Anda di halaman 1dari 25

PRESENTASI KASUS

KANDIDIASIS VULVOVAGINALIS

Disusun oleh:
Kharisma DwiArum Amarillah
20174011153

Pembimbing : dr. Lucky Handaryati, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
RSUD KOTA SALATIGA
2018

1
HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan presentasi kasus dengan judul


KANDIDIASISVULVOVAGINALIS

Disusun oleh:
KHARISMA DWIARUM AMARILLAH (20174011153)

Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal: 6 Agustus 2018

Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,

dr. Lucky Handaryati, Sp.KK

2
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
Nama : Ny. N
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 29 tahun
Alamat : Pulau Morotai
Pekerjaan : Mahasiswi
Status : Belum menikah
No. RM : Diketahui

II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama : Keputihan disertai gatal pada vagina
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Salatiga
dengan keluhan keputihan sejak 6 bulan SMRS. Keluhan keputihan
berwarna putih dan gatal. Gatal dirasakan ketika sedang keringetan. Jika
terasa gatal, pasien biasanya akan menggaruk sampai luka dan terasa
perih. Pasien terkadang mengeluhkan panas ketika buang air kecil.
Keluhan demam tidak ada. Pasien mengaku pernah melakukan hubungan
seks dengan calon suaminya 7 bulan yang lalu. Pasien sudah mencoba
meminum Nes V tetapi tidak ada perbaikan. Hygine pasien cukup baik,
mandi 2 kali sehari dan setiap buang air kecil selalu mengeringkan
terlebih dahulu baru memakai celana.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat alergi obat : disangkal
Riwayat DM & HT : disangkal
Riwayat penyakit jantung atau paru : disangkal
Riwayat operasi : disangkal

3
d. Riwayat Penytakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat keluah penyakit kulit lain : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes melitus : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi : disangkal

e. Riwayat Personal Sosial


Pasien sekarang sedang kuliah S2, ngekos di salatiga. Riwayat
merokok, minum alcohol, dan jamu jamuan disangakal. Penggunaan
sabun pembersih kemaluan disangkal. Pasien memilliki kebiasaan
memakai celana jeans yang ketat.

f. Anamnesis system
• Kepala dan leher : Tidak ada keluhan
• THT : tidak ada keluhan
• Respirasi : tidak ada keluhan
• Kardiovaskuler : tidak ada keluhan
• Gastrointestinal : tidak ada keluhan
• Perkemihan : panas setelah BAK
• Reproduksi : tidak ada keluhan
• Muskuloskeletal : tidak ada keluhan
• Kulit dan ekstremitas : tidak ada keluhan

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Status Generalis

Keadaan umum Baik


Kesadaran Compos mentis (E4V5M6)
Vital sign Tekanan darah = 110/70 mmHg

Nadi = 88 kali/menit, reguler, isi dan tekanan cukup

4
Respirasi = 20 kali/menit, tipe eupnea

Suhu = 38.20C

SpO2 = 98%

VAS = 3
Tinggi Badan = 158

Antropometri Berat Badan = 53

BMI = 21.23 kg/m2


Kepala dan Leher
Bentuk kepala Normocephali
Wajah Simetris, deformitas (-)
Edema palpebra (-/-)

Mata Conjungtiva anemis (-/-)

Sklera ikterik (-/-)


Inspeksi: bentuk tidak nampak kelainan, deviasi trakea (-)
Leher
Palpasi: trakea teraba di garis tengah
Thorax
Inspeksi: bentuk thorax simetris pada saat statis dan dinamis,

ketertinggalan gerak (-), pernapasan torakoabdominal, retraksi (-)

Palpasi: pengembangan dada simetris, vocal fremitus simetris, nyeri (-)

Pulmo Perkusi: pekak di hemithorax dextra bagian atas, sonor (+/+), batas paru-

hepar dalam batas normal

Auskultasi: suara nafas vesikuler +/+, reguler, suara ronkhi -/-, wheezing

-/-
Cor Inspeksi: tidak nampak pulsasi di ictus cordis

Palpasi: teraba ictus cordis di sic V linea midclavicularis kiri, diameter 2

cm, kuat denyut, thrill (-)

Perkusi: batas kanan bawah paru-jantung pada sic V line sternalis kanan,

batas kanan atas paru-jantung pada sic III line sternalis kanan. Batas kiri

paru-jantung pada sic V linea midclavicularis kiri, batas atas kiri paru-

jantung pada sic III linea parasternalis kiri.

5
Auskultasi: BJ 1 dan BJ 2 reguler, punctum maximum pada sic V linea

midclavicularis kiri, murmur (-), gallop (-), splitting (-)


Abdomen
Inspeksi Simetris, caput medusa (-), tidak nampak distensi
Auskultasi Bising usus (+)
Palpasi Distensi (-), defans muskular (-) NT (-)
Timpani pada semua lapang perut, shfting dullness (-), liver span lobus

Perkusi dexter 11 cm, lobus sinister 6 cm.

Area traube timpani.


Extremitas
Inspeksi Jaringan nekrosis (-), ulkus (-), nodule (-)
Capillary refill time < 2 detik, akral hangat,
Palpasi
- -
Edema pitting
- -

6
b. Status Dermatologis
Lokasi
Vulva, vagina
UKK
Eritem pada labia mayora et minora dekstra et sinistra dan pada daerah
vulva. Tampak adanya fluor albus berwarna putih kental, bau (-).

IV. DIAGNOSIS BANDING


 Kandidiasis vulvovaginalis
 Trichomoniasis
 Vaginosis bacterial

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan

7
VI. DIAGNOSIS KERJA
Kandidiasis vulvovaginalis

VII. TERAPI
 Fluconazole 1 x 150 mg (PO)
 Loratadin 1 x 10mg (PO)
 Lactacyl soap (untuk cebok)

VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad kosmetika : bonam

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

KANDIDIASIS VULVOVAGINALIS
A. DEFINISI
Kandidiasis vulvovaginalis (KVV) atau kandidosis vulvovaginalis
merupakan infeksi mukosa vagina dan atau vulva (epitel tidak berkeratin) yang
disebabkan oleh jamur spesies Candida. Infeksi dapat terjadi secara akut,
subakut, dan kronis, didapat baik secara endogen maupun eksogen yang sering
menimbulkan keluhan berupa duh tubuh.1
Umumnya infeksi pertama timbul di vagina disebut vaginitis dan dapat
meluas sampai vulva (vulvitis). KVV merupakan salah satu infeksi yang paling
banyak dikeluhkan wanita. Sekitar 70-75% wanita setidaknya sekali terinfeksi
KVV selama masa hidupnya, paling sering terjadi pada wanita usia subur, pada
sekitar 40- 50% cenderung mengalami kekambuhan atau serangan infeksi
kedua.2

B. EPIDEMIOLOGI
KVV merupakan penyakit urutan kedua dari seluruh infeksi vagina.1-2
Berdasarkan data morbiditas di Divisi Infeksi Menular Seksual (IMS) Unit
Rawat Jalan (URJ) Kesehatan Kulit dan Kelamin dalam kurun waktu 2007-2009
didapatkan 242 pasien KVV baru, yang merupakan 19,7% dari jumlah
kunjungan pasien divisi IMS dan 1,05% dari jumlah kunjungan pasien baru URJ
Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya.3 Gejala KVV yang
umumnya ditemukan adalah rasa sakit di daerah vagina, iritasi, rasa panas,
dispareunia, dan sakit bila buang air kecil yang diawali keluhan pruritus akut
dan keputihan (fluor albus). Manifestasi klinis KVV merupakan hasil interaksi
antara patogenitas spesies Candida dengan mekanisme pertahanan hospes (host)
yang berkaitan dan dipengaruhi oleh beberapa faktor predisposisi. 1,2

9
C. ETIOLOGI

Penyebab terbanyak KVV adalah spesies Candida albicans (80-90%),


diikuti spesies Candida nonalbicans seperti Candida parapsilosis, Candida
tropicalis, Candida krusei, dan Candida glabrata yang juga sering menimbulkan
KVV dan lebih banyak terjadi resistensi terhadap terapi konvensional.1,2,4
Saat ini telah berkembang pemahaman mekanisme pertahanan host atau
pejamu antikandida di vagina. Banyak faktor risiko yang diakui sebagai faktor
predisposisi, namun pada sebagian besar kasus, pemahaman dasar tentang
mekanisme patogenik perubahan kolonisasi spesies Candida dari bentuk
komensal menjadi patogen masih belum diketahui.1 Dampak infeksi kandida
pada kesehatan harus menjadi perhatian karena sangat merugikan perempuan
seperti timbulnya rasa gatal yang menimbulkan lecet dan hubungan seks yang
tidak nyaman, selain itu kandidiasis juga dapat memfasilitasi infeksi Human
immunodeficiency virus (HIV).

D. PATOGENESIS
Kandidiasis vulvovaginitis ialah penyakit jamur candida yang mengenai
mukosa vagina dan vulva.Penyebabnya yang tersering biasanya adalah candida
albicans. Nama lain dari penyakit ini adalah kandidosis vulvovaginitis atau
Mycotic Vulvovaginitis. Kandidiasis vulvovaginitis dapat terjadi apabila ada
faktor predisposisi baik eksogen maupun endogen.Faktor eksogen untuk
timbulnya kandidiasis vulvovaginitis adalah kegemukan, DM, kehamilan, dan
Infeksi kronik dalam servik atau vagina. Sedangkan faktor eksogennya iklim,
panas dan kelembaban yang meningkat serta higyeni yang buruk.1,2
Patogenesis kandidiasis vulvovaginitis dimulai dari adanya faktor
predisposisi memudahkan pseudohifa candida menempel pada sel epitel mukosa
dan membentuk kolonisasi. Kemudian candida akan mengeluarkan zat
keratolitik (fosfolipase) yang menghidrolisis fosfolopid membran sel epitel,
sehingga mempermudah invasi jamur kejaringan. Dalam jaringan candida akan
mengeluarkan faktor kemotaktik neutrofil yang akan menimbulkan raksi radang
akut yang akan bermanifestasi sebagai daerah hiperemi atau eritema pada
mukosa vulva dan vagina. Zat keratolitik yang dikeluarkan candida akan terus

10
merusak epitel mukosa sehingga timbul ulkus-ulkus dangkal. Yang bertambah
berat dengan garukan sehingga timbul erosi. Sisa jaringan nekrotik, sel-sel epitel
dan jamur akan membentuk gumpalan bewarna putih diatas daerah yang eritema
yang disebut flour albus.2
Manifestasi kandidiasis vaginalis merupakan hasil interaksi antara
patogenitas candida dengan mekanisme pertahanan tuan rumah, yang berkaitan
dengan faktor predisposisi. Patogenesis penyakit dan bagaimana mekanisme
pertahanan tuan rumah terhadap candida belum sepenuhnya dimengerti.5
Infeksi kandida dapat terjadi secara endogen maupun eksogen atau
secara kontak langsung. Infeksi endogen lebih sering karena sebelumnya
memang candida sudah hidup sebagai saprofit pada tubuh manusia. Pada
keadaan tertentu dapat terjadi perubahan sifat jamur tersebut dari saprofit
menjadi patogen sehingga oleh karena itu jamur candida disebut sebagai jamur
oportunistik.5

1. Faktor Predisposisi Kandidiasis Vaginalis


Pada dasarnya faktor-faktor predisposisi dapat dibagi dalam dua
golongan yaitu yang memicu kandidanya sendiri untuk aktif berkembang biak
(menjadi patogen) dan yang menurunkan atau merusak sistem mekanisme
pertahanan tubuh hostnya baik lokal maupun sistemik sehingga memudahkan
invasi jaringan5
a. Faktor Pejamu
Keadaan-keadaan yang dapat memengaruhi terjadinya
kandidiasis vaginalis adalah kehamilan, diabetes mellitus, hormon
steroid terutama kontrasepsi oral atau kortikosteroid. Alat Kontrasepsi
Dalam Rahim (AKDR), pil KB, antibiotik, kelainan imunologik, obesitas
dan faktor-faktor lokal seperti menggunakan pakaian ketat, doucher,
chlorinated water atau tissue toilet. 5
Pada masa kehamilan, terutama pada trimester ketiga, terjadi
peningkatan kolonisasi jamur candida di vagina yang menimbulkan
gejala simptomatik kandidiasis vaginalis. Peningkatan kadar hormon
estrogen yang terjadi pada kehamilan menyebabkan kadar glikogen di
vagina meningkat yang mana merupakan sumber karbon yang baik untuk

11
pertumbuhan candida. Sedangkan pada keadaan Diabetes Mellitus terjadi
kenaikan kadar glukosa dalam darah dan urine. Gangguan metabolisme
karbohidrat dan perubahan proses glycogenolysis yang menyebabkan
kadar glikogen pada epitel vagina meninggi sehingga pertumbuhan
candida juga akan meningkat. 5
Keadaan lain yang dapat memengaruhi terjadinya kandidiasis
vaginalis adalah penggunaan hormon steroid terutama kontrasepsi oral
atau kortikosteroid. Kortikosteroid merupakan suatu bahan yang bersifat
imunosupresif. Pada pemakaian kortikosteroid jangka waktu panjang
akan mengakibatkan pertumbuhan candida yang tidak terkendalikan.
Beberapa penelitian menunjukkan pada penggunaan kontrasepsi oral
tinggi estrogen terjadi peningkatan kolonisasi candida di vagina. Adanya
peningkatan kadar hormon estrogen menyebabkan epitel vagina menebal
dan permukaan dilapisi oleh glikoprotein sehingga jamur candida dapat
tumbuh subur. 5
Selain itu, penggunaan antibiotika dalam jangka waktu yang
cukup lama dapat membunuh bakteri Doderlin yang hidup bersama-sama
candida sebagai komersal di vagina. Berkurangnya bakteri di dalam
vagina menyebabkan candida dapat tumbuh dengan subur karena tidak
ada lagi persaingan dalam memperoleh makanan yang menunjang
pertumbuhan jamur tersebut. 5
Dalam sistem humoral, pada kandidiasis vagina terjadi elisitasi
respon sistemik (lgM dan IgG) dan lokal (S–IgA). Belum jelas diketahui
fungsi protein antibodi vaginal pada kandidiasis vaginalis, hanya saja
pada beberapa penelitian dijumpai titer antibodi yang rendah pada
penderita kandidiasis vaginalis. Peningkatan kadar IgE pada serum dan
vagina pernah didapatkan pada beberapa wanita dengan kandidiasis
vaginalis berulang. Walaupun total IgE adalah normal. 5
Pada sistem fagositik, walaupun polimorfonuklear leukosit dan
monosit memegang peranan penting dalam membatasi infeksi kandida
sistemik dan invasi ke jaringan, namun sel-sel fagositik karakteristik
tidak ditemukan pada cairan vagina penderita kandidiasis vaginalis. Sel-

12
sel fagositik tidak cukup kuat mencegah kolonisasi candida di mukosa
vagina atau mencegah invasi candida pada epitel vagina. Sel-sel PMN
pada pemeriksaan histologi terlihat terkonsentrasi di bawah lamina
propria tetapi tidak kemotaktik sign yang mendorong sel tersebut
bermigrasi ke lapisan yang lebih superfisial atau dalam cairan vagina. 5

b. Faktor Genus Candida (Ragi)


Sekitar 50% penderita kandidiasis vaginalis dengan gejala
simptomatik predisposisi faktor pejamunya tidak diketahui. Keadaan ini
menggambarkan bahwa kolonisasi asimptomatik yang lama disebabkan
karena virulensi candida yang lemah. Strain jamur mempunyai
perbedaan dalam kemampuan menginvasi sel vagina, jumlah produksi
protease (protease membantu invasi mukosa) dan pembentukan
pseudohypa (membantu pelekatan dan invasi oleh jamur). Sampai saat
ini masih belum jelas diketahui seberapa besar hal tersebut dapat
memengaruhi status klinis pejamu. 5

E. FAKTOR RESIKO
Faktor yang Memengaruhi Kejadian Kandidiasis Vaginalis
1. Alat Kontrasepsi
Pemakai suatu kontrasepsi lebih sering didapatkan pertumbuhan
candida daripada bukan pemakai kontrasepsi. Hal ini sering terjadi pada
wanita pemakai kontrasepsi oral atau KB, dan alat kontrasepsi dalam rahim
(AKDR). Kandidiasis vaginalis merupakan infeksi vagina yang disebabkan
oleh Candida sp. terutama C. albicans. Infeksi Candida terjadi karena
perubahan kondisi vagina. Sel ragi akan berkompetisi dengan flora normal
sehingga terjadi kandidiasis. Salah satu penyebab yang mempermudah
pertumbuhan ragi adalah peningkatan hormon esterogen dan progesteron
dalam tubuh karena pemakaian kontrasepsi oral, kontrasepsi ini
menyebabkan perlekatan Candida albicans pada sel epitel vagina dan
merupakan media bagi pertumbuhan jamur. Candida albicans berkembang
dengan baik pada lingkungan pH 5-6,5. Perubahan ini bisaasimtomatis atau

13
sampai sampai menimbulkan gejala infeksi. Penggunaan obat
immunosupresan juga menjadi faktor predisposisi kandidiasis vaginalis.
Pada alat kontrasepsi dalam rahim. 4
Pada pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) selain
keluarnya bercak-bercak darah diantara siklus menstruasi akibat pengaruh
capek dan stres, penggunaan AKDR juga memicu rekurensi bakteri/jamur di
vagina. Yaitu keadaan abnormal pada ekosistem vagina yang disebabkan
bertambahnya pertumbuhan flora vagina bakteri anaerob/jamur
menggantikan lactobacillus yang mempunyai konsentrasi tinggi sebagai flora
normal vagina.4

2. Antibiotika
Salah satu faktor predisposisi penyakit kandidiasis vaginalis adalah
pemakaian obat-obatan, salah satunya antibiotik yang berlebihan,
kortikosteroid, atau sitostatik. Penggunaan antibiotik berspektrum luas juga
menyebabkan ketidakseimbangan flora normal dan predisposisi untuk
kolonisasi di daerah usus dan vagina. Pada penggunaan antibiotik beberapa
wanita hadir dengan debit berlebihan vagina berwarna putih, mikroskop
akan menunjukkan aktif berkecambah sel ragi atau sel ragi membutuhkan
beberapa kultur untuk diagnosis yang tepat dan tindakan kontrol yang
efektif. 5
Penggunaan antibiotika dalam jangka waktu yang cukup lama dapat
menyebabkan perubahan suasana vagina dan membunuh bakteri Doderlin
yang hidup bersama-sama candida sebagai komersal di vagina.
Berkurangnya bakteri di dalam vagina menyebabkan candida dapat tumbuh
dengan subur karena tidak ada lagi persaingan dalam memperoleh makanan
yang menunjang pertumbuhan jamur tersebut.5

3. Vaginal Hygiene
Struktur kemaluan wanita bersifat khas. Saluran vagina
senantiasa terbuka dengan dunia luar sehingga selalu memiliki risiko
terkena infeksi dari luar. Akan tetapi suasana asam yang terbentuk di
mulut saluran vagina dan posisi saluran vagina yang selalu dalam kondisi
terkatup menyebabkan tidak seluruh bibit penyakit berhasil

14
memasukinya. Suasana asam tersebut terbentuk dengan kehadiran kuman
Doderlein yang hidup dalam harmoni dengan tubuh. Suasana asam ini
tidak boleh dihilangkan, keasaman vagina akan dapat hilang dengan
kebiasaan rajin menyabuni vagina secara berlebihan, memakai obat
semprot pewangi vagina (douching), atau pemakaian bahan kimia
lainnya. Selain itu, cara membilas vagina yang tidak benar, juga
membiarkan kondisi vagina lembab setelah dibilas juga memicu
terjadinya penyakit pada alat reproduksi wanita seperti kandidiasis
vaginalis. 5
Selain itu, Faktor lainnya yang merupakan faktor risiko terjadinya
kandidiasis vaginalis adalah selalu memakai pakaian yang ketat,
penggunaan pakaian dalam nilon dan pakaian yang terlalu sesak juga
merangsang terjadinya infeksi yeast (kandidiasis), ditambah lagi dengan
mengganti celana dalam kurang dari 2x sehari, atau memakai handuk
atau lap yang sama dengan yang dipakai penderita kandidiasis. Iklim
panas dan kelembaban menyebabkan banyak keringat terutama pada
lipatan-lipatan kulit seperti daerah kemaluan sehingga menyebabkan
kulit maserasi dan ini mempermudah invasi candida.5

4. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik kronis yang
disebabkan oleh ketidak mampuan sel menggunakan glukosa, akibat
kurangnya produksi atau tidak adekuatnya insulin dari sel beta pankreas.
Faktor herediter biasanya memainkan peranan besar dalam menentukan
pada siapa diabetes akan berkembang dan pada siapa diabetes tidak akan
berkembang. Gejala diabetes dapat dilihat dari keadaan mulutnya seperti
rasa kering pada mulut, sering merasa haus atau polydipsia, selain itu
polyuri atau sekresi urin yang berlebih, polyphagi, mata kabur, serta
mudah merasa lelah.5

Manifestasi klinis diabetes mellitus dikaitkan dengan


konsekuensi metabolik defesiensi insulin. Pasien yang mengalami
defesiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma
puasa yang normal, atau toleransi glukosa sesudah makan makanan yang

15
mengandung karbohidrat. Penderita diabetes mellitus mengalami
masalah mulut kering (dry mouth) atau xerostomia dan disfungsi
glandula salivarius. Hal ini dihubungkan dengan polyuria sehingga
pasien sering merasa haus, selain itu terjadi perubahan membran dari
glandula salvarius. Pada DM tipe 2 terjadi hyperglycemia akut yang
menyebabkan perubahan-perubahan dalam respon imun. Pasien dengan
keadaan sering mengalami xerostomia dan dengan imun yang rendah
menyebabkan infeksi jamur Candida dapat berkembang dengan baik. 5
Dengan kata lain Diabetes melitus predisposes untuk kolonisasi
vagina; Wanita dengan tipe 2 diabetes lebih rentan untuk kolonisasi
dengan infeksi candida. Kebersihan kelamin dan kontrol yang efektif
diabetes meningkatkan pemulihan serta mengurangi konsumsi makanan
olahan akan membantu dalam pengurangan infeksi Candida. 5
Pada Diabetes Mellitus terjadi kenaikan kadar glukosa dalam
darah dan urine. Gangguan metabolisme karbohidrat dan perubahan
proses glycogenolysis yang menyebabkan kadar glikogen pada epitel
vagina meninggi sehingga pertumbuhan candida juga akan meningkat.
Selain itu, faktor obesitas atau kegemukan juga merupakan faktor yang
menjadi resiko untuk timbulnya penyakit kandidiasis vaginalis, karena
wanita yang mengalami obesitas (kegemukan) menghasilkan banyak
keringat, mudah terjadi maserasi kulit, dan memudahkan infestasi
candida dalam tubuh terutama pada vagina wanita. Meningkatnya
mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak, sehingga
menyebabkan metabolisme lemak yang abnormal disertai endapan
kolesterol pada dinding pembuluh darah yang mengakibatkan timbulnya
gejala aterosklerosis. 5

5. Kehamilan

Faktor yang paling berhubungan dengan kejadian kandidiasis


vaginalis pada wanita hamil adalah duh tubuh bergumpal atau melekat di
dinding, hal ini dapat terjadi karena pada masa selama kehamilan,
terutama pada trimester ketiga, terjadi peningkatan kolonisasi jamur
candida di vagina yang menimbulkan gejala simptomatik kandidiasis

16
vaginalis. Peningkatan kadar hormon estrogen yang terjadi pada
kehamilan menyebabkan kadar glikogen di vagina meningkat yang mana
merupakan sumber karbon yang baik untuk pertumbuhan candida. 5

F. MANIFESTASI KINIS

Gejala klinis Kandidiasis Vulvovaginitis terdiri dari gejala subjektif dan


gejala objektif yang bisa ringan sampai berat.Gejala subjektif yang utama ialah
gatal didaerah vulva, dan pada yang berat terdapat pula rasa panas, nyeri sesudah
miksi dan dispaneuria.Gejala objektif yang ringan dapat berupa lesi eritema dan
hiperemis dilabia mayora, introitus vagina dan vagina 1/3 bawah.Sedang pada
yang berat labia mayora dan minora edema dengan ulkus-ulkus kecil bewarna
merah disertai erosi serta sering bertambah buruk oleh garukan dan terdapatnya
infeksi sekunder. Tanda khasnya adalah flour albus bewarna putih kekuningan
disertai gumpalan–gumpalan seperti kepala susu. 2

G. DIAGNOSIS

Diagnosis cepat dan tepat dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis


dan didukung pemeriksaan mikroskopik langsung, bila perlu dilakukan biakan
(kultur). Berikut ini beberapa pemeriksaan untuk mendeteksi Kandidiasis
Vulvovaginalis (KVV) :

• Pemeriksaan klinis
Pada gambaran klinis, keluhan khas dari KVV adalah gatal/iritasi vulva
dan duh tubuh vaginal/keputihan Vulva bisa terlihat tenang, tetapi bisa juga
kemerahan, udem dengan fisura, dan dijumpai erosi dan ulserasi. Kelainan lain
yang khas adalah adanya pseudomembran, berupa plak-plak putih seperti
sariawan (thrush), terdiri dari miselia yang kusut (matted mycelia), leukosit dan
sel epitel yang melekat pada dinding vagina. Pada vagina juga dijumpai
kemerahan, sering tertutup pseudomembran putih keju. Jika pseudomembran
diambil akan tampak mukosa yang erosif. Cairan vagina biasanya mukoid atau
cair dengan butir-butir atau “gumpalan keju” (fluor albus). Namun, duh tubuh

17
biasanya amat sedikit dan cair, vagina dapat tampak normal. Pada pemeriksaan
kolposkopi, terdapat dilatasi atau meningkatnya pembuluh darah pada dinding
vagina atau serviks sebagai tanda peradangan . 3

• Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan mikroskopik dapat dipakai sebagai standar emas (gold
standard) untuk membuktikan adanya bentuk ragi dari kandida. Terutama
sensitivitasnya pada penderita simtomatik sama dengan biakan. Di bawah ini
terdapat beberapa metode pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk
memeriksa ada tidaknya kandida3

1. Pemeriksaan mikroskopik : pulasan dari pseudomembran atau cairan vagina


dijadikan sampel lalu dilakukan pewarnaan Gram atau KOH 10% kemudian di
letakkan di bawah mikroskop cahaya. Candida albicans akan terlihat dimorfik
dengan ragi sel-sel tunas berbentuk lonjong dan hifa. Serta dalam bentuk yang
invasif kandida tumbuh sebagi filamen, miselia, atau pseudohifa 3

Gambar 1. Yeast Pseudohyphae

2. Kultur : sampel dibiakkan pada agar Sabouraud’s dextrose atau agar Nutrient.
Piring agar diinkubasi pada suhu 37°C selama 24-72 jam. Biakan jamur (kultur)
dari sekret vagina dilakukan untuk konfirmasi terhadap hasil pemeriksaan
mikroskopik yang negatif (false negative) yang sering ditemukan pada KVV
kronis dan untuk mengindentifikasi spesies non-Candida albicans. Kultur

18
mempunyai nilai sensitivitas yang tinggi sampai 90%, tetapi hasil postif kultur
saja tidak dapat dijadikan indikasi seseorang menderita KVV jika tidak
ditemukan simtom pada vagina karena 10-15% wanita normal dijumpai
kolonisasi pada vaginanya. Kultur secara rutin tidak direkomendasikan kecuali
pada wanita yang telah terinfeksi kandida sebelumnya serta gagal dalam
pemberian pengobatan empiris. 3

H. DIAGNOSIS BANDING

Kandidiasis Trichomoniasis Vaginosis bacterial


vulvovaginalis
Definisi Infeksi vagina dan atau Infeksi bagian bawah Sindrom perubahan
vulva yang disebabkan saluran urogenital bagian ekosistem vagina dimana
oleh genus Candida bawah pada wanita yang terjadi penggantian dari
dengan berbagai disebabkan oleh lactobacillus yang normal
manifestasi klinik yang Trichomonas vaginalis memproduksi H2O2 di
dapat berlangsung akut, vagina dengan bakteri
kronik, atau episodik. anaerob.
Etiologi C.albicans (85-90%) Trichomonas vaginalis Gardnerella vaginalis

 Memiliki spora bulat  Gram negatif


dan lonjong  Parasit anaerob  Berbentuk batang
 Kadang ada yang  Mempunyai 4 flagel,  Tes katalase,
menonjol di dinding bergerak seperti oksidase, reduksi
spora (budding) gelombang nitrat, indole, dan
disebut sebagai  Hidup dalam suasana Urease semuanya
pseudohifa pH 5-7.5 positif
 C. glabrata dan  Suhu 50oc mati dalam  Anaerob fakultatif
C.parapsilosis (5-10%) beberapa menit,
namun pada suhu 0o
dapat bertahan sampai
5 hari
Gambaran  Duh tubuh vagina dapat  ada kasus akut  Kriteria AMSEL
klinis berwarna putih atau  Sekret vagina  pH vagina >4,5
kuning, tidak berbau seropurulen berwarna  Ditemukannya clue
atau sediki berbau kekuningan, kuning- cell pada sediaan
masam, menggumpal hijau basah
seperti “cottage cheese”  Sekret berbau tidak  Amin test / sniff test
atau butir-butir kepala
19
susu enak dan berbusa (+)
 Vulva pruritus, eritem,  Dinding vagina  Duh tubuh vagina
iritasi, lesi satelit tampak sembab dan melekat pada dinding
 Rasa terbakar kemerahan vagina,
 Dispareunia  Pada dinding vagina  homogen, putih
 Gambaran yang khas dan serviks terbentuk keabu-abuan
adalah adanya abses kecil yang  Dapat diperhatikan
pseudomembran berupa tampak sebagai pula:
bercak putih granulasi berwarna  Bau lebih menusuk
kekuningan pada merah disebut juga setelah senggama
permukaan vulva atau strawberry  Darah menstruasi
dinding vagina yang appearance berbau abnormal
disebut “vaginal trush”  Disparenia  Iritasi daerah vagina
 Perdarahan pasca atau sekitar vagina
coitus (gatal, rasa terbakar)
 Pada kasus kronik  50% bersifat
 Gejala lebih ringan asimptomatik
 Sekret biasanya tidak
berbusa

Pemeriksaa  Pemeriksaan KOH  Sediaan basah  Sediaan basah


n penunjang Gold standard  Sediaan apus Ditemukan adanya
Dijumpai candida dengan pewarnaan clue cell
berbentuk oval, fase Gram, Giemsa, atau  Pengecatan Gram
blastospora berupa sel Papanicolaou Tampak batang-batang
tunas berbentuk germ  Biakan pada media kecil Gram negatif
tubes atau budding dan In Pouch TV yang tidak dapat
pseudohyfa dihitung jumlahnya
memanjang seperti  Bau amin (tes
sosis yang tersusun Sniff)  +
memanjang  pH 4.5-5.5

Terapi  Klotrimazol vaginal  Metronidazol 2 gr,  Metronidazol


tablet 500 mg dosis dosis tunggal per oral 2x500mg/hari per
tunggal atau (dapat diberikan pada oral, 7 hari atau
 Klotrimazol vaginal wanita hamil) atau  Amoksisilin 4x500
tablet 200 mg selama 3  Metronidazol 3x500 mg/hari per oral, 5
hari atau mg/hari, per hari atau
 Ketokonazol 2x200 oral,selama 7 hari  Klindamisin 2x300

20
mg/hari per oral selama  Semua pasien mg/hari, per oral, 7
5 hari* atau trikomoniasis harus hari
 Flukonazol 150 mg diobati (asimptomatik
dosis tunggal per oral * maupun simptomatik)
 *Tidak boleh untuk  Pasangan seksual juga
wanita hamil dan diobati
menyusui  Abstinensia, sampai
pasien dan pasangan
seksualnya sembuh

I. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan kandidiasis vaginalis meliputi usaha pencegahan dan


pengobatan yang bertujuan untuk menyembuhkan seorang penderita dari
penyakitnya, tidak hanya untuk sementara tetapi untuk seterusnya dengan
mencegah infeksi berulang .
Usaha pencegahan terhadap timbulnya kandidiasis vaginalis meliputi
penanggulangan faktor predisposisi dan penanggulangan sumber infeksi yang
ada. Penanggulangan faktor predisposisi misalnya tidak menggunakan
antibiotika atau steroid yang berlebihan, tidak menggunakan pakaian ketat,
mengganti kontrasepsi pil atau AKDR dengan kontrasepsi lain yang sesuai,
memperhatikan higiene. Penanggulangan sumber infeksi yaitu dengan mencari
dan mengatasi sumber infeksi yang ada, baik dalam tubuhnya sendiri atau di
luarnya.
Selain usaha pencegahan, pengobatan kandidiasis vaginalis dapat
dilakukan secara topikal maupun sistemik. Obat anti jamur tersedia dalam
berbagai bentuk yaitu: gel, krim, losion, tablet vagina, suppositoria dan tablet
oral.
1. Derivat Rosanillin
Gentian violet 1-2 % dalam bentuk larutan atau gel, selama 10 hari.

21
2. Povidone – iodine
Merupakan bahan aktif yang bersifat antibakteri maupun anti jamur.
3. Derivat Polien
Nistatin 100.000 unit krim/tablet vagina selama 14 hari
Nistatin 100.000 unit tablet oral selama 14 hari
4. Drivat Imidazole

a. Topical
1) Mikonazol 2% krim vaginal selama 7 hari, 100 mg tablet vaginal selama 7
hari 200 mg tablet vaginal selama 3 hari, 1200 mg tablet vaginal dosis
tunggal
2) Ekonazol 150 mg tablet vaginal selama 3 hari
3) Fentikonazol 2% krim vaginal selama 7 hari, 200 mg tablet vaginal selama 3
hari, 600 mg tablet vaginal dosis tunggal
4) Tiokonazol 2% krim vaginal selama 3 hari, 6,5% krim vaginal dosis tunggal
5) Klotrimazol 1% krim vaginal selama 7 – 14 hari, 10% krim vaginal sekali
aplikasi, 100 mg tablet vaginal selama 7 hari, 500 mg tablet vaginal dosis
tunggal
6) Butokonazol 2% krim vaginal selama 3 hari
7) Terkonazol 2% krim vaginal selama 3 hari

b. Sistemik
1) Ketokanazol 400 mg selama 5 hari
2) Itrakanazol 200 mg selama 3 hari atau 400 mg dosis tunggal
3) Flukonazol 150 mg dosis tunggal

Pada pengobatan kandidiasis vaginalis berulang sama seperti pada pengobatan


kandidiasis akut akan tetapi perlu jangka lama (10-14 hari) baik obat tropikal
maupun oral.

c. Profilaksasi
1) Ketokanazol 50 mg/hari selama 6 bulan

22
2) Klotrimazol 200 mg tablet vaginal 2x/minggu, 500 mg tablet vaginal
1x/minggu, 500 mg tablet vaginal 1x/2 minggu, 500 mg tablet vaginal
1x/bulan
3) Terkonazol 0,8% krim vagina 5 gram 1x/minggu
4) Intrakonazol 200 mg 1x/bulan, 400 mg 1x/bulan
5) Flukonazol 150 mg 1x/bulan
6) Boric acid 600 mg vaginal suppositoria sekali sehari selama menstruasi.

J. KOMPLIKASI
Efek Kandidiasis Vulvovaginalis pada Ibu hamil dapat terjadi dengan
cara penyebaran infeksi ke bagian atas saluran reproduksi (ascending infection)
melalui diseminasi hematogen. Bayi yang lahir dari ibu yang menderita KVV
dapat terinfeksi secara langsung dari kontaminasi cairan amnion atau melalui
jalan lahir.
Komplikasi tersebut adalah prematuritas, aborsi spontan,
chorioamnionitis, dan beberapa infeksi yang dapat diderita bayi pada saat
persalinan. Neonatus prematur mudah terinfeksi jamur dikarenakan sistem imun
yang belum matang. Selama persalinan, transmisi dapat terjadi melalui vagina
ibu yang telah terinfeksi dengan bayi yang baru lahir dan meningkatkan resiko
kejadian infeksi kandida kongenital. Bayi dengan oral thrush yang mendapatkan
air susu ibu (ASI) dapat meningkatkan risiko kandidiasis pada puting susu ibu
tersebut

K. PROGNOSIS
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat
pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi (antara lain hygiene yang
buruk), maka penyakit ini dapat diberantas dan memberi prognosis yang baik.¹

23
BAB III
PEMBAHASAN

Dari hasil anamnesis didapatkan pasien mengelihkan keputihan dan terasa gatal

pada kemaluannya. Keluhan dirasakan sejak 6 bulan SMRS, sudah mencoba

mengonsumsi Nes V tetapi tidak ada perbaikan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan

eritem pada labiya mayoran dan minora serta vulva, disertai adanya gambaran fluor

albous berwarna putih kekuningan. Hal ini menunjukkan kriteria diagnosis dari

kandidiasis vulvovaginalis.

Pasien memiliki kebiasaan menggunakan celana jeans yang ketat dan dapat

menjadi salah satu factor resiko, dimana kelembapan di daerah vagina kurang baik

sehingga dapat menjadi tempat berkembangnya candida. Pasien sebelumnya sudah

pernah mengonsumsi Nes V tetapi tidak membaik karena kandungan yang terdapat pada

Nes V hanya berupa suplemen yang membantu memelihara kesehatan organ intim, dan

tidak dapat mengatasi infeksi jamur.

Pada pasien ini diberikan fluconazole 1 x 150mg adalah antifungal yang

mengatasi infeksi jamur, loratadin 1 x 10mg adalah anti histamine yang dapat

mengurangi keluhan gatal dan di berikan lactacyl soap yang mengandung zat aktif

asam laktat dengan lactoserum (pH 3,5). sebagai sabun untuk membantu membersihkan

bagian vagina setiap kali habis BAK untuk membantu menjaga kelembapan dan pH

vagina agar tetap normal.

Pada pasien dengan Kandidiasis Vulvovaginitis, prognosis pada umumnya baik,

maka itu pentingnya memberikan edukasi mengenai menjaga kebersihan dan

kelembapan pada bagian vagina, dan mengurangi mengenakan celana atau pakaian yang

ketat. Sehingga resiko terjadinya keluhan yang serupa dapat berkurang.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Shannaz Nadia Yusharyahya dan Sri Adi Sularsito. Dermatitis Stasis. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Ketujuh. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta: 2015. Hal 106-109.
2. PERDOSKI. 2011. Panduan Pelayanan Medis Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI.
3. Aulia A. Keputihan Suatu Keluhan Pasien dalam Praktek Sehari-hari. 2001.
Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Jakarta.
4. Hutabarat, H. Radang dan Beberapa Penyakit lain pada Alat-Alat Genital
Wanita. 1999. Jakarta
5. Amiruddin, D. Fluor Albus in Penyakit Menular Seksual. 2003.LKiS :
Yogyakarta

25

Anda mungkin juga menyukai