Anda di halaman 1dari 27

PRESENTASI KASUS

KEJANG DEMAM KOMPLEKS


Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kedokteran Anak RSUD Salatiga

Diajukan Kepada :

dr. Wahyu Budiyanto, MSc, Sp.A

Disusun Oleh :

Rista Nurul Fitria


20174011076

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan Presentasi Kasus dengan judul

Kejang Demam Kompleks

Disusun Oleh:

Rista Nurul Fitria


20174011076

Telah dipresentasikan

Tanggal: 17 November 2018

Disahkan oleh:

Dokter pembimbing,

dr. Wahyu Budiyanto, MSc, Sp.A

2
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : An. R
b. Usia : 5 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Alamat : Pabelan
e. Nomer CM : 15-16-3068**
f. Tanggal Masuk : 26 September 2018

II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Kejang
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dibawa ibunya ke IGD RSUD Salatiga dengan keluhan kejang di
rumah sekitar 15 menit SMRS. Kejang hanya 1x di rumah selama kurang lebih 2
menit, semua tubuh bergerak tersentak, mata melotot dan pasien tidak sadar. Setelah
kejang, pasien menangis dan langsung dibawa ke IGD RSUD Salatiga.
Sesampai di IGD, pasien kejang lagi 1x selama kurang lebih 1 menit, kejang
seperti sebelumnya, tersentak seluruh tubuh, dan tidak sadar. Pasien sudah diberikan
obat stesolid 10 mg suppositoria saat di IGD.
Dari alloanamnesis, ibu pasien mengaku selama 3 hari ini pasien demam (+)
tidak terlalu tinggi, diukur dengan termometer di rumah sekitar 37,5-38,1º C. Sudah
diberi obat paracetamol namun tetap demam, ibu pasien juga mengeluhkan ada batuk
(+) pilek (+) dan muntah (+) 1x sehari sebelum masuk RS dengan konsistensi cair,
warna kuning, sebanyak ½ gelas belimbing. BAB cair (-) disangkal. BAK normal.
Nafsu makan beberapa hari ini menurun, masih bisa minum (+).
Pasien diindikasikan untuk rawat inap, setelah dipindah ke bangsal anak,
pasien tertidur, tidak kejang lagi, namun masih demam (+) dan batuk-pilek (+). BAB

3
(+) BAK (+). Pasien dirawat 3 hari di RS, selama di bangsal, demam pasien turun,
tidak ada kejang lagi, dan batuk pilek juga berkurang.
c. Riwayat Penyakit Dahulu

- Pasien pernah kejang disertai demam 2x selama ini (saat usia 1 tahun dan 3
tahun). Kejang selalu didahului dengan demam, kejang seluruh tubuh, dan
biasanya langsung di opnam di rumah sakit.
- Riwayat kejang tanpa demam disangkal.
- Riwayat trauma pada pasien disangkal.
- Riwayat alergi disangkal.
- Riwayat penyakit lain disangkal.
- Tidak rutin kontrol ke dokter anak saat post-opnam.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita sakit seperti ini.

e. Riwayat Persalinan dan Kehamilan


Anak perempuan lahir dari ibu P2A0, usia kehamilan 40 minggu, lahir secara normal
di bidan, langsung menangis, berat badan lahir 2600 gram, panjang badan saat lahir
48 cm, lingkar kepala dan lingkar dada saat lahir ibu lupa.
Kesan: neonatus aterm, lahir normal pervaginam.

f. Riwayat Kehamilan dan Pemeliharaan Prenatal


Ibu mengaku rutin memeriksakan kehamilan di bidan 1x setiap bulan sampai usia
kehamilan 9 bulan sesuai jadwal di buku KIA. Ibu mengaku tidak pernah menderita
penyakit selama kehamilan, riwayat perdarahan selama kehamilan disangkal, riwayat
trauma selama kehamilan disangkal, riwayat minum obat tanpa resep dokter dan
jamu disangkal. Obat–obatan yang diminum selama masa kehamilan adalah vitamin
dan obat penambah darah.
Kesan: riwayat kehamilan dan pemeliharaan prenatal baik.
g. Riwayat Pemeliharaan Postnatal
Ibu mengaku membawa anaknya ke Posyandu secara rutin dan mendapat imunisasi
dasar lengkap sesuai umur.

4
Kesan: riwayat pemeliharaan postnatal baik.
h. Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak
i. Pertumbuhan
Berat badan lahir 2600 gram. Panjang badan 48 cm.
Berat badan sekarang 12 kg. Tinggi badan 100 cm.
Status gizi: gizi kurang
ii. Perkembangan
1. Dari anamnesis ibu anak sudah bisa berjalan, berdiri 1 kaki, berbicara
beberapa kalimat dan mudah dimengerti, gosok gigi sendiri dan berpakaian
tanpa bantuan, sudah bisa menghitung kubus mainan, dan membedakan
warna.
Kesan: pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai umur
i. Riwayat Makan dan Minum Anak
 ASI diberikan sejak lahir, dan MPASI setelah 6 bulan.

Kesan: kualitas dan kuantitas makanan dan minuman cukup baik


j. Riwayat Imunisasi
 Ibu pasien mengaku selalu datang ke puskesmas tiap ada jadwal imunisasi.
k. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama kedua orang tua.
Kesan ekonomi: cukup

III. PEMERIKSAAN FISIK


Kesan Umum : sadar, lemas, tampak sakit.
Kesadaran : Compos Mentis

a. Tanda Vital
i. Tekanan darah :-
ii. Nadi : 110 x/menit, reguler, isi tegangan cukup
iii. Suhu : 39,3 0C, 38,4 0C.
iv. Pernapasan : 27 x/menit
v. SpO2 : 98%

5
b. Status Gizi
Data Antopometri
Anak perempuan, usia 2 bulan tampak gemuk
Berat Badan : 12 kg
Tinggi Badan : 100 cm

Pemeriksaan status gizi ( Z score ) :


BB/U : < -3 SD
TB/U : < -2 SD
BB/TB: -3SD
BMI = BB/(TB)2 = 12/(1)2 =12 kg/m2
Kesan status gizi: Gizi Kurang

c. Status Generalis
i. Kepala : kesan mesocephal, uub cembung
ii. Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil isokor (+/+), mata
cekung (-)
iii. Telinga : discharge (-)
iv. Hidung : secret (-), napas cuping hidung (-)
v. Mulut : bibir kering (-)
vi. Leher : pembesaran KGB (-)
vii. Thorax
 Jantung
Inspeksi : ictus codis tampak
Palpasi : ictus cordis teraba dengan 1 jari dari ICS 5 linea midclavikula 2
cm ke medial, pulsus parasternal (-), pulsus epigastrium (-)
Perkusi : Batas Kanan = ICS III Parasternal line dextra
Batas Kiri = ICS V Midclavicula line sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, bising (-)
Kesan: Normal
 Paru
Inspeksi : Pengembangan hemithoraks simetris
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+), Ronki basah (-), Wheezing(-)
viii. Abdomen

6
Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : Peristaltik (+), bising usus (+) normal
Perkusi : Tymphani di seluruh kuadran , shifting dullness (-)
Palpasi : Supel (+), nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba. Turgor kulit
lambat.
ix. Ekstremitas
Superior Inferior
Edema -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capillary refill time < 2”/ < 2” < 2”/ < 2”

x. Status Neurologis
Rangsang Meningeal:
a. Kaku kuduk : negatif
b. Brudzinsky I – IV
- Neck sign : negatif
- Cheek sign : tidak diperiksa
- Symphisis sign : tidak diperiksa
- Leg sign : negatif
c. Kernig sign : tidak diperiksa

Pemeriksaan Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior


Gerakan Bebas Bebas
Kekuatan Tak diperiksa Tak diperiksa
Refleks fisiologis Tak diperiksa Tak diperiksa
Refleks patologis (-) / (-) (-) / (-)
Tonus Normotonus/ Normotonus Normotonus/ Normotonus
Klonus (-) / (-)

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Rutin 27/09/2018
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
HEMATOLOGI
Jumlah Sel Darah
Leukosit 16,05* 4.5 – 11 ribu/mm³
Eritrosit 4,16 4 – 5,8 juta/uL

7
Hemoglobin 11,3 11.5 – 16.5 g/dl
Hematokrit 34,2 31-43 %
Trombosit 420 150.000 - 450.000/mm3
MCV 82,1 85-100 fL
MCH 27,2 28-31 pg
MCHC 33,1 30-35 %
Golongan darah ABO O
HITUNG JENIS
Neutrofil 77,7* 40-75%
Limfosit 18,1 20-45 %
Monosit 3,9 2-8 %
Eosinofil 0,1 1-6 %
Basofil 0,2 0.0-1.0 %
KIMIA
Glukosa Darah Sewaktu 102 <140
ELEKTROLIT
Natrium 135 135-155
Kalium 4,8 3,6-5,5
Chlorida 104 95-108
kalsium 11,4* 8,4-10,5
IMUNO/SEROLOGI
Salmonella Typhi O 1/160 Negatif
Salmonella Paratyphi AO 1/160 Negatif
Salmonella Paratyphi BO 1/80 Negatif
Salmonella Paratyphi CO 1/320 Negatif
Salmonella Typhi H 1/320 Negatif
Salmonella Paratyphi AH negatif Negatif
Salmonella Paratyphi BH 1/80 Negatif
Salmonella Paratyphi CH 1/80 Negatif

IV. DIAGNOSIS BANDING


1. Observasi Kejang
DD:
i. Kejang serebral
a. Akut
- Infeksi
Infeksi intrakranial: meningitis, ensefalitis, meningioensefalitis, abses otak
Infeksi ekstrakranial: kejang demam
- Gangguan metabolik

8
- Gangguan elektrolit
- SOL
- Bahan toksik
b. Kronik berulang: epilepsi

V. DIAGNOSIS KERJA
1. Diagnosis utama : Kejang Demam Kompleks, Typhoid Fever

VI. PENATALAKSANAAN
 Tatalaksana dari IGD:
O2 nk 1 lpm
Infus Kaen 3B 15 tpm
Inj. Paracetamol 150mg IV
Inj. Ondansetron 1mg IV
Saat kejang di IGD  telah diberikan stesolid supp 10 mg.

 Tatalaksana di bangsal:
O2 nk 1 lpm
Infus Kaen 3B 15 tpm
Inj. Paracetamol 3 x 120 mg IV
Inj. Cefotaxime 2 x 300 mg IV
Inj. Dexamethasone 0,5 cc (extra)
Cek darah rutin dan elektrolit

 Obat yang dibawa pulang:


Cefixime syrup 2 x ½ cth
Paracetamol syrup 3 x 1 cth
Apialys syrup 1 x 1 cth

VII. PROGNOSIS
Qua ad vitam = bonam
Qua ad sanam = bonam

9
Qua ad fungsional = bonam

Lembar Follow up pasien


Perawatan di bangsal di ruang intensive
Perintah Pengobatan / Tindakan
Tanggal/Jam Perjalananpenyakit
yang diberikan
26/09/2018 S: kejang (+), demam (+), muntah (-), bab P :
BB 12 kg cair (-), batuk (+), pilek (+)  O2 NK 1 lpm
 Infus Kaen 3B 15 tpm
O: N 110 kpm, RR : 23kpm, T :
makro
39,3oC,CA(-/-),ikt(-/-), mata cekung (-)
sianosis(-),vesikuler(+),ronki(-),whez(-),s  Inj. Paracetamol 3x120 mg
upel, BU(+),organomegali(-),asites (-),  Inj. Ondansetron 1mg
turgor kulit lambat, edema ekstremitas (-),  Stesolid 10 mg supp (saat
akral hangat kejang)
 Cek darah rutin
A : KDK
 Cek elektrolit
27/09/2018 S: kejang (-), demam (+), muntah (-), bab P :
BB 12 kg ampas(+), batuk (+), pilek (berkurang)  O2 NK 1 lpm
 Infus Kaen 3B 15 tpm
O: N: 108kpm,RR: 27kpm, T : 36,2oC,
makro
SpO2 :98%,CA(+/+) ,ikt(-/-), mata
cekung (+),  Inj. Paracetamol 3x120 mg
sianosis(-),vesikuler(+),ronki(-),whez(-),s  Inj. Cefotaxim 2x300mg
upel, BU(+),organomegali(-),asites (-),  Inj. Dexamethasone 0,5 cc
turgor kulit lambat, edema ekstremitas (-), extra
akral hangat

A : KDK
28/09/2017 S: kejang (+) kaki dan tangan, demam (-), P :
BB 12 kg muntah (-), bab ampas(+), batuk  O2 NK 1 lpm
(berkurang), pilek (-)  Infus Kaen 3B 15 tpm
makro
O: N:116kpm, RR: 22kpm, T :
36,5oC,SpO2 : 98%, CA(+/+)  Inj. Paracetamol 3x120 mg
,ikt(-/-),mata cekung (-),  Inj. Cefotaxim 2x300mg
sianosis(-),retraksi (-)
vesikuler(+),ronki(-),whez(-),supel,
BU(+),organomegali(-),asites (-) turgor
kulit kembali baik, edema ekstremitas (-),
akral hangat

A : KDK

10
29/9/2018 S: kejang (+) kaki dan tangan, demam (-), P :
BB 5 kg muntah (-), bab cair (-), batuk -), pilek (-)  O2 NK 1 lpm
 Infus Kaen 3B 15 tpm
O: N:108kpm, RR: 24kpm, T :
makro
36,0oC,SpO2 : 98%, CA(+/+)
,ikt(-/-),mata cekung (-),  Inj. Paracetamol 3x120 mg
sianosis(-),retraksi (-)  Inj. Cefotaxim 2x300mg
vesikuler(+),ronki(-),whez(-),supel,  BLPL
BU(+),organomegali(-),asites (-) turgor Obat pulang:
kulit kembali baik, edema ekstremitas (-),
 Cefixime syrup 2 x ½ cth
akral hangat
 Paracetamol syrup 3x1 cth
A : KDK  Apialys syrup 1x1 cth
 Kontrol 5 hari post opnam

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai
5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38 0C, dengan metode pengukuran
suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial.

Keterangan:

1. Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan elektrolit atau
metabolik lainnya.

2. Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut sebagai kejang
demam.

3. Anak berumur antara 1-6 bulan masih dapat mengalami kejang demam, namun jarang
sekali.

National Institute of Health (1980) menggunakan batasan lebih dari 3 bulan,


sedangkan Nelson dan Ellenberg (1978), serta ILAE (1993) menggunakan batasan
usia lebih dari 1 bulan. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan mengalami kejang
didahului demam, pikirkan kemungkinan lain, terutama infeksi susunan saraf pusat.

4. Bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam rekomendasi ini melainkan
termasuk dalam kejang neonatus

1.2. Epidemiologi

Insiden kejang demam 2,2-5% pada anak di bawah usia 5 tahun. Anak laki-laki lebih
sering dari pada perempuan dengan perbandingan 1,2–1,6:1.Pada 62,2% kemungkinan kejang
demam berulang pada 90 anak yang mengalami kejang demam sebelum usia 12 tahun, dan 45%
pada 100 anak yang mengalami kejang setelah usia 12 tahun. Kejang demam kompleks dan
12
khususnya kejang demam fokal merupakan prediksi untuk terjadinya epilepsi. Sebagian besar
peneliti melaporkan angka kejadian epilepsi kemudian hari sekitar 2 – 5 %.

1.3. Etiologi dan Faktor Risiko

Kejang demam sering berhubungan dengan infeksi virus penyebab demam pada anak,
seperti herpes simpleks-6 (HHSV-6), Shigella, dan influenza A. Penyakit yang mendasari demam
berupa infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih.
Risiko berulangnya kejang demam akan meningkat pada anak dengan riwayat orangtua dan
saudara kandungnya juga pernah menderita kejang demam. Kejang demam diturunkan secara
autosomal dominan sederhana.

Kejang demam kompleks berhubungan dengan banyak faktor, seperti gejala klinisnya,
infeksi virus, faktor genetik dan metabolik, serta kemungkinan adanya abnormalitas struktur
otak. Gurner et al baru-baru ini berhasil memetakan suatu lokus genetik di kromosom 12 yang
berhubungan dengan peningkatan risiko kejang demam kompleks. Kejang demam kompleks juga
memiliki kemungkinan untuk menjadi salah satu gejala adanya infeksi meningitis bakterial akut.

1.4. Patofisiologi

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO 2
dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan
permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya,
kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi
Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang
disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.

13
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
 Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
 Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya
 Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh
karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya
lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke
seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi
kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin
meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

1.5. KLASIFIKASI

Kejang demam menurut Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam IDAI 2016


memiliki 2 bentuk yakni kejang demam kejang demam sederhana dan kejang demam
komplek. 80% dari kasus kejang demam merupakan kejang demam sederhana sedangkan
20% kasus adalah kejang demam komplek.

Kejang Demam Sederhana

Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure) memiliki beberapa kriteria, yakni:

14
1. Kejang berlangsung singkat < 15 menit.
2. Kejang berhenti sendiri tanpa pengobatan.
3. Kejang bersifat umum tonik atau klonik tanpa gerakan umum.
4. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.

Kejang Demam Komplek


Kejang Demam Komplek (Complex Febrile Seizure) memiliki ciri – ciri gejala klinis
sebagai berikut:
1. Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit (Kejang lama adalah kejang yang
berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara
bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam)

2. Sifat kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum yang didahului oleh suatu
kejang parsial.
3. Kejang berulang atau terjadi lebih dari 1 kali dalam 24 jam

1.6. Manifestasi Klinis

Kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik klonik
bilateral dan sering berhenti sendiri. Setelah kejang anak tidak memberi reaksi apapun untuk
sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit
neurologis.

Kejang demam kompleks memiliki manifestasi klinis yang berbeda dari kejang demam
simpleks, yakni :

- Dapat memiliki durasi yang lebih lama (hingga > 15 menit)

- Dapat muncul dengan beberapa kali kejang dalam 24 jam

- Dapat terjadi kejang lagi pada 24 jam berikutnya

- Kejang bersifat fokal, dengan kemungkinan tampilan :

15
o Klonik dan atau tonik

o Kehilangan tonus otot sesaat

o Dimulai pada salah satu sisi tubuh, dengan atau tanpa generalisasi sekunder

o Gerakan kepala atau mata ke salah satu sisi

o Kejang diikuti paralisis unilateral transien (dalam beberapa menit atau jam,
kadang-kadang beberapa hari)

1.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding


Kejang demam dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
menyeluruh. Pada anamnesis dapat ditanyakan :
- Tampilan kejang, umum atau fokal, dan berapa lama durasi kejangnya
- Riwayat demam dan penyakit lain yang diderita oleh anak
- Riwayat penyebab demam, misalnya penyakit virus dan gastroenteritis
- Riwayat penggunaan obat pada anak
- Riwayat kejang pada anak sebelumnya, masalah neurologik, keterlambatan tumbuh
kembang, atau penyebab lain dari kejang seperti trauma.
- Tanyakan faktor risiko terjadinya kejang demam, seperti :
o Riwayat keluarga yang pernah atau tidak menderita kejang demam
o Suhu tubuh yang tinggi
o Riwayat prenatal dan keterlambatan perkembangan
o Penyakit perinatal (saat usia 28 hari pertama)
o Riwayat konsumsi alkohol dan rokok saat kehamilan ibu, karena dapat
meningkatkan risiko terjadinya kejang demam sebanyak 2 kali lipat
Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan :
- Pemeriksaan sistem untuk mencari penyebab demam, misalnya otitis media,
faringitis, atau penyakit virus lain
- Pemeriksaan neurologis
- Tanda rangsangan meningeal
- Tanda-tanda trauma atau keracunan
16
Diagnosis banding kejang demam pada anak dapat berupa :
- Bakteremia dan sepsis
- Meningitis dan ensefalitis
- Status epileptikus

1.7. Pemeriksaan Penunjang untuk Kejang Demam


1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat
dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain,
misalnya gastroenteritis dengan dehidrasi yang disertai demam. Pemeriksaan yang dapat
dilakukan misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah

2. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan terjadinya meningitis, karena pada bayi kecil manifestasi meningitis
cenderung tidak jelas. Pungsi lumbal sangat dianjurkan pada bayi kurang dari 12 bulan.
Pada bayi antara 12-18 bulan dianjurkan, tetapi tidak rutin pada bayi usia > 18 bulan. Bila
yakin bukan meningitis secara klinis, pungsi lumbal tidak perlu dilakukan.

3. Elektroensefalografi (EEG)
EEG dapat memperlihatkan gelombang lambat di daerah belakang yang bilateral, sering
asimetris, kadang-kadang unilateral. Perlambatan EEG ditemukan pada 88% anak yang
EEG-nya dilakukan pada hari kejang terjadi, dan 33 % pada tiga sampai tujuh hari setelah
serangan kejang. EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau perkiraan
terjadinya epilepsi pada pasien kejang demam, sehingga EEG ini tidak direkomendasikan
untuk dilakukan.

4. Pencitraan
Foto rontgen kepala, CT-Scan, atau MRI jarang dikerjakan dan tidak rutin, hanya atas
indikasi adanya kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus
VI, atau papil edema. Suatu penelitian menunjukkan bahwa hasil CT-Scan yang
dilakukan pada anak dengan serangan kejang demam kompleks pertama tidak memiliki

17
adanya kondisi intrakranial patologis yang membutuhkan penanganan bedah saraf
emergensi.

1.8. Penatalaksanaan Kejang Demam


1. Pengobatan fase akut saat anak kejang
Saat pasien sedang kejang, semua pakaian yang ketat dibuka, anak dimiringkan apabila
muntah untuk mencegah aspirasi. Bebaskan jalan napas untuk menjamin oksigenasi.
Pengisapan lendir dapat dilakukan secara teratur, berikan oksigen, kalau perlu dilakukan
intubasi. Tanda vital mesti dipantau dan diawasi, sperti kesadran, suhu tubuh, tekanan
darah, pernafasan, dan fungsi jantung.
Obat yang dapat diberikan saat pasien kejang adalah diazepam intravena dengan dosis 0,3
– 0,5 mg/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1 – 2 mg/ menit atau dalam waktu 3 – 5
menit dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dapat berupa diazepam rektal
dengan dosis 0,5 – 0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat
badan kurang dari 10 kg, dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau dosis 5 mg
diazepam rektal untuk anak di bawah usia 3 tahun dan 7,5 mg untuk anak di atas usia 3
tahun.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulangi lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali
pemberian masih kejang, anjurkan ke rumah sakit untuk pemberian diazepam intravena.
Bila masih kejang, dapat diberikan fenitoin intravena dengan dosis awal 10 – 20
mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila
kejang berhenti dapat diberikan dosis selanjutnya 4 – 8 mg/kgBB/hari dimulai 12 jam
setelah dosis awal.
Setelah kejang berhenti dengan pemberian diazepam, dapat diberikan fenobarbital
loading dose secara intramuskular dengan dosis awal 10 – 20 mg/kgBB, lalu dilanjutkan
setelah 24 jam dosis awal dengan 4 – 8 mg/kgBB/hari

2. Pemberian obat saat demam dan mencari penyebab demam


Antipiretik dapat digunakan untuk menurunkan panas, dengan obat yang dipakai adalah
parasetamol dengan dosis 10 – 15 mg/kgBB/kali sebanyak 4 kali dan tidak lebih dari 5

18
kali. Dapat juga diberikan ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari. Dapat juga
diberikan antibiotik bila ada indikasi, misalnya otitis media dan pneumonia.

3. Pemberian terapi profilaksis


Profilaksis diberikan untuk mencegah berulangnya kejadian kejang demam. Pengobatan
profilasis ini diberikan bila kejang demam menunjukkan salah satu ciri sebagai berikut :

- Kejang lama > 15 menit


- Ada kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis Todd, serebral palsi, retardasi mental, hidrosefalus
- Kejang fokal
- Terapi profilaksis ini dipertimbangkan bila : kejang berulang dua kali atau lebih
dalam 24 jam, terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan, dan kejang demam terjadi > 4
kali per tahun.
Profilaksis yang diberikan terdiri dari dua jenis, yakni :
- Profilaksis intermittent. Profilaksis ini hanya diberikan pada saat pasien demam,
dimana orangtua atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pada anak.
Dapat diberikan diazepam rektal dengan dosis 5 mg (untuk anak dengan berat badan
< 10 kg) atau 10 mg ( anak dengan berat badan >10 kg), bila anak menunjukkan suhu
≥ 38,5°C.
- Profilaksis terus menerus dengan pemberian antikonvulsan setiap hari. Antikonvulsan
yang dapat diberikan adalah asam valproat dengan dosis 15 – 40 mg/kgBB/hari dalam
2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis.
Pengobatan ini diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara
bertahap selama 1-2 bulan.
Consensus Statement di Amerika Serikat mengemukakan kriteria yang dapat dipakai
untuk pemberian pengobatan profilaksis terus-menerus pada saat ini adalah :
1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau kelainan
perkembangan neurologi (Cerebral Palsy, retardasi mental, mikrosefali).
2. Ada riwayat tanpa demam pada orang tua saudara kandung.
3. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti oleh kelainan neurologis
sementara atau menetap.

19
4. Dapat dipertimbangkan pemberian profilaksis.
 Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
 Kejang demam terjadi pada bayi kurang 12 bulan
 Kejang demam ≥ 4 kali per tahun
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang > 15 menit merupakan indikasi pengobatan
rumat. Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan bukan
merupakan indikasi. Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak
mempunyai fokus organic.
Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang
terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.
Selain ketiga hal tersebut diatas, dalam penatalaksaan kejang demam juga diperlukan
penanganan suportif, edukasi pada orang tua pasien, dan penggunaan vaksinasi pada pasien
kejang demam.
 Penanganan Supportif lainnya
Meliputi bebaskan jalan nafas, pemberian oksigen, menjaga keseimbangan air dan
elektrolit, pertahankan keseimbangan tekanan darah.
 Edukasi pada Orang Tua
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang
sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus
dikurangi dengan cara:
1. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya ”benign”
2. Memberikan cara penanganan kejang
3. Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali
4. Terapi memang efektif mencegah rekurensi tetapi memiliki efek samping
5. Tidak ada bukti bahwa terapi akan mengurangi kejadian epilepsy.
Beberapa hal yang harus dikerjakan orang tua di rumah bila anak kembali kejang:
1. Tetap tenang dan tidak panik
2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher
3. Bila tidak sadar, posisikan anak telentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan
atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit jangan
memasukkan sesuatu ke dalam mulut

20
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang
5. Tetap bersama pasien selama kejang
6. Berikan diazepam rektal selama kejang dan jangan diberikan jika kejang
telah berhenti
Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau Lebih

Gambar 1. Algoritma Tatalaksana Kejang Akut dan Status Epileptikus

21
1.9. Prognosis
- Kejang demam kemungkinan akan berulang bila ada faktor risiko berikut :
1. Ada riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia terjadinya kejang demam kurang dari 12 bulan
3. Suhu tubuh yang rendah saat kejang
4. Cepatnya terjadi kejang setelah demam
Bila seluruh faktor risiko ada, maka kemungkinan berulangnya kejang demam adalah
80 %, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya sekitar
10 – 15 %. Kejang demam lebih besar kemungkinan berulangnya pada tahun pertama
kehidupan
- Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan. 1 Akan tetapi, kejang demam
kompleks, yang terjadi sebelum usia 1 tahun, atau dipicu oleh suhu <39°C
dihubungkan dengan peningkatan mortalitas 2 kali lipat pada 2 tahun pertama setelah
kejang terjadi.
- Kejang demam kompleks, riwayat epilepsi atau abnormalitas neurologis pada
keluarga, dan keterlambatan tumbuh kembang dapat menjadi faktor risiko terjadinya
epilepsi di kemusian hari. Anak dengan 2 faktor risiko ini memiliki kemungkinan 10
% untuk mengalami kejang tanpa demam.

22
BAB III
PEMBAHASAN

Pada pasien anak perempuan 5 tahun dengan berat badan 12 kg , dari anamnesa selama
pasien di rawat inap didapatkan keluhan kejang sebanyak 1 kali 15 menit SMRS, kejang
gerak/tersentak seluruh tubuh selama kurang lebih 2 menit, dan anak tidak sadar. Keluhan lain
demam, didahului batuk dan pilek selama 3 hari SMRS, kemudian muntah 1x dalam sehari
dengan konsistensi cair, warna kuning dan ½ gelas belimbing. Setelah dibawa ke IGD, pasien
mengalami kejang lagi 1x, kejang seluruh tubuh kira-kira 1 menit, kemudian diberikan stesolid
10 mg melalui dubur sebanyak 1 kali, kejang berhenti, pasien menangis lalu tertidur. Setelah
masuk ke bangsal hingga 3 hari selanjutnya pasien tidak kejang lagi.
Dalam riwayat penyakit sebelumnya, pasien pernah mengalami kejang yang didahului
dengan demam selama 2x yaitu saat usia 1 tahun dan 3 tahun, pasien juga di rawat inapkan. Dari
anamnesis ibu pasien, pasien belum pernah dilakukan pemeriksaan EEG. Riwayat alergi dan
penyakit lain disnagkal. Riwayat keluarga yang mengalami keluhan serupa disangkal. Riwayat
kehamilan dan persalinan baik. Riwayat tumbuh kembang anak baik. Status gizi anak termasuk
gizi kurang.
Diagnosis kejang demam kompleks ditegakkan pada pasien ini atas dasar kejang berulang
atau lebih dari 1x dalam 24 jam dan sifat kejang fokal atau parsial atau kejang umum didahului
kejang parsial. Demam terjadi 3 hari SMRS berlangsung terus-menerus, ibu pasien menyatakan
pasien sering batuk dan pilek.
Dari pemeriksaan fisik head to toe selama pasien dirawat inap, pemeriksaan kepala dan
leher dalam batas normal. Pada pemeriksaan thoraks dan abdomen tidak didapatkan kelainan.
Pemeriksaan refleks meningeal dengan hasil negatif menunjukkan tidak terdapat infeksi pada
otak dan meningen, sehingga pada pasien ini dilakukan pemeriksaan penunjang darah rutin untuk
melihat adanya proses infeksi, elektrolit untuk melihat apakah ada masalah gangguan elektrolit.

Dari pemeriksaan laboratorium pada 27 September 2018, didapatkan leukositosis dengan


nilai 16,05 /uL dan yang menunjukkan bahwa telah terjadi proses infeksi yang ditandai dengan
demam sebelum terjadinya kejang, neutrofil 7,7% yang menunjukkan adanya proses infeksi
bakteri, dan hiperkalsemia dengan nilai 11,4 mml/e. pada imunoserologi, dilakukan pemeriksaan

23
widal dengan hasil Salmonella Typhi O 1/160, Salmonella Paratyphi AO 1/160, Salmonella
Paratyphi BO 1/80, Salmonella Paratyphi CO 1/320, Salmonella Typhi H 1/320, Salmonella
Paratyphi AH negatif, Salmonella Paratyphi BH 1/80 dan Salmonella Typhi CH 1/80. Dari hasil
ini menunjukkan adanya ineksi dari bakteri Salmonella Typhi, maka juga ditegakkan diganosis
Typhoid Fever.

Pada kasus ini, diagnosis banding kejang demam kompleks adalah epilepsi yang diprovokasi
demam dan meningoensefalitis. Ada pun perbedaan antara kejang demam kompleks dengan
kedua penyakit ini adalah:

 Epilepsi yang diprovokasi demam


Menurut kriteria Livingstone, gejala epilepsy yang diprovokasi demam adalah seperti
kejang lama dan bersifat lokal, umur lebih dari 6 tahun, frekuensi serangan lebih dari 4
kali / tahun, dan EEG setelah tidak demam abnormal. Perbedaan kejang demam
kompleks dengan epilepsi yaitu pada epilepsi, tidak disertai demam. Epilepsi bisa
disebabkan karena terjadinya gangguan keseimbangan kimiawi sel-sel otak yang
mencetuskan muatan listrik berlebihan di otak secara tiba-tiba. Penderita epilepsi adalah
seseorang yang mempunyai bawaan ambang rangsang rendah terhadap cetusan tersebut.
Cetusan bisa di beberapa bagian otak dan gejalanya beraneka ragam. Serangan epilepsi
sering terjadi pada saat ia mengalami stres, jiwanya tertekan, sangat capai, atau
adakalanya karena terkena sinar lampu yang tajam.

 Meningoensefalitis
Terdapat kelainan pada otak yang dapat ditandai dengan refleks patologis dan refleks
meningeal yang positif, EEG abnormal, kejang berulang, tekanan intrakranial yang
meningkat dan terdapat penurunan kesadaran.

Pada pasien ini, selama observasi tidak terdapat tanda-tanda akan peningkatan tekanan
intracranial yaitu penurunan kesadaran dan infeksi meningeal seperti, muntah proyektil,
bradikardi, papil edema, pupil anisokor dan pernapasan cepat dan dalam, dan mengingeal sign
(+). Refleks fisiologis dan patologis pada pasien ini juga normal, tidak ada kelainan. Hal ini
dapat menyingkirkan diagnosis kejang dari etiologi infeksi intrakranial seperti
meningitis/encephalitis.

24
Pada pasien ini tatalaksana kejang saat pertama kali diberikan stesolid 10mg per rektal,
yang kemudian kejang berhenti. Tatalaksana kejang pada pasien sudah sesuai dengan algoritma
penatalaksanaan kejang demam dan tidak diberikan antikejang rumatan.
Infus cairan Kaen3B diberikan karena keadaan demam bisa menyebabkan dehidrasi pada
pasien. Cairan ini digunakan karena bersifat isotonis, maka efektif dalam mengisi sejumlah
volume cairan ke dalam pembuluh darah untuk mengatasi kehilangan cairan yang terjadi karena
dehidrasi. Pasien juga diberikan Paracetamol injeksi 3x120 mg sebagai antipiretik untuk
menurunkan demam yang mana pada kasus ini sangat penting untuk mengurangi resiko kejang
demam (level of envidence 1, derajat rekomendasi A).
Pada terapi, antibiotik yang digunakan adalah injeksi Cefotaxim 2x300mg selama
perawatan di rumah sakit. Cefotaxim antibiotik golongan Sefalosporin generasi ke-3 yang
merupakan pilihan terapi yang efektif untuk mengatasi infeksi bakteri seperti Salmonella Typhi
yang juga merupakan etiologi bagi kejang demam.
Pasien juga diberikan injeksi Dexamethason injeksi 0,5cc extra sebagai anti-inflamasi
untuk proses peradangan.
Setelah perawatan 3 hari di RS dan keadaan pasien membaik, tidak lagi kejang (-), bebas
demam 2 hari, batuk dan pilek berkurang, pasien dinyatakan boleh pulang. Obat yang diberikan
saat pulang adalah Cefixime syrup 2x1/2 cth, Paracetamol syrup 3x1 cth dan Apialys 1x1 cth
sebagai multivitamin untuk penambah nafsu makan. Edukasi pada psien ini berupa tetap menjaga
kesehatan dan kontrol post opnam, jika terjadi kejang berulang langsung dibawa ke RS.
Secara umum, penatalksanaan pada kasus ini sudah sesuai dengan penatalaksanaan
kejang demam pada anak. Namun pada kasus ini tidak diberiksan terapi untuk batuk dan
pileknya untuk meredakan gejala, serta tidak diberikan terapi profilaksis antikonvulsan
intermitten dan antikonvulsan rumatan di rumah.
Pemberian antikonvulsan intermitten (obat antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat
demam) diberikan pada kejang demam denga salah satu faktor resiko seperti di bwah ini:
 Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serbral
 Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
 Usia <6 bulan
 Bila kejang terjadi pada suhu < 39 derajat Celcius
 Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat dengan cepat.

25
Obat antikonvulsan intermittrn bisa diberikan diazepam oral 0,3mg/kg/kali atau rektal
0,5mg/kg/kali sebanyak 3x sehari dengan dosis maksimum 7,5mg/kali. Diazepam intermitten ini
bisa diberikan selama 48 jam pertama demam.
Pemberian antikonvulsan rumatan hanya diberikan pada kasus selektif dan dalam jangka
pendek dengan indikasi:
 Kejang fokal
 Kejang lama > 15 menit
 Terdapat tanda kelainan neurologis yang nyata sebelum dan sesudah kejang, misalnya
palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.
Jenis antikonvulsan rumatan yaitu fenobarbital atau asam valproat. Dengan dosis asam
valproat 15-40mg/kb\g/hari dibagi 2 dosis dan fenobarbital 3-4mg/kg/hari dalam 1-2
dosis.

DAFTAR PUSTAKA

26
1. Ismael S, Pusponegoro DH, dkk . Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam.
Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, 2016.
2. Ismael S, Pusponegoro DH, dkk . Rekomendasi Penatalaksanaan Status
Epileptikus. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Jakarta, 2016.
3. Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
EGC, Jakarta 2006
4. Roberton DM, South M. Practical Paediatrics Sixth Edition. UK : Churchill
Livingstone. 2007; page 582
5. Waldo. E., Neelson, MD. 2000. Ilmu Kesehatan Anak (Neelson Textbook Of
Pediatri). Edisi 15. Jakarta. EGC
6. Zanini MA, Resende LAL, Freitas CCM, Yamashita S. Traumatic Subdural
Hygroma Five Cases With Changed Density And spontaneous resolution. Arq
Neuropsiquiatr 2007;65(1):68-72

27

Anda mungkin juga menyukai