Tinea Korporis
DI PUSKESMAS I SUMPIUH KABUPATEN BANYUMAS
Preseptor Lapangan:
dr. Dri Kusrini
Preseptor Fakultas:
dr. Paramita Septianawati
Disusun Oleh :
Zidnil Ula
1513010017
Fakultas Kedokteran
Disusun oleh :
Zidnil Ula
1513010017
KASUS
2.1.3 Epidemiologi
Tinea korporis terdapat diseluruh dunia, terutama pada
daerah tropis dan insiden meningkat pada kelembapan udara yang tinggi.
Penyakit ini masih banyak terdapat di Indonesia dan masih merupakan
salah satu penyakit rakyat. Di Jakarta, golongan penyakit ini menempati
urutan kedua setelah dermatitis. Di daerah lain, seperti Padang, Bandung,
Semarang, Surabaya dan Manado, keadaanya kurang lebih sama, yakni
menempati urutan kedua sampai keempat terbanyak dibandingkan
dengan golongan penyakit lainnya. (Harahap,2000)
Tinea korporis dapat menyerang semua umur dan lebih sering pada
orang dewasa. Kebersihan badan dan lingkungan yang kurang, sangat
besar pengaruhnya terhadap perkembangan penyakit ini.(Habif, 2004)
2.1.4 Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko yang dapat mempengaruhi kejadian tinea
korporis adalah kontak langsung dengan penderita atau binatang,
penggunaan sarana pemandian umum bersama, atau kolam renang
umum. Kondisi sosial ekonomi serta kurangnya kebersihan pribadi juga
memegang peranan penting pada infeksi jamur (insiden penyakit jamur
pada sosial ekonomi lebih rendah lebih sering terjadi daripada sosial
ekonomi yang lebih baik, hal ini terkait dengan status gizi yang
mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang terhadap penyakit).
Kebersihan pribadi (menjaga kebersihan badan) yang kurang
diperhatikan turut mendukung tumbuhnya jamur.(Hainer,2003)
2.1.5 Pafisiologi
Transmisi dermatofit kemanusia dapat melalui tiga sumber masing-
masing memberikan gambaran tipikal. Karena dermatofit tidak memiliki
virulensi secara khusus dan khas hanya menginvasi bagian luar stratum
korneum dari kulit. Pemakaian bahan yang tidak berpori akan
meningkatkan temperatur dan keringat sehingga mengganggu fungsi
barrier startum korneum. Infeksi dapat ditularkan melalui kontak
langsung dengan individu atau hewan yang terinfeksi, benda-benda
seperti pakaian, alat-alat dan lain-lain. Infeksi dimulai dengan terjadinya
kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya dalam jaringan keratin yang mati.
Hifa ini memproduksi enzim keratolitik yang mengadakan difusi
kedalam jaringan epidermis dan merusak keratiosit.(Djuanda,2013)
Infeksi dermatofita melibatkan tiga langkah utama :
1. Perlekatan ke keratinosit
Jamur superfisial harus menghadapi beberapa kendala saat
menginvasi jaringan keratin. Jamur harus tahan terhadap efek sinar
ultraviolet, variasi suhu dan kelembaban, persaingan dengan flora
normal, asam lemak fungistatik dan sphingosines yang diproduksi
oleh keratinosit. Dan asam lemak yang diproduksi oleh kelenjar
sebasea bersifat fungistatik.
2.1.7 Diagnosis
Diagnosis Tinea Korporis di tegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
Pasien mengeluh rasa gatal-gatal, karena rasa gatal semakin
memberat pasien menggaruk lesi sehingga lesi menjadi lebih luas.
Rasa gatal akan semakin meningkat jika banyak berkeringat.
Riwayat pasien sebelumnya adalah pernah memiliki keluhan yang
sama. Pasien berada pada tempat yang beriklim agak lembab dan
panas serta memakai pakaian yang tidak menyerap keringat.
2. Pemeriksaan Efloresensi
Gambaran klinis dari tinea korporis merupakan lesi anular,
bulat atau lonjong berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama,
kadang-kadang dengan vesikel dan papul di tepi. Daerah tengahnya
biasanya lebih tenang (tanda peradangan lebih jelas pada daerah
tepi) yang sering disebut central healing. Tapi kadang juga dijumpai
erosis dan kusta akibat garukan. Lesi-lesi umumnya merupakan
bercak-bercak terpisah satu dengan yang lain. Kelainan kulit dapat
juga terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir polisiklik, karena
beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Bila tinea korporis ini
menahun tanda-tanda aktif jadi menghilang selanjutnya hanya
meninggalkna daerah-daerah yang hiperpigmentasi dan skuamasi
saja. Kelainan-kelainan ini dapat terjadi bersama-sama dengan tinea
kruris.(Djuanda,2013)
2.1.9 Penatalaksanaan
Penyakit tinea korporis sering kambuh bahkan sampai menahun
sehingga untuk menghindari faktor resiko seperti hindari sumber
penularan yaitu binatang atau kontak dengan penderita lain, menjaga
keberisihan badan dan lingkungan.
Obat-obat anti-jamur dapat diberikan secara topikal (dioles), ada
pula yang tersedia dalam bentuk oral (obat minum). Jenis obat luar
(salep) seringkali digunakan jika lesi kulit tidak terlalu luas. Salep harus
dioleskan pada kulit yang telah bersih, setelah mandi atau sebelum tidur
selama dua minggu, meskipun lesinya telah hilang. Tanda dan gejala
(seperti kemerahan, gatal, dan rasa panas) dapat diobati dengan
kombinasi steroid/krim anti jamur. Steroid tidak selalu diberikan, hanya
diberikan jika terdapat gejala inflamasi. (Goedadi, 2004)
Contoh obat yang dapat diberikan:
Obat topikal :
Golongan Nama Obat Dosis
Klotrimazol krim 1% 2 kali sehari
Obat Oral :
(Habif,2004)
2.1.10 Pencegahan
Faktor-faktor yang perlu dihindari untuk mencegah terjadi tinea
korporis antara lain:
a. Mengurangi kelembapan tubuh penderita dengan menghindari
pakaian yang panas
b. Menghindari sumber penularan yaitu binatang atau kontak dengan
penderita lain
c. Meningkatkan kebersihan pribadi maupun lingkungan
d. Menjaga kekebalan tubuh dengan asupan gizi yang cukup.
(Goedadi, 2004)
2.1.11 Prognosis
2.2 Pembahasan
3.1 Kesimpulan
Tinea korporis merupakan infeksi jamur yag umumnya sering
dijumpai didaerah tropis terutama di Indonesia. Penyebab tersering
tinea korporis adalah Tricophyton rubrum dan Tricophyton
mentagrophytesFaktor resiko dari tinea korporis yaitu kontak langsung
dengan penderita atau binatang, kebersihan diri maupun lingkungan
yang kurang.G ambaran klinis bermula sebagai bercak>patch
eritematosa yang gatal dan lamakelamaan semakin meluas dengan tepi
lesi yang aktif. Penegakkan diagnosis tinea korporis didapatkan dari
anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yaitu
pemeriksaan KOH 10-20%. Untuk tinea korporis yang bersifat lokal,
prognosisnya akan baik dengan tingakat kesembuhan 70-100% setelah
pengobatan dengan antijamur.
3.2 Saran
Diharapkan siswa mampu memahami tentang bagaimana asuhan
keperawatan pada pasien dengan Tinea Korporis sehingga dapat
meningkatkan kesehatan yang ada di masyarakat. Bagi masyarakat agar
selalu menjaga kebersihan diri sendiri agar mencegah terjadinya
penyakit kulit.
DAFTAR PUSTAKA
Carolina. Charleston.www.aafp.org.afp
Goedadi MH, Suwito PS. 2004. Tinea korporis dan tinea kruris. In :
Budimulja U, Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P,
Widaty S, editors. Dermatomikosis superfisialis. Jakarta: Balai
Penerbitan FKUI