RHINITIS ALERGI
Disusun oleh :
Disusun Oleh :
RHINITIS ALERGI
Disusun Oleh :
20174011076
Telah dipresentasikan
Disahkan oleh:
Dokter pembimbing,
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. C
Umur : 14 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Siswa
Alamat : Ketapang
Keluhan Utama
Pasien datang ke Poliklinik THT RSUD Salatiga dengan keluhan hidung sering bersin lebih
dari 5x sehari, terasa penuh seperti tersumbat sejak 2 minggu yang lalu. Selain itu pasien
mengeluhkan disertai batuk tidak berdahak, dan pusing (+). Mual (-) muntah (-). Hidung
sering bersing dan mengeluarkan cairan berwarna bening, encer. Tidak berdarah. Bersin
diraskan menjadi lebih berat saat ada udara dingin pada pagi hari atau terkena debu . Keluhan
dirasakan menjadi lebih ringan saat istirahat, tidur. Pasien merasa sangat terganggu dengan
keluhannya hingga kadang-kadang tidak bisa tidur dan malas berkativitas/bermain, serta
mengganggu belajarnya. Terkadang pasien mengeluhkan telinga kiri nya terasa gatal kadang-
kadang, telinga keluar cairan (-), berdenging (-), terasa penuh (-) pendengaran turun (-).
Telinga kanan tidak ada keluhan. Pasieng juga menyangkal adanya keluhan di tenggorokan
seperti sulit menelan (-), sulit bernapas (-). Keluhan pada mata sperti pandangan kabur (-),
mata berair (-). Keluhan lain disangkal. Pasien belum pernah berobat sebelumnya dan belum
mengkonsumsi obat sebelumnya.
Riwayat keluhan serupa (-), hipertensi (-), DM (-), alergi (-), asthma (-).
Adanya anggota keluarga yang memiliki keluhan yang serupa (-),hipertensi (-), DM (-), alergi
(-), asthma (-).
Pasien saat ini tinggal dengan ibu dan ayahnya. Pasien adalah siswa SMP. Riwayat konsumsi
rokok (-), alkohol (-), obat-obatan terlarang (-). Pasien memiliki kebiasaan sering minum es.
PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum : cukup
b. Kesadaran : compos mentis
c. GCS : E4M6V5 = 15
d. Vital Sign :
TD :-
N : 86 x/menit
R : 23 x/menit
S : 36,7 °C
e. Status Generalis
- Kepala : normocephal
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflek cahaya
(+/+), allergic shiner (+), edema (-) eritema (-), mata berair (-)
- Leher : Trakea di tengah, limfonoduli tidak teraba, JVP tidak meningkat KGB tidak
membersar
- Thorax
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba, tidak kuat angkat
Perkusi : Tidak ditemukan cardiomegali
Auskultasi : S1S2 reguler, bising (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : Simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri
Perkusi: Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : SD : Vesikuler
ST : Tidak ada
- Abdomen
Inspeksi : Tampak datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+), massa (-), hepar/lien tidak teraba
Perkusi : Timpani seluruh lapangan abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
- Ekstremitas : superior : edema (-)
Inferior : edema (-)
f. Status THT
Dextra Sinistra
Telinga
Bentuk : Normotia Normotia
Liang telinga : Lapang Lapang
Serumen : (-) (-)
Discharge : (-) (-)
Membran timpani : Intak Intak
Hidung
Bentuk : Normal
Cavum nasi : Sempit Sempit
Septum Nasi : Normal
Konka Inferior : Eutrofi, Livid (+) Hipertrofi, Livid (+)
Tenggorokan
Uvula : Ditengah
Tonsil : T2 T2.
Dpp : Normal`
Kripta : (-) (-)
Detritus : (-) (-)
DIAGNOSA KERJA
Rhinitis Allergi Intermitten deraja sedang-berat.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
-
TERAPI
- Rhinofed tablet 2x1 hari
- Metylprednisolon tablet 4mg 2x1 hari
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
II. ETIOLOGI
III. IMMUNOPATOGENESIS
Mukosa saluran nafas selalu terpapar oleh bermacam alergen yang terbawa
oleh udara nafas. Pada penderita yang mempunyai bakat alergi alergen yang terbawa
udara nafas akan menyebabkan sensitasi mukosa respirasi. Akibat sensitisasai ini
apabila terjadi paparan berikutnya akan menimbulkan gejala alergi. Selelngkapnya
imunopatologenesis rhinitis alergi adalah sebagai berikut.
1) Sensitisasi
Respon imun dalam alergi diawali dengan proses sensitisasi di mana ketika
suatu allergen terhirup, maka Antigen Presenting Cells (APC) seperti sel
langerhans pada epitelium yang melapisi saluran paru-paru dan hidung, akan
memproses dan mengekpresikan alergen tersebut pada permukaan sel. Allergen
tersebut kemudian akan dipresentasikan kepada sel lain yang terlibat dalam
respon imun, khususnya sel t-limfosit. Melalui beberapa interaksi sel spesifik
kemudian sel b-limfosit akan bertransformasi menjadi antibody secretory cell,
yaitu sel plasma (Schwinghammer in DiPiro et al., 2009).
Pada respon alergi, sel plasma tersebut memproduksi antibodi IgE yang
seperti isotip imunoglobulin lainnya, mampu berikatan dengan allergen spesifik
melalui sisi Fab-nya. Ketika IgE sudah terbentuk dan memasuki sirkulasi, ia akan
berikatan melalui sisi Fc-nya dengan reseptor afinitas tinggi di sel mast,
sementara sisi reseptornya yang bersifat spesifik terhadap allergen akan siap
untuk berinteraksi dengan allergen pada paparan berikutnya. Sel lain yang telah
diketahui mampu mengekspresikan reseptor afinitas tinggi kepada IgE antara lain
adalah basofil, sel langerhans, dan monosit yang teraktivasi. Produksi antibodi
IgE yang bersifat allergen-spesific inilah yang menimbulkan respon imun yang
disebut sensitisasi (World Allergy Organization, 2003).
2) Reaksi Alergi Fase Cepat
Merupakan reaksi cepat yang terjadi dalam beberapa menit, dapat
berlangsung sejak kontak dengan allergen sampai 1 jam setelahnya. Mediator
yang berperan pada fase ini yaitu histamin, triptase, dan mediator lain seperti
leukotrien, prostaglandin (PGD2), dan bradikinin. Mediator-mediator tersebut
menyebabkan keluarnya plasma dari pembuluh darah dan dilatasi dari
anastomosis arteri yang menyebabkan terjadi edema, berkumpulnya darah pada
karvenous sinusoid dengan gejala klinis berupa hidung tersumbat dan oklusi dari
saluran hidung. Rangsangan terhadap kelenjar mukosa dan sel goblet
menyebabkan hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi
rinore. Rangsangan pada ujung saraf sensoris (vidianus) menyebabkan rasa gatal
pada hidung dan bersin-bersin (Schwinghammer in DiPiro et al., 2009).
b. Reaksi Laergi Fase Lambat
Reaksi alergi fase lambat terjadi 4-8 jam setelah fase cepat. Reaksi ini
disebabkan oleh mediator yang dihasilkan oleh fase cepat beraksi terhadap sel
endotel post-kapiler yang menghasilkan suatu Vascular Cell Adhesion Mollecule
(VCAM) di mana molekul ini menyebabkan sel leukosit seperti eosinofil
menempel pada dinding endotel. Faktor kemotaktik seperti interleukin-5 (IL-5)
menyebabkan infiltrasi sel-sel eosinofil, sel mast, limfosit, neutrofil, dan
makrofag ke dalam mukosa hidung.
Sel-sel ini kemudian menjadi teraktivasi dan menghasilkan mediator lain
seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosinophilic Derived Protein (EDP),
Major Basic Protein (MBP), dan Eosinophilic Peroxidase (EPO) yang
menyebabkan gejala hiperreaktivitas dan hiperresponsivitas hidung. Gejala klinis
yang ditimbulkan pada fase ini lebih didominasi oleh sumbatan hidung
(Schwinghammer in DiPiro et al., 2009).
a. Rinitis alergi : disebabkan oleh adanya allergen yang terhirup oleh hidung.
b. Rinitis non-alergi : disebabkan oleh faktor-faktor pemicu tertentu. Rinitis non-
alergi dibagi lagi menjadi tiga, yaitu rinitis vasomotor, rinitis medicamentosa, dan
rinitis struktural.
1) Rinitis vasomotor
Merupakan tipe rinitis di mana terjadi reaksi hiperresponsivitas
pada saluran pernapasan bagian atas terhadap faktor pemicu eksternal non-
spesifik, seperti perubahan suhu dan kelembaban, asap rokok, atau aroma
tajam. Simptom yang sering muncul pada tipe ini adalah inflamasi nasal
(sebagian kecil pasien), hiperreaktivitas parasimpatik dan/atau glandular.
2) Rinitis medicamentosa
Rinitis medicamentosa adalah obstruksi nasal yang terjadi pada pasien
yang menggunakan vasokonstriktor intranasal secara kronis. Belum diketahui
dengan jelas penyebabnya, namun vasodilatasi dan edema intravaskular telah
menjadi implikasi utamanya. Penanganan >2mggivalrinitis medicamentosa
membutuhkan penghentian penggunaan nasal dekongestan untuk memulihkan
kondisi nasal, lalu diikuti dengan terapi sesuai dengan simptom yang timbul.
3) Rhinitis Struktural
Rinitis tipe ini disebabkan oleh adanya kelainan anatomi hidung yang
diakibatkan oleh injury (kecelakaan), congenital (kelainan bawaan), maupun
kelainan tumbuh-kembang. Pasien rinitis tipe ini dapat mengalami simptom
rinitis kapan saja dalam setahun dan biasanya keparahannya lebih tinggi pada
salah satu sisi hidung dibanding sisi lainnya (Northern Nevada Allergy Clinic,
2006).
c. Rhinitis alergi berdasarkan waktunya
1) Seasonal (hay fever)
Terjadi sebagai respon terhadap allergen spesifik seperti pollen, rerumputan,
dan alang-alang) pada waktu yang dapat terprediksi tiap tahunnya (musim
semi dan/atau gugur) dan umumnya memicu simptom-simptom akut lebih
banyak.
2) Perrenial (intermittent or persistent)
Dapat terjadi kapanpun sepanjang tahun, sebagai respon terhadap allergen
non-musiman seperti dust mites, bulu hewan, jamur, dan biasanya
menimbulkan simptom yang lebih kronis.
a) Intermittent
Seseorang dapat dikatakan menderita rinitis alergi tipe ini bila gejala rinitis
yang ia alami terjadi kurang dari 4 hari tiap minggunya, atau terjadi selama
tidak lebih dari empat minggu berturut-turut.
b) Persistent
Sedangkan seseorang dapat dikatakan menderita rinitis alergi tipe ini bila
gejala rinitis yang ia alami terjadi lebih dari 4 hari tiap minggunya, dan
terjadi selama lebih dari empat minggu berturut-turut.
3) Occupational Rinitis alergi yang terjadi sebagai akibat dari paparan allergen di
tempat kerja, misalnya paparan terhadap agen dengan bobot molekul tinggi,
agen berbobot molekul rendah, atau zat-zat iritan, melalui mekanisme
imunologi atau patogenik non-imunologi yang tidak begitu diketahui (Ikawati,
2011).
d. Berdassarkan berat-ringannya penyakit
1) Ringan
Bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguann aktivitas harian, bersantai,
berolahraga, belajar, bekerja, dan hal-hal lain yang mengganggu.
2) Sedang-Berat
Bila terdapat salah satu atau lebih gangguan di atas.
V. DIAGNOSIS
1. Gejala yang mendukung diagnosis rhinitis alergi (2 atau lebih gejala >1jam hampir
setiap hari rhinorea berat, bersinn paroksismal, obstruksi nasal, hidung gatal dan
konjungtivitis (mata berair, gatal, atau bengkak).
2. Gejala yang tidak mendukung diagnosis rhinitis alergi bersifat unilateral, obstruksi
nasal tanpa disertai gejala lainnya, rhinorea mukopurulen, post nasal drip, dengan
mukus tebal, tidak ditemui rhinorea anterior, nyeri, epistaksis berulang, dan
anosmia.
3. Tanda klinis yang diasosiasikan dengan rhinitis alergi:
a. Allergic shinner
Lingkaran hitam disekitar matadan berhubungan dengan vasodilatasi atau
kongesti nasal..
b. Nasal/Allergic Crease
Suatu garis horisontal di dorsum hidung yang disebabkan oleh geseka
berulang ke atas pada ujung hidung oleh telapak tangan (dikenal sebagai
allergic salute)
c. Pemeriksaan hidung dengan spekulum hidung mukosa hidung edematosa atau
hipertrofi berwarna pucat atau biiru-keabuan. Sekret cair.
d. Pemeriksaan mata: injeksi dan pembengkakan konjungtiva palpebra dengan
produksi air matta berlebihan, garis Dennie-Morgen (gaaris dibawah kelopak
mata inferior)
e. Pemeriksaan Faring
Penampakan cobblestone (pemberngkakan jaringan limfoid pada faring
posterior) dan pembengkakan arkus faring posterior. Maloklusi dan lengkung
palatum yang tinggi dapat ditemukan pada pasien yang bernafas dengan mulut
secara berlebihan.
f. Pada anak dapat ditemukan hipertrofi adenoid (dari foto leher).
VII. TATA LAKSANA
a. Tujuan terapi:
3) Meningkatkan kualitas tidur
4) Meningkatkan performa pasien di tempat kerja atau sekolah
5) Menghilangkan gejala-gejala yang mengganggu aktivitas
6) Menghilangkan atau meminimalkan efek samping terapi
2) Terapi farmakologi
Tujuan terapi farmakologi untuk rinitis alergi adalah mencegah dan mengurangi
atau meminimalkan gejala. Obat-obat yang digunakan antara lain adalah:
antihistamin, dekongestan nasal, kortikosteroid nasal, antikolinergik dan
golongan kromolin (Ikawati, 2011).
IX. KOMPLIKASI
1. Polip hidung
Beberapa peniliti mendapatkan bahwa alergi hidung merupakan salah satu faktor
penyebab terbentuknya polip hidung dan kekambuhan polip hidung.
2. Otitis media efusi yang sering residitif, terutama pada anak-anak
3. Sinusitis paranasal.
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien datang ke Poliklinik THT RSUD Salatiga dengan keluhan utama hidung sering
bersin lebih dari 5x sehari, keluhan lain disertai hidung terasa penuh seperti tersumbat sejak 2
minggu yang lalu. Selain itu pasien mengeluhkan disertai batuk tidak berdahak, dan pusing
(+). Mual (-) muntah (-). Hidung sering bersing dan mengeluarkan cairan berwarna bening,
encer. Tidak berdarah. Bersin diraskan menjadi lebih berat saat ada udara dingin pada pagi
hari atau terkena debu . Keluhan dirasakan menjadi lebih ringan saat istirahat, tidur. Pasien
merasa sangat terganggu dengan keluhannya hingga kadang-kadang tidak bisa tidur dan
malas berkativitas/bermain, serta mengganggu belajarnya. Terkadang pasien mengeluhkan
telinga kiri nya terasa gatal kadang-kadang, telinga keluar cairan (-), berdenging (-), terasa
penuh (-) pendengaran turun (-). Telinga kanan tidak ada keluhan. Pasieng juga menyangkal
adanya keluhan di tenggorokan seperti sulit menelan (-), sulit bernapas (-). Keluhan pada
mata sperti pandangan kabur (-), mata berair (-). Keluhan lain disangkal. Pasien belum pernah
berobat sebelumnya dan belum mengkonsumsi obat sebelumnya.