Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Teratoma berasal dari bahasa Yunani “teratos” yang artinya monster dan

“onkoma” yang artinya tumor. Teratoma adalah tumor sel germinal yang umumnya

terdiri dari beberapa jenis sel yang berasal dari satu atau lebih dari 3 lapisan germinal

endoderm, mesoderm, dan ekktoderm. Teratoma berasal dari bahasa yunani yaitu teras

yang berarti monster. Teratoma dibagi dalam tiga kategori yaitu teratoma matur (jinak),

teratoma imatur, dan teratoma monodermal dengan diferensiasi khusus. Teratoma

bervariasi dari bentuk yang jinak yaitu lesi kistik well differentiated (mature) sampai

bentuk yang solid dan maligna (immature). Umumnya teratoma kistik adalah jinak dan

yang padat adalah ganas.

Teratoma imatur merupakan keganasan tumor sel germinal ke tiga tersering

setelah disgerminoma dan tumor sinus endodermal. Selain itu, ada juga yang memiliki

komponen tertentu (umumnya squamous) yang mengalami transformasi maligna,

namun jarang ditemukan. Willis mendefinisikan teratoma sebagai tumor atau

neoplasma yang tersusun oleh jaringan multipel yang bersifat asing bagi tempat dimana

tumor itu tumbuh. Tumor ini dapat mengandung elemen kulit, jaringan neural, gigi,

kartilago, kalsifikasi, lemak dan mukosa usus.

B. ETIOLOGI

Keberadaan teratoma telah diakui selama berabad-abad, selama itu pula asal

penyebabnya masih berupa spekulasi dan perdebatan. Dahulu masyarakat mempercayai


penyebabnya adalah karena menelan gigi dan rambut, kutukan dari penyihir, mimpi

buruk, atau berhubungan dengan setan.

Teori yang paling banyak dipakai saat ini adalah parthenogenik yang

mengatakan teratoma berasal dari sel germinal primordial. Teori ini didukung oleh

distribusi anatomi dari tumor yaitu sepanjang jalur migrasi sel germinal primordial dari

kantung yolk pada gonad primitif. Linder dan rekan melakukan penelitian dari teratoma

kistik matur dari ovarium . Mereka menggunakan teknik sitogenetik canggih untuk

menunjukkan bahwa tumor ini berasal dari sel germinal dan timbul dari sel germinal

tunggal setelah pembelahan meiosis pertama.

C. PATOLOGI

Teratoma tersusun atas berbagai jenis sel parenkimal yang berasal lebih dari

satu lapisan germinal dan sering berasal dari ketiga lapisan. Tumor ini berasal dari sel-

sel totipoten, umumnya pada garis tengah atau paraxial. Lokasi yang paling sering

adalah sacrococcygeal (57%). Karena berasal dari sel totipoten, sehingga sering

ditemukan di kelenjar gonad (29%). Sejauh ini, lokasi gonad yang paling sering terjadi

adalah pada ovarium, disusul pada testis. Kista teratoma kadang muncul pada

sequestered midline embryonic cell rests dan bisa pada mediastinum (7%),

retroperitonial (4%), cervical (3%) dan intrakranial (3%) . Sel-sel berdiferensiasi sesuai

lapisan germinal, yang terdiri dari berbagai jaringan pada tubuh, seperti rambut, gigi,

lemak, kulit, otot, dan jaringan endokrin.

Teratoma terbentuk dan berkembang selama kehidupan intrautrin, dapat

menjadi sangat besar pada teratoma sakrokoksigeus seiring dengan perkembangan

fetus. Teratoma sakrokoksigeus muncul dari primitif knot atau hensen’s node. Hensen’s

node adalah suatu agregasi dari sel totipotensial yang merupakan pengatur utama pada
perkembangan embrionik. Semula terletak di bagian posterior embrio yang bermigrasi

secara caudal pada minggu pertama kehidupan didalam ekor embrio, akhirnya berhenti

di anterior tulang ekor (coccyx). Alur migrasi dari sel germinal menunjukan lokasi dan

patologi yang paling sering terdapat teratoma (sakrokoksigeus dan gonad). Sel-sel ini

dapat meluas ke postero-inferior masuk daerah glutea dan /atau postero-superior masuk

ke rongga abdominopelvik. Pemisahan sel totipotensial dari hansen’s node mungkin

menyebabkan munculnya teratoma sakrokoksigeus. Sel pleuripotensial ini melarikan

diri dari kontrol pengatur embrionik dan berdiferensiasi masuk dalam jaringan yang

tidak biasa ditemukan pada daerah sakrokoksigeus. Tumor terjadi dekat dengan tulang

ekor, dimana konsentrasi terbesar primitif sel berada untuk waktu yang lama selama

masa perkembangan.

D. EPIDEMIOLOGI

Empat puluh tujuh persen dari teratoma ditemukan di daerah sacrokoksigeal dan

sacrokoksigeal ini adalah tumor yang sering terjadi pada bayi baru lahir, dengan insiden

dari 1 : 40.000 kelahiran. Dan rasio pria : wanita adalah 1 : 4. 4 Teratoma sakrokoksigeus

merupakan varian yang tersering (45-65% kasus), selain gonad (10-35%), mediastinal

(10-12%), retroperitoneal (3-5%), cervical (3-6%), presakral (3-5%) dan susunan saraf

pusat (2-4%). 2

Sekitar 20% dari teratoma sakrokoksigeus merupakan tumor ganas. Teratoma

lebih banyak terjadi pada perempuan, tetapi keganasan teratoma lebih banyak terjadi

pada laki-laki. Seluruh spesimen harus dieksisi oleh ahli patologi untuk mencari elemen

keganasan. Terapi radiasi dan kemoterapi khususnya penggunaan Cytoxian, vincristine

dan actinomycin seharusnya menjadi pertimbangan terapi pada pasien ketika elemen

keganasan ditemukan. Sayangnya, hampir tidak ada bayi baru lahir yang selamat ketika

mereka teratoma yang diderita merupakan tipe keganasan.


Jumlah kematian pada anak-anak dengan teratoma sakrokoksigeum benigna

harus diminimalkan. Dalam survei rantai luas oleh American Academy of Pediatric

tahun 1973, 2 persen dari pasien yang dioperasi untuk penyakit benigna meninggal post

operasi, setengahnya disebabkan oleh perdarahan sedangkan setengah lainnya

disebabkan oleh meningitis. Ada beberapa kematian yang terjadi pada kelompok

benigna, tetapi semua itu berhubungan dengan anomali yang terkait.

1. Frekuensi

Freksuensi 25% dari tumor sel germinal pada wanita usia dibawah 15 tahun

dengan usia median 19 tahun. Teratoma sakrokoksigeal adalah tumor tersering

pada bayi baru lahir, terjadi pada 1 kelahiran diantara 20.000-40.000 kelahiran.

Kista Teratoma matur terjadi pada 10-20% keganasan ovarium. Tumor ini

merupakan tumor sel germinal ovarium dan juga keganasan tumor tersering pada

pasien dibawah 20 tahun. Sementara, kasus tumor bilateral terjadi pada 8-14% dari

seluruh kasus.

Insiden tumor testikular pada pria adalah sebesar 2,1-2,5 kasus per 100.000

populasi. Tumor sel germinal terjadi pada 95% tumor testikular setelah pubertas,

tetapi teratoma jinak testis jarang terjadi, hanya sebesar 3-5% dari jumlah kasus

tumor sel germinal. Insiden tumor testis pada anak prepubertal adalah 0,5-2 kasus

per 100.000, dengan prosentase teratoma matur sebesar 14-27%. Tumor ini

merupajan tumor sel germinal kedua tersering pada populasi in. Teratoma jinak

dari mediastinum jarang, yaitu 8% dari seluruh kasusu tumor pada daerah ini.

2. Teratoma sakrokoksigeal

Teratoma sakrokoksigeal sering terdiagnosis pada periode prenatal, dan

komplikasinya dapat muncul selama sebelum dan setelah kelahiran. Outcome

setelah diagnosis antenatal lebih buruk bila dibandingkan yang didiagnosis post
natal dan dilakukan pembedahan serial, dengan tingkat survival bervariasi dari 54-

77%

Potensi komplikasi pada uterus meliputi polihidramnion dan perdarahan

tumor, yang menyebabkan anemia dan nonimmune hydrops fetalis. Bila terdapat

.atrioventricular shunting terjadi dalam tumor, hydrops dapat disebabkan high

output cardiac failure.

Perkembangan hidrops adalah tanda yang buruk. Jika berkembang setelah

gestasi 30 minggu, tingkat mortalitasnya adalah sebesar 25%. Bila telah ditemukan

ada hidrops, proses persalinan direkommendasikan sesegera mungkin setelah

maturitas paru terjadi. Perkembangan hidrops sebelum gestasi 30 minggu memiliki

prognosis yang lebih buruk, dengan tingkat mortalitas 93%. Makin dkk.

melaporkan bahwa intervensi pengobatan pada masa antenatal dari hidrop fetalis

tidak meningkatkan outcome dengan tingkat kematian 6 dari 7 kasus (86%). Hidrop

dan prematuritas merupakan dua faktor yang menyebabkan kematian dan

prematuritas.

Morbiditas pospartum teratoma sakrokoksigeal adalah terkait dengan

anomali kongenital, masa dari tumor, kekambuhan yang terjadi, dan komplikasi

intra dan pasca operasi. Sepuluh sampai dua puluh empat persen teratoma

sakrokoksigeal dihubungkan dengan anomali kongenital lainnya, terutama defek

pada daerah hindgut dan kloaka, yang melebihi estimasi 2,5% pada populasi umum

[14,15,3].

Pada salah satu studi serial yang meneliti 57 kasus teratoma jinak selama

peride 40 tahun dari sebuah lembaga, 5 kasus kekambuhan dilaporkan. Pada kasus

tersebut, hanya satu kasus kekambuhan yang tidak memerlukan koksigektomi, dan

terdapat satu kasus yang semula dianggap tumor jinak dengan komponen immature
ditemukan adanya karsinoma embrional setelah eksisi ketiga. Pada penelitian ini

juga, 3 pasien didapatkan mengalami infeksi luka pasca operasi dan satu pasien

mengalami pneumonia pasca operasi. Tingkat survival keseluruhan adalah sebesar

95% dan tingkat morbiditas atau mortalitas konsisten selama periode 40 tahun

penelitian .

Pada penelitian yang lebih baru, 26 pasien didiagnosisi dengan teratoma

jinak. Tujuh dari 20 pasien dengan follow up jangka panjang mengalami

perkembangan neuropati bladder dan gangguan usus. Sebuah penelitian

longitudinal cross-sectional menemukan gejala sisa pada masa anak-anak,

membaik seiring berjalannya waktu, sementara gejala fungsional yang dilaporkan

pada masa dewasa adalah sama dengan populasi umum dan tidak meningkat

melebihi kelompok kontro.

3. Teratoma ovarium

Komplikasi dari teratoma ovarium meliputi torsi, ruptur, infeksi, anemia

hemolitik, dan degenerasi maligna. Torsi adalah penyebab morbiditas utama,

terjadi pada 3-11% kasus. Beberapa penelitian menunjukkan bawa peningkatan

ukuran tumor berhubungan dengan peningkatan risiko torsi [2,17].

Ruptur dari teratoma kistik memang jarang dan mungkin spontan atau

terjadi karena torsi. Banyak laporan penelitian menyebutkan bahwa tingkat

kejadian ruptur kurang dari 1% [2,1], meskipun penelian oleh Ahan dkk.

melaporkan bahwa terjadi pada 2,5% dari 501 pasien yang diteliti [18]. Ruptur

dapat terjadi tiba-tiba, menyebabkan shock atau perdarahan dengan chemical

peritonitis acute. Kasus yang kronis bisa juga terjadi, yang akan mneyebabkan

peritonitis granulomatosa. Prognosisi setelah kejadian ruptur biasanya baik, tetapi

ruptur sering kali menyebabkan adanya perlekatan tebal.


Infeksi jarang terjadi dan terjadi kurang dari 1-2% kasus. Bakteri coliform

merupakan organisme yang sering terlibat [18, 17].

Anemia hemolitik autoimmune telah dihubungkan dengan kasus teratoma

kistik matur. Pada kasus ini, pengeluaran tumor menyebabkan kesembuhan dari

gejala ini. Teori yang membelakangi mekanisme patogenesis dari kejadian ini

adalah (1) zat dari tumor yang merupakan antigen bagi host, sehingga

menyebabkan pembentukan antibodi yang bereaksi silang dengan sel darah merah

host, (2) adanya produksi antibodi dari tumor yang secara langsung melawan sel

darah merah host, (3) terlapisnya sel darah merah oleh substansi tumor sehingga

menyebabkan perubahan antigenisitas sel darah merah. Dalam lingkup ini, imejing

radiologis dari pelvis diperlukan pada kasus anemia hemolitik refrakter [19,20].

Pada bentuk yang asli, teratoma kistik matur ovarium umumnya selalu

jinak, namun sekitar 0,2-2% kasus mengalami transformasi maligna pada salah satu

komponennya, yang seringkali adalah sel skuamos. Prognosis pasien dengan

degenerasi maligna umumnya buruk namun tergantung dari stadium dan jenis sel

yang mengalami degenerasi

4. Teratoma testis

Teratoma testis terjadi pada anak-anak dan dewasa, tetapi insiden dan

perjalanan penyakitnya sangat berbeda. Teratoma murni tersusun atas 38% tumor

sel germinal pada bayi dan ank-anak, tetapi hanya 2% saja setelah pubertas. Pada

anak-anak, biasanya bersifat jinak, sementara pada remaja dan dewasa sering kali

mengalami metastase [22,23]. Oleh karena, tidak adanya metastase pada kasus

prepubertas, maka morbiditas terbatas pada komplikasi pembedahan dan

pascaoperasi.
Selama dan setelah pubertas, semua teratoma dianggap ganas karena

meskipun teratoma matur (yang secara histologis komponennya matur) dapat

mengalami metastasis ke kelenjar getah bening retroperitonial atau pada tempat

lain. Tingkat metastasis bervariasi dari 29-76%. Morbiditas dihubungkan dengan

pertumbuhan dari tumor, yang dapat menginvasi atau mengobstruksi struktur lokal,

sehingga menjadi tidak dapat direseksi. Sekitar 20% pasien mengalami

kekambuhan selama periode pengawasan [22].

5. Teratoma mediastinum

Teratoma matur mediastinum, merupakan tumor sel germinal mediastinum,

adalah lesi yang jinak. Tumor ini tidak memiliki potensi ganas seperti yang diamati

pada teratoma testis dan dapat disembuhkan dengan reseksi surgikal saja. Oleh

karena letak dari lesi ini, maka sumber morbiditas seringkali terkait dengan

komplikasi intraoperasi dan pascaoperasi.

6. Jenis Kelamin

Teratoma sakrokoksigeal sering terjadi pada wanita daripada pria, dengan

rasio wanita dibandingkan pria 3-4:1. Sebagian besar laporan menyebutkan tidak

ada predileksi seksual pada teratoma medastinal. Kecuali, teratoma testikular, 75-

80% teratoma terjadi pada wanita .

7. Umur

Lokasi dari teratoma berhubungan dengan usia:

 Pada bayi dan awal anak, lokasi paling sering adalah ekstragonadal,

sedangkan teratoma setelah anak-anak umumnya terjadi pada gonad.

 Teratoma kistik ovarium dapat terjadi pada usia berapapun, meskipun

seringkali pada masa reproduksi. Insiden tersering pada usia 20-40 tahun.
 Teratoma testikular dapat muncul pada usia berapapun tetapi lebih sering

terjadi pada masa bayi dan anak-anak. Pada dewasa, teratoma tetikular

murni jarang terjadi, hanya 23% dari tumor sel germinal

 Teratoma mediastinum dapat muncul pada usia berapapun tetapi seringkali

pada usia 20-40 tahun.

E. GAMBARAN KLINIS

Tanda-tanda yang terkait dengan tumor ini bervariasi, namun secara umum,

sebagian besar timbul dari pertumbuhan tumor dan tumor memproduksi hormon. Nyeri

perut subakut merupakan gejala yang paling umum dan mencerminkan pesatnya

pertumbuhan tumor. Tumor unilateral akan berkembang menjadi distensi kapsul,

perdarahan, atau nekrosis. Selain itu, kista atau perdarahan intraperitoneal mmengarah

ke akut abdomen pada 10-20 persen pasien.

Pada penyakit yang lebih lanjut, asites dapat mengembangkan dan

menyebabkan distensi perut. Karena perubahan hormonal yang sering menyertai tumor

ini, ketidakteraturan menstruasi juga dapat berkembang. Meskipun kebanyakan pasien

mengalami satu atau lebih dari gejala-gejala ini, seperempat dari individu

asimptomatik, dan massa pelvis ditemukan pada pemeriksaan fisik atau sonografi.

Secara klinis, tumor paling sering muncul sebagai massa yang menonjol antara

coccyx dan anus yang biasa ditutupi dengan kulit normal yang intak. Beberapa pasien,

seluruh atau sebagian benjolan terletak pada permukaan retrorektal atau

retroperitoneum. Pada bayi dan anak-anak, Tumor muncul sebagai massa pada daerah

sakropelvis yang menekan kandung kemih dan rectum. Seringnya gejala obstruksi pada

traktus urinarius yang disebabkan oleh kompresi ureter dan urethra terhadap pubis atau

kompresi ureter terhadap pinggiran pelvis dan terjadi kesulitan defekasi sebagai tanda

obstruksi yang mungkin tidak cukup dikenali.


Sebagian kecil pasien dapat mengalami paralysis, nyeri, atau kelemahan pada

kaki, terutama pada stadium lambat dari invasi maligna dari tumor.

Pada teratoma sakrokoksigeus pada fetus, jika tumornya besar, dapat menyebabkan

distosia, kesulitan melahirkan dan perdarahan atau laserasi tumor.


DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R., Wim de Jong. Buku ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta :

EGC, 2004.

2. Mitchell R, Kumar Vinay. Et.al. Buku saku Dasar Patologis Penyakit, Edisi 7.

Jkarta

3. Chad A Hamilton, MD. Cystic teratoma. Januari 2012.

http://emedicine.medscape.com/article/281850-overview

4. Robert Schwartz, MD, MPH. Dermoid Cyst. Febuari 2012.

http://emedicine.medscape.com/article/1112963-overview

5. Adkins E Stanton, MD. Pediatric Teratomas and Other Germ Cell Tumors

Follow-up. Desember 2011. http://emedicine.medscape.com/article/939938-

followup

6. Dr. Herry Setya Yudha Utama, Sp.B MHKes FinaCS. Case Report and

Literature Review: Fetus in Fetu Laki-laki Hamil Selama 4 tahun. November

2011. http://www.herryyudha.com/2011/11/case-report-and-literatur-review-

fetus.html

Anda mungkin juga menyukai