Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi atau tekanan darah tinggi termasuk penyakit dengan prevalensi


terbesar di seluruh dunia. Kondisi ini menjadi tantangan dalam kesehatan
masyarakat, karena tingginya morbiditas dan mortalitas, serta biaya yang harus
dikeluarkan pasien. Selama beberapa dekade, walaupun telah dilakukan berbagai
penelitian, pelatihan serta edukasi pada masyarakat dan dokter, prevalensi
penyakit ini tetap meningkat. Hal ini dikarenakan belum ada perubahan yang
berarti dari gaya hidup di masyarakat saat ini.1
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, prevalensi
hipertensi di Indonesia mencapai 31,7% dari populasi pada usia 18 tahun ke atas.
Dari jumlah itu, 60% penderita hipertensi berakhir pada stroke. Sedangkan
sisanya pada jantung, gagal ginjal, dan kebutaan. Pada orang dewasa, peningkatan
tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg menyebabkan peningkatan 60% risiko
kematian akibat penyakit kardiovaskuler.2
Hipertensi urgensi merupakan salah satu kegawatan dibidang kardiovaskular
yang sering dijumpai di instalasi gawat darurat. 3 Hipertensi yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah secara akut dan sering berhubungan dengan gejala
sistemik yang merupakan konsekuensi dari peningkatan darah tersebut. Ini
merupakan komplikasi yang sering dari penderita dengan hipertensi dan
menyebabkan penanganan segera untuk mencegah komplikasi yang mengancam
jiwa.4
Duapuluh persen pasien hipertensi yang datang ke UGD adalah pasien
hipertensi krisis (urgensi atau emergensi). Dari 60 juta penduduk Amerika Serikat
30% diantaranya menderita hipertensi dan hampir 1 – 2% akan berlanjut menjadi
hipertensi urgensi dan kemudian emergensi yang disertai kerusakan organ target.
Data mengenai hipertensi krisis di Indonesia masih belum banyak diteliti, namun
studi Multinational Monitoring of Trends and Determinants in Cardiovacular
Disease (Monica) yang dilakukan di Jakarta pada tahun 1988 menempatkan
hipertensi sebagai faktor risiko utama kejadian kardiovaskular.4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Hipertensi urgensi (mendesak) yaitu peningkatan tekanan darah secara
mendadak tanpa disertai kerusakan organ target. Pada keadaan ini tekanan darah
harus segera diturunkan dalam 24 jam dengan memberikan obat – obatan anti
hipertensi oral. Sedangkan hipertensi emergensi (darurat) yaitu peningkatan
tekanan darah sistolik > 180 mmHg atau diastoik > 120 mmHg secara mendadak
disertai kerusakan organ terget. Hipertensi emergensi ini harus ditanggulangi
sesegera mungkin dalam satu jam dengan memberikan obat – obatan anti
hipertensi intravena.3,5,6
1. Hipertensi refrakter: respons pengobatan tidak memuaskan dan Tekanan
darah > 200/110 mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif
(triple drug) pada penderita dan kepatuhan pasien.
2. Hipertensi akselerasi : Tekanan darah meningkat (Diastolik) > 120 mmHg
disertai dengan kelainan fundudkopi KW III. Bila tidak diobati dapat
berlanjut ke fase maligna.
3. Hipertensi maligna: penderita hipertensi akselerasi dengan Tekanan
darahdiastolik > 120-130 mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai
papiledema, peninggian tekanan intrakranial kerusakan yang cepat dari
vaskular, gagal ginjal akut, ataupun kematian bila penderita tidak mendapat
pengobatan. Hipertensi maligna, biasanya pada penderita dengan riwayat
hipertensi essensial atupun sekunder dan jarang terjadi pada penderita yang
sebelumnya mempunyai Tekanan darah normal.
4. Hipertensi enselofati: kenaikan Tekanan darah dengan tiba-tiba disertai
dengan keluhan sakit kepala yang sangat, perubahan kesadaran dan keadaan
ini dapat menjadi teversible bila Tekanan darah diturunkan.

2.2. Klasifikasi.5

2
a. Hipertensi urgensi
b. Hipertensi emergensi

Pada tahun 2003, JNC -VII membuat pembagian hipertensi berikut anjuran
frekuensi pemeriksaan tekanan darah sebagaimana dapat dilihat pada tabel di
bawah ini
Klasifikasi hipertensi menurut JNC-VII
Kategori Sistolik(mmHg) Diastolik(mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-90
Hipertensi derajat 1 140-150 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥160 ≥100

2.3. Faktor Predisposisi


Krisis hipertensi dapat terjadi peda hipertensi primer atau hipertensi
sekunder. Faktor predisposisi tejadinya krisis hipertensi oleh karena :
1. Hipertensi yang tidak terkontrol
2. Hipertensi yang tidak terobati. Penderita hipertensi yang minum obat: MAO
inhibitor, dekongestan, kokain.
3. Kenaikan Tekanan darah tiba-tiba pada penderita hipertensi kronis
essensial(tersering)
4. Hipertensi renovaskular
5. Glomeluronefritis akut

2.4. Patogenesis.
Tekanan darah terutama dikontrol oleh sistem saraf simpatik (kontrol
jangka pendek) dan ginjal (kontrol jangka panjang). Mekanisme yang
berhubungan dengan penyebab hipertensi melibatkan perubahan – perubahan pada
curah jantung dan resistensi vaskular perifer. Pada tahap awal hipertensi primer
curah jantung meninggi sedangkan tahanan perifer normal. Keadaan ini
disebabkan peningkatan aktivitas simpatik. Saraf simpatik mengeluarkan
norepinefrin, sebuah vasokonstriktor yang mempengaruhi pembuluh arteri dan

3
arteriol sehingga resistensi perifer meningkat. Pada tahap selanjutnya curah
jantung kembali ke normal sedangkan tahanan perifer meningkat yang disebabkan
oleh refleks autoregulasi. Yang dimaksud dengan refleks autoregulasi adalah
mekanisme tubuh untuk mempertahankan keadaan hemodinamik yang normal.
Oleh karena curah jantung yang meningkat terjadi konstriksi sfingter pre-kapiler
yang mengakibatkan penurunan curah jantung dan peninggian tahanan perifer.
Pada stadium awal sebagian besar pasien hipertensi menunjukkan curah jantung
yang meningkat dan kemudian diikuti dengan kenaikan tahanan perifer yang
mengakibatkan kenaikan tekanan darah yang menetap.5

2.4. Mekanisme Autoregulasi


Autoregulasi merupakan penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap
kebutuhan dan pasokan darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi
terhadap aliran darah dengan berbagai tingkatan perubahan kontraksi/dilatasi
pembuluh darah. Bila tekanan darah turun maka akan terjadi vasodilatasi dan jika
tekanan darah naik akan terjadi vasokonstriksi. Pada individu normotensi, aliran
darah orak masih tetap pada fluktuasi Mean Atrial Pressure (MAP) 60 – 70
mmHg.6 Bila MAP turun di bawah batas autoregulasi, maka otak akan
mengeluarkan oksigen lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran darah
yang menurun. Bila mekanisme ini gagal, maka akan terjadi iskemia otak dengan
manifestasi klinik seperti mual, menguap, pingsan dan sinkop.5
Pada penderita hipertensi kronis, penyakit serebrovaskuar dan usia tua, batas
ambang autoregulasi ini akan berubah dan bergeser ke kanan pada kurva,
sehingga pengurangan aliran darah dapat terjadi pada tekanan darah yang lebih
inggi (lihat gambar 02).5

4
Kurva autoregulasi pada tekanan darah

Straagaard pada penelitiaanya mendapatkan MAP rata-rata 113 mmHg pada


13 penderita hipertensi tanpa pengobatan dibandingkan 73 mmHg pada orang
normotensi. Penderita hipertensi dengan pengobatan mempunyai nilai diantara
group normotensi dan hipetensi tanpa pengobatan. Orang dengan hipertensi
terkontrol cenderung menggeser autoregulasi ke arah normal.5
Dari penelitian didapatkan bahwa baik orang yang normotensi maupun
hipertensi, diperkirakan bahwa batas terendah dari autoregulasi otak adalah kira –
kira 25% di bawah resting MAP. Oleh karena itu dalam pengobatan hipertensi
krisis, penurunan MAP sebanyak 20 – 25% dalam beberapa menit atau jam,
tergantung dari apakah emergensi atau urgensi. Penurunan tekanan darah pada
penderita diseksi aorta akut ataupun oedema paru akibat payah jantung kiri
dilakukan dalam tempo 15 – 30 menit dan bisa lebih cepat lagi dibandingkan
hipertensi emergensi lainya. Penderita hipertensi ensefalopati, penurunan tekanan
darah 25% dalam 2 – 3 jam. Untuk pasien dengan infak serebri akut ataupun
perdarahn intrakranial, penurunan tekanan darah dilakukan lebih lambat (6 – 12
jam) dan harus dijaga agar tekanan darah tidak lebih rendah dari 170 – 180/100
mmHg.5

5
2.5. Manifestasi Klinis.7
Tekanan darah Urgensi Emergensi
tinggi
Tekanan darah >180/120 >180/210 >220/140
Gejala Sakit kepala, Sakit kepala berat, Sesak nafas, nyeri
kecemasan, sering sesak nafas dada, nokturia,
asimptomatik disartria,
kelemahan umum
sampai dengan
penurunan
kesadaran,
Pemeriksaan Tidak dijumpai Tidak ada Encefalopati,
kerusakan organ kerusakan organ edema pulmonum,
target, tidak ada target, penyakit insufisiensi ginjal,
penyakit kardio kardiovaskular cerebrovascular
vaskular secara yang stabil accident, iskemik
klinis kardiak

Terapi Observasi 1-3 jam, Observasi 3-6 jam, Pemeriksaan lab


tentukan pengobatan turunkan tekanan dasar, infus,
awal, tingkatkan darah dengan obat pengawasan
dosis yang sesuai oral, berikan terapi tekanan darah,
penyesuaian mulai pengobatan
awal di ruang
emergensi

Perencanaan Rencanakan Rencanakan Segera rawat di


pengawasan < 72 pengawasan < 24 ICU, obati
jam, jika tidak ada jam mencapai target
indikasi dapat rawat tekanan darah,
jalan investigasi
penyakit lain

Tipe hipertensi Gejala khas Tanda khas Keterangan


emergensi
Stroke akut Kelemahan, Defisis neurologist Hipertensi tidak selalu
(trombosis atau gangguan fokal diobati
emboli) kemampuan
motorik
Perdarahan Sakit kepala, Gangguan mental, Fungsi lumbar
subaraknoid delerium tanda-tanda menunjukkan
rangsang santokromia atau sel
meningen darah merah

Trauma kepala Sakit kepala, Perdarahan Computed tomographic


akut gangguan terbuka, ekimosis, (CT) scan dapat
kemampuan gangguan mental menolong penjelasan

6
sensorik dan gangguan intrakranial
motorik
Encefalopati Sakit kepala, Papilledema Biasanya sebagai
hipertensif gangguan mental diagnosa per
ekslusionem
Iskemik kardiak / Nyeri dada, mual EKG abnormal
infark muntah, (gelombang. T-
elevasi)
Payah jantung kiri Sesak berat Ronkhi (+)
akut / edema paru
akut
Aorta diseksi Nyeri dada Pelebaran aorta Echocardiogram, CT
knob pada foto dada, atau angiogram
polos dada kadang-kadang
diperlukan untuk
konfirmasi
Operasi pembuluh Perdarahan, nyeri Perdarahan pada Sering membutuhkan
darah pada bekas operasi bekas operasi operasi perbaikan
pembuluh darah
Feokromositoma Sakit kepala, ucat, flushing, Phentolamine sangat
keringat dingin, Fakomatosis berguna
palpiltasi
Obat yang Sakit kepala, Takikardia Riwayat penggunaan
berhubungan palpiltasi obat
dengan
katekolamin
Preeklamsi / Sakit kepala, Edema, Perlu petunjuk
eklamsia uterus yang hiperrefleksia pengobatan / protocol
sensitif

Tekanan darah yang sangat tinggi, terutama yang meningkat dalam waktu
singkat, menyebabkan gangguan atau kerusakan pada organ target.
1. Jantung
 Kenaikan tekanan darah menyebabkan peningkatan preload pada ventrikel
kiri, sehingga terjadi payah jantung sering dalam bentuk edema paru.
 Pada penderita yang sebelumnya sudah mempunyai gangguan sirkulasi
koroner, maka peningkatan tekanan darah dapat menyebakan insufisiensi
koroner akut. Hal ini disebabkan karena meningkatnya preload
menyebabkan kebutuhan oksigen oleh miokard meningkat, sehingga
terjadi iskemia miokard akut.
2. Pembuluh darah

7
 Pada arteri kecil dan arteriol terjadi nekrosis fibrinoid, yang berperan
penting dalam timbulnya kerusakan target organ.
 Penyulit berbahaya yang terjadi pada aorta adalah diseksi aorta. Di sini
terjadi robekan pada intima aorta yang disertai masuknya darah ke
dalam dinding aorta sehingga intima terlepas dari dindingnya.
3. Retina
Kelainan retina merupakan penyulit penting pada krisis hipertensi.
Pada umumnya terjadi eksudat, perdarahan, dan papil bentung yang bisa
menyebabkan kebutaan.
4. Ginjal
Pada ginjal bisa terjadi kerusakan progresif karena atrofi iskemik
daeri nefron. Hal ini disebabkan karena nekrosis fibrinoid arteriol dan
proliferasi sel-sel intima pada arteri interlobular. Akibatnya ialah
menurunnya GFR dan aliran darah ginjal.
5. Otak
 Ensefalopati hipertensi
Biasanya ensefalopati hipertensi disertai kelainan retina yang
berat. Gejala-gejala ensefalopati seperti nyeri kepala hebat, muntah,
konvulsi, stupor, dan koma disebabkan karena spasme pembuluh darah
otak dan edema otak. Terdapat pula dilatasi arteri-arteri otak dan
nekrosis fibrinoid dari arteriol yang luas. Dilatasi arteri ini disebabkan
gagalnya sistem autoregulasi sirkulasi otak, sehingga aliran darah otak
meningkat dan menyebabkan edema otak.
 Perdarahan otak
Perdarahan otak biasanya disebabkan oleh karena tekanan darah
yang tinggi dan disertai adanya mikroaneurisma pembuluh darah otak.

2.6. Diagnosis

8
Prinsip-prinsip penegakan diagnosis Hipertensi emergency dan Hipertensi
Urgency tidak berbeda dengan penyakit lainnya :3
1. Amamnesis : Riwayat hipertensi dan terapinya, kepatuhan minum obat,
tekanan darah rata-rata, riwayat pemakaian obat-obat simpatomimetik dan
steroid, kelainan hormonal, riwayat penyakit kronik lain, gejala-gejala
serebral, jantung dan gangguan penglihatan.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran tekanan darah pada kedua lengan, perabaan denyut nadi
perifer (raba nadi radialis kedua lengan dan kemungkinan adanya
selisih dengan nadi femoral, radial-femoral pulse leg ),
b. Mata : Lihat adanya papil edema, pendarahan dan eksudat, penyempitan
yang hebat arteriol.
c. Jantung : Palpasi adanya pergeseran apeks, dengarkan adanya bunyi
jantung S3 dan S4 serta adanya murmur.
d. Paru ; perhatikan adanya ronki basal yang mengindikasikan CHF.
e. Status neurologik : pendekatan pada status mental dan perhatikan
adanya defisit neurologik fokal. Periksa tingkat kesadarannya dan
refleks fisiologis dan patologis.
3. Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan dilakukan dengan memperhatikan penyakit dasarnya,
penyakit penyerta, dan kerusakan target organ. Yang sering dilakukan
antara lain : pemeriksaan elektrolit, BUN, glukosa darah, kreatinin,
urinalisis., hitung jenis komponen darah dan SADT. Pemeriksaan lainnya
antara lain foto rontgen toraks, EKG dan CT Scan.

2.7. Penatalaksanaan
Hipertensi Urgensi
a. Penatalaksanaan Umum
Manajenem penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi
urgensi tidak membutukan obat-obatan parenteral. Pemberan obat-obatan
oral aksi cepat akan memberi manfaat untuk menurunkan tekanan darah
dalam 24 jam awal (Mean Arterial Pressure (MAP) dapat diturunkan tidak

9
lebih dari 25%). Pada fase awal goal standar penurunan tekanan darah
dapat diturunkan sampai 160/110 mmHg.3,6
Penggunaan obat-obatan anti-hipertensi parenteral mau oral bukan
tanpa resiko dalam menurunkan tekanan darah. Pemberian loading dose
obat oral anti hipertensi dapat menimbulkan efek akumulasi dan pasien
akan mengalami hipotensi saat pulang ke rumah. Optimalisasi penggunaan
kombinasi obat oral merupakan pilihan terapi untuk pasien dengan
hipertensi urgensi.3,6
b. Obat – obatan spesifik untuk hipertensi urgensi.6
 Captopril adalah golongan angiotensin-converting enzyme (ACE)
inhibitor dengan onset mulai 15 – 30 menit. Captopril dapat diberikan
25 mg sebagai dosis awal kemudian tingkatkan dosisnya 50 – 100 mg
setelah 90 – 120 menit kemudian. Efek yang sering terjadi yaitu batuk,
hipotensi, hiperkalemia, angioedema, dan gagal ginjal (khusus pada
pasien dengan stenosis pada arteri renal bilateral).
 Nicardipine adalah golongan calcium channel blocker yang sering
digunakan pada pasien dengan hipertensi urgensi. Penggunaan dosis
oral biasanya 30 mg dan dapat diulang setiap 8 jam hingga tercapai
tekanan darah yang diinginkan. Efek samping yang sering terjadi
seperti palpitasi, berkeringat dan sakit kepala.
 Labetolol adalah gabungan antara α1 dan β-adrenergic blocking dan
memiliki waktu kerja mulai antara 1 – 2 jam. Dalam penelitian labetolol
memiliki dose range yang sangat lebar sehingga menyulitkan dalam
penentuan dosis. Penelitian secara random pada 36 pasien, setiap group
ada yang diberikan dosis 100, 200 dan 300 mg secara oral dan
menghasilkan penurunan tekan darah sistolik dan diastolik secara
signifikan. Secara umum labetolol dapat diberikan mulai dari dosi 200
mg secara oral dan dapat diulangi setiap 3 – 4 jam kemudian. Efek
samping yang sering muncul adalah mual dan sakit kepala.
 Clonidin adalah obat-obatan golongan simpatolitik sentral (α2-
adrenergic receptor agonist) yang memiliki onset kerja antara 15 – 30
menit dan puncaknya antara 2 – 4 jam. Doasi awal bisa diberikan 0,1 –

10
0,2 mg kemudian berikan 0,05 – 0,1 setiap jam sampai tercapainya
tekanan darah yang diinginkan, dosis maksimal adalah 0,7 mg. efek
samping yang sering terjadi adalah sedasi, mulut kering dan hipotensi
ortostatik.
 Nifedipine adalah golongan calcium channel blocker yang memiliki
pucak kerja antara 10 – 20 menit. Nifedipine kerja cepat tidak
dianjurkan oleh FDA untuk terapi hipertensi urgensi kerana dapat
menurunkan tekanan darah yang mendadak dan tidak dapat
diperidisikan sehingga berhungan dengan kejadian strok. Pada tahun
1995 National Heart, Lung, and Blood Institute meninjau kembali bukti
keamanan tentang penggunaan obat golongan Ca channel blocker
terutama nifedipine kerja cepat harus digunakan secara hati-hati
terutama pada penggunaan dosis besar untuk terapi hipertensi.

Hipertensi Emergensi
a. Penatalaksanaan Umum.6
Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu
tergantung pada kerusakan organ target. Managemen tekanan darah
dilakukan dengan obat-obatan parenteral secara tepat dan cepat. Pasien
harus berada di dalam ruangan ICU agar monitoring tekanan darah bisa
dikonrol dengan pemantauan yang tepat. Tingkat ideal penurunan tekanan
darah masih belum jelas, tetapi Penurunan Mean Arterial Pressure (MAP)
10% selama 1 jam awal dan 15% pada 2 – 3 jam berikutnya. Penurunan
tekanan darah secara cepat dan berlebihan akan mengakibatkan jantung
dan pembuluh darah orak mengalami hipoperfusi.
b. Penatalaksanaan khusus untuk hipertensi emergensi.6
 Neurologic emergency. Kegawat daruratan neurologi sering terjadi pada
hipertensi emergensi seperti hypertensive encephalopathy, perdarahan
intrakranial dan strok iskemik akut. American Heart Association
merekomendasikan penurunan tekanan darah > 180/105 mmHg pada
hepertensi dengan perdarahan intrakranial dan MAP harus
dipertahankan di bawah 130 mmHg. Pada pasien dengan strok iskemik
tekanan darah harus dipantau secara hati-hati 1 – 2 jam awal untuk

11
menentukan apakah tekanan darah akan menurun secara sepontan.
Secara terus-menerus MAP dipertahakan > 130 mmHg.
 Cardiac emergency. Kegawat daruratan yang utama pada jantung
seperti iskemik akut pada otot jantung, edema paru dan diseksi aorta.
Pasien dengan hipertensi emergensi yang melibatkan iskemik pada otot
jantung dapat diberikan terapi dengan nitroglycerin. Pada studi yang
telah dilakukan, bahwa nitroglycerin terbukti dapat meningkatkan aliran
darah pada arteri koroner. Pada keadaan diseksi aorta akut pemberian
obat-obatan β-blocker (labetalol dan esmolol) secara IV dapat diberikan
pada terapi awal, kemudian dapat dilanjutkan dengan obat-obatan
vasodilatasi seperti nitroprusside. Obat-obatan tersebut dapat
menurunkan tekanan darah sampai target tekan darah yang diinginkan
(TD sistolik > 120 mmHg) dalam waktu 20 menit.
 Kidney failure. Acute kidney injury bisa disebabkan oleh atau
merupakan konsekuensi dari hipertensi emergensi. Acute kidney injury
ditandai dengan proteinuria, hematuria, oligouria dan atau anuria.
Terapi yang diberikan masih kontroversi, namun nitroprusside IV telah
digunakan secara luas namun nitroprusside sendiri dapat menyebabkan
keracunan sianida atau tiosianat. Pemberian fenoldopam secara
parenteral dapat menghindari petensi keracunan sianida akibat dari
pemberian nitroprusside dalam terapi gagal ginjal.
 Hyperadrenergic states. Hipertensi emergensi dapat disebabkan karena
pengaruh obat – obatan seperti katekolamin, klonidin dan penghambat
monoamin oksidase. Pasien dengan kelebihan zat-zat katekolamin
seperti pheochromocytoma, kokain atau amphetamine dapat
menyebabkan over dosis. Penghambat monoamin oksidase dapat
mencetuskan timbulnya hipertensi atau klonidin yang dapat
menimbukan sindrom withdrawal. Pada orang – orang dengan
kelebihan zat seperti pheochromocytoma, tekanan darah dapat dikontrol
dengan pemberian sodium nitroprussid (vasodilator arteri) atau
phentolamine IV (ganglion-blocking agent). Golongan β-blockers dapat
diberikan sebagai tambahan sampai tekanan darah yang diinginkan

12
tercapai. Hipertensi yang dicetuskan oleh klonidin terapi yang terbaik
adalah dengan memberikan kembali klonidin sebagai dosis inisial dan
dengan penambahan obat-obatan anti-hipertensi yang telah dijelaskan di
atas.

2.8. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
1. Pemeriksaan yang segera seperti :
 Darah : rutin, BUN, creatirine, elektrolik, KGD.
 Urine : Urinelisa dan kultur urine.
 EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi.
 Foto dada : apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah
pengobatan terlaksana)
2. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil
pemeriksaan yang pertama) :
 Sangkaan kelainan renal : IVP, Renald angiography ( kasus tertentu ),
biopsi renald ( kasus tertentu ).
 Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab,
CAT Scan.
 Bila disangsikan Feokhromositoma : urine 24 jam untuk
Katekholamine, metamefrin, venumandelic Acid ( VMA ).

2.9. Prognosis
Dubia

BAB III

13
PENUTUP

3.1. Simpulan
Hipertensi urgensi merupakan salah satu kegawatan dibidang kardiovaskular
yang sering dijumpai di instalasi gawat darurat. Hipertensi urgensi (mendesak)
yaitu peningkatan tekanan darah sistolik > 180 mmHg atau diastoik > 120 mmHg
secara mendadak tanpa disertai kerusakan organ target. Pada keadaan ini tekanan
darah harus segera diturunkan dalam 24 jam dengan memberikan obat – obatan
anti hipertensi oral. Sedangkan hipertensi emergensi (darurat) yaitu peningkatan
tekanan darah sistolik > 180 mmHg atau diastoik > 120 mmHg secara mendadak
disertai kerusakan organ terget
Faktor penyebab hipertensi urgensi dan emergensi masih belum jelas.
Peningkatan tekanan darah yang mendadak ini akan menyebabkan jejas endotel
dan nekrosis fibrinoid arteriol kemudian berdampak pada kerusakan vaskular,
deposisi platelet, fibrin dan kerusakan fungsi autoregulasi.
Manajenem penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi urgensi
tidak membutukan obat-obatan parenteral. Pemberian obat-obatan oral aksi cepat
akan memberi manfaat untuk menurunkan tekanan darah dalam 24 jam awal
(Mean Arterial Pressure (MAP) dapat diturunkan tidak lebih dari 25%). Terapi
hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu tergantung pada kerusakan
organ target. Managemen tekanan darah dilakukan dengan obat-obatan parenteral
secara tepat dan cepat. Pasien harus berada di dalam ruangan ICU agar monitoring
tekanan darah bisa dikonrol dengan pemantauan yang tepat. Tingkat ideal
penurunan tekanan darah masih belum jelas, tetapi Penurunan Mean Arterial
Pressure (MAP) 10% selama 1 jam awal dan 15% pada 2 – 3 jam berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

14
1. Riaz K. Hypertension. Emedicine 2012. Diunduh pada 29 Januari 2014.
http://emedicine.medscape.com/article/241381-medication#showall
2. Departemen kesehatan RI. Riskesdas 2007. Jakarta: Departemen kesehatan
RI; 2008
3. Rampengan SH. Krisis Hipertensi. Hipertensi Emergensi dan Hipertensi
Urgensi. BIK Biomed.2007. Vol.3, No.4 :163-8.
4. Saguner AM, Dür S, Perrig M, Schiemann U, Stuck AE, et al. Risk Factors
Promoting Hypertensive Crises: Evidence From a Longitudinal Study. Am
J Hipertensi 2010. 23:775-780
5. Majid A. Krisis Hipertensi Aspek Klinis dan Pengobatan. USU Digital
Library 2004. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1999/1/
fisiologi-abdul % 20 majid.pdf.
6. Vaidya CK, Ouellette JR. Hypertensive Urgency and Emergency. Hospital
Physician Article. 2007. http://www.turner-white.com/memberfile. php?
PubCode=hp_mar07_hypertensive.pdf.
7. Varon J, Marik PE. Clinical Review: The Management of Hypertensive
crises. Critical Care Journals. 2003. Http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/
articles/PMC270718/pdf/cc2351.pdf.

15

Anda mungkin juga menyukai