Anda di halaman 1dari 41

MINI PROJECT

TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG ANEMIA

TERHADAP REMAJA PUTRI DI SMPN 1 GODEAN

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti


Program Internsip Dokter Umum Pada Stase Puskesmas Godean 1

Disusun Oleh:

dr. Muhammad Fachmi


dr. Maftuhatul Jannah El Ahmadi
dr. Yonanda Intan Pratiwi
dr. Panggiring
dr. Fitria Kusumaningrum

PROGRAM INTERNSIP PERIODE KE- IV

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Mini Project
dalam menyusun penelitian yang berjudul: “Tingkat Pengetahuan Tentang
Anemia terhadap remaja putri di SMPN 1 GODEAN”. Penulisan tugas ini
dimaksudkan sebagai upaya untuk memenuhi salah satu syarat pada stase
Internsip di Puskesmas Godean 1.
Dalam menyusun penelitian ini, penulis telah mendapatkan banyak bantuan
dan dorongan dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung,
sehingga, penyusuan proposal ini dapat diselesaikan tepat waktu. Untuk itu
ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. dr. Cholis Noor Mutaslimah, M.P.H selaku kepala Puskesmas Godean 1
2. dr. Reni Anjar Asmarani selaku dokter pembimbing di Puskesmas Godean 1
3. Seluruh dokter, perawat, dan staff karyawan di Puskesmas Godean 1 yang
telah membantu kelancaran penelitian ini.

Peneliti menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dari berbagai pihak
demi hasil yang lebih baik. Semgoa penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.
Aamiin

Godean, 5 Mei 2021

Penulis
1
DAFTAR ISI

KATA PEGANTAR……………………………………………………………….i
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.....................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.................................................................................3
C. TUJUAN PENELITIAN..................................................................................3
D. MANFAAT PENELITIAN..............................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................5
A. Definisi...........................................................................................................5
B. Kriteria Anemia...............................................................................................5
C. Etiologi dan Klasifikasi Anemia.......................................................................5
D. Gejala Anemia.................................................................................................8
E. Terapi.............................................................................................................9
F. Pencegahan.....................................................................................................9
G. Aktifitas Fisik...............................................................................................13
H. ANEMIA DEFISIENSI BESI (ADB)..............................................................16
BAB III METODE PENELITIAN.............................................................................20
A. DESAIN PENELITIAN.................................................................................20
B. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN.....................................................21
C. Lokasi dan Waktu Penelitian..........................................................................22
D. Variabel Penelitian........................................................................................22
E. Definisi Operasional......................................................................................22
F. Alat dan Bahan Penelitian..............................................................................23
G. Jalannya Penelitian........................................................................................23
H. Analisis Data.................................................................................................24
I. Analisis Univariat..........................................................................................24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................................26
A. HASIL PENELITIAN....................................................................................26
B. PEMBAHASAN...........................................................................................27
BAB V PENUTUP...................................................................................................29
A. Kesimpulan...................................................................................................29

2
B. Saran............................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................30

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia
terutama negara berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia
menderita anemia. Anemia banyak terjadi pada masyarakat terutama pada
remaja dan ibu hamil. Anemia pada remaja putri sampai saat ini masih
cukup tinggi. Menurut World Health Organization (WHO, 2013).
Menurut data hasil Riskesdas (2013), prevalensi anemia di Indonesia
yaitu 21,7%, dengan penderita anemia berumur 5-14 tahun sebesar 26,4%
dan 18,4% penderita berumur 15-24 tahun (Kemenkes RI, 2014). Data
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2012 menyatakan bahwa
prevalensi anemia pada balita sebesar 40,5%, ibu hamil sebesar 50,5%, ibu
nifas sebesar 45,1% remaja putri usia 10-18 tahun 2012 sebesar 57,1% dan
usia 19-45 tahun sebesar 39,5%. Wanita mempunyai resiko terkena
anemia paling tinggi terutama pada remaja putri (Kemenkes RI, 2013).
Masa remaja merupakan masa pertumbuhan dalam berbagai hal, baik
fisik, mental, sosial maupun emosional. Pertumbuhan dan perkembangan
yang terjadi pada masa remaja menyebabkan banyak perubahan termasuk
ragam gaya hidup dan perilaku konsumsi remaja. Remaja yang masih
dalam proses mencari identitas diri, seringkali mudah tergiur oleh
modernisasi dan teknologi karena adanya pengaruh informasi dan
komunikasi. Sehingga pengetahuan yang baik yang diketahui seringkali
diabaikan, khususnya pengetahuan tentang gizi pada remaja. Hal ini akan
berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan zat gizi khususnya zat besi yang
akan berdampak pada terjadinya anemia (Sarwono, 2008).
Remaja putri memiliki resiko sepuluh kali lebih besar untuk
menderita anemia dibandingkan dengan remaja putra. Hal ini dikarenakan
remaja putri mengalami menstriasi menstruasi pada setiap bulannya dan
sedang dalam 3 masa pertumbuhan, sehingga membutuhkan lebih banyak
asupan gizi. Selain itu, ketidak seimbangan dalam mengkonsumsi zat besi

1
juga merupakan penyebab anemia pada remaja. Remaja putri biasa sangat
memperhatikan bentuk tubuh, sehingga banyak yang membatasi konsumsi
makanan, serta banyak yang menjadi pantangannya. Sehingga dalam
konsumsi makanan tidak stabil, serta pemenuhan gizinya kurang. Bila
asupan makan kurang maka cadangan besi banyak yang dibongkar.
Keadaan yang seperti inilah mempercepat terjadinya anemia (Kirana,
2011).
Menurut Khumaidi (2009), mengemukakan bahwa faktor yang
melatarbelakangi tingginya prevalensi anemia di negara berkembang
adalah keadaan sosial, perilaku kurangnya asupan zat besi dan bahkan
pengetahuan tentang anemia. Pengetahuan seseorang akan sangat
berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan dan
selanjutnya akan berpengaruh terhadap keadaan gizi individu yang
bersangkutan termasuk status anemia.
Menurut Soekirman (2008), pengetahuan gizi merupakan sesuatu yang
diketahui tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan optimal.
Pengetahuan gizi yang tidak memadai, kurangnya pengertian dalam
kebiasaan makan yang baik, dan kurangnya pengertian tentang konstribusi
gizi dari berbagai jenis makanan serta pemenuhan kebutuhan zat gizi yang
tidak seimbang akan menimbulkan masalah kecerdasan, kurangnya
kemampuan kerja yang sangat berdampak pada kualitas sumber daya
manusia dan generasi penerus. Peningkatan pengetahuan gizi bisa
dilakukan dengan program pendidikan gizi yang dilakukan oleh
pemerintah. Program pendidikan gizi 4 dapat memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku anak terhadap
kebiasaan makannya.
Berdasarkan penelitian Hapzah (2012) tidak ada hubungan antara
tingkat pengetahuan dengan kejadian anemia remaja putri pada siswi kelas
III di SMAN 1 Tinambung Kabupaten Polewali Mandar (p = 0,250).
Berdasarkan penelitian Lutfiah (2013), terhadap remaja puteri di FKM
Unhas mengenai pengetahuan masalah gizi dan status gizi, menunjukkan
bahwa sebagian besar (98,8%) responden memiliki pengetahuan anemia

2
yang kurang. Sementara itu, dalam penelitian yang dilakukan oleh
Sitohang dan Febriany (2012), menunjukkan bahwa mayoritas remaja
puteri di SMAN 15 Medan memiliki pengetahuan yang cukup tentang
anemia yaitu 77,7%, namun hanya 19,1% yang pengetahuannya dapat di
kategorikan baik, sisanya 3,2% masuk dalam kategori berpengetahuan
kurang.
Berdasarkan latar belakang diatas, sehingga peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian di SMP Negeri 1 Godean dengan judul “Tingkat
pengetahuan tentang anemia terhadap remaja putri di SMP Negeri 1
Godean”.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah
penelitian ini adalah “Bagaimana tingkat pengetahuan tentang anemia
terhadap remaja putri di SMP Negeri 1 Godean?”

C. TUJUAN PENELITIAN
a. TUJUAN UMUM
Mengetahui tingkat pengetahuan tentang anemia pada remaja putri di
SMP Negeri 1 Godean
b. TUJUAN KHUSUS
a. Mengetahui tingkat pengetahuan tentang anemia pada remaja putri
SMP Negeri 1 Godean sebelum diberikan penyuluhan.
b. Mengetahui tingkat pengetahuan tentang anemia pada remaja putri
SMP Negeri 1 Godean setelah diberikan penyuluhan.

D. MANFAAT PENELITIAN
a. Manfaat Akademik
Hasil penelitian diharapkan dapat berguna dan bermanfaat
bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang
kesehatan serta menambah pengalaman dalam melaksanakan
penelitian ilmiah tentang gambaran pengetahuan terhadap anemia

3
pada remaja putri serta dapat dijadikan referensi bagi peneliti
selanjutnya.

b. Manfaat Praktisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
bahan masukan terutama bagi masyarakat penanganan dan tentang
pengetahuan mengenai anemia sehingga bisa dijadikan pedoman
untuk menentukan kebijakan penanggulangan masalah anemia
pada remaja putri.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Secara fungsional anemia merupakan suatu kondisi penurunan jumlah
massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya
untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer
(penurunan oxygen carrying capacity). Sebenarnya anemia bukanlah
suatu penyakit, namun sebuah gejala dari berbagai macam penyakit dasar,
sehingga dalam mendiagnosis harus sampai kepada penyakit dasar yang
menyebabkan anemia tersebut.

B. Kriteria Anemia
Parameter umum yang digunakan untuk menunjukkan penurunan
massa eritrosit adalah hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung
eritrosit. Nilai normal hemoglobin sangat bervariasi, dipengaruhi oleh
umum, jenis kelamin, adanya kehamilan dan ketinggian tempat tinggal.
Menurut WHO, kriteria anemia pada laki-laki dewasa adalah jika kadar
hemoglobin <13 g/dL, untuk wanita dewasa tidak hamil <12 g/dL, dan
untuk wanita hamil <11g/dL.

C. Etiologi dan Klasifikasi Anemia


Pada dasarnya anemia disebabkan oleh:
a) Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang
b) Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit (anemia
defisiensi besi, defisiensi asam folat, defisiensi vitamin B12)
c) Gangguan penggunaan besi (anemia akibat penyakit kronik,
anemia sideroblastic)
d) Kerusakan sumsum tulang (anemia aplastic, mieloptisik,
keganasan hematologi, diseritropoietik, sindrom
mielodisplastik, kekurangan eritropoietin pada pasien gagal
ginjal kronik)

5
e) Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)
f) Anemia pasca perdarahan akut
g) Anemia akibat perdarahan kronik
h) Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya
(hemolisis)
i) Anemia hemolitik intrakorpuskular (membranopati, defisiensi
G6PD, hemoglobinopati, thalassemia
j) Anemia hemolitik ekstrakorpuskular (anemia hemolitik
autoimun, hemolitik mikroangiopati)

Selain berdasarkan penyebabnya, anemia juga dapat diklasifikasikan


berdasarkan morfologinya:

a) Anemia hipokromik mikrositik, bila MCV <80fl dan MCH


<27pg Dapat ditemukan pada anemia defisiensi besi,
thalassemia major, anemia akibat penyakit kronik, anemia
sideroblastik
b) Anemia normokromik normositik, bila MCV 80-95fl dan MCH
27-34pg dapat ditemukan pada anemia paska perdarahan akut,
aplastik, penyakit kronik, gagal ginjal kronik, sindrom
mielodisplastik, dan keganasan hematologi.
c) Anemia makrositik, bila MCV >95fl
Bentuk megaloblastik, dapat ditemukan pada anemia defisiensi
asam folat, defisiensi B12

6
7
D. Gejala Anemia
Gejala anemia biasanya muncul saat kadar hemoglobin <7g/dL.
Gejala terjadi karena adanya anoksia organ dan mekanisme kompensasi
tubuh terhadap berkurangnya daya angkut oksigen. Gejala umum yang
sering muncul antara lain rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga berdengin
(tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak napas, dan
dyspepsia. Pada pemeriksaan fisik akan tampak pucat pada konjungtiva,
mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan dibawah kuku. Sedangkan
masing-masing jenis anemia dapat memiliki gejala tersendiri

.
a) Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah,
stomatitis angularis, kuku sendok (koilonychia)
b) Anemia megaloblastic : glossitis, gangguan neurologis
pada defisiensi vitamin B12

8
c) Anemia hemolitik: ikterik, splenomegaly dan
hepatomegaly
d) Anemia aplastic: perdarahan dan tanda-tanda infeksi

E. Terapi
Terapi pada anemia diberikan berdasarkan diagnosis definitif yang
telah ditegakkan terlebih dahulu. Pengobatan anemia dapat berupa terapi
untuk keadaan darurat, terapi suportif, terapi khas untuk masing-masing
anemia, dan terapi kausal untuk mengobati penyakit dasar yang
menyebabkan anemia tersebut. Dalam keadaan dimana diagnosis definitif
tidak dapat ditegakkan, maka dapat diberikan terapi percobaan, namun
perlu dilakukan pemantauan yang ketat terhadap respons terapi dan
perubahan perjalanan penyakit pasien, serta dilakukan evaluasi terus
menerus tentang kemungkinan perubahan diagnosis. Transfusi dapat
dilakukan pada anemia pasca perdarahan akut dengan tanda-tanda
gangguan hemodinamik. Pada anemia yang bersifat kronik, transfusi
dapat diberikan jika anemia bersifat simtomatik atau ada ancaman payah
jantung. Transfusi yang dapat diberikan adalah packed red cell, jangan
whole blood. Pada anemia kronik, sering dijumpai peningkatan volume
darah, makan transfusi diberikan dengan tetesan pelan. Selain itu dapat
juga diberikan diuretic kerja cepat seperti furosemide sebelum dilakukan
transfusi.

F. Pencegahan
Pencegahan dan pengobatan anemia dapat ditentukan dengan
memperhatikan faktor-faktor penyebabnya, jika penyebabnya adalah
masalah nutrisi, penilaian status gizi dibutuhkan untuk
mengidentifikasi zat gizi yang berperan dalam kasus anemia. Anemia
gizi dapat disebabkan oleh berbagai macam zat gizi penting pada
pembentukan hemoglobin. Defisiensi besi yang umum terjadi di
dunia merupakan penyebab utama terjadinya anemia gizi (Fatmah,
2011). Kurangnya zat besi dalam makanan dapat mengakibatkan

9
anemia (Proverawati dan Asfuah,2009). Terdapat beberapa upaya
yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi anemia
akibat kekurangan konsumsi besi. Upaya pertama meningkatkan
konsumsi besi dari sumber alami melalui pendidikan atau penyuluhan
gizi kepada masyarakat, terutama makanan sumber hewani yang
mudah diserap, juga makanan yang banyak mengandung vitamin C,
dan vitamin A untuk membantu penyerapan besi dan membantu
proses pembentukan hemoglobin. Kedua, melakukan fortifikasi bahan
makanan yaitu menambah besi, asam folat, vitamin A, dan asam
amino essensial pada bahan makanan yang dimakan secara luas oleh
kelompok sasaran. Ketiga melakukan suplementasi besi folat secara
rutin kepada penderita anemia selama jangka waktu tertentu untuk
meningkatkan kadar hemoglobin penderita secara cepat (Depkes,
1996).

Pendidikan atau penyuluhan gizi adalah pendekatan edukatif


untuk menghasilkan perilaku individu atau masyarakat yang
diperlukan dalam meningkatkan perbaikan pangan dan status gizi
(Suhardjo, 1989; Madanijah, 2004). Harapannya adalah orang bisa
memahami pentingnya makanan dan gizi, sehingga mau bersikap dan
bertindak mengikuti norma-norma gizi (Suhardjo, 1989).

Pendidikan gizi secara komprehensif yaitu pada anak anemia,


guru dan orang tua diberikan dengan harapan pengetahuan gizi anak,
guru dan orang tua serta pola makan makan anak akan berubah
sehingga asupan makan terutama asupan besi anak akan lebih baik.
Dengan asupan besi yang lebih baik, maka kadar hemoglobin anak
akan meningkat. Pada dasarnya program pendidikan gizi bertujuan
merubah perilaku yang kurang sehat menjadi perilaku yang lebih
sehat terutama perilaku makan (Sahyoun et al, 2004). Beberapa
penelitian di berbagai negara menemukan bahwa pendidikan gizi
sangat efektif untuk merubah pengetahuan dan sikap anak terhadap
makanan, tetapi kurang efektif untuk merubah praktek makan

10
(Februhartanty, 2005). Pengetahuan merupakan hasil proses
penginderaan terhadap objek tertentu. Proses penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman rasa dan melalui kulit. Pengetahuan
merupakan faktor dominan yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang

G. Faktor-faktor Determinan

Berbagai penelitian menyatakan faktor-faktor yang


mempengaruhi terjadinya anemia pada remaja puteri secara umum
meliputi tingkat pengetahuan gizi, pola konsumsi, sosial ekonomi,
status kesehatan, aktifitas fisik, dan pola siklus menstruasi. Berikut
adalah uraian singkat mengenai faktor-faktor determinan yang
dimaksud:
a. Pengetahuan Gizi

Sebelum seseorang mengadopsi perilaku (berperilaku baru), ia


harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut
bagi dirinya atau keluarganya. Pengetahuan ini yang merupakan
tahap awal agar seseorang mau dan mampu melakukan sesuatu
sesuai yang semestinya. Perilaku dalam menerapkan sesuatu
informasi terbentuk dimulai dengan domain kognitif yang
merupakan rangsangan dari luar sehingga menimbulkan
pengetahuan baru dalam diri manusia (Notoatmodjo, 2003).
Kaitannya dengan pengetahuan gizi hasil penelitian (Fadila &
Kurniawati, 2017) ditemukan distribusi pengetahuan gizi remaja
puteri mayoritas berkumpul pada nilai 50 dan 60 , yaitu antara
kategori kurang dan cukup, dengan nilai terendah adalah 6.7 dan
tertinggi 80, serta nilai rata-rata 51.8. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Fauzi (2012) yang menyatakan bahwa pengetahuan gizi
pada remaja khususnya tentang zat besi masih sangat rendah.
Kemenkes (2012) menyatakan bahwa 88 persen remaja memiliki

11
persepsi kurang tepat terkait dengan anemia serta tidak mengetahui
sama sekali apa penyebab dari anemia. Hal ini berdasarkan survei
yang dilakukan oleh lembaga demografi Universitas Indonesia
pada remaja berumur 15-24 tahun di 4 provinsi.

Pengetahuan gizi yang rendah atau kurang menyebabkan


sebagian remaja tidak memahami apakah makanan sehari-hari yang
dikonsumsi sudah memenuhi syarat menu seimbang atau belum.
Pengetahuan gizi juga akan membuka wawasan para remaja puteri
mengenai dampak dari kekeliruan perilaku gizi yang selama ini
sudah dilakukan. Menurut Permaesih (2005), faktor pendidikan
dapat mempengaruhi status anemia seseorang sehubungan dengan
pemilihan makanan yang dikonsumsi. Tingkat pendidikan yang
lebih tinggi akan mempengaruhi pengetahuan dan informasi
tentang gizi. Kondisi ini memperlihatkan perlunya intervensi lebih
lanjut mengenai pemberian informasi yang lebih intensif tentang
pentingnya pengetahuan gizi khususnya yang berkaitan dengan
pedoman gizi seimbang pada remaja puteri.

b. Pola Konsumsi

12
Banyaknya asupan zat besi menjadi faktor yang juga
mempengaruhi kejadian anemia pada remaja puteri.
Ketidakcukupan ini disebabkan karena pola konsumsi masyarakat
Indonesia yang masih menggunakan sayuran sebagai sumber utama
zat besi. Sayuran merupakan sumber zat gizi yang baik tetapi sulit
untuk diserap, sedangkan bahan pangan hewani merupakan sumber
zat gizi yang baik jarang dikonsumsi terutama oleh masyarakat
pedesaan (Hulu, 2004). Almatsier (2011) menyebutkan bahwa
daging, ayam, dan ikan memiliki kandungan besi yang tinggi,
serealia dan kacang-kacangan memiliki kandungan besi yang
sedang, serta sebagian besar sayur-sayuran yang mengandung asam
oksalat tinggi seperti bayam memiliki kandungan besi yang rendah.
Kebiasaan masyarakat Indonesia dalam mengonsumsi teh dan
kopi juga menjadi faktor lain yang menyebabkan banyaknya
penderita anemia. Kopi dan teh mengandung polifenol (asam
fenolat, flavonoid, dan produk polimerisasi) yang berpengaruh
pada proses penyerapan zat besi (inhibitor). Kalsium yang terdapat
pada olahan susu dan keju juga dapat menjadi inhibitor absorbsi
besi. Selain hal-hal tersebut, remaja putri sering melakukan diet
(mengurangi makan) karena ingin langsing dan mempertahankan
berat badan. Penyerapan zat besi akan maksimal jika di fasilitasi
oleh asam askorbat (vitamin C), seperti yang terkandung dalam
buah kiwi, jambu biji, dan jeruk. Hal ini didukung oleh hasil
penelitian dari Kirana (2011) yang mengatakan bahwa semakin
tinggi asupan protein, vitamin A, vitamin C, dan zat besi semakin
tinggi pula kadar hemoglobinnya.

c. Aktifitas Fisik

Aktivitas fisik manusia mempengaruhi kadar hemoglobin


dalam darah. Individu yang secara rutin berolahraga kadar
hemoglobinnya akan naik. Hal ini disebabkan karena jaringan

13
atau selakan lebih banyak membutuhkan O2 ketika melakukan
aktivitas. Tetapi aktifitas fisik yang terlalu ekstrim dapat memicu
terjadinya ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dan
sistem pertahanan antioksidan tubuh, yang dikenal sebagai stres
oksidatif. Pada kondisi stres oksidatif, radikal bebas akan
menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid membran sel dan
merusak organisasi membran sel. Peroksidasi lipid membran sel
memudahkan sel eritrosit mengalami hemolisis, yaitu terjadinya
lisis pada membran eritrosit yang menyebabkan Hb terbebas dan
pada akhirnya menyebabkan kadar Hb mengalami penurunan. Hal
yang berbeda diungkapkan dalam penelitian Chibriyah (2017)
dengan nilai P 0,623 dan Kosasi (2014) dengan uji analisis Mann
Whitney 0,265 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan antara aktivitas fisik dengan kadar hemoglobin.

d. Pola Menstruasi

Haid adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari


uterus disertai pelepasan endometrium, sedangkan siklus haid
adalah serangkaian periode dari perubahan yang terjadi secara
berulang pada uterus dan organ-organ yang terjadi pada masa
pubertas dan berakhir pada saat menopause. Salah satu penyebab
anemia adalah kehilangan darah, dan wanita mengalami siklus
kehilangan darah secara alami ini tiap bulan. Jumlah kehilangan
darah dipengaruhi oleh siklus serta lamanya haid. Kehilangan
darah yang banyak dapat mengakibatkan anemia. Hal ini
didukung oleh hasil penelitian dari farida (2006) bahwa ada
korelasi positif antara pola haid an anemia. Dimana siklus haid
yang lebih pendek dan lama haid yang berlangsung lebih dari 8
hari memungkinkan untuk kehilangan besi dalam jumlah lebih
banyak dari pada yang memiliki siklus dan lama haid yang
normal.

14
H. Peran Guru dalam Menanggulangi Anemia Gizi Pada Remaja Putri

Guru sebagai pendidik, diharapkan dapat memberikan


pengetahuan secara langsung kepada anak didiknya terutama
Remaja Puteri tentang pentingnya mencegah dan mengobati
anemia sedini mungkin. Pendidikan gizi dan kesehatan di SLTP,
SLTA, Madrasah Tsanawiyah, Aliyah, dan Pondok Pesantren dapat
diintegrasikan pada mata pelajaran Biologi, IPA serta pendidikan
jasmani dan kesehatan. Kegiatan ekstrakulikuler di sekolah seperti
UKS, serta PMR dapat menjadi sarana untuk memberikan
penyuluhan tentang anemia. Guru juga sebagai fasilitator
komunikasi dengan orang tua murid agar memperhatikan status
gizi remaja putri.

Anemia Defisiensi Besi (ADB)

A. Definisi

15
Anemia yang timbul karena berkurangnya penyediaan besi untuk
eritropoiesis, karena cadangan besi kosong sehingga pembentukan
hemoglobin berkurang. ADB ditandai dengan anemia hipokromik
mikrositik dan hasil laboratorium yang menunjukkan cadangan besi
kosong.
B. Klasifikasi Derajat Defisiensi Besi
Dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh, defisiensi besi
dibagi menjadi 3 tingkatan:
a. Iron depleted state: cadangan besi menurun tapi penyediaan
besi untuk eritropoesis belum terganggu
b. Iron deficient erythropoiesis: cadangan besi kosong,
penyediaan besi untuk eritropoesis terganggu, tapi belum
timbul anemia secara laboratorik
c. Anemia defisiensi besi: cadangan besi kosong disertai anemia
defisiensi besi
C. Etiologi
ADB dapat disebabkan oleh:
a. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, dapat
berasal dari:
b. Saluran cerna: akibat dari tukak lambung, pemakaian salisilat
atau OAINS, kanker lambung, kanker kolon, diverticulosis,
hemoroid, dan infeksi cacing tambang
c. Saluran genitalia perempuan: menorrhagia atau metrorrhagia
d. Saluran kemih: hematuria
e. Saluran nafas: hemoptoe
f. Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam
makanan, atau kualitas besi yang tidak baik (makanan banyak
serat, rendah vit C, dan rendah daging)
g. Kebutuhan besi meningkat: pada prematuritas, anak dalam
masa pertumbuhan, dan kehamilan
h. Gangguan absorpsi besi: gastrektomi, tropical sprue atau colitis
kronik

16
D. Pemeriksaan Laboratorium
Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat
dijumpai adalah:
a. Penurunan kadar hemoglobin dan indeks eritrosit
b. Penurunan serum besi dan peningkatan TIBC
c. Penurunan serum ferritin
d. Peningkatan protoporfirin
e. Peningkatan kadar reseptor transferrin dalam serum
f. Sumsum tulang menunjukkan hyperplasia normoblastic ringan
sampai sedang dengan normoblast kecil-kecil

E. Diagnosis
Anemia hipokromik mikrositik pada hapusan darah tepi, atau MCV
<80 fl dan MCHC <31% dengan salah satu dari a, b, c, atau d:
a. Dua dari tiga parameter dibawah:
 Besi serum <59mg/dl
 TIBC >350mg/dl
 Saturasi transferrin <15%, atau
b. Ferritin serum <20mg/dl, atau
c. Pengecatan sumsum tulang dengan biru Prussia (perl’stain)
menunjukkan cadangan besi negative, atau
d. Dengan pemberian sulfas ferosus 3x200mg/hari selama 4
minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2g/dl

F. Diagnosis Banding

17
G. Terapi ADB
a. Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan. Jika
terapi kausal tidak dilakukan, maka anemia akan kambuh
Kembali
b. Terapi besi oral:
Ferrous sulfat, dosis anjurang 3x200mg. Setiap 200mg ferrous
sulfat mengandng 66mg besi elemental. Dosis ini dapat meningkat
eritropoesis 2-3x normal. Preparat lain yang dapat diberikan adalah
ferrous gluconate, ferrous fumarate, ferrous lactate, dan ferrous
succinate. Sediaan ini harganya lebih mahal namun efektivitas dan
efek samping hampir sama dengan sulfas ferrous. Preparat besi
sebaiknya diberikan saat lambung kosong, tetapi efek samping
lebih sering terjadi dibandingkan dengan pemberian setelah makan.
Efek samping utama besi per oral adalah gangguan intestinal yang
dijumpai pada 15-20% pasien. Pengobatan dapat dilakukan 3-
6bulan. Dosis pemeliharaan adalah 100-200mg, untuk mencegah
kambuhnya anemia. Untuk meningkatkan penyerapan besi dapat
diberikan preparat vitamin C.

c. Terapi besi parenteral:


• Intoleransi terhadap pemberian besi oral
• Kepatuhan terhadap obat rendah

18
• Gangguan pencernaan
• Penyerapan besi terganggu, gastrektomi
• Kehilangan darah yang banyak
• Kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek, kehamilan
trimester tiga atau sebelum operasi
• Defisiensi besi fungsioinal relative akibat pemberian
eritropoetin
• Besi parenteral yang diberikan adalah Iron dextran complex
(50mg besi/ml), iron sorbitol complex, iron ferric gluconate.
Pemberiannya dapat secara intramuscular atau intravena secara
lambat.

d. Terapi lain:

• Diet tinggi protein

• Vit C 3x100mg

• Transfusi: pada ADB jarang dlakukan, indikasinya adalah:

• Adanya penyakit jantung anemik dengan ancama gagal jantung

• Anemia yang sangat simptomatik, dengan gejala pusing


mencolok

• Pasien memerlukan peningkatan kadar Hb yang cepat

• Transfusi yang diberikan adalah packed red cell. Sebelumnya


dapat diberikan furosemide sebagai premedikasi.

BAB III
METODE PENELITIAN

19
A. DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini bersifat observasional dengan metode crossectional


yang pengambilan data dilakukan pada saat bersamaan dalam satu waktu,
sehingga peneliti mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan
prevalensi, distribusi dan hubungan antar variabel dalam suatu populasi
dengan menggunakan suatu media seperti dokumen, formulir ataupun
kuesioner. Waktu penelitian adalah bulan April 2021. Populasi penelitian
adalah siswa SMPN 1 Godean Sleman kelas 7 dengan jumlah 120 siswa.
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah seluruh bagian populasi yang
memenuhi kriteria yang telah ditentukan yaitu 75 responden. Adapun
kriteria inklunsi penelitian ini adalah siswa kelas 7 SMPN Godean 1,
Mengisi Kuesioner sebelum dan setelah pemberian materi, Wanita,
sedangkan criteria eksklusinya adalah tidak mengisi kuesioner sebelum
dan setelah pemberian materi mengenai anemia atau salah satunya, laki-
laki. Tehnik pengambilan sampel adalah simple random sampling.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah karakteristik
responden (identitas dan jenis kelamin), tingkat pengetahuan tentang
anemia terhadap pemberian materi. Instrument yang digunakan adalah
form identitas responden, kuesioner pengetahuan. Datant tingkat
pengetahuan siswi setelah pemberian materi video tentang anemia. Alat
ukur berupa kuesioner tingkat pengetahuan Anemia.

Siswi SMPN 1 Godean

20
Pengambilan sampel dengan simple random
sampling

Tingkat Pengetahuan
Jenis Kelamin tentang
Anemia setelah dan
sebelum materi

Penilaian menggunakan kuesioner

Tabel frekuensi dan persentase hasil nilai pengisian


kuesioner

B. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN


a. Populasi

Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah Siswa SMPN 1


Godean.
b. Sampel
Adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi. Teknik sampling pada penelitian ini adalah probability sampling
yaitu simple random sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan
memberi kesempatan yang sama pada setiap anggota populasi untuk
menjadi anggota sampel.

 Kriteria Inklusi dan Eksklusi


Kriteria inklusi :
a. Siswa SMPN 1 Godean kelas 7 Wanita

21
b. Bersedia menjadi subjek dalam penelitian dengan mengisi
Kuesioner dan menonton video materi
 Kriteria eksklusi
Siswa SMPN 1 Godean Kelas 7 Laki-laki dan Siswa SMPN 1
Godean Kelas 7 wanita yang tidak mengisi kuesioner dan menonton
video materi atau salah satunya.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi Penelitian: Lokasi penelitian yang digunakan dalam penelitian


ini adalah SMPN 1 Godean Sleman

Waktu Penelitian : Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2021

D. Variabel Penelitian
 Variabel Independen (Bebas)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat Pengetahuan
sebelum pemberian materi video.

 Variabel Dependen (Terikat)


Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan
sesusah pemberian materi video anemia

E. Definisi Operasional
Tingkat Pengetahuan sebelum pemberian video materi:
Tingkat pengetahuan sebelum merupakan hasil pengisian kuesioner
siswi yang diselesaikan oleh responden, ditandai dengan keluarnya nilai.
Alat ukur berupa kuesioner dengan skala pengukuran ordinal.
Tingkat Pengetahuan sesudah pemberian video materi
Pengetahuan siswi setelah pemberian materi video tentang anemia.
Alat ukur berupa kuesioner tingkat pengetahuan Anemia. Skala
pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal yaitu 76%-100%: tinggi,
56-75%: sedang, ≤ 55%: kurang.

22
 Pengetahuan tentang Anemia tinggi yaitu apabila skor
diperoleh 76-100%

 Pengetahuan tentang Anemia sedang yaitu apabila skor


diperoleh 56-75%

 Pengetahuan tentang Anemia kurang yaitu apabila skor


diperoleh ≤ 55%.

F. Alat dan Bahan Penelitian


Alat yang digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan Anemia

dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner ini diambil dari Video

materi yang akan diberikan kepada responden. Kuesioner dalam Bahasa

Indonesia dibuat oleh peneliti. Alat ukur yang digunakan untuk penilaian

aspek pengetahuan adalah dengan menggunakan kuesioner berupa pilihan

ganda sebanyak 5 pertanyaan tertutup pre-test dan 10 pertanyaan post-test

mengenai pengertian, tanda, gejala, pencegahan, dan pengobatan terhadap

Anemia. Pengukuran setiap instrumen pertanyaan dalam kuesioner ini

apabila responden menjawab benar akan diberikan nilai 1, apabila

responden menjawab salah akan diberi nilai 0. Penarikan kesimpulan

untuk menentukan pengetahuan tentang Anemia dilakukan dengan menilai

jumlah jawaban benar lalu dikalikan lima, dengan hasil berupa skor

dengan skala 0 sampai 100.

G. Jalannya Penelitian
a. Pengajuan judul penelitian.
b. Diskusi dengan dokter pendamping terkait dasar-dasar dan proses
penelitian
c. Mengurus izin penelitian, mendiskusikan waktu pelaksanaan dan
tata cara pemberian Link Google form pada Guru

23
d. Melakukan penelitian pada bulan April 2021 di SMPN 1 Godean
e. Memberikan kuesioner tentang Anemia
f. Memeriksa kelengkapan kuesioner yang telah diisi responden.
g. Mengolah data yang didapat dari proses coding, processin, dan
cleaning.
h. Melakukan analisis data.
i. Menyusun hasil penelitian.

H. Analisis Data
Pada penelitian ini,peneliti menggunakan analisa deskriptif. Analisa
deskriptif merupakan penelitian non hipotesis sehingga dalam langkah
penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesis, dan bertujuan untuk
menggambarkan keadaan atau status fenomena (Suharsimi Arikunto,
1998:245).

 Analisis Univariat
Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan untuk menganalisa
tiap variable dari hasil penelitian, disajikan dalam bentuk distribusi
frekuensi dan persentase. Analisis univariat dalam penelitian ini adalah
meliputi karakteristik identitas, jenis kelamin, dan nilai sebelum dan
sesudah pemberian materi tentang anemia

Langkah-langkah dari pengolahan data adalah sebagai berikut:

a. Editing yaitu memeriksa adanya kesalahan dan kekurangan data


pada kuesioner.
b. Inserting yaitu memindahkan data ke dalam program Microsoft
Excel.
c. Cleaning yaitu memeriksa terjadinya kesalahan pada waktu
memindahkan data
d. Analisis yaitu menjabarkan hasil kuesioner responden yang sudah
dikerjakan oleh responden, lalu menganalisis berdasarkan jenis
kelamin, nilai sebelum pemberian materi, dan nilai setelah
pemberian materi.

24
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswi remaja putri kelas VII SMP
GODEAN 1 yang berjumlah 75 siswa yang terdiri dari 4 kelas. Dari hasil
pretest dan postest terdapatan peningkatan pemahaman siswi terhadap
pengetahuan tentang anemia.

a. Pretest
Pretest di lakukan dengan cara siswi diminta untuk mengisi soal
terkait pengetahuan dasar tentang anemia. Dari hasil pretest didapatkan
bahwa tingkat pemahaman siswi tentang anemia masih kurang. Berikut ini
table hasil pretest siswi kelas VII SMP Godean 1.

Score Pretest
35

30

25

20
Jumlah

15

10

0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Score

Dari grafik batang diatas kita dapat mendapatkan informasi mengenai


jumlah siswi SMP Godean 1 yang mendapatkan score.

Berikut tabel jumlah siswa berdasarkan score yang didapat siswa saat
pretest.

26
Pre-Test
Nilai Jumlah
10 0
20 0
30 0
40 0
50 3
60 7
70 15
80 31
90 17
100 2
total 75

b. Posttest

Posttest dilakukan setelah siswi diminta untuk melihat video berisi


pengetahuan tentang anemia dasar. Dan dari hasil prosttest yang
didapatkan ditemukan hasil peningkatan yang signifikan. Berikut tabel
hasil dari peningkatan pretest dan posttest siswi kelas VII SMP Godean 1.

Post-Test
30

25

20
Jumlah

15

10

0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Score

Dari grafik batang di atas kita dapat mendapatkan informasi


mengenai jumlah siswi SMP Godean 1 yang mendapatkan score
setelah di berikan media berupa video via platform youtube.

27
Berikut tabel jumlah siswa berdasarkan score yang didapat siswa saat
posttest.

Post-Test
Nilai Jumlah
10 0
20 0
30 0
40 0
50 2
60 4
70 13
80 15
90 27
100 14
total 75

B. Pembahasan

a. Pengetahuan siswi sebelum diberikan penyuluhan tentang anemia


dengan media video.

Pengetahuan siswi tentang anemia diukur dengan memberikan


pretest tentang anemia melalui pemberian kuisioner. Kisaran
pengetahuan siswi saat pretest antara 70 (50-70), lebih rendah
dibandingkan setelah diberikan penyuluhan. Salah satu penyebab
kurangnya pengetahuan responden tentang anemia adalah kurangnya
informasi. Hal ini karena di sekolah tersebut memang belum pernah
dilakukan penyuluhan tentang anemia. Kurangnya informasi akan
berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang. Semakin sering terpapar
informasi maka pengetahuan seseorang akan meningkat.

b. Manfaat penyuluhan dengan media video terhadap pengetahuan


siswi tentang anemia.

28
Pengetahuan siswi tentang anemia setelah diberikan penyuluhan
diukur dengan memberikan posttest yang dilakukan dua hari setelah
penyuluhan menggunakan media video yang bisa dilihat pada aplikasi
youtube. Posttest dilakukan menggunakan kuisioner yang sama dengan
saat pretest. Pemilihan jeda dua hari dilakukan untuk mendapatkan
pemahaman siswi tentang anemia yang sudah berada pada long term
memory. Dan hasil posttest mngalami peningkatan nilai yang signifikan
dengan rata rata nilai 85 (80-100). Maka dapat disimpulkan bahwa
hipotesis penelitian ini adalah terdapat manfaat penyuluhan dengan
media video terhadap pengetahuan remaja putri tentang anemia.

Berikut adalah grafik hasil test siswi kelas VII SMP Godean 1 sebelum
dan sesudah pemberian penyuluhan dengan menggunakan video.

Perbandingan Score
35

30

25

20

15

10

0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Perbandingan Pre Perbandingan Post

Grafik diatas adalah perbandingan nilai pretest dan posttest sebelum


dan sesudah siswi SMP Godean 1 diberikan media berupa video
melalui platform youtube.
Berikut perbandingan score berupa tabel.

29
Perbandingan
Nilai Pre Post
10 0 0
20 0 0
30 0 0
40 0 0
50 3 2
60 7 4
70 15 13
80 31 15
90 17 27
100 2 14
Total 75 75

30
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik


kesimpulan sebagai berikut:

1. Tingkat pengetahuan remaja putri tentang pencegahan


anemia sebelum diberikan video berupa pengetahuan dasar
tentang anemia (pretest) dengan kategori cukup sebanyak 30
responden dan hasil posttest pendidikan kesehatan
menunjukkan sebanyak 70 responden dengan kategori baik.

2. Ada pengaruh pendidikan kesehatan menggunakan media


video terhadap pengetahuan siswi remaja putri kelas VII di
SMP Godean 1.

B. Saran
 Bagi Remaja Putri
Remaja Putri atau siswi diharapkan untuk meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman terkait pencegahan anemia, selain itu siswi
juga diharapkan untuk terus meningkatkan sikap aktif, agar mengetahui
cara mencegah dan mengatasi anemia dengan baik.
 Bagi Sekolah
Hasil penelitian dapat berguna bagi sekolah sebagai sumber
informasi dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang pencegahan
anemia, dan pihak sekolah disarankan untuk lebih menghidupkan peran
UKS dalam memberikan pengetahuan tentang kesehatan untuk
meningkatkan sikap aktif siswa.
 Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti
selanjutnya guna bahan referensi atau perbandingan khususnya

31
berhubungan dengan anemia pada remaja putri agar dapat memberikan
pendidikan kesehatan menggunakan media video atau lainnya yang lebih
menarik.

DAFTAR PUSTAKA

32
1. Hapzah, Yulita, R. 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Status
Gizi terhadap Kejadian Anemia Remaja Putri pada Siswi Kelas III Di
SMAN 1 Tinambung Kabupaten Polewali Mandar. Media Gizi
Pangan. Vol.XIII, Edisi 1, 2012.
2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Profil Kesehatan
Indonesia 2012. Jakarta: Kemenkes RI.
3. Kirana D.P. 2011. Hubungan Asupan Zat Gizi dan Pola Menstruasi Dengan
Kejadian Anemia Pada Remaja Putri Di SMA N 2 Semarang, Artikel-
Penelitian Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro Semarang.
4. Khumaidi. 2009. Faktor yang Melatarbelakangi Anemia. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
5. Lutfiah N, Indriasari R, Kesumasari C. Studi Pengetahuan Mengenai
Masalah Gizi dan Status Gizi Pada Remaja Putri di FKM Unhas Tahun
2013. 2013.
6. Sarwono, Sarlito Wirawan. 2008. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
7. Sihotang, S. D dan Febriany, N. 2012. Pengetahuan dan Sikap Remaja
Putri Tentang Anemia Defisiensi Besi Di SMA Negeri 15 Medan.
[Skripsi]. Sumatra: Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
8. Soekirman. 2008. Pengetahuan, Perilaku dan Sikap Remaja. Jakarta:
Rineka Cipta.
9. World Health Organization (WHO). 2013. Worldwide Prevalency Of
Anemia WHO Global database on Anemia. Geneva WHO Press.

10. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid I. VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014:1132-53.
11. Adriani.(2017). Faktor-Faktor Anemia pada Remaja Putri. Surakarta.
Diakses pada 22 mei 2019. Vol 3 No 2 Tahun 2019 ISSN 2580-3123
12. Jurnal Doppler Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai Barasi. (2016).
13. Dampak Anemia pada Remaja Putri. Jayapura: In Media Kemenkes, 2018.

33
14. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2017: Kesehatan Reproduksi
Remaja. Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional, Badan
Pusat Statistik, Kementerian Kesehatan.
15. Natalia.(2018). Kelainan Darah.Yogyakarta. Nuha Medika
16. Sandra. (2017). Gizi Anakdan Remaja. Depok: Rajawali Pers.
17. Setiawan.(2011). Faktor yang Berhubungan dengan Pencegahan Anemia
Pada Remaja Putri.Yokyakarta. Diakses pada 5 April 2019
18. Siska. (2017) .Faktor yang Berhubungan dengan Anemia Pada Remaja
Putri. Jakarta. Diakses pada 26 April 201
19. Arisman, M.B. (2008). Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
20. Aeni, T. (2012).Faktor – Faktor Penyebab Kejadian Anemia pada
Remaja Putri (Studi Kasus pada SMK Negeri 1 Kota Tegal). Under
Graduates thesis, Universitas Negeri Semarang.
21. BKKBN. (2016). Data survei Kesehatan Reproduksi Indonesia. Jakarta.
22. BPS. (2018). Persentase penduduk miskin Maret 2018 turun menjadi
9,82 persen. Diunduh pada 15 September 2018 di
https://www.bps.go.id/pressrelease/2018/07/16/1483/ persentase-
penduduk miskin maret-2018-turun-menjadi-9-82-persen.html
23. Departemen Kesehatan RI. (1996). Pedoman Penanggulangan Anemia
Gizi di Indonesia. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat.
24. Fadila,I & Kurniawati, H (2017). Analisis Pengetahuan Gizi Terkait
Pedoman Gizi Seimbang dan Kadar Hb Remaja Puteri.Jurnal Biotika
Vol 16. No 1(2018)
25. Farida, I. (2006). Determinan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri di
Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus Tahun 2006. Program
Pascasarjanan Universitas Diponegoro.
26. Fatmah. (2011). Gizi dan Kesehatan Masyarakat:Anemia. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
27. Fauzi, C A. (2012) Analisis Pengetahuan dan Perilaku Gizi Seimbang
Menurut Pesan ke 6,10,11,12 Dari Pedoman Umum Gizi Seimbang

34
(PUGS) pada Remaja. Jurnal Kesehatan Reproduksi Vol 3 No 2 Agustus
2012:91 – 105
28. Februhartanty, J. (2005). Nutrition Education: It Has Never Been an
Easy Case for Indonesia. Food and Nutrition Bulletin. 26(2): S267-S274
29. Infodatin (2014). Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja. Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI. ISSN 322442-7659
30. Kemenkes RI, 2013-2014. Prevalensi anemia di Indonesia.
31. Kemenkes RI, (2015). Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun
2015-2019. Keputusan menkes RI Nomor HK.
02.02/MENKES/52/2015. Kementerian Kesehatan Ri.
32. Kirana, D. P. (2011). Hubungan Asupan Zat Gizi dan Pola Menstruasi
dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri di SMA N 2 Semarang.
Prodi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
33. Leginem. (2002). Faktor-faktor yang berhubungan dengan status anemi
pada mahasiswa Akedemi Bidan di kota Banda Aceh 2002. Thesis Pasca
Sarjana FKM-UI, 2002
34. Madanijah, S. (2004). Pendidikan Gizi. Dalam Baliwati,YF., Khomsan,
A., Dwiriani,CM. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya: Jakarta
35. Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka
Cipta. Jakarta.
36. Permaesih, D, S Herman. (2005). Faktor-faktor yang mempengaruhi
anemia pada remaja.Buletin Penelitian Kesehatan.vol.33.no.4. 2005
37. Proverawati dan Asfuah. (2009). Gizi untuk Kebidanan. Jakarta : Nuha
Medika.
38. Ross J, Horton S. 1998. Economic Consequences of Iron Deficiency.
Ottawa Micronutrien. Initiative.
39. Saidin M. (2002). Efektifitas penambahan Vitamin A dan Zat Besi pada
Garam Beryodium terhadap status Gizi dan konsentrasi belajar anak
sekolah dasar. Laporan Penelitian DIP tahun 2001. Pusat Penelitian Gizi
dan Makanan.

35
40. Sahyoun, NR., Pratt, CA., Anderson, A. (2004). Evaluation of Nutrition
Education Intervensions for Older Adults: a Proposed Framework. J.
Am. Diet Assoc.104(1):58-69
41. Tarwoto, W. 2010. Kebutuhan Dasar manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta. Salemba Medika.
42. Unicef (2009). Pentingnya Fortifikasi Tepung Terigu. Diakses tanggal
15 September 2018 di
https://www.unicef.org/indonesia/id/reallives_12588. html

36

Anda mungkin juga menyukai