Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepaniteraan Klinik Stase Anestesi
Disusun Oleh :
Dinabestika Roidani
G992003043
Pembimbing :
2020
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
1. Suplementasi oksigen
Pasien dengan severe acute respiratory infection (SARI), distress
pernapasan, hipoksemia, atau syok perlu diberikan terapi oksigen
segera dengan terapi oksigen pertama sekitar 5L/menit dengan target
SpO2 ≥ 90% pada pasien tidak hamil dan ≥ 92-95% pada pasien
hamil. Pada pasien anak dengan tanda gawat harus diberikan terapi
oksigen selama resusitasi dengan target SpO2 ≥ 94%, jika tidak
dalam kondisi gawat target SpO2 ≥ 90%. Tanda gawat tersebut
meliputi tidak ada napas atau obstruksi, sianosis sentral, distress
pernapasan berat, syok, kejang, dan koma (PDPI, 2020).
2. Pengenalan gagal napas hipoksemi pada pasien distress pernapasan
yang mengalami kegagalan terapi oksigen standar
Gagal napas hipoksemi pada ARDS terjadi karena tidak sesuainya
ventilasi-perfusi atau pirau/pintasan, biasanya membutuhkan
ventilasi mekanik karena dengan pemberian oksigen sungkup tutup
muka dengan kantong reservoir (10 – 15 L/menit, aliran minimal
yang dibutuhkan untuk mengembangkan kantong; FiO2 antara 0,60
dan 0,90) tetap mengalami peningkatan kerja napas atau hipoksemi
(Kemenkes, 2020).
3. Oksigen nasal aliran tinggi (High flow nasal oxygen / HFNO)
Menurut ANZICS, 2020 HFNO merupakan terapi yang
direkomendasikan untuk hipoksia pada COVID-19 selama tenaga
medis menggunakan alat pelindung diri airborne yang optimal
dengan ruangan bertekanan negatif.
Sistem HFNO dapat memberikan aliran oksigen 60 L/menit dan
FiO2 sampai 1,0. HFNO dapat mengurangi kebutuhan akan tindakan
intubasi bila dibandingkan dengan terapi oksigen standar. Namun,
pada pasien dengan hiperkapnia (edema paru kardiogenik,
eksaserbasi PPOK), penurunan kesadaran, kegagalan multi organ,
dan ketidakstabilan hemodinamik seharusnya tidak menggunakan
HFNO meskipun data terbaru menyatakan HFNO mungkin aman
pada pasien hiperkapia ringan-sedang tanpa perburukan (Kemenkes,
2020).
Pasien dengan HFNO harus dipantau oleh petugas yang terlatih
melakukan intubasi endotrakeal sebab bila pasien megalami
perburukan mendadak atau tidak mengalami perbaikan dalam 1 jam
maka dilakukan intubasi segera (Kemenkes, 2020). HFNO dapat
menurunkan angka intubasi tanpa memengaruhi mortalitas pada
gagal napas hipoksemia akut, akan tetapi delayed intubation karena
penggunaan HFNO dapat meningkatkan mortalitas pasien (Phua et
al., 2020)
4. Ventilasi non-invasif (Non-invasive ventilation/NIV)
Penggunaan NIV secara rutin tidak direkomendasikan karena NIV
pada gagal pernapasan hipoksia Covid-19 berkaitan dengan angka
kegagalan yang tinggi, keterlambatan intubasi, kemungkinan
peningkatan proses aerosolisasi, volume tidal yang besar, dan injuri
parenkim paru akibat barotrauma. Pasien dengan ketidakstabilan
hemodinamik, kegagalan multi organ, dan penurunan kesadaran
tidak dapat menggunakan NIV. Selain itu, pasien dengan NIV atau
CPAP menunjukkan tanda klinis usaha inspirasi yang berlebih,
sehingga intubasi diprioritaskan untuk mencegah tekanan negatif
intratoraks yang berlebih dan cedera paru. Pasien yang mengalami
perburukan atau tidak mengalami perbaikan dalam 1 jam harus
segera dilakukan intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik invasif.
Ruangan bertekanan negatif lebih diutamakan pada pasien yang
menerima terapi NIV. Publikasi menunjukkan HFNO dan NIV
dengan interface sesuai wajah sehingga tidak ada kebocoran
mengurangi risiko transmisi airborne. Pasien dengan terapi NIV ini
sudah ditentukan rencana bila terjadi kegagalan terapi. (ANZICS,
2020; Kemenkes, 2020; Gattinoni, 2020).
5. Intubasi endotrakeal
Intubasi endotrakeal dilakukan oleh petugas terlatih dan
berpengalaman. Pasien dapat mengalami desaturasi dengan cepat
selama intubasi sehingga dilakukan pre-oksigenasi sebelum intubasi
dengan FiO2 100% selama 5 menit melalui sungkup muka dengan
kantong udara, bag-valve mask, HFNO atau NIV, dan kemudian
dilanjut dengan intubasi. Rapid sequence intubation perlu dilakukan
segera setelah penilaian jalan napas tidak ada kesulitan intubasi
(WHO, 2020; Kemenkes, 2020). Penggunaan laringoskop secara
direk dihindari, bila memungkinkan maka laringoskopi dengan video
dapat digunakan (Jamil et al., 2020).
Intubasi pada pasien Covid-19 dapat meningkatkan transmisi virus
pada tenaga medis sehingga pelatihan intubasi sangat penting.
Intubasi dilakukan oleh operator yang paling terampil dengan APD
lengkap dan persiapan untuk kesulitan airway. Jumlah asisten
dibatasi untuk mengurangi paparan. Ventilasi dengan bagmask yang
menghasilkan aerosol harus diminimalkan dengan pre-oksigenasi,
filter virus dapat ditempatkan di antara katup pernapasan dan
masker. Rapiq sequence induction dengan relaksan otot dilakukan
untuk mengurangi batuk. Suction tertutup pada post-intubasi dapat
menurunkan terjadinya aerosolisasi (Phua et al., 2020).
Pada pasien Covid-19 dengan gagal napas hipoksemia, pengambilan
keputusan untuk melakukan intubasi sangat penting. The Chinese
Society of Anesthesiology Task Force on Airway Management
mempublikasikan rekomendasi intubasi endotrakeal pada pasien
dengan :
a. Tanpa perbaikan distress pernapasan
b. Takipnea (laju napas > 30 kali per menit)
c. Oksigenasi yang buruk PaO2/FiO2 <150 mmHg setelah HFNO
atau NIV selama 2 jam
d. Kriteria tambahan berupa SpO2 < 93% dalam udara ruangan dan
PaO2/FiO2 < 300 mmHg bertujuan untuk memfasilitasi persiapan
intubasi untuk mencegah intubasi yang tidak siap yang dapat
meningkatkan risiko seperti infeksi silang (Meng et al., 2020)
Kriteria intubasi pada ruangan non-operasi selama wabah Covid-19
dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut.
Gambar 2.1. Kriteria Intubasi pada Ruangan Non-Operasi selama
Wabah Covid-19 (Meng et al., 2020).
Persiapan intubasi dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya
infeksi silang dan dapat meningkatkan keberhasilan intubasi.
Perisapan intubasi pada pasien Covid-19 dapat dilihat pada gambar
2.2 sebagai berikut.
Manajemen klinis pasien kritis pada Covid-19 dapat dilihat pada gambar 2.2
sebagai berikut.
Pasien Kritis Covid-19
Suplementasi Oksigen Treshold rendah untuk intubasi jika Kultur darah; pertimbangkan
NIV atau HFNO digunakan pada ARDS antibiotik empirik dan inhibitor
target ≥90%
ringan neuraminidase
Intubasi pada perburukan Operator berpengalaman dengan Ukur laktat; hati-hati cairan pada
gagal napas atau gagal multi- APD lengkap dan minimalisir hipovolemia; cek preload;
organ ventilasi dengan bagmask vasopressor/inotrop bila perlu
KESIMPULAN
Australian and New Zealand Intensive Care Society. 2020. ANZICS Covid-19
Guidelines. Melbourne : ANZICS.
Gattinoni, L., Coppola, S., Cressoni, M., Busana, M., & Chiumello, D. 2020.
Covid-19 does not lead to a “typical” acute respiratory distress
syndrome. American journal of respiratory and critical care medicine, (ja).
Jamil, S., Mark, N., Carlos, G., Dela Cruz, C. S., Gross, J. E., & Pasnick, S. 2020.
Diagnosis and Management of COVID-19 Disease. American Journal of
Respiratory and Critical Care Medicine, (ja).
Meng, L., Qiu, H., Wan, L., Ai, Y., Xue, Z., Guo, Q., ... & Liu, H.. 2020.
Intubation and Ventilation amid the COVID-19 Outbreak Wuhan’s
Experience. Anesthesiology: The Journal of the American Society of
Anesthesiologists.
Phua, J., Weng, L., Ling, L., Egi, M., Lim, C. M., Divatia, J. V., ... & Nishimura,
M. (2020). Intensive care management of coronavirus disease 2019 (COVID-
19): challenges and recommendations. The Lancet Respiratory Medicine.