Anda di halaman 1dari 33

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
SKABIES

Laporan Kasus ini diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian


Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang

Disusun oleh :
Susi Yanuari 114170071

Telah disetujui
Semarang, Januari 2020

Pembimbing,

dr. Irma Yasmin, Sp.KK

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikankan laporan kasus yang berjudul
“Skabies”. Penulisan laporan kasus ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah
satu tugas Pendidikan Profesi Dokter di Rumah Sakit Umum Daerah Tegurejo
Semarang. Kami menyadari sangatlah sulit bagi kami untuk menyelesaikan tugas
ini tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sejak penyusunan sampai
dengan terselesaikannya laporan kasus ini. Bersama ini kami menyampaikan
terimakasih yang sebesar-besarnya serta penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada:
1. dr. Catur Setiya Sulistiyana, M.Med.Ed selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon yang telah
memberikan sarana dan prasarana kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini dengan baik dan lancar.
2. dr. Sri Windayati Hapsoro., Sp.KK, dr. Agnes Sri Widajati., Sp.KK, dr.
Irma Yasmin., Sp.KK selaku pembimbing yang telah menyediakan
waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing kami dalam penyusunan
laporan kasus ini.
3. Orang tua beserta keluarga kami yang senantiasa memberikan do’a,
dukungan moral maupun material.
4. Serta pihak lain yang tidak mungkin kami sebutkan satu-persatu atas
bantuannya secara langsung maupun tidak langsung sehingga laporan
kasus ini dapat terselesaikan dengan baik.
Akhir kata, kami berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan kasus ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Semarang, Januari 2020
Penulis

iii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Tujuan .............................................................................................................. 2
1.3 Manfaat ............................................................................................................ 2
BAB II LAPORAN KASUS ................................................................................... 3
2.1 Identitas Pasien................................................................................................. 3
2.2 Anamnesis ........................................................................................................ 3
2.4 Pemeriksaan Penunjang ................................................................................... 9
2.5 Resume ............................................................................................................. 9
2.6 Diagnosis Banding ......................................................................................... 10
2.7 Usulan Pemeriksaan Penunjang ..................................................................... 10
2.8 Diagnosa Kerja ............................................................................................... 10
2.9 Penatalaksanaan ............................................................................................. 10
2.10 Prognosis ...................................................................................................... 11
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 12
3.1 Definisi Skabies ............................................................................................. 12
3.2 Epidemiologi Skabies..................................................................................... 12
3.3 Etiologi Skabies ............................................................................................. 12
3.4 Patogenesis Skabies ....................................................................................... 13
3.5 Diagnosis Skabies .......................................................................................... 15
3.6 Diagnosa Banding Skabies ............................................................................. 21
3.7 Penatalaksanaan Skabies ................................................................................ 22
3.8 Prognosis Skabies........................................................................................... 26
BAB IV KESIMPULAN ...................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 28

iv
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan


sensitisasi Sarcoptes scabiei var. hominis. Sarcoptes scabiei termasuk filum
Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima, super famili Sarcoptes.
Penyakit skabies disebut juga gudik,budukan,gatal agogo. Di beberapa negara
sinonim penyakit ini adalah the itch (Inggris), mite infestation, kartze
(Jerman), gale (Prancis).(2),(4)

Scabies memberikan masalah kesehatan secara global, karena 300 juta


kasus terjadi setiap tahunnya di dunia. World Health Organization (WHO)
menyatakan scabies merupakan salah satu dari enam penyakit parasit
epidermal kulit yang terbesar angka kejadiannya di dunia. Insiden di Amerika
hampir mencapai 1 juta kasus per tahun. Rata-rata prevalensi kejadian scabies
di Inggris adalah 2,27 per 1000 orang (laki-laki) dan 2,81 per 1000 orang
(perempuan), dimana 1 dari 1000 orang datang ke pusat-pusat kesehatan
dengan keluhan gatal yang menetap.(17)

Prevalensi scabies di Indonesia menurut Departemen Kesehatan


Republik Indonesia pada tahun 2000 sebesar 4,60-12,95% dan penyakit
scabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Pada tahun
1997, pernah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) scabies di Desa Sudimoro,
Kecamatan Turen, Kabupaten Malang, dimana sebanyak 915 dari 1008
(90,8%) orang terserang scabies. Perbandingan penderita laki-laki dan
perempuan adalah 83,7% : 18,3%. Perkembangan penyakit ini juga
dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi yang rendah, tingkat higienitas
yang buruk, kurangnya pengetahuan, dan kesalahan dalam diagnosis serta
penatalaksanaan.(18)

1
2

1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui gambaran mengenai skabies dan penatalaksananya
kepada penulis dan pembaca.
1.2.2 Untuk memenuhi salah satu tugas penulisan laporan kasus di SMF Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin.

1.3 Manfaat
1.3.1 Untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai gambaran skabies.

2
3

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. N
Usia : 29 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status pernikahan : Sudah menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Karyawan
Alamat : Kaliwungu
Tanggal pemeriksaan : 16 Januari 2020

2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 16 Januari
2020 pukul 10.00 WIB di ruang Poli Kulit RSUD Tugurejo Semarang.
1) Keluhan Utama
Gatal-gatal pada sela-sela jari kanan, pergelangan tangan
2) Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke Poli Kulit RSUD Tugurejo dengan keluhan Gatal-gatal
pada sela-sela jari kanan, pergelangan tangan. Keluhan ini dirasakan
sejak 1 minggu yang lalu. Pasien merasakan gatal semakin hari semakin
memberat, terutama dirasakan pada malam hari sehingga pasien
tergganggu ketika tidur. Awalnya pasien mengeluhkan bintik-bintik
merah di sekitar jari tengah tangan kemudian meluas ke pergelangan
tangan.

3
4

Pasien tidak mengeluhkan adanya demam.

3) Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan yang sama disangkal. Tidak ada riwayat asma
maupun alergi terhadap makanan, obat-obatan, dan debu.

4) Riwayat Penyakit Keluarga


Pada anggota keluarga didapati keluhan yang sama seperti pasien
yaitu anak. Anak pasien tidur satu kamar dengan pasien dan sprey kamar
jarang di ganti Sepengetahuan pasien, di keluarganya tidak ada riwayat
asma, diabetes mellitus, hipertensi, ataupun alergi.

5) Riwayat Sosial
Sehari-hari pasien bekerja sebagai wiraswasta

6) Riwayat Pengobatan
Keluhan pasien belum pernah diobati.

2.3 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 16 Januari 2020 pukul 10.00
WIB di ruang Poli Kulit RSUD Tugurejo Semarang.
a. Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis (GCS 15: E4V5M6)
Tanda vital
Tekanan Darah : 120/90
Nadi : 102 x /menit, irama reguler, isi cukup
Pernapasan : 20 x / menit
Suhu : 36.5C

4
5

b. Status Antropometri
Berat badan : 61 kg
Tinggi badan : 157 cm
c. Status Internis
Kepala Normocephal, tidak ada tanda trauma atau benjolan. Warna
rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut dan tidak
ada kelainan kulit kepala.
Mata Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks cahaya +/+,
diameter pupil 3 mm/ 3 mm.
Telinga Bentuk normal, sekret-/-, tidak ada kelainan kulit.
Hidung Deviasi septum -/-, sekret -/-, epistaksis -/-.
Mulut Bibir tampak normal, sianosis -, dan mukosa mulut basah.
Leher Tidak tampak adanya luka maupun benjolan, pembesaran
kelenjar getah bening-/- pembesaran kelenjar tiroid-.
Toraks Inspeksi: Dada terlihat simetris kanan dan kiri, pergerakan
dinding dada terlihat simetris kanan dan kiri, tidak
ada yang tertinggal, tidak terdapat retraksi atau
penggunaan otot pernapasan tambahan. Pulsasi
ichtus kordis tidak terlihat. Terdapat kelainan kulit
(lihat status dermatologis)
Palpasi: Tidak terdapat nyeri tekan, ekspansi pernapasan
simetri kanan dan kiri, fremitus taktil sama kuat kanan
dan kiri. Ichtus kordis teraba.
Perkusi: Sonor pada seluruh lapang paru, batas paru-hepar di
ICS VI, batas kanan jantung di ICS IV linea
parasternalis dextra, apeks jantung di ICS VI linea
aksilaris anterior sinistra, dan pinggang jantung di
ICS IV parasternalis sinistra.
Auskultasi: Paru : Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-.
Jantung : Bunyi jantung I-II reguler, Murmur (-).

5
6

Gallop (-).
Abdomen Inspeksi: Supel, turgor baik, dinding abdomen simetris, tidak
terlihat penonjolan massa dan terdapat kelainan kulit
(lihat status dermatologis)
Auskultasi : Bising Usus normal 12x/menit
Perkusi : Timpani seluruh lapang perut, asites (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar dan lien tidak teraba.
Ekstremitas Akral hangat +/+, edema -/-.

d. Status Venerologi
Tidak dilakukan
e. Status Dermatologis:
1. Inspeksi
Lokasi : Regio dorsum manus
UKK : Tampak papul dengan dasar eritem,bentuk bulat,
ukuran miliar
Palpasi : Papul teraba lunak dengan permukaan yang licin

Gambar 1. Regio dorsum


manus

6
7

2. Inspeksi
Lokasi : Regio Interdigiti manus
UKK :Papul dengan dasar eritem dan papul, ukuran miliar,
dan ekskoriasi
Palpasi : Papul teraba lunak dengan permukaan yang kasar

Gambar 2. Regio interdigiti manus

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Tidak dilakukan.

2.5 Resume
Pasien datang ke Poli Kulit RSUD Tugurejo dengan keluhan Gatal-
gatal pada sela-sela jari kanan, pergelangan tangan. Keluhan ini dirasakan
sejak 1 minggu yang lalu. Pasien merasakan gatal semakin hari semakin
memberat, terutama dirasakan pada malam hari sehingga pasien tergganggu
ketika tidur. Awalnya pasien mengeluhkan bintik-bintik merah di sekitar jari
tengah tangan kemudian meluas ke pergelangan tangan.

7
8

Pasien mengaku belum pernah mengalami keluhan yang sama seperti ini
sebelumnya. Pada anggota keluarga didapati keluhan yang sama seperti
pasien yaitu anak pasien. Keluhan pasien belum pernah diobati.
Pemeriksaan fisik status generalis dalam batas normal, pada status
dermatologis didapatkan :
1) Regio dorsum manus: Tampak papul dengan dasar eritem, multiple,
ukuran miliar. Papul teraba lunak dengan permukaan yang licin
2) Regio interdigiti manus ; Papul dengan dasar eritem, ukuran miliar dan
ekskoriasi. Papul teraba lunak dengan permukaan yang kasar.
.

8
9

2.6 Diagnosis Banding


1. Skabies
2. Prurigo
3. Pedikulosis Corporis

2.7 Usulan Pemeriksaan Penunjang


1) Kerokan kulit
2) Mengambil tungau dengan jarum
3) Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)
4) Tes tinta Burowi (Burrow ink test)
5) Uji tetrasiklin
6) Dermoskopi
2.8 Diagnosa Kerja
Skabies
2.9 Penatalaksanaan
Medikamentosa
a. Sistemik
1. Cetirizine 1x10mg/hari selama 7 hari untuk kulit gatal.
b. Topikal
1. Permetrin krim 5% tube 1x30 gram dosis tunggal (di oleskan ke
seluruh tubuh kecuali wajah pada malam hari sebelum tidur di bilas
setelah 8-12 jam), apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan
pemberian kedua setelah 1 minggu.
Non medikamentosa
a) Jaga kebersihan
b) Anggota keluarga yang serumah mengalami keluhan yang sama perlu
diobati juga
c) Merendam pakaian, handuk, seprei, selimut yang dipakai 5 hari
terakhir dalam air panas (suhu > 55ºC) selama 30 menit, kemudian
dicuci dengan deterjen dan dibilas

9
10

d) Menjemur kasur, bantal dan guling


e) Tidak menggunakan pakaian atau handuk secara bergantian.
2.10 Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam

10
11

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Skabies


Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap tungau Sarcoptes scabiei var. hominis beserta produknya.
Sinonim atau nama lain skabies adalah kudis, the itch, gudig, budukan, dan
gatal agogo. Skabies dapat menyebar dengan cepat pada kondisi ramai
dimana sering terjadi kontak tubuh.(1)
3.2 Epidemiologi Skabies
Skabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang bervariasi.
Daerah endemik skabies adalah di daerah tropis dan subtropis seperti Afrika,
Mesir, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Amerika Utara, Australia,
Kepulauan Karibia, India, dan Asia Tenggara. Diperkirakan bahwa terdapat
lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia terjangkit tungau skabies.
Prevalensi scabies di Indonesia menurut Departemen Kesehatan Republik
Indonesia pada tahun 2000 sebesar 4,60-12,95% dan penyakit scabies
menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering.(17)
Studi epidemiologi memperlihatkan bahwa prevalensi skabies cenderung
tinggi pada anak-anak serta remaja dan tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin,
ras, umur, ataupun kondisi sosial ekonomi. Faktor primer yang berkontribusi
adalah kemiskinan dan kondisi hidup di daerah yang padat, sehingga penyakit
ini lebih sering di daerah perkotaan. Terdapat bukti menunjukkan insiden
kejadian berpengaruh terhadap musim di mana kasus skabies lebih banyak
didiagnosis pada musim dingin dibanding musim panas. Insiden skabies
semakin meningkat sejak dua dekade ini dan telah memberikan pengaruh
besarterhadap wabah di rumah-rumah sakit, penjara, panti asuhan,dan panti
jompo. (18)
3.3 Etiologi Skabies
Etiologi penyakit skabies sudah dikenal lebih dari 100 tahun yang lalu
sebagai akibat infestasi tungau yang dinamakan Sarcoptes scabiei var,

11
12

hominis. Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo


Ackarima, super famili Sarcoptes.(1)
Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya
cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih
kotor, dan tidak bermata. Ukurannya, yang betina berkisar antara 330-450
mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240
mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2
pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua
pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan
kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat
pelekat. Alat reproduksi tungau betina berbentuk celah di bagian ventral
sedangkan pada tungau jantan berbentuk huruf Y yang terletak di antara
keempat kaki(2),(3)

Gambar 5. Tungau skabies jantan dan betina


3.4 Patogenesis Skabies
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan)
yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat
hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau
betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum,
dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakan telurnya 2 atau
4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang

12
13

dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetes, biasanya dalam
waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini
dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari
larva akan menjadi nifma yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan bertina,
dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk
dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari.(4)

Gambar 6. Siklus hidup tungau skabies

Skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tidak


langsung. Penularan melalui kontak langsung (skin-to-skin) menjelaskan
mengapa penyakit ini sering menular ke seluruh anggota keluarga. Penularan
secara tidak langsung dapat melalui penggunaan bersama pakaian, handuk,
maupun tempat tidur. Bahkan dapat pula ditularkan melalui hubungan seksual

13
14

antar penderita dengan orang sakit, namun skabies bukan manifestasi utama
dari penyakit menular seksual.(6)
Reaksi alergi yang sensitif terhadap tungau dan produknya
memperlihatkan peran yang penting dalam perkembangan lesi dan terhadap
timbulnya gatal. Masuknya S. scabiei ke dalam epidermis tidak segera
memberikan gejala pruritus. Rasa gatal timbul 1 bulan setelah infestasi primer
serta adanya infestasi kedua sebagai manifestasi respons imun terhadap
tungau maupun sekret yang dihasilkan terowongan di bawah kulit. Sarcoptes
scabiei var hominis melepaskan substansi sebagai respon hubungan antara
tungau dengan keratinosit dan sel-sel Langerhans ketika melakukan penetrasi
ke dalam kulit.(3), (5)
Pada reaksi tipe I, pertemuan antigen tungau dengan Imunoglobulin E
pada sel mast yang berlangsung di epidermis menyebabkan degranulasi sel-
sel mast. Sehingga terjadi peningkatan antibodi IgE. Keterlibatan reaksi
hipersensitivitas tipe IV akan memperlihatkan gejala sekitar 10-30 hari
setelah sensitisasi tungau dan akan memproduksi papul-papul dan nodul
inflamasi yang dapat terlihat dari perubahan histologik dan jumlah sel
limfosit T banyak pada infiltrat kutaneus. Kelainan kulit yang menyerupai
dermatitis tersebut sering terjadi lebih luas dibandingkan lokasi tungau
dengan efloresensi dapat berupa papul, nodul, vesikel, urtika, dan lainnya. Di
samping lesi yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei secara langsung, dapat
pula terjadi lesi-lesi akibat garukan penderita sendiri. Akibat garukan yang
dilakukan oleh pasien dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta hingga terjadinya
infeksi sekunder. (7), (9)

3.5 Diagnosis Skabies


1. Gambaran Klinis
Dikenal ada 4 tanda utama atau cardinal sign pada infestasi skabies, yaitu:
(diagnosis skabies jika 2 dari 4 cardinal sign positif)
a. Pruritus Nocturnal

14
15

Infeksi yang berulang menyebabkan ruam dan gatal yang timbul hanya
dalam beberapa hari. Gatal terasa lebih hebat pada malam hari. Hal ini
disebabkan karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang
lebih lembab dan panas. Sensasi gatal yang hebat seringkali
mengganggu tidur dan penderita menjadi gelisah.(5)
b. Menyerang secara berkelompok
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam
sebuah keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu
pula dalam sebuah pemukiman yang padat penduduknya, skabies dapat
menular hampir ke seluruh penduduk. Didalam kelompok mungkin
akan ditemukan individu yang hiposensitisasi, walaupun terinfestasi
oleh parasit sehingga tidak menimbulkan keluhan klinis akan tetapi
menjadi pembawa/carier bagi individu lain.(13)
c. Terdapat terowongan pada tempat predileksi
Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok,
rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul dan
vesikel. Akan tetapi, terowongan tersebut sukar ditemukan di awal
infeksi karena aktivitas menggaruk pasien yang hebat. Jika timbul
infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi,
krusta dan lain-lain). (4),(10),(13)

Gambar 4. Terowongan pada penderita skabies

15
16

Gambar 7. Pustul pada tangan

Gambar 8. Tampak kelainan yang ditimbulkan oleh skabies pada


daerah axilla (sekitar ketiak), glutea (sekitar bokokng), dan pada
genitalia (penis dan scrotum).
Umumnya predileksi infestasi tungau adalah lapisan kulit yang
tipis, seperti di sela-sela jari tangan dan kaki, pergelangan tangan, siku
bagian luar, lipatan ketiak bagian depan, dada, periareolar (khusus pada
wanita), punggung, pinggang, pusar, bokong, selangkangan, sekitar alat
kelamin, dan penis (khusus pada pria). Pada bayi dan anak-anak dapat
juga ditemukan ruam pada kulit kepala, wajah, leher telapak tangan,
dan kaki.

16
17

Gambar 9. Predileksi (area) infestasi tungau Sarcoptes scabiei pada tubuh


manusia (area pada gambar yang berwarna merah muda)
d. Menemukan tungau
Apabila kita dapat menemukan terowongan yang masih utuh
kemungkinan besar kita dapat menemukan tungau dewasa, larva, nimfa
maupun skibala dan ini merupakan hal yang paling diagnostik. Akan
tetapi, kriteria yang keempat ini agak susah ditemukan karena hampir
sebagian besar penderita pada umumnya datang dengan lesi yang sangat
variatif dan tidak spesifik. Diagnosa positif hanya didapatkan bila
menemukan tungau dengan menggunakan mikroskop, biasanya posisi
tungau determined dalam liang, dapat menggunakan pisau untuk teknik
irisan ataupun denggan menggunakan jarum steril, tungau ini mayoritas
dapat ditemukan pada tangan, pergelangan tangan dan lebih kurang
pada daerah genitalia, siku, bokong dan aksila. Pada anak – anak tungau
banyak ditemukan dibawah kuku karena kebiasaan menggaruk,
pengambilan tungau ini dengan menggunakan kuret.(4)

17
18

Gambar 10. Telur, nimfa, dan skibala Sarcoptes scabiei

2. Pemeriksaan penunjang
a. Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral
atau KOH 10% lalu dilakukan kerokan dengan meggunakan skalpel
steril yang bertujuan untuk mengangkat atap papula atau kanalikuli.
Bahan pemeriksaan diletakkan di gelas objek dan ditutup dengan kaca
penutup lalu diperiksa dibawah mikroskop.(14)
b. Mengambil tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing
ditusukkan kedalam terowongan yang utuh dan digerakkan secara
tangensial ke ujung lainnya kemudian dikeluarkan yang dapat
meningkatkan diagnosis dari 5% menjadi 95%. Bila positif, tungau
terlihat pada ujung jarum sebagai parasit yang sangat kecil dan
transparan. Cara ini mudah dilakukan tetapi memerlukan keahlian
tinggi.(15)
c. Tes tinta pada terowongan (Burrow ink test)
Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30 menit.
Setelah tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut
akan kelihatan lebih gelap dibandingkan kulit di sekitarnya karena

18
19

akumulasi tinta didalam terowongan. Tes dinyatakan positif bila


terbetuk gambaran kanalikuli yang khas berupa garis menyerupai
bentuk S.(16)
d. Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)
Dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan telunjuk
kemudian dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superfisial
menggunakan pisau dan berhati-hati dalam melakukannya agar tidak
berdarah. Kerokan tersebut diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi
dengan minyak mineral yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop.
Biopsi irisan dengan pewarnaan Hematoksilin and Eosin. (15)

Gambar 11. Sarcoptes scabiei dalam epidermis (panah) dalam


pewarnaan HE

e. Uji Tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam
kanalikuli. Setelah dibersihkan, dengan menggunakan sinar ultraviolet
dari lampu Wood, tetrasiklin tersebut akan memberikan efluoresensi
kuning keemasan pada kanalikuli.(14)
f. Dermoskopi
Dermoskopi awalnya dipakai oleh dermatolog sebagai alat yang
berguna untuk membedakan lesi-lesi berpigmen dan melanoma.
Dermoskopi juga dapat menjadi alat yang berguna dalam mendiagnosis
scabies secara in vivo. Alat ini dapat mengidentifikasi struktur bentuk

19
20

triangular atau bentuk-V yang diidentifikasi sebagai bagian depan tubuh


tungau, termasuk kepala dan kaki. Banyak laporan kasus yang
didapatkan mengenai pengalaman dalam mendiagnosis scabies dengan
menggunakan Dermoskopi. Dermoskopi sangat berguna, terutama
dalam kasus-kasus tertentu, termasuk kasus scabies pada pasien dengan
terapi steroid lama, pasien imunokompromais dan scabies nodular. (15)

Pada pemeriksaan dermoskopi tungau skabies tampak berbentuk


segitiga yang diikuti garis terowongan di epidermis seperti gambaran
pesawat jet, layang- layang atau spermatozoid. Area akral atau sela-sela
jari tangan dan pergelangan tangan merupakan tempat yang paling baik
untuk dilakukan pemeriksaan dermoskopi.

3.6 Diagnosa Banding Skabies


Diagnosa banding skabies dengan berbagai penyakit lain yang
memberikan gambaran klinis yang hampir sama, yaitu prurigo, gigitan
serangga dan pedikulosis korporis. Gambaran klinik prurigo ialah adanya
papul-papul miliar berbentuk kubah terutama terdapat di ekstremitas bagian
ekstensor dan terasa sangat gatal yang dirasakan bisa sepanjang waktu tidak
hanya pada malam hari, prurigo merupakan erupsi papular kronik dan
rekurens. Sedangkan pada skabies papul yang timbul berlangsung akut dan
gatal yang dirasakan meningkat pada malam hari karena aktivitas tungau
yang meningkat dan predileksi yang terjadi pada kulit yang tipis.(5),(8)
Gambaran klinik gigitan serangga berupa urtikaria papul eritematous 1-4
mm berkelompok dan tersebar di seluruh tubuh, sedangkan tungau skabies
lebih suka memilih area tertentu yaitu menghindari area yang memiliki
banyak folikel pilosebaseus. Pada umumnya popular urtikaria terjadi akibat
gigitan dan sengatan serangga tetapi area lesinya hanya terbatas pada daerah
gigitan dan sengatan serangga saja sedangkan skabies ditemukan lesi berupa
terowongan yang tipis dan kecil seperti benang berwarna putih abu-abu, pada
ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel. Gigitan serangga biasanya
hanya mengenai satu anggota keluarga saja, sedangkan skabies menyerang
manusia secara kelompok, sehingga dalam sebuah keluarga biasanya
mengenai seluruh anggota keluarga.(6), (16)

20
21

Gambaran klinik pedikulosis korporis umumnya hanya ditemaukan


kelainan berupa bekas-bekas garukan pada badan, karena gatal baru
berkurang dengan garukan yang lebih intensif. Penyakit ini biasanya

21
22

menyerang orang dewasa terutama pada orang yang jarang mandi atau jarang
mengganti dan mencuci pakaian. Lebih sering ditemukan pada daerah
beriklim dingin karena orang memakai baju yang tebal serta jarang dicuci.
Diagnosis pedikulosis dapat disingkirkan melihat gambaran klinik serta faktor
predisposisi yang tidak sesuai dengan keluhan penderita.(7)

3.7 Penatalaksanaan Skabies


3.7.1 Penatalaksanaan Secara Umum
Edukasi pada pasien skabies (11)
1. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan
2. Pengobatan meliputi seluruh bagian dari kulit tanpa terkecuali baik
yang terkena olek skabies ataupun bagian kulit yang tidak terkena
3. Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya
dilakukan pada malam hari sebelum tidur
4. Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan
5. Gantai pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan
teratur dan bila perlu direndam dengan air panas
6. Jangan ulangi penggunaan skabisid yang berlebihan dalam seminggu
walaupun rasa gatal yang mungkin masih timbul selama beberapa
hari
7. Setiap orang yang tinggal didalam satu rumah sebaiknya
mendapatkan penanganan di waktu yang sama
8. Melapor ke dokter anda setelah satu minggu
3.7.2 Penatalaksanaan Secara Khusus
Obat topikal dan sistemik
1. Permetrin
Permetrin merupakan sintesa dari pyrethtoid sifat skabisidnya
sangat baik. obat ini merupakan pilihan pertama dalam pengobatan
scabies karena efek toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan
kecenderungan keracunan akibat salah dalam penggunaannya sangat
kecil. Hal ini disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorbsi dan

22
23

cepat dimetabolisme di kulit dan deksresikan di urin. Tersedia


dalam bentuk krim 5 % dosis tunggal digunakan selama 8-12 jam,
digunakan malam hari sekali dalam 1 minggu selama 2 minggu,
apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian kedua
setelah 1 minggu. Permethrin tidak dapat diberikan pada bayi yang
kurang dari 2 bulan wanita hamil, dan ibu menyusui. Efek samping
jarang ditemukan berupa rasa terbakar, perih, dan gatal. Beberapa
studi menunjukkan tingkat keberhasilan permetrin lebih tinggi dari
lindane dan crotamiton. Kelemahannya merupakan obat topikal yang
mahal.(12)
2. Presipitat Sulfur 2-10%
Presipitat sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama
digunakan, sejak 25 M. Preparat sulfur yang tersedia dalam
bentuk salep (2% -10%) dan umumnya salep konsentrasi 6% lebih
disukai.Cara aplikasi salep sangat sederhana, yakni mengoleskan salep
setelah mandi ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam tiga hari berturut-
turut. Keuntungan penggunaan obat ini adalah harganya yang murah
danmungkin merupakan satu-satunya pilihan di negara yang
membutuhkan terapi massal. Bila kontak dengan jaringan hidup,
preparat ini akan membentuk hidrogen sulfida dan pentathionic
acid (CH2S5O6) yang bersifat germisid dan fungisid. Secara umum
sulfur bersifat aman biladigunakan oleh anak-anak, wanita hamil dan
menyusui serta efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi. Kerugian
pemakaian obat iniadalah bau tidak enak, mewarnai pakaian dan
kadang-kadang menimbulkan iritasi.(11)
3. Benzyl Benzoate
Benzyl benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang
merupakan bahan sintesis balsam peru. Benzyl benzoate bersifat
neurotoksik pada tungau skabies. Digunakan sebagai 25% emulsi
dengan periode kontak 24 jam dan pada usia dewasa muda atau anak-
anak, dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzyl benzoate sangat

23
24

efektif bila digunakan dengan baik dan teratur dan secara


kosmetik bisa diterima. Efek samping dari benzyl benzoate dapat
menyebabkan dermatitis iritan pada wajah dan skrotum, karena itu
penderita harus diingatkan untuk tidak menggunakan secara
berlebihan. Penggunaan berulang dapat menyebabkan dermatitis
alergi. Terapi ini di kontraindikasikan pada wanita hamil dan
menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun. Tapi benzyl
benzoate lebih efektif dalam pengelolaan resistant crusted scabies. Di
negara-negara berkembang dimana sumber daya yang terbatas, benzyl
benzoate digunakan dalam pengelolaan skabies sebagai alternatif yang
lebih murah.(19)
4. Lindane (Gamma benzene heksaklorida)
Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena adalah
sebuah insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat
tungau.Lindane diserap masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus,
dan selaput lendir kemudian keseluruh bagian tubuh tungau dengan
konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan kulit yang
menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau, lindane
dimetabolisme dan di ekskresikan melalui urin dan feses.(12)
Lindane tersedia dalam bentuk krim, losion, gel, tidak berbau
dantidak berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan
keseluruh tubuh dari leher ke bawah selama 12-24 jam dalam bentuk
1%krim atau losion. Setelah pemakaian dicuci bersih dan dapat
diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Hal ini untuk memusnahkan
larva-larva yang menetas dan tidak musnah oleh pengobatan
sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan lindane
selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak
mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta tidak menggunakan
konsentrasi lainselain 1%.(19)
Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas sistem
saraf pusat, kejang, dan bahkan kematian pada anak atau bayi

24
25

walaupun jarang terjadi. Tanda-tanda klinis toksisitas SSP setelah


keracunan lindane yaitu sakit kepala, mual, pusing, muntah,
gelisah,tremor, disorientasi, kelemahan, berkedut dari kelopak mata,
kejang, kegagalan pernapasan, koma, dan kematian. Beberapa bukti
menunjukkan lindane dapat mempengaruhi perjalanan fisiologis
kelainan darah seperti anemia aplastik, trombositopenia,
dan pansitopenia.(11)
5. Crotamiton krim (Crotonyl-N-Ethyl-O-Toluidine)
Crotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim
10%atau losion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan
70%.Hasil terbaik telah diperoleh bila diaplikasikan dua kali sehari
selama lima hari berturut-turut setelah mandi dan mengganti pakaian
darileher ke bawah selama 2 malam, kemudian dicuci setelah aplikasi
kedua. Efek samping yang ditimbulkan berupa iritasi bila
digunakan jangka panjang. Beberapa ahli beranggapan bahwa krim ini
tidak direkomendasikan terhadap skabies karena kurangnya efikasi
dan data penunjang tentang tingkat keracunan terhadap obat tersebut.
Crotamiton 10% dalam krimatau losion, tidak mempunyai efek
sistemik dan aman digunakan padawanita hamil, bayi dan anak
kecil.(19)
6. Ivermectin
Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh
Streptomyces avermitilis anti parasit yang strukturnya mirip
antibiotik makrolid, namun tidak mempunyai aktifitas sebagai
antibiotik,diketahui aktif melawan ekto dan endo parasit Konsentrasi
puncak ivermektin dalam plasma dicapai dalam 4 jam pemberian oral.
Konsentrasi jaringan tertinggi terjadi pada hati dan jaringan lemak.
Ivermektin tidak menembus sawar darah otak. Waktu paruh
ivermektin setelah pemberian oral adalah 28 ± 10 jam. Dalam hal ini,
target obat di S. scabiei belum teridentifikasi.(12)

25
26

Ivermektin digunakan secara oral untuk mengobati penyakit


skabies, tunggal atau dikombinasikan dengan agen topikal. Sebagian
besar penelitian menunjukkan bahwa satu atau dua dosis ivermektin
(200 mg/kg, 3-9 hari) menghasilkan tingkat penyembuhan setara
dengan pengobatan obat topikal konvensional (benzil benzoat,
lindane, permetrin) untuk skabies klasik. Efikasi dari ivermektin (satu
sampai dua dosis) untuk pengobatan skabies klasik sejak 1996
berkisar antara 76% sampai 100%.(19)
7. Antihistamin diberikan jika pasien mengeluhkan gatal-gatal.(19)
8. Antibiotik diberikan jika terdapat infeksi sekunder.(19)

3.8 Prognosis Skabies


Infestasi skabies dapat disembuhkan. Dengan memperhatikan pemilihan
dan cara pemakaian obat, serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor
prediposisi (antara lain higiene), maka penyakit ini dapat diberantas dan
memberikan prognosis yang baik. Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap
untuk beberapa tahun. Oleh karena manusia merupakan penjamu (hospes)
definitif, maka apabila tidak diobati dengan sempurna, Sarcoptes scabiei akan
tetap hidup tumbuh pada manusia. Pada individu yang immunokompeten,
jumlah tungau akan berkurang seiring waktu.(4)

26
27

BAB IV
KESIMPULAN

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan


sensitisasi terhadap tungau Sarcoptes scabiei var. hominis beserta produknya.
Studi epidemiologi memperlihatkan bahwa prevalensi skabies cenderung tinggi
pada anak-anak serta remaja dan tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, ras, umur,
ataupun kondisi sosial ekonomi. Faktor primer yang berkontribusi adalah
kemiskinan dan kondisi hidup di daerah yang padat, sehingga penyakit ini lebih
sering di daerah perkotaan. Etiologi skabies adalah Sarcoptes scabiei var,
hominis. Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo
Ackarima, super famili Sarcoptes.(1),(2)
Terdapat 4 tanda cardinal sign pada skabies yaitu pruritus nocturnal,
menyerang secara berkelompok, terdapat terowongan pada tempat predileksi, dan
menemukan tungau. Tempat predileksi skabies adalah lapisan kulit yang tipis,
seperti di sela-sela jari tangan dan kaki, pergelangan tangan, siku bagian luar,
lipatan ketiak bagian depan, dada, periareolar (khusus pada wanita), punggung,
pinggang, pusar, bokong, selangkangan, sekitar alat kelamin, dan penis (khusus
pada pria), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu kerokan kulit,
mengambil tungau dengan jarum, tes tinta pada terowongan, membuat biopsi
irisan, uji tetrasiklin, dan dermoskopi.(1,)(4),(5)
Penatalaksanaan pada skabies terdiri dari pengobatan topikal dan sistemik
yaitu permetrin, Presipitat Sulfur 2-10%, Benzyl Benzoate, Lindane, Crotamiton
krim, Ivermectin, antihistamin. Infestasi skabies dapat disembuhkan. Dengan
memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat pengobatan dan
menghilangkan faktor prediposisi (antara lain higiene), maka penyakit ini dapat
diberantas dan memberikan prognosis yang baik.(4),(19)

27
28

DAFTAR PUSTAKA

1. Arlond, H.L. Skabies : Djuanda, Hamzah M, Aisah S, ed. Ilmu Penyakit


Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7. Jakarta : FKUI.2015. hal 112-125)
2. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. V. Jakarta: Penerbit FK UI; 2007.
3. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K,
editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. eighth. New york:
McGrawHill; 2012. 2292-2297 p.
4. Moh. Usman Atmaprawira. Skabies : Djuanda, Hamzah M, Aisah S, ed.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-7. Jakarta : FKUI.2015. hal
112-125)
5. Walton SF, Currie BJ. Problems in Diagnosing Scabies, A Global Disease
in Human and Animal Populations. Clin Microbiol Rev. 2007: 268-79.
6. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit, edisi ke-1. Jakarta: Hipokrates. 2000:
109-13.
7. Hay RJ MM. Rook’s Textbook of Dermatology. 7th ed. UK: Blackwell
Publishing; 2004. 31.1-.101.
8. Hicks MI, Elston DM. Scabies. Dermatologic Therapy. 2009: (22) 279-92
9. Miltoin O, Maibach HL. Scabies and Pediculosis. In: Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine, 7th ed. USA: McGraw Hill. 2008: 2029-
31.
10. Department Of Public Health. Scabies. USA: Department Of Public Health
Division Of Communicable Disease Control. 2008: 1-3.
11. Leone P. Scabies and Pediculosis: An Update of Treatment Regiments and
General Review. Oxford Journals. 2007: (44) 154-9.
12. Cox N. Permethrin Treatment In Scabies Infestasion: Important of Correc
Formulation. British Medical J. 2000: (320) 37-8.
13. Handoko,PR. Skabies. In: Prof.Dr.dr.Adi Djuanda, editor. Ilmu penyakit
kulit dan kelamin. Ed 6. Jakarta. FK UI; 2010.p.122-123
14. Editor AZE, Editor KW, Editor KFA, Editor LAG. Fitzpatrick â€TM s

28
29

Dermatology In General Medicine Part One : Introduction Part Two :


Biology and Development of Skin Biology and Development of Skin.
2003;
15. Siregar RS. Penyakit kulit karena parasit dan insekta, Atlas Berwarna
Saripati Penyakit Kulit, Edisi Kedua, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2004.
16. Soedarto M. Skabies dalam Daili SF, Makes WIB, Zubier F, dkk (ed).
Penyakit menular seksual. Edisi kedua. FKUI Jakarta. 2003 : 162-8
17. Fuller, LC. 2013. Epidemiology of Scabies. Curr Opin Infect Dis. 26
(2):123-126
18. Lassa, S, Campbell, MJ, dan Bennett, CE. 2011. Epidemiology of Scabies
Prevalence in the U.K. From General Practice Record. The British Journal
Of Dermatology. 164 (6):1329-1334
19. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2010. Parasite-
Scabies. Retrieved May 4, 2014, from Centers for Disease Control and
Prevention: http://www.cdc.gov/parasites/scabies/biology.html.
20. Romani L, Koroivueta J, Steer Ac, Kama M, Kaldor Jm, Et al. Scabies
prevalence and risk factors in Fiji: a national survey. Plog Negl Trop Dis
2015;9(3):353.

29
30

30

Anda mungkin juga menyukai