yang mengalami kejang demam sederhana dengan
perkembangan normal dilaporkan sama dengan populasi umum.

34
BAB IV
ANALISIS KASUS

An. RAH, Perempuan, 11 bulan, datang dibawa ibunya ke IGD RSUD Siti
Fatimah dengan keluhan kejang yang terjadi sejak 20 menit yang lalu. Ibu pasien juga
mengeluhkan anaknya mengalami demam tinggi yang timbul lebih dahulu dari keluhan
kejangnya. Sesak tidak ada, batuk dan pilek tidak ada, BAB seperti ampas disertai darah
dan lendir 5x dalam sehari, BAK tidak ada keluhan.
± 20 menit SMRS pasien kejang, kejang tonik- klonik (kaku kelojotan) seluruh
tubuh. Tangan dan kaki pasien kaku, mata mendelik keatas. Kejang berlangsung 1x
selama >5 menit <15 menit. Pasien tertidur setelah kejang berhenti tanpa diberikan obat.
Tidak berulang selama 24 jam. Demam hari pertama, hilang timbul, 39o, Pasien dibawa
ke IGD tidak kejang tetapi demam, BAB 5x dalam 1 hari, berupa ampas disertai lendir
dan darah. Ibu os mengaku pasien rewel. Keluarga mengaku os sebelum kejang sadar
penuh, keluhan batuk tidak ada, pilek tidak ada, mual tidak ada, muntah tidak ada.
Pasien mengalami hal ini untuk pertama kalinya. Pasien ini sudah mendapatkan
imunisasi dasar PPI lengkap sesuai usia.
Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan keadaan umum tampak sakit ringan,
kesadaran compos mentis, nadi 104 kali/menit, RR 21 kali/menit, suhu 390C, SpO2
100%. pada pemeriksaan abdomen didapatkan bising usus yang meningkat, pada
pemeriksaan refleks primitif didapatkan refleks sucking (+), plantar grasp (+) dan
refleks babinski (+) pada kedua tungkai. Pada pemeriksaan neurologis didapatkan
keadaan pasien dalam batas normal. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan penunjang
berupa pemeriksaan laboratorium darah lengkap dan darah samar pada feses.
Penegakan diagnosis pada pasien dibuat berdasarkan hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari pemeriksaan ini didapatkan
beberapa daftar masalah yaitu kejang demam, BAB seperti ampas disertai darah dan
lendir, pada darah samar feses didapatkan hasil positif.
Berdasarkan anamnesis diketahui bahwa pasien mengalami kejang demam
pertama kali saat ini, kejang terjadi pada seluruh tubuh secara tiba-tiba. Pada saat kejang,
kaki dan tangan kaku disertai kelojotan, disertai mata mendelik keatas, kejang
berlangsung 1x dalam 24 jam, berlangsung selama >5 menit dan <15 menit. Pasien
tertidur setelah kejang berhenti tanpa diberikan obat. Tidak berulang selama 24 jam.

35
Kejang didahului oleh demam dengan suhu 390C. Demam terus berlangsung hingga saat
kejangnya berhenti dan pasien dilarikan ke IGD. Kejang tidak di inisiasi oleh trauma.
Dari anamnesis dapat disimpulkan bahwa kejang pada pasien mengarah kepada kejang
demam sederhana. Secara umum, kejang terjadi karena ketidakseimbangan
neurotransmitter otak sehingga terjadi penurunan neurotransmitter inhibisi (GABA),
terjadi peningkatan beda potensial listrik antara ekstrasel (hiperpolarisasi) yang dapat
menyebabkan kejang. Kriteria diagnosis pada kejang demam sederhana yaitu bangkitan
kejan yang terjadi pada anak berumur 6 bulan – 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu
tubuh (diatas 380C) yang tidak disebabkan oleh proses intracranial yang berlangsung
<15 menit, kejangnya berupa kejang umum tonik-klonik / kaku-kelojotan, serta tidak
berulang dalam 24 jam. Pemeriksaan laboratorium dapat dikerjakan untuk mengevaluasi
sumber infeksi penyebab demam, maka pada pasien ini dianjurkan pemeriksaan
laboratorium.
Selain itu, pada anamnesis juga didapatkan pasien mengalami BAB ampas 5x
disertai darah dan lendir, BAB bau busuk, diketahui kakak pasien pernah mengalami
hal serupa. Pasien ini didiagnosis mengalami disentri amoeba. Diagnosis disentri
amoeba ditegakkan berdasarkan gambaran klinis pasien yang didapatkan dari anamnesis
yaitu karakteristik diare yang disertai darah dan lendir dengan frekuensi <10x/hari dan
berbau busuk. Hal ini di perkuat dengan pemeriksaan fisik berupa bising usus yang
meningkat, serta pemeriksaan penunjang darah samar feses (+). Dikatakan bahwa rute
penularan disentri amoeba didapatkan melalui makanan/minuman yang tercemar kista
Entamoeba Histolytica ataupun tercemar lalat/insect yang mengandung parasite, pada
pasien ini kemungkinan keluhan dapat terjadi akibat personal hygiene yang kurang baik.
Pada pasien ini, ibu pasien mengaku bahwa pasien telah mendapatkan imunisasi PPI
lengkap sesuai usia, hal ini sangat berpengaruh terhadap penyakitnya karena akan
menyebabkan sistem imun membentuk antibodi khusus sehingga tubuh tidak mudah
terinfeksi penyakit. Dengan melaksanakan imunisasi yang lengkap diharapkan
timbulnya penyakit-penyakit yang menimbulkan kecacatan dapat dicegah.
Tatalaksana awal yang dapat diberikan saat terjadi kejang adalah diazepam rektal,
dapat diberikan sebanyak 2 kali. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau
diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk
berat badan lebih dari 12 kg. Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum
berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5
menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dapat diberikan
36
diazepam intravena sebanyak 2x. Apabila kejang berlanjut, dapat diberikan fenitoin atau
fenobarbital sesuai dengan algoritma tatalaksana kejang demam pada anak. Jika kejang
masih berlanjut, lihat algoritme tatalaksana status epileptikus. Bila kejang telah
berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari indikasi terapi antikonvulsan
profilaksis. Setelah kejang teratasi, maka terdapat kemungkinan untuk terjadinya kejang
berulang. Untuk itu, perlu diberikan terapi maintenance, salah satu terapi yang dapat
diberikan adalah asam valproat dengan dosis 10-60 mg/kgBB/hari yang dibagi 2-3
dosis. Selain itu, pasien juga diberikan drip ceftriaxone 900mg dalam 100mL/24 jam.
Pada pasien ini diberikan ceftriaxone karena dicurigai mengalami infeksi ekstrakranial.
Untuk pemberian obat saat demam dapat diberikan antipiretik berdasarkan rekomendasi
IDAI. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6
jam. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Pada pasien ini diberikan
Parsetamol 3x5mg PO. Sedangkan untuk tatalaksana disentri amoeba dapat diberikan
rencana terapi cairan berdasarkan derajat dehidrasinya, dan diberikan Metronidazol
dengan dosis 15mg/kgBB/hari. Diberikan juga pemberian obat zinc selama 10 hari
berturut segera setelah anak bisa minum atau makan, dengan tujuan mempercepat
reepitelisasi usus, mempercepat penyembuhan dan mencegah diare berulang dalam 3
bulan, dosis obat zinc yang diberikan umur ³ 6 bulan yaitu 1 tablet (20mg) / hari.
Prognosis pada pasien ini dubia ad bonam pada quo ad vitam, pada quo ad
functionam dan quo ad sanationam. Prognosis kejang demam secara umum sangat baik.
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal. Kelainan neurologis dapat terjadi pada kasus kejang lama atau
kejang berulang, baik umum maupun fokal. Suatu studi melaporkan terdapat gangguan
recognition memory pada anak yang mengalami kejang lama. Hal tersebut menegaskan
pentingnya terminasi kejang demam yang berpotensi menjadi kejang lama.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Pusponegoro H, Widodo DP, Ismael S (Ikatan DAI. Konsensus Penatalaksanaan Kejang


Demam. Ikat Dr Anak Indones [Internet]. 2016.
2. Pusponegoro H, Widodo DP, Ismael S (Ikatan DAI. Konsensus Penatalaksanaan Kejang
Demam. Ikat Dr Anak Indones [Internet]. 2006;1–23.
3. Waruiru C, Appleton R. Febrile seizures: An update. Arch Dis Child. 2004;89(8):751–6.
4. Prognosis I. Guidelines for epidemiologic studies on epilepsy. Epilepsia.
1993;34(4):592–6.
5. Sunarka N, 2009. Karakteristik penderita yang dirawat di smf anak RSU Bangli Bali
Tahun 2007. Medicanus. 22(3):110-112
6. Ismail S, 2000. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: Balai Penerbit IDAI. Hlm. 244- 252
7. Fadly Arief, Rifqi, 2015. (Ikatan DAI. Penatalaksanaan Kejang Demam. I[Internet].
CDK-232/Vol 42 no. 9.
8. Wardhani AK, 2013. Kejang Demam Sederhana Pada Anak Usia Satu Tahun. Medula.
Vol 1 no. 1.

38

Anda mungkin juga menyukai