Disusun oleh:
dr. David Restu P Manik
Pembimbing:
dr. Zarfiardy, Sp. P
PEKANBARU
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis
dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus ini. Laporan kasus ini disusun
sebagai rangkaian Program Internsip Dokter Indonesia.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................. 1
BAB IV PEMBAHASAN............................................................. 42
DAFTAR PUSTAKA.................................................................... 44
ii
BAB I
PENDAHULUAN
saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversible. Hambatan aliran udara ini bersifat
progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau
gas yang beracun atau berbahaya. Gejala PPOK antara lain batuk, produksi
sputum, sesak nafas, dan keterbatasan aktivitas. Efek kerusakan terhadap saluran
napas paru dapat bersifat akut dan kronik. Besar dan luasnya kerusakan
tergantung pada jenis zat, konsentrasi zat, lama paparan, dan ada atau tidaknya
kelainan saluran napas atau paru sebelumnya. 1 Diagnosis PPOK dimulai dari
akan dapat menentukan diagnosis PPOK sesuai derajat (ringan, sedang, dan
berat). 2
peningkatan angka kematian akibat PPOK lebih dari 30% dalam 10 tahun, bila
intervensi untuk menghindari faktor risiko, khususnya pajanan asap rokok tidak
dilakukan dengan baik. Pada tahun 2020, PPOK bahkan diperkirakan menjadi
penyebab kematian terbanyak ketiga di dunia setelah penyait jantung dan penyakit
1
Studi Penyakit Global melaporkan prevalensi kasus PPOK sebesar 384
juta pada tahun 2010. Dengan estimasi prevalensi global sebesar 11,7%. Dan
diperkirakan meninggal 3 juta setiap tahunnya. Pada tahun 2012 terjadi 3 juta
kematian akibat PPOK dan mencakup 6% dari total kematian secara global.
Diprediksikan tahun 2030 sekitar 4,5 juta manusia akan meningkal karena PPOK
perokok dan bekas perokok. Lebih dari 90% kematian PPOK terjadi di negara-
dari total populasi. Pada tahun 2013, angka mortalitas PPOK telah mencapai
di propinsi Nusa Tenggara Timur (10%), Sulawesi Tengah (8%), serta Sulawesi
Hasil laporan data Penyakit Tidak Menular oleh Sistem Informasi Rumah
Sakit (SIRS) tahun 2011, menunjukkan PPOK termasuk dalam 10 besar penyebab
merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan keberhasilan terapi serta
kualitas hidup pasien. Ketepatan pemilihan obat memiliki peranan penting dalam
yang banyak dipastikan memiliki prevalensi PPOK yang tinggi. Namun sangat
disayangkan data prevalensi PPOK tidak dimiliki oleh Indonesia, oleh sebab itu
2
perlu dilakukan kajian PPOK secara komprehensip agar pencegahan PPOK dapat
3
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama : Tn. M
Tanggal lahir/ Umur : 18-10-1949/69 tahun
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Sail Gg. Luken-Tenayan Raya
MRS : 17 Juni 2019
No. RM : 02.87.85
Keluhan utama :
Sesak nafas
4
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat diabetes melitus (-)
Riwayat penyakit asma (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat Minum OAT (-)
Pemeriksaan Umum :
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang- Berat
Sensorium : Composmentis
Tekanan Darah : 120 / 80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Suhu : 37.5°C
Pernafasan : 24 x/menit
Berat Badan : 45 kg
Tinggi Badan : 165 cm
Pemeriksaan Fisik
Kepala – leher
- Mata : Konjungtiva tidak anemis
Sklera tidak ikterik
Refleks pupil isokor
5
- Telinga – hidung- mulut : Pursed Lip Breathing
- Leher : JVP 5-2 cmH2O
Pembesaran KGB tidak ada
Toraks:
- Paru Anterior
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan,
sela iga melebar
Palpasi : Vocal fremitus simetris kiri-kanan
Perkusi : Hipersonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : wheezing (+/+) ronki basah (+/+)
Paru Posterior
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan,
pelebaran sela iga
Palpasi : vocal fremitus simetris kanan-kiri
Perkusi : hipersonor seluruh lapang paru
Auskultasi : wheezing +/+, rhonki basah +/+
6
Auskultasi : S1 (+), S2 (+), gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, simetris
Auskultasi : BU (+) normal
Perkusi : tympani
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (-)
Hepar dan Lien tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-
Darah lengkap
Hb : 12,1 g/dl
Leukosit : 8.900 /mm3
Trombosit : 259.000/mm3
Hematokrit : 36,3 %
Eritrosit : 4,3 juta/mm3
MCV : 91,6
MCH : 28,1
MCHC : 30,7
LYMF : 19
MID :8
GRAN : 73
Kimia Darah
KGDS : 245 mg %
7
Faal Hati
Albumin : 3,3 g/dL
Elektrolit
Natrium : 138 mEq/L
Kalium : 3,5 mEq/L
Chlorida : 92 mEq/L
RONTGEN PARU
8
Marker Right
Kekerasan cukup
Corakan bronkovaskuler meningkat
Sinus kostoprenikus kanan sedikit tumpul
Diafragma kanan mendatar dan kiri licin kebawah
Tampak sela iga melebar, CTR <50%
ELEKTROKARDIOGRAM
Interpretasi
9
Ritme : sinus rhytme
Laju QRS : 109 x/i
Regularitas : Reguler
Axis : Normoaxis
Gelombang P : selalu diikuti kompleks QRS
PR Interval : 0,12 detik
QRS Durasi : 0,08 detik
ST Segment : normal
Gelombang T : normal
Kesan : EKG dalam batas normal
Penatalaksanaan
- Diet ML TKTP
- O2 4 l/i
- IVFD D5% + drip aminofilin 2 amp /8 jam
- Inj Ranitidin 2x1 amp
- Combivent Nebu /8 jam
- Nacetylsistein 3x200 mg
- Curcuma 3x1
Follow Up
10
O: - Diet ML TKTP
Ku : Sedang - O2 4 l/i
Kes : cm - IVFD D5% + drip
TD: 120/80 mmHg RR: 24x/i aminofilin 2 amp /8 jam
HR: 78x/I T : 36,8 C - Inj Ranitidin 2x1 amp
Mata: ca -/- si -/- - Combivent Nebu /8 jam
Leher tidak teraba pembesaran - Nacetylsistein 3x200 mg
KGB, JVP Normal - Curcuma 3x1
Thorax : cor : BJM reg,
murmur-, gallop-
Pulmo: BVS ki=ka, wh +/+ rh+/
+
Abdomen : datar, supel NT-,
BU+N
Ext: akral hangat crt<2s
19/06/2019 S : Sesak berkurang(+) batuk A: PPOK
berdahak berkurang(+)demam P:
(-) - Diet ML TKTP
O: - O2 4 l/i
Ku : Sedang - IVFD D5% + drip
Kes : cm aminofilin 2 amp /8 jam
TD: 120/80 mmHg RR: 22x/i - Inj Ranitidin 2x1 amp
HR: 90x/I T : 37 C - Combivent Nebu /8 jam
Mata: ca -/- si -/- - Nacetylsistein 3x200 mg
Leher tidak teraba pembesaran - Curcuma 3x1
KGB, JVP Normal
Thorax : cor : BJ reg, murmur-,
gallop-
Pulmo: BVS ki=ka, wh +/+ rh+/
+
Abdomen : datar, supel NT-,
11
BU+N
Ext: akral hangat crt<2s
20/06/19 S : Sesak nafas (-), batuk (+), A: PPOK
demam (-) P:
O: - Diet ML TKTP
Ku : Sedang - O2 4 l/i
Kes : cm - IVFD D5% + drip
TD: 120/80 mmHg RR: 20x/i aminofilin 1 amp /8 jam
HR: 92x/I T : 36,7 C - Inj Ranitidin 2x1 amp
Mata: ca -/- si -/- - Combivent Nebu /8 jam
Leher tidak teraba pembesaran - Nacetylsistein 3x200 mg
KGB, JVP Normal - Curcuma 3x1
Thorax : cor : BJM reg, - Pasien BLPL dan
murmur-, gallop- disarankan rawat jalan
Pulmo: BVS ki=ka, wh -/- rh+/+
Abdomen : datar, supel NT-,
BU+N
Ext: akral hangat crt<2s
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
dapat dicegah dan diobati, serta ditandai dengan adanya keterbatasan aliran udara
yang bersifat progresif dan berkaitan dengan respons inflamasi kronis pada saliran
nafas dan paru-paru akibat partikel atau gas yang beracun. 4 Keterbatasan aliran
udara kronis yang khas pada PPOK disebabkan oleh campuran penyakit saluran
Bronkitis kronik adalah suatu kelainan saluran pernafasan yang digejalai oleh
batuk berdahak yang kronik selama minimal 3 bulan selama setahun, minimal dua
tahun berturut-turu dan gejala tersebut bukan disebabkan oleh penyakit lain.
ditandai dengan pelebaran jalan udara bagian distal dari bronkiolus terminal dan
Gejala respiratori yang biasanya muncul antara lain dyspnea dan batuk
berdahak. Faktor risiko utama untuk kasus PPOK adalah rokok, akan tetapi
paparan dari lingkungan berupa gas hasil pembakaran dan polusi udara juga
terjadi bersamaan dengan penyakit kronis lainnya, yang akan meningkatkan risiko
mortalitas dan morbiditas pada pasien. PPOK sering terjadi pada laki-laki
tahun.4
13
PPOK eksaserbasi akut adalah suatu kondisi akut yang ditandai dengan
perubahan pada kondisi pasien, yaitu terjadinya dispnea, batuh, dan sputum yang
melebi normal dari hari kehari, yang mana dapat terjadi serangan akut atau
perubahan medikasi ada pasien tergantung pada keadaan yang mendasarinya. 3,6
napas trakeobronkial (virus dan bekteri) dan polusi udara, namun pada sekitar
a. Kebiasaan merokok
jumlah rokok yang dihisap dalam sehari dan berapa lama orang tersebut
a. Riwayat merokok
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok
dalam tahun :
14
- Ringan : 0-200
- Sedang : 200-600
- Berat : >600
berat dengan presentase 71,7% dari 120 sampel. Berdasarkan penelitian ini
dapat dilihat bahwa dari seluruh penderita PPOK derajat ringan, sebanyak
satu orang (20%) dengan derajat merokok ringan, satu orang (20%) derajat
dan paru kerap terpapar oleh ROS (Reactive Oxygen Species), yang akan
saluran pernapasan.8
b. Faktor Genetik
paru yang terjadi baik pada perokok atau bukan perokok dengan
antitrypsin yang hanya sebagian kecil dari populasi di dunia, hal ini
menyebabkan PPOK.. 8
15
c. Sosial Ekonomi
d. Riwayat Pekerjaan
pada sifat fisik dan sifat kimia partikel serta tergantung kepada kepekaan
e. Polusi Udara
dan paru adalah sulfur dioksida (SO₂), nitrogen dioksida (NO₂). dan ozon.
Ketiga zat tersebut dapat menurunkan faal paru. Sulfur dioksida terbentuk
dari pembakaran bahan bakar fosil seperti minyak bumi, batubara, dan
industri yang memakai bahan baku sulfur. Nitrogen dioksida (NO₂) lebih
sukar larut dalam air, sehingga efek yang ditimbulkan terutama terjadi di
16
infeksi saluran napas meningkat pada orang yang terpapar dengan nitrogen
humoral. 9
3.3 Patogenesis
saluran udara perifer dan parenkim paru akibat paparan asap rokok akan dapat
oksigen reaktif, serta memicu pengeluaran enzim proteolitik terutama MMP-9 dan
MMP-12. Pengaruh faktor kemotaktik yang disekresikan terutama IL-8 dan LTB-
menyebabkan hipersekresi mukus pada submukosa dan sel goblet pada saluran
napas.10
17
Gambar 1. Perbandingan saluran pernapasan pada PPOK dan normal
Pada PPOK, proses inflamasi ini terjadi akibat paparan asap rokok dan
prose inflamasi tersebut masih bertahan lama. Berbagai sel inflamasi yang
18
mencakup TC1, Th1, Th17. Makrofag yang telah diaktivasi akan mengeluarkan
beberapa mediator inflamasi dan faktor kemotaktik yang akan menarik sel
inflamasi ke paru. 10
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala ringan
hingga berat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan sampai ditemukan
kelainan yang jelas dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK dipertimbangkan bila
timbul tanda dan gejala seperti berikut ini:4, 5
1. Sesak. Sesak yang ditimbulkan bersifat progresif (semakin lama
semakin bertambah berat) dan biasanya bertambah berat dengan
aktivitas. Sesak yang dirasakan bersifat persisten atau menetap
sepanjang hari. Biasanya pasien merasakan susah bernapas atau
terengah-engah.
2. Batuk kronik. Batuk yang dirasakan pasien biasanya hilang timbul dan
bisa berdahak ataupun tidak berdahak.
19
3. Batuk kronik berdahak. Setiap batuk kronik berdahak dapat
mengindikasikan PPOK.
4. Riwayat terpajan faktor risiko. Riwayat pajanan yang berisiko yaitu
terutama asap rokok, debu dan bahan kimia di tempat kerja, serta asap
dapur.
Pasien yang memiliki eksaserbasi akut akan mengalami gejala seperti:
1. Sesak nafas yang semakin bertambah
2. Produksi sputum meningkat
3. Perubahan warna sputum
3.5 Diagnosis
gejala dypnea, batuk kronis dan berdahak, dan/atau mempunyai riwayat terpanjan
faktor risiko yang lama. Diagnosis PPOK ditetapkan berdasarkan gejala klinis dan
20
Beberapa kondisi yang dapat dipertimbangkan pada penegakan diagnosa PPOK
disertai batuk kronik dan berdahak dengan sesak nafas, terutama pada saat
melakukan aktivitas pada seseorang yang berusia pertengahan atau yang lebih tua.
9
a) Anamnesis.
Dari hasil anamnesis, gejala klinis yang biasa ditemukan pada pasien
21
1) Batuk kronik
Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan dalam 2 tahun
terakhir yang tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan. Batuk dapat
terjadi sepanjang hari atau intermiten. Batuk kadang terjadi pada malam
hari 2
sputum. Karakteristik batuk dan dahak kronik ini terjadi pada pagi hari
3) Sesak napas
b) Riwayat penyakit.
c) Pemerikaan fisik
1) Inspeksi.
22
(a) Pursed-lips breathing (mulut mencucu)
sebanding)
(e) Terlihat denyut vena jugularis (bila telah terjadi gagal jantung
kanan)
Catatan: = Pink puffer, gambaran khas pada emfisema: pasien kurus, kulit
sianosis, edema tungkai (+), ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer.
memanjang. Sikap ini merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2
2) Palpasi.
Bila sudah terjadi emfisema: fremitus suara melemah dan sela iga
melebar
3) Perkusi.
4) Auskultasi
23
(b) Terdapat ronki dan atau mengi pada saat bernapas biasa atau
mengeluh perubahan akut gejala (sesak napas, batuk, dan atau produksi sptum)
Pemeriksaan Penunjang
24
mengukur volume udara yang dihembuskan secara paksa sesudah inspirasi
selama detik pertama manuver ini (volume ekspirasi paksa dalam satu detik,
Penilaian AGD penting jika ditemukantanda akut ( PaO2 < 8.0 kPa
(60mmHg) dengan atau tanpa PaCo2 > 6.7 kPa (50 mmHg) pada
eksaserbasi.
25
3.6 Klasifikasi PPOK
Tujuan dari penilaian PPOK adalah untuk menentukan tingkat keparahan
keterbatasan aliran udara, dampak penyakit pada status kesehatan pasien dan
risiko kejadian dimasa depan (seperti eksaserbasi, perawatan diruah sakit dan
kematian), serta sebagai patokan untuk memberikan terapi 4
26
27
Adapun klasifikasi PPOK eksaserbasi akut dibagi menjadi tiga, antara lain : 4
1. Tipe I (eksaserbasi berat), terdapat peningkatan gejala sesak nafas,
peningkatan produksi sputum, dan peningkatan purulensi sputum
2. Tipe II (eksaserbasi sedang) hanya memiliki 2 gejala diatas
3. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala diatas ditambah dengan
infeksi saluran nafas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain,
peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi
pernafasan > 20% nilai dasar, atau frekuensi nadi > 20% nilai dasar.
pasien PPOK banyak yang mirip dengan kondisi panyakit repiratori lainnya,
seperti pada penyakit asma, gagal jantung kongestif, bronkiektasis dan lain-lain.
28
12
membedakan penyakit tersebut. Setiap penyakit mempunyai ciri-ciri tersendiri,
tetapi ciri-ciri tersebut bukanlah penentu absolut, misalnya ada seorang pasien
PPOK yang tidak merokok, tetapi mungkin ada faktor risiko lain yang sangat
berpengaruh selain merokok (misalnya paparan asap ketika memasak dengan kayu
di dalam rumah yang ventilasinya sangat minim. Selain itu, asma misalnya, lazim
ditemui pada masa kanak-kanak, tetapi dapat juga terjadi pada orang dewasa,
29
Tuberkulosis 1. Onset semua usia
2. Gambaran thoraks : infiltrasi paru
3. Konfirmasi mikrobiologi (BTA +)
4. Lokasi prevalensi TB tinggi
Panbronkiolitis 1. Dominan pada keturunan etnis asia
difuse 2. Umumnya laki-laki, riwayat sinusitis kronis
Berikut perbedaan klinis dan hasil pemeriksaan spirometri pada PPOK, asma
3.8 Penatalaksanaan
30
Tujuan tatalaksana PPOK eksaserbasi akut adalah untuk meminimalisir
akibat eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadi eksaserbasi berikutnya.
Tabel berikut memperlihatkan indikasi dilakukan perawatan inap pada penderita
eksaserbasi PPOK 13
31
32
Tabel 2.8 Tatalaksana PPOK eksaserbasi akut berat namun tidak
mengancam nyawa
33
Tentukan beratnya gejala, periksa AGD, foto toraks
Berikan suplemen oksigen dan periksa AGD serial
Bronkodilator :
Tingkatkan dosis dan atau frekuensi short-acting broncodilator
Kombinasi short acting broncodilator dan anticolinergic
Gunakan nebulizer
Tambahkan kortokosteroid oral atau intravena
Pertimbangkan antibiotik (jika ada tanda infeksi bakteri)
Pertimbangkan non invasive ventilasi mekanik
Dari keseluruhan :
Monitor keseimbangan cairan dan nutrisi
Pertimbangkan heparin subkutan atau LMWH
Identifikasi dan terapi kondisi yang berhubungan (gagal jantung, aritmia)
Monitor ketat kondisi pasien
Short-acting Broncodilator
Short acting ß2 agonist inhalasi dengan atau tanpa short acting
antikolinergik biasanya merupakan bronkodilator pilihan untuk terapi eksaserbasi.
Methyl-xantine intravena (Teofilin, aminofilin) dipertimbangkan sebagai pilihan
kedua, hanya digunakan pada kasus tertentu jika respon terhadap short acting
bronkodilator tidak cukup. 6
Pada GOLD 2017 LABA/LAMA baik tunggal maupun kombinasi lebih
direkomendasikan untuk terapi awal pada sebagian besar grup PPOK stabil.
Penggunaan ICS dibatasi hanya untuk pasien dengan riwayat eksaserbasi
walaupun sudah diterapi adekuat dengan LABA/LAMA. Pembatasan penggunaan
ICS dilakukan dengan pertimbangan antara risiko dan keuntungannya. Pada
penelitian WISDOM menunjukaan bahwa LAMA+LABA dibandingkan dengan
LAMA+LABA+ICS sebanding dalam mengurangi risiko eksaserbasi sedang
hingga berat pada pasien PPOK berat/sangat berat dengan riwayat eksaserbasi.
Pada studi WISDOM juga menunjukan bahwa ICS dapat memberikan manfaat
tambahan hanya kepada pasien dengan karakteristik berikut : PPOK berat/sangat
berat, riwayat eksaserbasi ≥ dua kali pertahun, dan jumlah eosinofil darah ≥ 300
sel/μl 4
34
Kortikosteroid
Data dari penelitian secondary health care mengindikasikan bahwa
kortikosteroid pada PPOK eksaserbasi akut memperpendek waktu penyembuhan,
memperbaiki fungsi paru , dan hipoksia arterial, serta mengurangi risiko relaps,
kegagalan terapi dan panjangnya waktu perawatan di RS. Dosis 30-40 mg
prednisolone perhari untuk 10-14 hari direkomendasikan. Nebulisasi budesonide
bisa sebagai alternatif. 12
Antibiotik
Antibiotik harus diberikan pada pasien dengan PPOK eksaserbasi akut
yang memiliki 3 gejala kardinal : sesak napas yang makin bertambah, jumlah
sputum meningkat, dan sputum purulen. Mempunyai 2 gejala kardinal, jika
peningkatan sputum purulen merupakan salah satu dari 2 gejala atau memerlukan
ventilasi mekanik. Waktu pemberian antibiotik yang direkomendasikan adalah 5-
10 hari. 12
Pilihan antibiotik harus berdasarkan gambaran resistensi bakterial lokal.
Biasanaya terapi empirik inisial adalah aminopenisilin dengan atau tanpa asam
klavulanat, makrolid atau tetrasiklin. Rute pemberian antibiotik (oral atau
intravena) tergantung pada kemampuan pasien untuk makan dan farmakokinetik
obat. 10
35
36
Terapi non Farmakologis
Oksigen terapi
Hal ini merupakan komponen kunci dari terapi eksaserbasi di rumah sakit.
Suplemen oksigen harus dititrasi untuk memperbaiki gejala hipoksemia dengan
target saturasi 88-92%. Ketika oksigen diberikan, AGD harus diperiksakan 30-60
menit berikutnya untuk memastikan kecukupan oksigen tanpa retensi
karbondioksida atau asidosis. 12
Support ventilasi
Ventilator support pada kondisi eksaserbasi bisa berupa non invasif (nasal
atau face mask) atau invasif (oro tracheal tube atau tracheostomy). 6
Tabel 2.9 Indikasi Perawatan ICU 13
Sesak napas berat dengan respon yang tidak adekuat terhadap terapi inisial
emergensi
Perubahan status mental (confusion, letargi, koma)
Hipoksemia persisten atau memburuk (PaO2 < 40 mmHg) dan atau
perburukan atau asidosis respirasi berat (Ph < 7,25) meskipun dengan
suplemen oksigen dan ventilasi non invasif
Membutuhkan ventilasi mekanik invasive
Hemodinamik tidak stabil
37
Sekurang-kurangnya satu dari hal berikut :
Asidosis respirasi (Ph arteri < 7,35 atau PaCo2 > 45 mmHg
Sesak napas berat dengan tanda klinis kemungkinan respiratory muscle
fatique, peningkatan usaha napas atau keduanya, seperti penggunaan otot
pernapasan tambahan, pergerakan paradox dari abdomen, atau retraksi
interkostal
38
PPOK eksaserbasi bisa dicegah. Berhenti merokok, vaksinasi influenza
dan pneumokokus, pengetahuan mengenai terapi terbaru termasuk teknik inhalasi
dan terapi dengan long acting broncodilator inhalasi dengan atau tanpa
kortikosteroid inhalasi untuk mengurangi sejumlah eksaserbasi perawatan di
rumah sakit.2
3.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah : 10
39
1. Gagal napas
- Gagal napas kronik
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
2. Infeksi berulang
3. Kor pulmonal
Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk
koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik
ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit
darah. 10
Kor pulmonal :
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal
jantung kanan 10
BAB IV
40
PEMBAHASAN
41
DAFTAR PUSTAKA
NHLBI/WHO.
156-160
Universitas Andalas).
42
Disease (COPD) Patients Reporting Alpha-1 Antitrypsin Deficiency in the
Washington, D.C.
Unpad. Bandung.
12. B.R. Cell, W. Macnee , and committee members. Standars for diagnosis
43