Oleh:
20174011076
Pembimbing:
2018
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun oleh:
Telah dipresentasikan,
Hari/Tanggal: Kamis, 27 Mei 2018
Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Tn. T
Usia : 77 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Suruh, Semarang
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Status pernikahan : Menikah
No. RM : 18-19-392894
Tanggal Masuk RS : 19 Mei 2018
III. ANAMNESIS
Data diambil dengan alloanemnesis bersama keluarga pasien.
A. Keluhan Utama
Penurunan kesadaran
Pernapasan : 26x/menit
Suhu : 37,5 ºC
SpO2 : 96%
Leher
Inspeksi : Bentuk leher tidak tampak ada kelainan, tidak tampak deviasi
trakea
Palpasi : Trakea teraba di tengah, Tidak terdapat pembesaran limfonodi dan
kelenjar tiroid, JVP (5+2).
Hidung
Thorax
Inspeksi
Bentuk thorax simetris pada saat statis dan dinamis
Tidak tampak retraksi sela iga
Tidak terdapat kelainan tulang iga dan sternum
Palpasi
Pada palpasi secara umum tidak terdapat nyeri tekan dan tidak teraba benjolan
pada dinding dada
Gerak nafas simetris
Vocal fremitus simetris pada seluruh lapangan paru, friction fremitus (-), thrill
(-)
Teraba ictus cordis pada ics 5 linea midclavicularis kiri , diameter 2 cm, kuat
denyut cukup
Perkusi
Kedua hemithoraks secara umum terdengar sonor
Batas paru-hepar dalam batas normal
Batas kanan bawah jantung pada ics 5 linea parasternalis kanan, batas kanan
atas jantung pada ics 3 linea sternalis kanan
Batas kiri bawah jantung pada ics 6 linea axilla anterior, batas atas kiri jantung
pada ics 3 linea parasternalis kiri
Auskultasi
Stridor inspirasi/ekspirasi (+/+), suara nafas ronkhi +/+ (positif di basal paru
kanan dan kiri), wheezing -/-(tidak terdengar dikedua lapang paru).
BJ I, BJ II irregular, punctum maksimum pada linea midclavicula kiri ics 5,
murmur (-), gallop (-), splitting (-)
Abdomen
Inspeksi
Bentuk perut tak tampak distensi, pinggang tampak simetris dari anterior dan
posterior
Venektasi (-), caput medusae (-)
Umbilikus terletak di garis tengah
Tidak tampak pulsasi abdomen pada regio epigastrika
Auskultasi
Bising usus (+) normal
Palpasi
Dinding abdomen tidak teraba distensi, defans muskular (-)
Secara umum tidak ditemukan nyeri tekan
Supel (+)
Hepatomegali(-)
Perkusi
Timpani pada semua lapang perut
Shifting dullness (-)
Ekstermitas
Inspeksi
Tidak tampak adanya edema, eritema pada ekstremitas
Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan pada extremitas sinistra maupun dextra
Akral hangat
CRT < 2 detik
Pitting edema - -
- -
Respon nyeri (-)
Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan motoris : sulit diavaluasi
Refleks fisiologis : refleks bisep (+/+), refleks trisep (+/+)
Refleks patologis : refleks babinski (-/-), chaddox (-/-) schaffner (-/-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil laboratorium
HITUNG JENIS
HITUNG JENIS
Hasil:
Gambaran bronkopneumonia dengan limfadenopati dextra
Tak tampak gambaran pleural effusion
Besar cor dalam batas normal
II. CT Scan Kepala dengan kontras
Hasil:
Deviasi septum nasi ke kiri
Gambaran sinusitis maksillaris Sn
Gambaran SNH bilatera; di daerah substantia alba lobus oksipitalis Dx/Sn,
korpus kalosum forcep minor Dx/Sn dan lobus posterior Sn
III. EKG
V. ASSESMENT
Diagnosis Kerja
- Stroke Kardio emboli ec Atrial Fibrilasi respon ventrikel cepat dengan susp. lesi
hipoinfusi di pons dextra
- Bronkopneumonia
- Acute Kidney Injury
- Hipertensi grade II
- Tiroktosikosis
Diagnosis Banding
- Stroke hemoragik
- Hipertiroidism
VII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan di IGD:
- Infus RL 20tpm
- Inj. Dexamethason IV 10mg/8 jam
- Inj. Omeprazole IV 40mg/12 jam
- PO. Sanmol 3 x 500g
- PO. Amlodipine 1 x 10mg
- PO. Irbesartan 1 x 150mg
- PO. Ambroxol 3 x C II
Penatalaksanaan di bangsal
18-05-2018
- Infus RL 20tpm
- Inj. Dexamethason IV 10mg/8 jam
- Inj. Omeprazole IV 40mg/12 jam
- PO. Sanmol 3 x 500g
- PO. Amlodipine 1 x 10mg
- PO. Irbesartan 1 x 150mg
- PO. Ambroxol 3 x C II
- PO. Prorenal 3 x 1
- PO. Asam folat 2 x 1mg
- Pemasangan DC
19-05-2018
- Inj. Ceftriaxon IV 2g/24 jam
- Inj. Levofloxacin IV 750mg/24 jam
- Inj. Dexamethason IV 10mg/8 jam
- Inj. Omeprazole IV 40mg/12 jam
- Nebulizer (Ventolin+Bisolvon) tiap 6 jam
- Diet ureum 35 gr
20-05-2018
- Citicoline 3 x 500 mg
- Clopidogrel 1 x 75 gr
- Digoxin 1 x 1
- Aminophylin sp 0,5mg/KgBB/jam
20-05-2018
- Digoxin 2 x 1
- PTU (Propiltiourasil) 3 x 200mg
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. FIBRILASI ATRIAL
1. Definisi
Fibrilasi atrial merupakan aritmia yang paling sering dijumpai dalam praktek
sehari-hari dan paling sering menjadi penyabab seorang harus menjalani perawatan
di rumah sakit. Walaupun bukan merupakan keadaan yang mengancam jiwa secara
langsung, tetapi FA berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas dan
mortalitas.1
5. Klasifikasi FA
Secara klinis FA dapat dibedakan menjadi lima jenis menurut waktu
presentasi dan durasinya, yaitu: 2
1) FA yang pertama kali terdiagnosis. Jenis ini berlaku untuk pasien yang
pertama kali datang dengan manifestasi klinis FA, tanpa memandang durasi
atau berat ringannya gejala yang muncul.
2) FA paroksismal adalah FA yang mengalami terminasi spontan dalam 48
jam, namun dapat berlanjut hingga 7 hari.
3) FA persisten adalah FA dengan episode menetap hingga lebih dari 7 hari
atau FA yang memerlukan kardioversi dengan obat atau listrik.
4) FA persisten lama (long standing persistent) adalah FA yang bertahan
hingga ≥1 tahun, dan strategi kendali irama masih akan diterapkan.
5) FA permanen merupakan FA yang ditetapkan sebagai permanen oleh dokter
(dan pasien) sehingga strategi kendali irama sudah tidak digunakan lagi.
Apabila strategi kendali irama masih digunakan maka FA masuk ke kategori
FA persisten lama.
Klasifikasi FA seperti di atas tidaklah selalu eksklusif satu sama lain
(gambar 3). Artinya, seorang pasien mungkin dapat mengalami beberapa episode
FA paroksismal, dan pada waktu lain kadang-kadang FA persisten, atau sebaliknya.
Untuk itu, secara praktis, pasien dapat dimasukkan ke salah satu kategori di atas
berdasarkan manifestasi klinis yang paling dominan. 2
Selain dari 5 kategori yang disebutkan diatas, yang terutama ditentukan oleh
awitan dan durasi episodenya, terdapat beberapa kategori FA tambahan menurut
ciri-ciri dari pasien:2
6. Penegakan Daignosis
Penegakkan diagnosis pada pasien FA meliputi : 1
a. Anamnesis :
1. Dapat diketahui tipe FA dengan mengetahui lama timbulnya (episode
pertama, paroksismal, persisten, permanen)
2. Menentukan beratnya gejala yang menyertai: berdebar-debar, lemah, sesak
napas terutama saat aktivitas, pusing, gejala yang menunjukkan adanya
iskemia atau gagal jantung kongestif
3. Penyakit jantung yang mendasari, penyebab lain dari FA misalnya
hipertiroid.
b. Pemeriksaan Fisis:
1. Tanda vital: denyut nadi berupa kecepatan dan regularitasnya, tekanan
darah
2. Tekanan vena jugularis
3. Ronki pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung
kongestif
4. Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukkan kemungkinan
terdapat gagal jantung kongestif, terdapatnya bising pada auskultasi
kemungkinan adanya penyakit katup jantung
5. Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan
6. Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif
c. Laboratorium: hematokrit (anemia), TSH (penyakit gondok), enzim jantung bila
dicurigai terdapat iskemia jantung.
d. Pemeriksaan EKG: dapat diketahui antara lain irama (verifikasi FA), hipertrofi
ventrikel kiri, pre-eksitasi ventrikel kiri, sindroma pre-eksitasi (sindroma
WPW), identifikasi adanya iskemia.
e. Foto rontgen toraks
f. Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari atrium clan
ventrikel, hipertrofi ventrikel kin, fungsi ventrikel kiri, obstruksi outflow dan
TEE (Trans Esophago Echocardiography) untuk melihat trombus di atrium kiri.
g. Pemeriksaan fungsi tiroid. Pada FA episode pertama bila laju irama ventrikel
sulit dikontrol.
h. Uji latih : identifikasi iskemia jantung, menentukan adekuasi dari kontrol laju
irama jantung.
i. Pemeriksaan lain yang mungkin diperlukan adalah holter monitoring.
7. Stratifikasi Beratnya FA
Stratifikasi beratnya FA dapat ditegakkan dengan menggunakan skor EHRA
IV (European Heart Ryhtm Association IV) sebagai berikut: 1
Tabel 1. Kelas EHRA Keterangan
EHRA I Tidak ada keluhan
EHRA II Ringan, aktivitas sehari-hari tidak terganggu
EHRA III Berat, aktivitas sehari-hari terganggu
EHRA IV Sangat berat, tidak dapat beraktifitas
8. Diagnosis Banding
Berbagai gelombang yang memiliki RR interval panjang dan cepat (aritmia
supraventrikular, atrial takikardi, dan atrial flutter) menyerupai fibrilasi atrial namun
takikardi atrial dan atrial flutter biasanya menunjukkan gambaran sikluks atrial lebih
panjang yaitu >200 ms. Bila terdapat aktivitas ventrikel yang meningkat, dapat
dilakukan Manuver Valsava, pijat carotis atau pemberian Adenosin IV untuk
menentukan apakah irama tersebut berasal dari atrial atau bukan.1
9. Komplikasi
FA dapat meningkatkan angka morbiditas maupun mortalitas. Pada pasien
dengan sindroma WPW dan konduksi yang cepat melalui jalur ekstranodal yang
memintas nodus atrioventrikular, dimana pada saat terjadi FA disertai pre- eksitasi
ventrikular, dapat berubah menjadi fibrilasi ventrikel dan menyebabkan kematian
mendadak.
Pada keadaan seperti ini ablasi dengan radiofrekuensi sangat dianjurkan. FA
yang disertai dengan laju irama ventrikel yang cepat serta berhubungan dengan
keadaan obstruksi jalur keluar dari ventrikel atau terdapat stenosis mitral, dapat
menyebabkan terjadinya hipotensi dan perubahan keadaan klinis. Beberapa
komplikasi lain dapat terjadi pada flutter atrial dengan laju irama ventrikel yang
cepat. Laju ventrikel yang cepat ini bila tidak dapat terkontrol dapat menyebabkan
kardiomiopati akibat takikardia persisten. Di antara komplikasi yang paling sering
muncul dan membahayakan adalah tromboemboli, terutama strok.1
Peningkatan risiko terjadi stroke pada FA disebabkan karena darah berjalan
lebih lambat di dalam jantung seiring dengan terjadinya fibrilasi yang menghambat
tekanan tinggi yang seharusnya terjadi di sepanjang jantung dan arteri. FA dikatakan
memiliki peran sedikitnya 15-20% dari seluruh angka kejadian stroke.
B. STROKE
1. Definisi
Stroke didefinisikan sebagai sebuah sindrom yang memiliki karakteristik tanda
dan gejala neurologis klinis fokal dan/ atau global yang berkembang dengan cepat,
adanya gangguan fungsi serebral, dengan gejala yang berlangsung lebih dari 24 jam
atau menimbulkan kematian tanpa terdapat penyebab selain yang bersasl dari
vaskular.3
2. Klasifikasi
Stroke dibagi menjadi 2, yaitu
a. Stroke Iskemik (70-80%)
b. Stroke Hemoragik (20-30%)
3. Patofisiologi
a. Stroke Iskemik
Disebabkan oleh oklusi arteri di otak, yang dapat disebabkan trombosis
maupun emboli. Trombosis merupakan obstruksi aliran darah akibat penyempitan
lumen pembuluh darah atau sumbatan. Penyebab tersering adalah aterosklerosis.
Gejala biasanya memberat secara bertahap.3
Emboli disebabkan oleh sumbatan pembuluh darah dari tempat yang lebih
proksimal. Emboli biasanya bersumber dari jantung atau arteri besar, seperti
aorta, a. karotis, atau a. vertebralis. Gejalanya biasanya langsung memberat atau
hanya sesaat untuk kemudian menghilang lagi seketika saat emboli terlepas ke
arah distal, seperti pada TIA. 3
b. Stroke Hemoragik
Disebabkan oleh ruptur arteri baik intraserebral maupun subarakhnoid.
Perdarahan intraserebral merupakan penyebab tersering dimana dinding
pembuluh darah kecil yang sudah rusak akibat hipertensi kronik. Hematoma yang
terbentuk akan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Pednarahan
subarakhnoid disebabkan oleh pecahnya aneurisma atau malformasi arteri vena
yang perdarahannya masuk ke rongga subarakhnoid, sehingga menyebabkan
cairan CSS terisi oleh darah. Darah di dalam CSS akan menyebabkan vasospasme
sehingga menimbulkan gejala sakit kepala hebat yang mendadak. 3
Tn. T usia 77 tahun datang ke IGD RSUD Salatiga bersama keluarganya dengan
kondisi kesadaran menurun. Pasien tidak dapat diajak komunikasi. Anamnesis dilakukan
dengan keluarga pasien. Berdasarkan dari alloanmnesis, 3 hari SMRS pasien merasa
lemas, sesak, mual (+) dan muntah (+), nyeri kepala berat (-), semakin hari semakin
lemas. Kemudia keluarga membawa pasien ke RS Puri Asih dan di opnam selama 2 hari
2 malam. Sejak saat itu pasien mengalami penurunan kesadaran, tidak bisa diajak
komunikasi. Dari RS Puri Asih pasien sudah dilakukan CT Scan dengan hasil lesi
multiple cerebellum dan lobus occipitalis curiga brain tumor (SOL). Kemudian pasien
dirujuk ke RSUD Salatiga dan dilakukan CT scan ulang. Saat masuk di RSUD Salatiga
pasien tetap dalam kondisi penurunan kesadaran dan diindikasikan untuk pindah ke ICU.
Keluarga tidak begitu mengerti dengan keluhan pasien sebelum-sebelumnya karena tidak
ada yang tinggal serumah. Hanya selama akhir-akhir ini, pasien tidak pernah mengeluh
sakit. Pasien mempunyai riwayat hipertensi (+) dan menyangkal adanya riwayat
stroke/TIA (-), DM (-), penyakit jantung (-) dan konsumsi obat-obatan terlarang/alkohol
(-).
Pada pemeriksaan EKG didapatkan irama sinus dengan interval R-R memendek dan
tidak teratur/irregular, yang menunjukkan kondisi takiaritmia, gelombang P tidak jelas. Hal
ini menunjukkan adanya kondisi takikardi dan atrial fibrilasi (Atrial Fibrilasi respon tipe
cepat). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit naik (15,80 16,81) yang
menandakan adanya infeksi. Ureum naik (105 68) dan creatinin masih normal. Namun
didapatkan bahwa balance cairan pasien input dan output tidak seimbang (input 650-output
400, input 1157-output 600) dalam hal ini mungkin mnegarah ke gangguan ginjal akut. Pada
pemeriksaan FT4 menunjukkan hasil kenaikan serum yaitu 2,02 (normalnya 0,70-1,48) tanpa
disertai adanya tanda-tanda hipertiroidism, dalam hal ini mungkin mengarah ke gangguan
tiroktosikosis (kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi)
Pada pemeriksaan CT scan dengan contras didaptkan hasil gambaran SNH bilateral di
daerah substantia alba lobus oksipitalis Dx/Sn, corpus callosum forceps minor Dx/Sn, dan
Crus Posterior Sn. Dengan klinis pasien penurunan kesadaran, bagian otak yang mengatur
kesadaran adalah pons (atau batang otak) hal ini juga memungkinkan adanya lesi pada pons
cerebri.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, yang ada pada
pasien, mengarah pada diagnosis Stroke kardioemboli et causa atrial fibrilasi respon ventrikel
tipe cepat. Dalam hal ini, kejadian AF sangat mempengaruhi stroke. AF menjadi faktor risiko
strok 15-20%. Berdasarkan awitan dan durasinya, atrial fibrilasi pada pasien ini termasuk
dalam kelompok serangan pertama karena pasien mengaku sebelumnya tidak pernah terjadi.
Atrial fibrilasi pada pasien juga mengarah ke FA persisten, dalam 48 jam irama pasien belum
kembali ke normal.
1. Sally Aman Nasution, Ryan Ranitya, Eka Ginanjar. Fibrilasi Atrial. Dalam : Sudoyo, Aru,
W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati, Siti
(editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi VI. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2014.
p. 1365-1379
2. Yuniadi Y, Tondas AE, Hanafy DA, Hermanto DY, Maharani E, Munawar M, et al.
Pedoman tatalaksana fibrilasi atrium. 1st ed. Centra Communications: PERKI;
2014 .p. 1-82.
3. Arif, Andy. Tanto, Chris. Anindhita, Tiara. Stroke. Dalam : Tanto, Chris. Liwang, Frans.
Hanifan, Sonia. Pradipta, Eka. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Edisi IV. Jakarta:
Penerbit Media Aesculapius. 2014. p. 975-980
5. Paulsen F & Waschke J. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia. Jilid I. Edisi 23. Jakarta: EGC.
p. 138-146
6. Ganong, W.F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi Ke-22. Jakarta: EGC: 2008