Anda di halaman 1dari 26

PRESENTASI KASUS

KONJUNGTIVITIS GONORE

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Penyakit Mata di Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga

Disusun Oleh:
Rista Nurul Fitria
20174011076

Pembimbing:
dr. Awang Wimbo Yuwono, Sp.M

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan presentasi kasus dengan judul


KONJUNGTIVITIS GONORE

Disusun oleh:
Rista Nurul Fitira
20164011206

Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal: 14 Agustus 2018

Disahkan oleh:
Pembimbing

dr. Awang Wimbo Yuwono, Sp.M


BAB I
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : An. Q
Umur : 8 hari
Agama : Islam
Pekerjaan : -
Alamat : Bringin, Semarang
No. RM : 18-19-397***

B. Alo-Anamnesis
Keluhan Utama:
Mata kanan dan kiri keluar cairan kuning.

Riwayat Penyakit Sekarang:


Seorang bayi usia 8 hari dibawa ke IGD RSUD Salatiga oleh kedua orang tuanya
dengan keluhan kedua mata kanan dan kiri keluar cairan (beleken) sejak 2 hari SMRS.
Sekret berwarna kuning kental (+). Kedua mata juga susah untuk dibuka (+), mata
merah (+). Sekret muncul tiba-tiba setelah bangun tidur, awalnya sedikit dan semakin
hari semakin banyak. Keluhan lain seperti demam (-) disangkal, muntah (-)
disangkal. Bayi lahir dengan persalinan normal, usia kelahiran 38 minggu dan berat
badan lahir 3200 gram.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Menurut ibu pasien, pasien sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan seperti
ini. Riwayat sakit mata yang lain di sangkal. Riwayat trauma pada mata disangkal.

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga:


Keluhan hal serupa dalam keluarga disangkal. Ibu pasien merupakan ibu rumah
tangga dengan usia 25tahun, suaminya berusia 27tahun dan bekerja sebagai buruh
pabrik. Saat ini, ayah pasien sedang mengalami cacar air. Pasien tidur satu tempat
tidur dengan kedua orang tuanya. Pasien merupakan anak pertama. Saat hamil usia 7
bulan hingga melahirkan, ibu pasien sering mengalami keputihan, sebelumnya tidak
pernah mengalami keputihan. Kadang merasakan gatal di vaginanya, namun jarang.
Menurut aloanamnesis dengan ibu pasien, suaminya sering mengeluhkan gatal-
gatal di area pantat. Riwayat infeksi saluran kemih disangkal (-) keluar nanah/gatal di
area genitalia disangkal (-). Riwayat berhubungan seksual sebelum menikah disangkal
(-), riwayat berhubungan saat hamil muda (+), saat 6 bulan selanjutnya disangkal (-).

Riwayat Personal Sosial:


Ibu pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Suami bekerja sebagai buruh pabrik.
Pasien tidur satu tempat tidur dengan kedua orang tuanya.

C. Pemeriksaan Fisik

STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : -
Nadi : 142 x/menit
Pernafasan : 27 x/menit
Suhu : 37 oC

STATUS OFTALMOLOGIS
OD OS
Tidak dilakukan Visus Tanpa Koreksi Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Visus Dengan Koreksi Tidak dilakukan
Bebas ke segala arah Gerakan Bola Mata Bebas ke segala arah
Palpasi (normal) Tekanan Bola Mata Palpasi (normal)
Edema, tegang Palpebra Edema, tegang
Injeksi konjungtiva (+) Konjunctiva Injeksi konjungtiva (+)
Sekret (+), purulen (+) Sekret Sekret (+), purulen (+)
Sulit dievaluasi Kornea Sulit dievaluasi
Sulit dievaluasi Sklera Sulit dievaluasi
Sulit dievaluasi COA Sulit dievaluasi
Sulit dievaluasi Iris/Pupil Sulit dievaluasi

Sulit dievaluasi Lensa Sulit dievaluasi


Tidak dilakukan Fundus Media Papil Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Retina Tidak dilakukan

D. Diagnosis Kerja
Konjungtivitis bakteri suspect Konjungtivitis Gonore
E. Diagnosis Banding
Konjungtivitis bakteri gram positif
Konjungtivitis virus

F. Penatalaksanaan
- Infus D5 ¼ NS 8tpm
- Injeksi Amoxicillin 2x180 mg
- Injeksi Gentamicyn 1x15 mg
- Tetes mata Cravit 1 gtt/ jam ODS
- Irigasi untuk pembersihan konjungtiva dengan betadine cair dan aquades.
G. Assesment
- Pemeriksaan laboratorium sekret conjungtiva untuk gram negative (3x).
H. Prognosis
Dubia ad vitam : bonam
Dubia ad sanationam : bonam
Dubia ad kosmetika : bonam
Dubia ad visam : bonam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN HISTOLOGI KONJUNGTIVA

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang melapisi
bagian posterior palpebra (konjungtiva palpebra) dan bagian anterior sklera
(konjungtiva bulbi). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi palpebra
(Mucocutaneus junction) dan dengan epitel kornea di limbus. Konjungtiva dibedakan
menjadi 3 bagian, yaitu 6 :

1. Konjungtiva Palpebra
Melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Dibagi
menjadi 3 bagian, yaitu:
i. Marginal conjunctiva
Konjungtiva marginal memanjang dari batas palpebra sampai sekitar 2 mm
pada bagian belakang palpebra dibagian cekungan, sulkus subtarsalis.
ii. Tarsal conjunctiva
Konjungtiva tarsalis sangat tipis, transparan dan banyak pembuluh darah.
Konjungtiva tarsalis sangat melekat pada seluruh bagian tarsal pada palpebra
superior. Pada palpebra inferior hanya melekat sebagian pada tarsus.
iii. Bagian orbital
Bagian orbital dari konjungtiva palpebra melekat secara longgar diantara
tarsal plate dan fornix 6.

2. Konjungtiva Bulbaris
Konjungtiva bulbaris tipis, transparan dan melekat secara longgar dengan
struktur yang mendasari sehingga terjadi memungkinkan terjadi pergerakan bola
mata. Konjungtiva bulbaris dipisahkan dari sklera anterior oleh jaringan episklera
dan kapsul tenon. Daerah sekitar 3 mm dari konjungtiva bubi di sekitar kornea
disebut konjungtiva limbus. Pada daerah limbus, konjungtiva, kapsula tenon dan
jaringan episklera menyatu dalam jaringan padat yang kuat yang melekat pada
corneoscleral junction. Pada limbus, epitel konjungtiva berlanjut ke kornea 6.
Lipatan konjungtiva bulbaris yang tebal, lunak dan mudah bergerak (plica
semilunaris) terletak di kantus internus dan merupakan selaput pembentuk
kelopak mata dalam pada beberapa hewan kelas rendah. Struktur epidermoid
kecil semacam daging (carancula) menempel secara superfisial ke bagian dalam
plica semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung baik elemen
kulit maupun membran mukosa 6.

3. Konjungtiva Forniks
Dari permukaan dalam palpebra, konjungtiva palpebra melanjutkan diri ke
arah bola mata membentuk dua resesus, yaitu forniks superior dan inferior.
Forniks superior terletak kira – kira 8 – 10 mm dari limbus dan forniks inferior
terletak kira – kira 8 mm dari limbus. Pada bagian medial, struktur ini menjadi
karankula dan plika semilunaris. Di sisi lateral, forniks terletak kira – kira 14 mm
dari limbus. Saluran keluar dari glandula lakrimal bermuara pada bagian lateral
forniks superior. Konjungtiva forniks superior dan inferior melekat longgar
dengan pembungkus otot rekti dan levator yang terletak di bawahnya. Kontraksi
otot – otot ini akan menarik konjungtiva sehingga ia akan ikut bergerak saat
palpebra maupun bola mata bergerak. Perlekatan yang longgar tersebut juga akan
memudahkan terjadinya akumulasi cairan 6.

Gambar 1. Bagian – bagian konjungtiva 6

4. Histologi konjungtiva
Konjungtiva seperti halnya membran mukosa lainnya, terdiri atas:
a. Lapisan epitel konjungtiva
Lapisan sel epitel pada konjungtiva beragam bentuk sesuai bagian –
bagiannya, seperti :
 Marginal conjunctiva : memiliki lima lapisan sel epitel skuamosa
bertingkat.
 Tarsal conjunctiva : memiliki dua lapisan sel epitel. Lapisan yang
superfisial adalah sel slindris dan lapisan yang lebih dalam adalah sel
pipih.
 Konjungtiva bulbar dan fornix : memiliki tiga lapisan epitel. Lapisan
superfisial adalah sel slindris, kemudian diikuti oleh sel polihedral dan
lapisan paling dalam adalah sel epitel kuboid.

b. Lapisan adenoid
Disebut juga lapisan limfoid dan terdiri dari jaringan ikat halus. Lapisan
adenoid ini tidak berkembang sampai setelah bayi umur 3 atau 4 bulan. Hal
ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat
papilar bukan folikular 6.

c. Lapisan fibrous
Terdiri dari kolagen dan serat elastis. Dimana lapisan ini lebih tebal
dibandingkan lapisan adenoid, kecuali pada daerah tarsal dari konjungtiva
(sangat tipis). Lapisan ini mengandung pembuluh darah dan saraf
konjungtiva. Menyatu dengan dasar dari kapsul tenon (fascia bulbi) di daerah
konjungtiva bulbi 6.
Substansia propia pada konjungtiva mengandung sel mast (6000/mm3),
sel plasma, limfosit dan netrofil yang memegang peranan dalam respon imun
seluler. Jenis limfosit yang paling banyak ditemukan adalah sel T, yaitu kira
– kira 20 kali lebih banyak dibanding sel B. Selain itu, ditemukan pula IgG,
IgA, dan IgM yang terletak ekstraseluler 6.
Permukaan epitel konjungtiva ditutupi oleh mikrovili. Mikrovili
dibentuk oleh penonjolan sitoplasma yang menonjol ke permukaan sel epitel.
Ukuran diameter dan tinggi mikrovili kira – kira 0,5 µm dan 1µm. Fungsi
mikrovili selain untuk memperluas daerah absorbsi juga untuk menjaga
stabilitas dan integritas tear film 6.

5. Kelenjar mucin sekretoris


Terdiri dari sel goblet (kelenjar uniseluler yang terletak pada epitel),
crypts pf Henle (tampak pada konjungtiva tarsal), dan glands of Manz (pada
konjungtiva bulbi). Kelenjar ini mensekresi mukus yang berguna untuk
membasahi kornea dan konjungtiva 6.
Sel goblet adalah sel yang relatif besar dengan ukuran kurang lebih 25
µm. Sel ini dibentuk oleh membran yang berisi musin. Daerah basal sel goblet
mengandung nukleus, retikulum endoplasma dan apparatus golgi. Daerah apeks
mengandung sejumlah besar granula sekretoris yang memberi bentuk yang unik
pada sel tersebut. Organel dan nukleus pada sel goblet yang telah berkembang
akan terdorong ke tepi oleh kandungan mukus di dalamnya. Lisosom, mikrosom
dan mitokondria juga ditemukan dalam sitoplasma 6.
Sel goblet diketahui berperan dalam sekresi musin hingga 2,2 µL mukus
dalam sehari. Mukus ini penting dalam menjaga integritas permukaan okular,
karena dapat melicinkan dan melindungi sel epitel 6.
Sel goblet ditemukan pada lapisan tengah dan superfisial epitel dan
merupakan 15% dari sel epitel permukaan manusia. Sel ini dapat ditemukan di
forniks inferior bagian nasal, tengah dan sedikit di daerah palpebra. Jarang
ditemukan di konjungtiva bulbi dan tidak ada di kornea. Total populasi sel goblet
berkisar antara 1000 hingga 56.000 per mm2 permukaan konjungtiva, tergantung
pada ada atau tidaknya proses inflamasi pada daerah tersebut. Sebagian besar sel
goblet melekat pada membrana basalis oleh suatu tangkai sitoplasmik yang tipis.
Sel goblet melekat dengan sel epitel tetangganya oleh dermosom 6.

6. Kelenjar lakrimal asesorius


Kelenjar lakrimal asesorius terdiri dari :
 Glands of Krause : Tampak pada jaringan ikat subkonjungtiva di
daerah fornix (sekitar 42 kelenjar pada fornix superior dan 8 pada
fornix pposterior)
 Glands of Wolfring : Tampak sepanjang batas atas tarsus superior dan
sepanjang batas bawah tarsus inferior 6.

Gambar 2. Bagian – bagian konjungtiva dan kelenjarnya 6


Gambar 3. Struktur Mikroskopis dari konjungtiva 6

7. Vaskularisasi Konjungtiva
Pembuluh darah okular berasal dari arteri oftalmika, yang merupakan
cabang dari arteri karotis interna. Arteri oftalmika bercabang menjadi arteri retina
sentralis, arteri siliaris posterior dan beberapa arteri siliaris anterior.
Vaskularisasi konjungtiva berasal dari 3 sumber, yaitu: (1) Arkade perifer
dari palpebra, (2) Arkade marginal dari palpebra, (3) arteri siliaris anterior.
Konjungtiva palpebra dan forniks di suplai oleh cabang dari arkade marginal dan
perifer dari palpebra. Sedangkan konjungtiva bulbi di suplai oleh dua pembuluh
darah yaitu arteri konjungtiva posterior (merupakan cabang dari arteri palpebra)
dan arteri konjungtiva anterior (merupakan cabang dari arteri siliaris anterior).
Cabang terminal dari arteri konjungtiva posterior beranastomose dengan arteri
konjungtiva anterior untuk membentuk plexus pericorneal 6.
Vena – vena konjungtiva lebih banyak dibandingkan arteri konjungtiva.
Diameter vena – vena ini bervariasi dari 0,01 hingga 0,1 mm. Drainase utama dari
konjungtiva tarsalis dan konjungtiva bulbi langsung mengarah ke vena – vena
palpebralis dan beberapa dari sekililing kornea ke vena siliaris anterior 5.
Gambar 4. Blood Supply Konjungtiva 6

8. Sistem limfatik konjungtiva


Konjungtiva memilki sistem limfatik yang kaya anstomose. Sistem
limfatik pada konjungtiva berperan dalam reaksi imunologis yang terjadi pada
penyakit okular dan pasca pembedahan. Aliran limfatik yang berasal dari lateral
akan mengarah ke kelenjar limfe preaurikular, sementara aliran limfatik yang
berasal dari medial akan mengarah ke kelenjar limfe submandibular. Pembeluh
limfe konjungtiva dibentuk oleh 2 pleksus, yaitu:
a. Pleksus Superfisial
Pleksus ini terdiri atas pembuluh – pembuluh kecil yang terletak di bawah
kapiler pembuluh darah. Pleksus ini menerima aliran limfatik dari area
limbus.
b. Pleksus Profunda
Pleksus ini terdiri dari pembuluh – pembuluh yang lebih besar yang terletak
di substansia propia 6.

9. Inervasi konjungtiva

Inervasi sensoris konjungtiva bulbi berasal dari nervus siliaris longus,


yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris, cabang dari divisi oftalmikus
nervus trigeminus. Inervasi dari konjungtiva palpebra superior dan konjungtiva
forniks superior berasal dari cabang frontal dan lakrimal divisi oftalmikus nervus
trigeminus. Inervasi dari konjungtiva palpebra inferior dan konjungtiva forniks
inferior berasal dari cabang lakrimal divisi oftalmikus nervus trigeminus pada
daerah lateral dan dari nervus infraorbital dari divisi maksila nervus trigeminus 6.

B. DEFINISI
Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada
konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi bagian
berwarna putih padamata dan permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis
terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat dan
biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis Konjungtivitis dapat hilang dengan
sendiri, tapi ada juga yang memerlukan pengobatan 3.
Pada literatur lain disebutkan inflamasi konjungtiva atau konjungtivitis
didefinisikan sebagai hiperemi pada konjungtiva yang kadang disertai dengan sekret
atau discharge cair, mukoid, mukopurulen, atau purulen 6.
Konjungtivitis dapat mengenai pada usia bayi maupun dewasa. Konjungtivitis
pada bayi baru lahir, bisa mendapatkan infeksi gonokokus pada konjungtiva dari
ibunya ketikamelewati jalan lahir. Karena itu setiap bayi baru lahir mendapatkan tetes
mata (biasanya perak nitrat, povidin iodin) atau salep antibiotik (misalnya eritromisin)
untuk membunuh bakteri yang bisa menyebabkan konjungtivitis gonokokal. Pada usia
dewasa bisamendapatkan konjungtivitis melalui hubungan seksual (misalnya jika
cairan semen yangterinfeksi masuk ke dalam mata).
Konjungtivitis Gonore merupakan radang konjungtiva akut dan hebat yang
disertai sekret purulen, yaitu Adult purulent conjungtivitis pada dewasa, Opthalmia
neonatorum pada bayi berusia 1-3 hari, dan conjungtivitis gonore infantum pada bayi
berusia lebih dari 10 hari.
Biasanya konjungtivitis hanya menyerang satu mata. Dalam waktu 12 sampai
48 jam setelah infeksi mulai, mata menjadi merah dan nyeri. Jika tidak diobati bisa
terbentuk ulkus kornea, abses, perforasi mata bahkan kebutaan. Untuk mengatasi
konjungtivitis gonokokal bisa diberikan tablet, suntikan maupun tetes mata yang
mengandung antibiotik 3.
C. ETIOLOGI
Ada beberapa etiologi pada konjungtivitis secara umum, yaitu :

1. Konjungtivitis infeksi : bakteri, klamidia, viral, fungi, rickettsia, spirochetal,


protozoa, parasit

2. Konjungtivitis Alergika

3. Konjungtivitis Irritattive

4. Keratokonjungtivitis disertai dengan penyakit kulit dan membrane mukosa

5. Konjungtiva traumatika

6. Keratokonjungtivitis karena penyebab yang tidak diketahui 6

Tabel Perbedaan Jenis-Jenis Konjungtivitis Umum 8


Temuan Klinis Viral Bakteri Klamidia Alergika
dan Sitologi
Gatal Minimal Minimal Minimal Hebat
Hiperemi Generalisata Generalisata Generalisata Generalisata
Mata Berair Banyak Sedang Sedang Minimal
Eksudasi Minimal Banyak Banyak Minimal
Adenopati Sering Jarang Sering Tidak Ada
Preaurikular
Pada Kerokan Monosit PMN PMN, Sel Eosinofil
dan Hapusan Plasma, Badan
Inklusi
Disertai Sakit Sesekali Sesekali Tidak Pernah Tidak Pernah
Tenggorokan
dan demam

Konjungtivis gonore disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhoeae. Gonokok


merupakan kuman yang sangat pathogen, virulen, dan bersifat invasiv sehingga reaksi
radang terhadap kuman ini snagat berat.
Port De Entree Konjungtivitis Gonore menular melalui kontak genital ke mata.
D. MORFOLOGI N. GONORRHEAE

1. Ciri Organisme
Secara umum ciri Neisseriae adalah bakteri gram negatif, diplokokus non motil,
berdiameter mendekati 0,8 μm. Masing-masing cocci berbentuk ginjal. Ketika
organisme berpasangan sisi yang cekung akan berdekatan. 4
2. Karakteristik Pertumbuhan
Neisseriae paling baik tumbuh pada kondisi aerob. Mereka membutuhkan syarat
pertumbuhan yang kompleks. Neisseria menghasilkan oksidase dan memberikan
reaksi oksidase positif, tes oksidase merupakan kunci dalam mengidentifikasi
mereka. Ketika bakteri terlihat pada kertas filter yang telah direndam dengan
tetrametil parafenilenediamin hidroklorida (oksidase), neisseria akan dengan
cepat berubah warna menjadi ungu tua.

Gonococci paling baik tumbuh pada media yang mengandung substansi


organik yang kompleks seperti darah yang dipanaskan, hemin, protein hewan dan
dalam ruang udara yang mengandung 5% CO2. Pertumbuhannya dapat dihambat oleh
beberapa bahan beracun dari media seperti asam lemak dan garam. Organisme dapat
dengan cepat mati oleh pengeringan, penjemuran, pemanasan lembab dan desinfektan.
Mereka menghasilkan enzim autolitik yang dihasilkan dari pembengkakan yang cepat
dan lisis in vitro pada suhu 25º C dan pada pH alkalis.

Organisme ini tidak dapat hidup pada daerah kering dan suhu rendah, tumbuh
optimal pada suhu 35-37oC dan ph 7,2-7,6 untuk pertumbuhan yang optimal. Gram
negative diplokokus biasa terlihat didalam neutrofil. Gonokokkus terdiri dari 4
morfologi, type 1 dan 2 bersifat patogenik dan type 3 dan 4 tidak bersifat
patogenik.Tipe 1 dan 2 memiliki vili yang bersifat virulen dan terdapat pada
permukaannya, sedangkan tipe 3 dan 4 tidak memiliki vili dan bersifat non-virulen.
Vili akan melekat pada mukosa epitel dan akan menimbulkan reaksi radang.

E. KLASIFIKASI
Penyakit ini dapat mengenai bayi berumur 1 – 3 hari, disebut oftalmia
neonatorum, akibat infeksi jalan lahir. Dapat pula mengenai bayi berumur lebih dari
10 hari atau pada anak-anak yang disebut konjungtivitis gonore infantum. Bila
mengenai orang dewasa biasanya disebut konjungtivitis gonoroika adultorum.
F. PATOLOGI
Konjungtiva adalah lapisan mukosa yang membentuk lapisan terluar mata.
Iritasi apapun pada mata dapat menyebabkan pembuluh darah dikonjungtiva
berdilatasi. Iritasi yang terjadi ketika mata terinfeksi menyebabkan mata
memproduksi lebih banyak air mata. Sel darah putih dan mukus yang tampak di
konjungtiva ini terlihat sebagai discharge yang tebal kuning kehijauan. 6
Perjalanan penyakit pada orang dewasa secara umum, terdiri atas 3 stadium :
1. Infiltratif
2. Supuratif atau purulenta
3. Konvalesen (penyembuhan), hipertrofi papil.

Gambar 5. Konjungtivits Gonore pada bayi

1. Stadium Infiltratif.
Berlangsung 3 – 4 hari, dimana palpebra bengkak, hiperemi, tegang,
blefarospasme, disertai rasa sakit. Pada konjungtiva bulbi terdapat injeksi
konjungtiva yang lembab, kemotik dan menebal, sekret serous, kadang-kadang
berdarah. Kelenjar preauikuler membesar, mungkin disertai demam. Pada orang
dewasa selaput konjungtiva lebih bengkak dan lebih menonjol dengan gambaran
hipertrofi papilar yang besar. Gambaran ini adalah gambaran spesifik gonore
dewasa. Pada umumnya kelainan ini menyerang satu mata terlebih dahulu dan
biasanya kelainan ini pada laki-laki didahului pada mata kanannya.
2. Stadium Supurativa/Purulenta.
Berlangsung 2 – 3 minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra masih
bengkak, hiperemis, tetapi tidak begitu tegang dan masih terdapat blefarospasme.
Sekret yang kental campur darah keluar terus-menerus. Pada bayi biasanya
mengenai kedua mata dengan sekret kuning kental, terdapat pseudomembran
yang merupakan kondensasi fibrin pada permukaan konjungtiva. Kalau palpebra
dibuka, yang khas adalah sekret akan keluar dengan mendadak (memancar
muncrat), oleh karenanya harus hati-hati bila membuka palpebra, jangan sampai
sekret mengenai mata pemeriksa. 4,6,7
3. Stadium Konvalesen (penyembuhan).
Berlangsung 2 – 3 minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra sedikit
bengkak, konjungtiva palpebra hiperemi, tidak infiltratif. Pada konjungtiva bulbi
injeksi konjungtiva masih nyata, tidak kemotik, sekret jauh berkurang.
Pada neonatus infeksi konjungtiva terjadi pada saat berada pada jalan
kelahiran, sehingga pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang sedang
menderita penyakit tersebut. Pada orang dewasa penyakit ini didapatkan dari
penularan penyakit kelamin sendiri.
Pada neonatus, penyakit ini menimbulkan sekret purulen padat dengan masa
inkubasi antara 12 jam hingga 5 hari, disertai perdarahan sub konjungtiva dan
konjungtiva kemotik.

Penularan vertikal dari ibu merupakan rute penularan ke bayi. Kedua orang
tua, bagaimanapun, harus diskrining untuk infeksi STD. Sebenarnya permukaan
okular dilengkapi dengan fitur anatomi dan fungsional unik yang mencegah infeksi
bakteri di mata sehat, baik pada bayi dan orang dewasa. Imunoglobulin, lisozim,
complement, dan beberapa enzim antibakteri dapat ditemukan di air mata. “Tear
Film” yang terus menerus didaur ulang menciptakan lingkungan yang membuatnya
sangat sulit untuk bakteri dapat berkembang. Pada dasarnya, sulit untuk teradinya
invasi oleh N.gonorrhea. Sayangnya, bakteri dapat invasi pada saat fungsi barier
rusak. Selain itu exotoxins bakteri seperti yang ditemukan di Streptococcus dan
spesies Staphylococcus dapat menyebabkan nekrosis 5.

Patologi konjungtivitis neonatal juga dipengaruhi oleh anatomi jaringan


konjungtiva pada bayi baru lahir. Peradangan konjungtiva dapat menyebabkan
pelebaran pembuluh darah, chemosis, dan sekresi berlebihan. Reaksi ini cenderung
lebih serius karena sebagai berikut: kurangnya kekebalan, adanya jaringan limfoid di
konjungtiva, dan tidak adanya air mata saat lahir 5.
Sel-sel fimbriated melekat pada epitel membran mukosa yang intact.
Berkapasitas untuk menyerang mukosa membran atau kulit yang mengalami abrasi.
Perlekatan terhadap epitel mukosa, diikuti dengan penetrasi ke dalam dan multiplikai
sebelum melewati sel epitel mukosa. Setelah invasie, infeksi terjadi pada lapisan sub-
epitel. Hal tersebut diatas dimungkinkan oleh karena N. Gonorhea memiliki kapsul
antiphagocytic seperti permukaan dengan muatan negatif , dan hanya fimbriated
(piliated) sel (yang dikenal sebagai jenis koloni T1 & T2) yang virulen. Sifat
antiphagocytic disebabkan oleh protein membran luar (sebelumnya Protein I, II, III
&), Por (protein Porin) mencegah fusi phagolysosome atau fagositosis dan dengan
demikian mempertahankan kelangsungan hidup intraseluler. Opa (protein opacity)
memediasi pernempelan kuat ke sel epitel dan invasi selanjutnya ke dalam 5. sel. Dan
Rmp (reduction-modifiable protein) melindungi antigen permukaan dari antibodi
bakterisidal (Por protein, LOS).

Gambar 6. Konjungtivitis Gonore

G. MANIFESTASI KLINIK

Pada bayi dan anak ditemukan kelainan bilateral dengan sekret kuning kental,
sekret dapat bersifat serous tetapi kemudian menjadi kuning kental dan purulen.
Kelopak mata membengkak, sukar dibuka dan terdapat pseudomembran pada
konjungtiva tarsal. Konjungtiva bulbi merah, kemotik, dan tebal.
Pada orang dewasa gambaran klinis meskipun mirip dengan oftalmia
neonatorum tetapi mempunyai beberapa perbedaan, yaitu sekret purulen yang tidak
begitu kental. Selaput konjungtiva terkena lebih berat dan menjadi lebih menonjol,
tampak berupa hipertrofi papiler yang besar. Konjungtiva bulbi superior paling sering
mengalami infeksi karena pada konjungtiva bulbi superior tertutup oleh palpebra dan
suhunya sama dengan suhu tubuh yang mengakibatkan bakteri akan lebih mudah
berkembang biak. Pada orang dewasa infeksi ini dapat terjadi berminggu-minggu.
H. DIAGNOSIS
Diagnosis detegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan bakteorologis 5
1. Akut, keluarnya sekret konjungtiva
2. Tanda:
a. Bengkak pada palpebra mata yang parah dan lunak
b. Konjungtiva hiperemi, kemosis, discharge purulen
c. Terbentuknya pseudomembran
d. Limfadenopati
e. Ulserasi peripheral kornea
f. Ulserasi meluas ke central
g. Perforasi dan endophthalmitis
3. Laboratorium
a. Pewarnaan gram , menunjukan : gram negative, diplococcus “kidney-
shapped”
b. Culture di media coklat atau Thayer-Martin medium

I. DIAGNOSIS BANDING
1. Konjungtivitis karena trauma kimia akibat toksik atau reaksi alergi dari silver
nitrate atau antibiotic topikal yang diberikan sesaat setelah bayi lahir
2. Konjungtivitis viral, termasuk keratokonjungtivitis HSV
3. Obstruksi duktus nasolakrimalis

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan sediaan langsung sekret
dengan pewarnaan gram atau Giemsa untuk mengetahui kuman penyebab dan uji
sensitivitas untuk perencanaan pengobatan.
Untuk diagnosis pasti konjungtivitis gonore dilakukan pemeriksaan sekret
dengan pewarnaan metilen biru, diambil dari sekret atau kerokan konjungtiva , yang
diulaskan pada gelas objek, dikeringkan dan diwarnai dengan metilen biru 1% selama
1 – 2 menit. Setelah dibilas dengan air, dikeringkan dan diperiksa di bawah
mikroskop. Pada pemeriksaan dapat dilihat diplokok yang intraseluler sel epitel dan
lekosit, disamping diplokok ekstraseluler yang menandakan bahwa proses sudah
berjalan menahun. Morfologi dari gonokok sama dengan meningokok, untuk
membedakannya dilakukan tes maltose, dimana gonokok memberikan test maltose(-).
Sedang meningokok test maltose (+).
Bila pada anak didapatkan gonokok (+), maka kedua orang tua harus diperiksa.
Jika pada orang tuanya ditemukan gonokok, maka harus segera diobati. 3,4,7,9

K. TATALAKSANA
L. Pengobatan untuk konjungtivitis gonore, ialah pasien dirawat dan diberi antibiotik
sistemik dan dapat juga diberikan secara topikal. Pada pasien yang resisten terhadap
penisillin dapat diberikan ceftriaxone. Ceftriaxone merupakan golongan sefalosporin
generasi 3. Salep eritromisin, basitrasin, gentamisin, dan ciprofloksasin
direkomendasikan untuk terapi topikal.Irigasi mata dengan normal salin setiap 30-60
menit untuk membuang debris, sel inflamasi dan protease. Pengobatan dihentikan bila
pada pemeriksaan mikroskopik yang dibuat setiap hari menghasilkan 3 kali berturut-
turut hasil negatif.1,2

Pengobatan dilakukan bila ditemukan diplokokus batang intraseluler pada pewarnaan


gram dan sangat dicurigai konjungtivitis Gonore. Pasien harus dirawat dan di isolasi
serta diberikan pengobatan dengan sebaik-baiknya. Prinsip manajemen dan follow –
up pada konjungtivitis Gonore 1 :
a. Konsul pada pediatri
b. Berikan pengobatan secara sistemik dengan ceftriaxone atau cefotaxime
untuk mencegah komplikasi arthritis, meningitis, maupun sepsis.
c. Pengobatan topical dengan bacitracin atau penicillin
d. Lakukan irigasi sesring mungkin untuk membersihkan secret
e. Lakukan follow up dan monitor hingga konjungtivitis benar-benar sembuh
1,2

Pengobatan Konjungtivitis Gonore dibagi menjadi dua yaitu :


1. Terapi Profilaksis
2. Terapi Kuratif

1. Terapi Profilaksis

a. Evaluasi antenatal
Pemeriksaan menyeluruh pada ibu dan dilakukan pengobatan jika dicurigai
adanya infeksi genital.
b. Evaluasi Natal
Merupakan evaluasi yang paling penting, karena infeksi konjungtivitis Gonore
terjadi saat proses melahirkan
 Proses persalinan harus dilakukan dalam keadaan yang steril atau aseptic
 Kelopak mata bayi baru lahir yang dalam kondid=si tertutup harus selalu
dibersihkan dengan steril dan dalam kondisi kering
c. Evaluasi Postnatal
 Berikan salep mata Tetrasiklin 1 % atau Erhytromycin 0,5 % atau solutio
Silver Nitrate 1 % (Crede’s Method) pada kedua mata bayi segera setelah
persalinan
 Berikan injeksi Ceftriaxone 50 mg/kg IM atau IV (maksimal 125 mg)
pada bayi lahir dari ibu penderita gonorrhea yang tidak di terapi 6.

2. Terapi Kuratif
Sebelum dilakukan terapi harus dikonfirmasi infeksi yang terjadi dengan
pemeriksaan sitologi dan kultur swab dengan uji sensitivitas. Jika hasilnya
didapatkan adanya infeksi gonococcal maka dilakukan :
1.1 Terapi Topikal :
a. Irigasi dengan menggunakan larutan saline (saline lavage) hingga
bersih dari sekret
b. Berikan salep mata Bacitracin 4 kali/hari, karena pada banyak kasus
terjadi resistensi terhadap terapi topical dengan menggunakan
Penicillin. Namun pada kasus dengan uji sensitivitas didapatkan
sensitif terhadap Penicillin, maka dapat diberikan tetes mata Penicillin
5000 – 10000 unit /ml, diberikan setiap lima menit selama 30 menit.
c. Jika infeksi mengenai bagian kornea maka diberikan salep mata
Atrophine Sulphate
1.2 Terapi Sistemik :
Neonatus dengan Gonococcal Opthalmia harus diterapi selama 7 hari
dengan salah satu dari regimen pengobatan berikut :
a. Ceftriaxone 75 – 100 mg/kg/hari IV atau IM 4 kali/hari
b. Cefotaxime 100 – 150 mg/kg/hari IV atau IM, setiap 12 jam
c. Ciprofloxacin 10 – 20 mg/kg/hari atau Norfloxacin 10 mg/kg/hari
d. Jika dari hasil uji sensitivitas didapatkan sensitive terhadap Penicillin
maka dapat diberikan crystalline benzyl penicillin G 50000 unit untuk
neonatus aterm dan dengan berat normal. Untuk neonatus preterm atau
BBLR diberikan 20000 unit secara IM 2 kali/hari selama 3 hari 6.
M. KONSELING
Konseling adalah hal yang sangat penting untuk semua konjungtivitis yang
bersifat menular, untuk meminimalisir penularan maka kita harus memutus rantai
penularannya, yaitu melalui cuci tangan setelah kontak dengan mata yang infeksius,
penggunaan kontrasepsi untuk kontak seksual yang beresiko, menggunakan alat
pelindung diri jika berada pada lingkungan yang infeksius, baik melalui kontak,
droplet, maupun airborne 2.
Jika konjungtivitis berkaitan dengan Penyakit Menular Seksual (PMS),
penatalaksanaan pada sexual partner juga harus dilakukan untuk meminimlisir
penyebaran penyakit. Penderita dan pasangannya harus dirujuk ke dokter spesialis
yang khusus pada penyakit tersebut. Dokter harus waspada berulangnya kejadian
konjungtivitis Gonore jika tidak dilakukan treatment pada orang tuanya, oleh karena
itu biasanya pasangan tidak diperbolehkan untuk hamil sampai keduanya dinyatakan
benar-benar sembuh dari infeksi N.gonorrhea2.
Pada kasus ophthalmia neonatorum karena gonococcus, harus segera dirujuk
atau dibawa ke pediatric dan dokter spesialis mata untuk memperoleh penanganan
yang lebih lanjut baik untuk kesembuhan matanya dan pencegahan terjadinya infeksi
yang sistemik pada neonatus 2.

N. KOMPLIKASI
1. Ulkus kornea marginal di bagian atas, dimulai dengan infiltrate, kemudian pecah
menjadi ulkus. Ulkus ini mudah perforasi akibat adanya daya lisis kuman
gonococcal (enzim proteolitik). Ulkus kornea marginal dapat terjadi pada stadium
I atau II.
2. Blefarospasme akibat pembentukan sekret yang banyak.
3. Keratitis yang terjadi tanpa didahului kerusakan epitel kornea akibat penumpukan
sekret dibawah konjungtiva palpebra yang merusak kornea.
4. Ulkus yang mengalami perforasi dapat menyebabkan terjadinya endoftalmitis,
panoftalmitis, dan dapat berakhir dengan kebutaan total.
5. Pada dewasa disebabkan infeksi sendiri dengan penyulit keratitis, ulkus kornea,
arthritis, meningitis, dan sepsis 3,4

O. PROGNOSIS
Bila pengobatan diberikan secepatnya dengan dosis yang cukup, Gonore akan
sembuh tanpa komplikasi. Bila pengobatan diberikan terlambat atau kurang intensif
maka kesembuhan mungkin dapat disertai dengan sikatriks kornea dan penurunan
tajam pengelihatan yang menetap atau bahkan terjadi kebutaan 3,4.

P. PREVENTIF
1. Skrining dan terapi pada perempuan hamil dengan penyakit menular seksual
2. Secara klasik diberikan obat tetes mata
3. Cara lain yang lebih aman adalah pemberihan mata dengan solusio borisi dan
pemberian salep mata kloramfenikol
4. Operasi Caesar direkomendasikan bila si ibu menderita infeksi vagina berat
saat menjelang kelahiran bayinya
5. Pemberian antibiotik baik Intravena maupun Intramuskular, bisa diberikan
pada neonatus yang lahir dari ibu dengan gonore yang tidak diterapi 3,4.
BAB III
PEMBAHASAN

Seorang bayi usia 8 hari dibawa ke IGD RSUD Salatiga oleh kedua orang tuanya
dengan keluhan kedua mata kanan dan kiri keluar cairan (beleken) sejak 2 hari SMRS.
Sekret berwarna kuning kental (+). Kedua mata juga susah untuk dibuka (+), mata
merah (+). Sekret muncul tiba-tiba setelah bangun tidur, awalnya sedikit dan semakin
hari semakin banyak. Keluhan lain seperti demam (-) disangkal, muntah (-)
disangkal. Bayi lahir dengan persalinan normal, usia kelahiran 38 minggu dan berat
badan lahir 3200 gram.
Keluhan hal serupa dalam keluarga disangkal. Ibu pasien merupakan ibu rumah
tangga dengan usia 25tahun, suaminya berusia 27tahun dan bekerja sebagai buruh
pabrik. Saat ini, ayah pasien sedang mengalami cacar air. Pasien tidur satu tempat
tidur dengan kedua orang tuanya. Pasien merupakan anak pertama. Saat hamil usia 7
bulan hingga melahirkan, ibu pasien sering mengalami keputihan, sebelumnya tidak
pernah mengalami keputihan. Kadang merasakan gatal di vaginanya, namun jarang.
Menurut aloanamnesis dengan ibu pasien, suaminya sering mengeluhkan gatal-
gatal di area pantat. Riwayat infeksi saluran kemih disangkal (-) keluar nanah/gatal di
area genitalia disangkal (-). Riwayat berhubungan seksual sebelum menikah disangkal
(-), riwayat berhubungan saat hamil muda (+), saat 6 bulan selanjutnya disangkal (-).
Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan konjungtiva hiperemis (+), palpebra
edema (+), teraba tegang, keluar sekret putih kekuningan dari kedua mata (sekret
purulen) (+).
Berdasarkan aloanamnesis dan permeriksaan yang telah dilakukan, pasien
didiagnosis dengan Konjungtivitis bakteri suspect Konjungtivitis Gonore.
Konjungtivitis gonore merupakan radang konjungtiva akut dan hebat yang
disertai dengan sekret purulen. Konjungtivis gonore disebabkan oleh bakteriNeisseria
gonorrhoeae. Konjungtivitis gonore merupakan penyakit menular seksual yang dapat
ditularkan secara langsung dari transmisi genital-mata, kontak genital-tangan-mata,
atau tansmisi ibu-neonatus selama persalinan.
Gambaran klinis konjungtivitis gonore pada bayi dan anak ditemukan kelainan
bilateral dengan sekret kuning kental, sekret dapat bersifat serous tetapi kemudian
menjadi kuning kental dan purulen. Kelopak mata membengkak, sukar dibuka dan
terdapat pseudomembran pada konjungtiva tarsal. Konjungtiva bulbi merah, kemotik,
dan tebal. Pada orang dewasa gambaran klinisnya mirip dengan konjungtivitis gonore
pada bayi dan anak, tetapi mempunyai perbedaan, yaitu sekret purulen yang tidak
begitu kental.
Diagnosis pasti konjungtivitis gonore, yaitu pemeriksaan sekret dengan
pewarnaan metilen biru dimana akan terlihat diplokok di dalam sel leukosit. Dengan
pewarnaan Gram akan terdapat sel intraselular atau ekstraselular dengan sifat Gram
negatif.
Pengobatan untuk konjungtivitis gonore, ialah pasien dirawat dan diberi
antibiotik sistemik dan dapat juga diberikan secara topikal. Pada pasien yang resisten
terhadap penisillin dapat diberikan ceftriaxone. Ceftriaxone merupakan golongan
sefalosporin generasi 3. Salep eritromisin, basitrasin, gentamisin, dan ciprofloksasin
direkomendasikan untuk terapi topikal. Irigasi mata dengan normal salin setiap 30-60
menit untuk membuang debris, sel inflamasi dan protease. Pengobatan dihentikan bila
pada pemeriksaan mikroskopik yang dibuat setiap hari menghasilkan 3 kali berturut-
turut hasil negatif.

Pada kasus ini, pasien diberikan Infus D5 ¼ NS 8tpm, injeksi Amoxicillin


2x180 mg, injeksi Gentamicyn 1x15 mg dan tetes mata Cravit 1 gtt/ jam. Juga
dilakukan Pemeriksaan laboratorium sekret conjungtiva untuk gram negative (3x).
Irigasi untuk pembersihan konjungtiva dengan betadine cair dan aquades.
DAFTAR PUSTAKA

1. Americans Academy of Ophthalmology (AAO). 2011-2013. Practicing


Ophthalmologists Curriculum, Cornea / External Diseases, The Eye MD Association
2. Americans Academy of Ophthalmology (AAO). 2011. Preferred Practice Pattern,
Conjunctivitis Limited Revision, The Eye MD Association
3. Ilyas, S. 2011. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 4. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
4. Hammscherlang, M. Clamidial and Gonoccocal Infection In Infant Children.
http://cid.oxfordjournals.org. 14 August 2018.
5. Kanski, J. 2007. Clinical Ophthalmology a Systemic Approach. 6th ed. Elsevier Ltd.
6. Khurana, AK. 2007. Diseases of the Conjunctiva. In: Comprehensive Opthalmology
Fourth Edition. New Delhi : New Age International Publishers
7. Matejcek A, Goldman RD. Treatment and Prevention of Ophtamia Neonatrum. Le
Médecin de famille canadien. 2013;59;1187-90
8. Vaughan, DG et al. 2003. Vaughan & Asbury's General Ophthalmology Sixteenth
Edition. Mc Graw-Hill
9. Feder RS, McLeod ST, Dunn SP, et al. 2013. Conjunctivitis. In: American Academy of
Ophtalmology. http://www.aao.org/ppp. Accessed 14 August 2018.

Anda mungkin juga menyukai