KANDIDIASIS VULVOVAGINALIS
Disusun oleh:
Kharisma DwiArum Amarillah
20174011153
1
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun oleh:
KHARISMA DWIARUM AMARILLAH (20174011153)
Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal: 6 Agustus 2018
Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,
2
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Ny. N
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 29 tahun
Alamat : Pulau Morotai
Pekerjaan : Mahasiswi
Status : Belum menikah
No. RM : Diketahui
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama : Keputihan disertai gatal pada vagina
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Salatiga
dengan keluhan keputihan sejak 6 bulan SMRS. Keluhan keputihan
berwarna putih dan gatal. Gatal dirasakan ketika sedang keringetan. Jika
terasa gatal, pasien biasanya akan menggaruk sampai luka dan terasa
perih. Pasien terkadang mengeluhkan panas ketika buang air kecil.
Keluhan demam tidak ada. Pasien mengaku pernah melakukan hubungan
seks dengan calon suaminya 7 bulan yang lalu. Pasien sudah mencoba
meminum Nes V tetapi tidak ada perbaikan. Hygine pasien cukup baik,
mandi 2 kali sehari dan setiap buang air kecil selalu mengeringkan
terlebih dahulu baru memakai celana.
3
d. Riwayat Penytakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat keluah penyakit kulit lain : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes melitus : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
f. Anamnesis system
• Kepala dan leher : Tidak ada keluhan
• THT : tidak ada keluhan
• Respirasi : tidak ada keluhan
• Kardiovaskuler : tidak ada keluhan
• Gastrointestinal : tidak ada keluhan
• Perkemihan : panas setelah BAK
• Reproduksi : tidak ada keluhan
• Muskuloskeletal : tidak ada keluhan
• Kulit dan ekstremitas : tidak ada keluhan
4
Respirasi = 20 kali/menit, tipe eupnea
Suhu = 38.20C
SpO2 = 98%
VAS = 3
Tinggi Badan = 158
Pulmo Perkusi: pekak di hemithorax dextra bagian atas, sonor (+/+), batas paru-
Auskultasi: suara nafas vesikuler +/+, reguler, suara ronkhi -/-, wheezing
-/-
Cor Inspeksi: tidak nampak pulsasi di ictus cordis
Perkusi: batas kanan bawah paru-jantung pada sic V line sternalis kanan,
batas kanan atas paru-jantung pada sic III line sternalis kanan. Batas kiri
paru-jantung pada sic V linea midclavicularis kiri, batas atas kiri paru-
5
Auskultasi: BJ 1 dan BJ 2 reguler, punctum maximum pada sic V linea
6
b. Status Dermatologis
Lokasi
Vulva, vagina
UKK
Eritem pada labia mayora et minora dekstra et sinistra dan pada daerah
vulva. Tampak adanya fluor albus berwarna putih kental, bau (-).
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan
7
VI. DIAGNOSIS KERJA
Kandidiasis vulvovaginalis
VII. TERAPI
Fluconazole 1 x 150 mg (PO)
Loratadin 1 x 10mg (PO)
Lactacyl soap (untuk cebok)
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad kosmetika : bonam
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KANDIDIASIS VULVOVAGINALIS
A. DEFINISI
Kandidiasis vulvovaginalis (KVV) atau kandidosis vulvovaginalis
merupakan infeksi mukosa vagina dan atau vulva (epitel tidak berkeratin) yang
disebabkan oleh jamur spesies Candida. Infeksi dapat terjadi secara akut,
subakut, dan kronis, didapat baik secara endogen maupun eksogen yang sering
menimbulkan keluhan berupa duh tubuh.1
Umumnya infeksi pertama timbul di vagina disebut vaginitis dan dapat
meluas sampai vulva (vulvitis). KVV merupakan salah satu infeksi yang paling
banyak dikeluhkan wanita. Sekitar 70-75% wanita setidaknya sekali terinfeksi
KVV selama masa hidupnya, paling sering terjadi pada wanita usia subur, pada
sekitar 40- 50% cenderung mengalami kekambuhan atau serangan infeksi
kedua.2
B. EPIDEMIOLOGI
KVV merupakan penyakit urutan kedua dari seluruh infeksi vagina.1-2
Berdasarkan data morbiditas di Divisi Infeksi Menular Seksual (IMS) Unit
Rawat Jalan (URJ) Kesehatan Kulit dan Kelamin dalam kurun waktu 2007-2009
didapatkan 242 pasien KVV baru, yang merupakan 19,7% dari jumlah
kunjungan pasien divisi IMS dan 1,05% dari jumlah kunjungan pasien baru URJ
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya.3 Gejala KVV yang
umumnya ditemukan adalah rasa sakit di daerah vagina, iritasi, rasa panas,
dispareunia, dan sakit bila buang air kecil yang diawali keluhan pruritus akut
dan keputihan (fluor albus). Manifestasi klinis KVV merupakan hasil interaksi
antara patogenitas spesies Candida dengan mekanisme pertahanan hospes (host)
yang berkaitan dan dipengaruhi oleh beberapa faktor predisposisi. 1,2
9
C. ETIOLOGI
D. PATOGENESIS
Kandidiasis vulvovaginitis ialah penyakit jamur candida yang mengenai
mukosa vagina dan vulva.Penyebabnya yang tersering biasanya adalah candida
albicans. Nama lain dari penyakit ini adalah kandidosis vulvovaginitis atau
Mycotic Vulvovaginitis. Kandidiasis vulvovaginitis dapat terjadi apabila ada
faktor predisposisi baik eksogen maupun endogen.Faktor eksogen untuk
timbulnya kandidiasis vulvovaginitis adalah kegemukan, DM, kehamilan, dan
Infeksi kronik dalam servik atau vagina. Sedangkan faktor eksogennya iklim,
panas dan kelembaban yang meningkat serta higyeni yang buruk.1,2
Patogenesis kandidiasis vulvovaginitis dimulai dari adanya faktor
predisposisi memudahkan pseudohifa candida menempel pada sel epitel mukosa
dan membentuk kolonisasi. Kemudian candida akan mengeluarkan zat
keratolitik (fosfolipase) yang menghidrolisis fosfolopid membran sel epitel,
sehingga mempermudah invasi jamur kejaringan. Dalam jaringan candida akan
mengeluarkan faktor kemotaktik neutrofil yang akan menimbulkan raksi radang
akut yang akan bermanifestasi sebagai daerah hiperemi atau eritema pada
mukosa vulva dan vagina. Zat keratolitik yang dikeluarkan candida akan terus
10
merusak epitel mukosa sehingga timbul ulkus-ulkus dangkal. Yang bertambah
berat dengan garukan sehingga timbul erosi. Sisa jaringan nekrotik, sel-sel epitel
dan jamur akan membentuk gumpalan bewarna putih diatas daerah yang eritema
yang disebut flour albus.2
Manifestasi kandidiasis vaginalis merupakan hasil interaksi antara
patogenitas candida dengan mekanisme pertahanan tuan rumah, yang berkaitan
dengan faktor predisposisi. Patogenesis penyakit dan bagaimana mekanisme
pertahanan tuan rumah terhadap candida belum sepenuhnya dimengerti.5
Infeksi kandida dapat terjadi secara endogen maupun eksogen atau
secara kontak langsung. Infeksi endogen lebih sering karena sebelumnya
memang candida sudah hidup sebagai saprofit pada tubuh manusia. Pada
keadaan tertentu dapat terjadi perubahan sifat jamur tersebut dari saprofit
menjadi patogen sehingga oleh karena itu jamur candida disebut sebagai jamur
oportunistik.5
11
pertumbuhan candida. Sedangkan pada keadaan Diabetes Mellitus terjadi
kenaikan kadar glukosa dalam darah dan urine. Gangguan metabolisme
karbohidrat dan perubahan proses glycogenolysis yang menyebabkan
kadar glikogen pada epitel vagina meninggi sehingga pertumbuhan
candida juga akan meningkat. 5
Keadaan lain yang dapat memengaruhi terjadinya kandidiasis
vaginalis adalah penggunaan hormon steroid terutama kontrasepsi oral
atau kortikosteroid. Kortikosteroid merupakan suatu bahan yang bersifat
imunosupresif. Pada pemakaian kortikosteroid jangka waktu panjang
akan mengakibatkan pertumbuhan candida yang tidak terkendalikan.
Beberapa penelitian menunjukkan pada penggunaan kontrasepsi oral
tinggi estrogen terjadi peningkatan kolonisasi candida di vagina. Adanya
peningkatan kadar hormon estrogen menyebabkan epitel vagina menebal
dan permukaan dilapisi oleh glikoprotein sehingga jamur candida dapat
tumbuh subur. 5
Selain itu, penggunaan antibiotika dalam jangka waktu yang
cukup lama dapat membunuh bakteri Doderlin yang hidup bersama-sama
candida sebagai komersal di vagina. Berkurangnya bakteri di dalam
vagina menyebabkan candida dapat tumbuh dengan subur karena tidak
ada lagi persaingan dalam memperoleh makanan yang menunjang
pertumbuhan jamur tersebut. 5
Dalam sistem humoral, pada kandidiasis vagina terjadi elisitasi
respon sistemik (lgM dan IgG) dan lokal (S–IgA). Belum jelas diketahui
fungsi protein antibodi vaginal pada kandidiasis vaginalis, hanya saja
pada beberapa penelitian dijumpai titer antibodi yang rendah pada
penderita kandidiasis vaginalis. Peningkatan kadar IgE pada serum dan
vagina pernah didapatkan pada beberapa wanita dengan kandidiasis
vaginalis berulang. Walaupun total IgE adalah normal. 5
Pada sistem fagositik, walaupun polimorfonuklear leukosit dan
monosit memegang peranan penting dalam membatasi infeksi kandida
sistemik dan invasi ke jaringan, namun sel-sel fagositik karakteristik
tidak ditemukan pada cairan vagina penderita kandidiasis vaginalis. Sel-
12
sel fagositik tidak cukup kuat mencegah kolonisasi candida di mukosa
vagina atau mencegah invasi candida pada epitel vagina. Sel-sel PMN
pada pemeriksaan histologi terlihat terkonsentrasi di bawah lamina
propria tetapi tidak kemotaktik sign yang mendorong sel tersebut
bermigrasi ke lapisan yang lebih superfisial atau dalam cairan vagina. 5
E. FAKTOR RESIKO
Faktor yang Memengaruhi Kejadian Kandidiasis Vaginalis
1. Alat Kontrasepsi
Pemakai suatu kontrasepsi lebih sering didapatkan pertumbuhan
candida daripada bukan pemakai kontrasepsi. Hal ini sering terjadi pada
wanita pemakai kontrasepsi oral atau KB, dan alat kontrasepsi dalam rahim
(AKDR). Kandidiasis vaginalis merupakan infeksi vagina yang disebabkan
oleh Candida sp. terutama C. albicans. Infeksi Candida terjadi karena
perubahan kondisi vagina. Sel ragi akan berkompetisi dengan flora normal
sehingga terjadi kandidiasis. Salah satu penyebab yang mempermudah
pertumbuhan ragi adalah peningkatan hormon esterogen dan progesteron
dalam tubuh karena pemakaian kontrasepsi oral, kontrasepsi ini
menyebabkan perlekatan Candida albicans pada sel epitel vagina dan
merupakan media bagi pertumbuhan jamur. Candida albicans berkembang
dengan baik pada lingkungan pH 5-6,5. Perubahan ini bisaasimtomatis atau
13
sampai sampai menimbulkan gejala infeksi. Penggunaan obat
immunosupresan juga menjadi faktor predisposisi kandidiasis vaginalis.
Pada alat kontrasepsi dalam rahim. 4
Pada pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) selain
keluarnya bercak-bercak darah diantara siklus menstruasi akibat pengaruh
capek dan stres, penggunaan AKDR juga memicu rekurensi bakteri/jamur di
vagina. Yaitu keadaan abnormal pada ekosistem vagina yang disebabkan
bertambahnya pertumbuhan flora vagina bakteri anaerob/jamur
menggantikan lactobacillus yang mempunyai konsentrasi tinggi sebagai flora
normal vagina.4
2. Antibiotika
Salah satu faktor predisposisi penyakit kandidiasis vaginalis adalah
pemakaian obat-obatan, salah satunya antibiotik yang berlebihan,
kortikosteroid, atau sitostatik. Penggunaan antibiotik berspektrum luas juga
menyebabkan ketidakseimbangan flora normal dan predisposisi untuk
kolonisasi di daerah usus dan vagina. Pada penggunaan antibiotik beberapa
wanita hadir dengan debit berlebihan vagina berwarna putih, mikroskop
akan menunjukkan aktif berkecambah sel ragi atau sel ragi membutuhkan
beberapa kultur untuk diagnosis yang tepat dan tindakan kontrol yang
efektif. 5
Penggunaan antibiotika dalam jangka waktu yang cukup lama dapat
menyebabkan perubahan suasana vagina dan membunuh bakteri Doderlin
yang hidup bersama-sama candida sebagai komersal di vagina.
Berkurangnya bakteri di dalam vagina menyebabkan candida dapat tumbuh
dengan subur karena tidak ada lagi persaingan dalam memperoleh makanan
yang menunjang pertumbuhan jamur tersebut.5
3. Vaginal Hygiene
Struktur kemaluan wanita bersifat khas. Saluran vagina
senantiasa terbuka dengan dunia luar sehingga selalu memiliki risiko
terkena infeksi dari luar. Akan tetapi suasana asam yang terbentuk di
mulut saluran vagina dan posisi saluran vagina yang selalu dalam kondisi
terkatup menyebabkan tidak seluruh bibit penyakit berhasil
14
memasukinya. Suasana asam tersebut terbentuk dengan kehadiran kuman
Doderlein yang hidup dalam harmoni dengan tubuh. Suasana asam ini
tidak boleh dihilangkan, keasaman vagina akan dapat hilang dengan
kebiasaan rajin menyabuni vagina secara berlebihan, memakai obat
semprot pewangi vagina (douching), atau pemakaian bahan kimia
lainnya. Selain itu, cara membilas vagina yang tidak benar, juga
membiarkan kondisi vagina lembab setelah dibilas juga memicu
terjadinya penyakit pada alat reproduksi wanita seperti kandidiasis
vaginalis. 5
Selain itu, Faktor lainnya yang merupakan faktor risiko terjadinya
kandidiasis vaginalis adalah selalu memakai pakaian yang ketat,
penggunaan pakaian dalam nilon dan pakaian yang terlalu sesak juga
merangsang terjadinya infeksi yeast (kandidiasis), ditambah lagi dengan
mengganti celana dalam kurang dari 2x sehari, atau memakai handuk
atau lap yang sama dengan yang dipakai penderita kandidiasis. Iklim
panas dan kelembaban menyebabkan banyak keringat terutama pada
lipatan-lipatan kulit seperti daerah kemaluan sehingga menyebabkan
kulit maserasi dan ini mempermudah invasi candida.5
4. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik kronis yang
disebabkan oleh ketidak mampuan sel menggunakan glukosa, akibat
kurangnya produksi atau tidak adekuatnya insulin dari sel beta pankreas.
Faktor herediter biasanya memainkan peranan besar dalam menentukan
pada siapa diabetes akan berkembang dan pada siapa diabetes tidak akan
berkembang. Gejala diabetes dapat dilihat dari keadaan mulutnya seperti
rasa kering pada mulut, sering merasa haus atau polydipsia, selain itu
polyuri atau sekresi urin yang berlebih, polyphagi, mata kabur, serta
mudah merasa lelah.5
15
mengandung karbohidrat. Penderita diabetes mellitus mengalami
masalah mulut kering (dry mouth) atau xerostomia dan disfungsi
glandula salivarius. Hal ini dihubungkan dengan polyuria sehingga
pasien sering merasa haus, selain itu terjadi perubahan membran dari
glandula salvarius. Pada DM tipe 2 terjadi hyperglycemia akut yang
menyebabkan perubahan-perubahan dalam respon imun. Pasien dengan
keadaan sering mengalami xerostomia dan dengan imun yang rendah
menyebabkan infeksi jamur Candida dapat berkembang dengan baik. 5
Dengan kata lain Diabetes melitus predisposes untuk kolonisasi
vagina; Wanita dengan tipe 2 diabetes lebih rentan untuk kolonisasi
dengan infeksi candida. Kebersihan kelamin dan kontrol yang efektif
diabetes meningkatkan pemulihan serta mengurangi konsumsi makanan
olahan akan membantu dalam pengurangan infeksi Candida. 5
Pada Diabetes Mellitus terjadi kenaikan kadar glukosa dalam
darah dan urine. Gangguan metabolisme karbohidrat dan perubahan
proses glycogenolysis yang menyebabkan kadar glikogen pada epitel
vagina meninggi sehingga pertumbuhan candida juga akan meningkat.
Selain itu, faktor obesitas atau kegemukan juga merupakan faktor yang
menjadi resiko untuk timbulnya penyakit kandidiasis vaginalis, karena
wanita yang mengalami obesitas (kegemukan) menghasilkan banyak
keringat, mudah terjadi maserasi kulit, dan memudahkan infestasi
candida dalam tubuh terutama pada vagina wanita. Meningkatnya
mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak, sehingga
menyebabkan metabolisme lemak yang abnormal disertai endapan
kolesterol pada dinding pembuluh darah yang mengakibatkan timbulnya
gejala aterosklerosis. 5
5. Kehamilan
16
vaginalis. Peningkatan kadar hormon estrogen yang terjadi pada
kehamilan menyebabkan kadar glikogen di vagina meningkat yang mana
merupakan sumber karbon yang baik untuk pertumbuhan candida. 5
F. MANIFESTASI KINIS
G. DIAGNOSIS
• Pemeriksaan klinis
Pada gambaran klinis, keluhan khas dari KVV adalah gatal/iritasi vulva
dan duh tubuh vaginal/keputihan Vulva bisa terlihat tenang, tetapi bisa juga
kemerahan, udem dengan fisura, dan dijumpai erosi dan ulserasi. Kelainan lain
yang khas adalah adanya pseudomembran, berupa plak-plak putih seperti
sariawan (thrush), terdiri dari miselia yang kusut (matted mycelia), leukosit dan
sel epitel yang melekat pada dinding vagina. Pada vagina juga dijumpai
kemerahan, sering tertutup pseudomembran putih keju. Jika pseudomembran
diambil akan tampak mukosa yang erosif. Cairan vagina biasanya mukoid atau
cair dengan butir-butir atau “gumpalan keju” (fluor albus). Namun, duh tubuh
17
biasanya amat sedikit dan cair, vagina dapat tampak normal. Pada pemeriksaan
kolposkopi, terdapat dilatasi atau meningkatnya pembuluh darah pada dinding
vagina atau serviks sebagai tanda peradangan . 3
• Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan mikroskopik dapat dipakai sebagai standar emas (gold
standard) untuk membuktikan adanya bentuk ragi dari kandida. Terutama
sensitivitasnya pada penderita simtomatik sama dengan biakan. Di bawah ini
terdapat beberapa metode pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk
memeriksa ada tidaknya kandida3
2. Kultur : sampel dibiakkan pada agar Sabouraud’s dextrose atau agar Nutrient.
Piring agar diinkubasi pada suhu 37°C selama 24-72 jam. Biakan jamur (kultur)
dari sekret vagina dilakukan untuk konfirmasi terhadap hasil pemeriksaan
mikroskopik yang negatif (false negative) yang sering ditemukan pada KVV
kronis dan untuk mengindentifikasi spesies non-Candida albicans. Kultur
18
mempunyai nilai sensitivitas yang tinggi sampai 90%, tetapi hasil postif kultur
saja tidak dapat dijadikan indikasi seseorang menderita KVV jika tidak
ditemukan simtom pada vagina karena 10-15% wanita normal dijumpai
kolonisasi pada vaginanya. Kultur secara rutin tidak direkomendasikan kecuali
pada wanita yang telah terinfeksi kandida sebelumnya serta gagal dalam
pemberian pengobatan empiris. 3
H. DIAGNOSIS BANDING
20
mg/hari per oral selama Semua pasien mg/hari, per oral, 7
5 hari* atau trikomoniasis harus hari
Flukonazol 150 mg diobati (asimptomatik
dosis tunggal per oral * maupun simptomatik)
*Tidak boleh untuk Pasangan seksual juga
wanita hamil dan diobati
menyusui Abstinensia, sampai
pasien dan pasangan
seksualnya sembuh
I. PENATALAKSANAAN
21
2. Povidone – iodine
Merupakan bahan aktif yang bersifat antibakteri maupun anti jamur.
3. Derivat Polien
Nistatin 100.000 unit krim/tablet vagina selama 14 hari
Nistatin 100.000 unit tablet oral selama 14 hari
4. Drivat Imidazole
a. Topical
1) Mikonazol 2% krim vaginal selama 7 hari, 100 mg tablet vaginal selama 7
hari 200 mg tablet vaginal selama 3 hari, 1200 mg tablet vaginal dosis
tunggal
2) Ekonazol 150 mg tablet vaginal selama 3 hari
3) Fentikonazol 2% krim vaginal selama 7 hari, 200 mg tablet vaginal selama 3
hari, 600 mg tablet vaginal dosis tunggal
4) Tiokonazol 2% krim vaginal selama 3 hari, 6,5% krim vaginal dosis tunggal
5) Klotrimazol 1% krim vaginal selama 7 – 14 hari, 10% krim vaginal sekali
aplikasi, 100 mg tablet vaginal selama 7 hari, 500 mg tablet vaginal dosis
tunggal
6) Butokonazol 2% krim vaginal selama 3 hari
7) Terkonazol 2% krim vaginal selama 3 hari
b. Sistemik
1) Ketokanazol 400 mg selama 5 hari
2) Itrakanazol 200 mg selama 3 hari atau 400 mg dosis tunggal
3) Flukonazol 150 mg dosis tunggal
c. Profilaksasi
1) Ketokanazol 50 mg/hari selama 6 bulan
22
2) Klotrimazol 200 mg tablet vaginal 2x/minggu, 500 mg tablet vaginal
1x/minggu, 500 mg tablet vaginal 1x/2 minggu, 500 mg tablet vaginal
1x/bulan
3) Terkonazol 0,8% krim vagina 5 gram 1x/minggu
4) Intrakonazol 200 mg 1x/bulan, 400 mg 1x/bulan
5) Flukonazol 150 mg 1x/bulan
6) Boric acid 600 mg vaginal suppositoria sekali sehari selama menstruasi.
J. KOMPLIKASI
Efek Kandidiasis Vulvovaginalis pada Ibu hamil dapat terjadi dengan
cara penyebaran infeksi ke bagian atas saluran reproduksi (ascending infection)
melalui diseminasi hematogen. Bayi yang lahir dari ibu yang menderita KVV
dapat terinfeksi secara langsung dari kontaminasi cairan amnion atau melalui
jalan lahir.
Komplikasi tersebut adalah prematuritas, aborsi spontan,
chorioamnionitis, dan beberapa infeksi yang dapat diderita bayi pada saat
persalinan. Neonatus prematur mudah terinfeksi jamur dikarenakan sistem imun
yang belum matang. Selama persalinan, transmisi dapat terjadi melalui vagina
ibu yang telah terinfeksi dengan bayi yang baru lahir dan meningkatkan resiko
kejadian infeksi kandida kongenital. Bayi dengan oral thrush yang mendapatkan
air susu ibu (ASI) dapat meningkatkan risiko kandidiasis pada puting susu ibu
tersebut
K. PROGNOSIS
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat
pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi (antara lain hygiene yang
buruk), maka penyakit ini dapat diberantas dan memberi prognosis yang baik.¹
23
BAB III
PEMBAHASAN
Dari hasil anamnesis didapatkan pasien mengelihkan keputihan dan terasa gatal
mengonsumsi Nes V tetapi tidak ada perbaikan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
eritem pada labiya mayoran dan minora serta vulva, disertai adanya gambaran fluor
albous berwarna putih kekuningan. Hal ini menunjukkan kriteria diagnosis dari
kandidiasis vulvovaginalis.
Pasien memiliki kebiasaan menggunakan celana jeans yang ketat dan dapat
menjadi salah satu factor resiko, dimana kelembapan di daerah vagina kurang baik
pernah mengonsumsi Nes V tetapi tidak membaik karena kandungan yang terdapat pada
Nes V hanya berupa suplemen yang membantu memelihara kesehatan organ intim, dan
mengatasi infeksi jamur, loratadin 1 x 10mg adalah anti histamine yang dapat
mengurangi keluhan gatal dan di berikan lactacyl soap yang mengandung zat aktif
asam laktat dengan lactoserum (pH 3,5). sebagai sabun untuk membantu membersihkan
bagian vagina setiap kali habis BAK untuk membantu menjaga kelembapan dan pH
kelembapan pada bagian vagina, dan mengurangi mengenakan celana atau pakaian yang
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Shannaz Nadia Yusharyahya dan Sri Adi Sularsito. Dermatitis Stasis. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Ketujuh. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta: 2015. Hal 106-109.
2. PERDOSKI. 2011. Panduan Pelayanan Medis Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI.
3. Aulia A. Keputihan Suatu Keluhan Pasien dalam Praktek Sehari-hari. 2001.
Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Jakarta.
4. Hutabarat, H. Radang dan Beberapa Penyakit lain pada Alat-Alat Genital
Wanita. 1999. Jakarta
5. Amiruddin, D. Fluor Albus in Penyakit Menular Seksual. 2003.LKiS :
Yogyakarta
25