Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2004) mendefinisikan jumantik
merupakan orang yang berasal dari masyarakat, yang diberikan pelatihan untuk
melaksanakan pemeriksaan jentik secara berkala dan terus-menerus serta menggerakan
masyarakat dalam melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk DBD. Menurut Ditjen
PP&PL RI (2005) kader jumantik merupakan kelompok kerja yang dibentuk untuk
pemberantasan penyakit DBD di tingkat desa dalam wadah Lembaga Ketahanan
Masyarakat Desa (LKMD).

Dinkes Kota Denpasar (2013) menyebutkan peranan jumantik dalam


penanggulangan demam berdarah adalah mengajak masyarakat di sekitar tempat
tinggal untuk menjadi pemantau jentik sendiri (self jumantik) dan selalu melakukan
gotong royong dalam menjaga kebersihan lingkungan dan rumah, mengadakan
pemeriksaan jentik berkala di lingkungan dan melakukan pencatatan pada form
pemantauan serta Kartu Rumah yang tergantung di depan masing-masing rumah warga,
memberikan pertolongan pertama dan menasehati keluarga untuk membawa ke
puskesmas atau rumah sakit bila muncul gejala lanjut saat menemukan warga dengan
gejala DBD, dan jumantik ikut melaksankan penyelidikan bila menemukan warga yang
positif menderita DBD.

Kader juru pemantau jentik (Jumantik) yang aktif diharapkan akan


mempengaruhi menurunkan angka kasus DBD, oleh karena itu diperlukan upaya
peningkatan keaktifan jumantik melalui motivasi yang dilakukan oleh dinas kesehatan
(Yulianti, 2007). Menurut Widyanti (2006) menyatakan bahwa, faktor yang
mempengaruhi upaya pencegahan DBD adalah tindakan masyarakat, tingkat
pendidikan, informasi dan partisipasi sosial menunjukan angka yang signifikan
terhadap pengaruh masyarakat dalam pencegahan DBD.

Salah satu faktor yang mendorong peningkatan kasus DBD adalah keterbatasan
petugas-petugas kesehatan untuk melakukan penyuluhan secara berkesinambungan dan

1
kepedulian rakyat terhadap hal tersebut, sehingga perluadanya peningkatan penyuluhan
dari petugas kesehatan kapada masyarakat baik perorangan, keluarga dan masyarakat
(Soeparmanto dan Pranata, 2006). Membasmi jentik nyamuk tak cukup dilakukan
pemerintah saja, melainkan butuh partisipasi seluruh masyarakat juga, perlu kesediaan,
kemauan dan tindakan nyata. Program pemberantasan sarang nyamuk (PSN) tak cukup
dilakukan satu-dua kali, melainkan rutin atau berkala terlebih setiap musim jangkitan
DBD (Nadesul, 2007).

Menurut penelitian (Dalimunthe, 2008) ada 4 faktor yang mempengaruhi


partisipasi masyarakat dalam pemberantasan penyakit malaria antara lain adalah
pendidikan, penghasilan, pekerjaan dan ketersediaan fasilitas menujukan angka yang
signifikan terhadap pengaruh partisipasi masyarakat. Partisipasi di bidang kesehatan
berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan masalah
kesehatan secara mandiri. Partisipasi memiliki kedudukan yang demikian penting,
sehingga partisipasi diharapkan dapat semakin bermutu sesuai dengan proses dan
tingkat kemajuan yang terjadi dalam masyarakat dari waktu ke waktu (Notoatmodjo,
2007).

Mengingat kasus DBD yang menimbulkan KLB dari tahun ke tahun maka usaha
pemberdayaan keluarga harus segera dilakukan. Upaya pemberdayaan jumantik
mandiri keluarga merupakan hal yang lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan
metode pemberantasan dengan bahan kimia, karena keluarga secara mandiri dapat
melakukan pemeriksaan jentik secara berkala. Dengan adanya kegiatan pemberdayaan
mandiri keluarga, nantinya diharapkan dapat menurunkan kasus DBD yang terjadi.
Keluarga yang telah memperoleh promosi kesehatan mengenai pemberantasan jentik
diharapkan dapat memberikan contoh kepada keluarga yang lainnya dalam melakukan
pemantauan jentik secara mandiri yang dimulai dari lingkungan rumahnya. Dari
lingkungan rumah sangat diharapkan terbentuk perilaku hidup bersih dan sehat serta
mengingkatkan kewaspadaan dini terhadap KLB dan DBD yang akan diaplikasikan di
lingkungan masyarakat yang lebih luas.

2
B. Rumusan Masalah
1. pengertian DBD
2. Apa pengertian jumantik?
3. Apa tujuan dari jumantik?
4. Bagaimana peran fungsi jumantik dalam masyarakat?
5. Bagaimana batasan karakteristik kader jumantik di puskesmas?
6. Bagaimana kriteria kader jumantik ?
7. Bagaimana presentasi kasus jentik nyamuk di Indonesia

C. Manfaat Penulisan
1. Mengetahui pengertian DBD
2. Mengetahui pengertian jumantik.
3. Mengetahui tujuan dari jumantik.
4. Mengetahui peran fungsi jumantik dalam masyarakat.
5. Mengetahui batasan karakteristik kader jumantik dipuskesmas.
6. Mengetahui kriteria kader.
7. Mengetahui angka presentasi kasus jentik nyamuk di Indonesia.
8. Mengetahui strategi pemberdayaan masyarakat dalam jumantik.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi DBD

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang terdapat pada anakanak dan
orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya memburuk
setelah dua hari pertama dan apabila timbul renjatan (shock) angka kematian akan meningkat
(Sujono Riyadi dan Suharsono, 2010: 85).

Demam pada DBD bisa sampai 390-400C. Bila demam hanya berkisar 380C
kemungkinan bukan DBD, tetapi bisa jadi penyakit infeksi virus lain seperti campak, rubella,
dan chikungunya atau virus Hanta (Demam Korea) atau penyakit lain karena infeksi bakteri
seperti tuberkulosa atau thypus atau penyakit radang selaput otak (meningitis) (Faisal Yatim,
2007: 104).

Penyakit DBD merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Sejak
tahun 1968 jumlah kasusnya cenderung meningkat dan penyebarannya bertambah luas.
Keadaan ini erat kaitannya dengan peningkatan mobilitas penduduk sejalan dengan semakin
lancarnya hubungan transportasi serta tersebar luasnya virus Dengue dan nyamuk penularnya
di berbagai wilayah di Indonesia (Depkes RI, 2010: 1).

2.1.2 Penyebab DBD


Penyakit Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Virus Dengue sampai sekarang dikenal 4 serotipe
(Dengue-1, Dengue-2, Dengue-3, Dengue-4) termasuk dalam kelompok Arthropod Borne
Virus (Arboviru). Ke-empat serotipe virus ini telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.
Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Dengue-3 sangat berkaitan dengan kasus
DBD berat dan merupakan serotipe yang paling luas distribusinya disusul oleh Dengue-2,
Dengue-1 dan Dengue-4 (Depkes RI, 2010: 2).

2.1.3 Mekanisme penularan DBD

Penyakit DBD hanya dapat ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti betina. Nyamuk ini
mendapat virus Dengue sewaktu menggigit/menghisap darah orang yang sakit DBD atau tidak
sakit DBD tetapi dalam darahnya terdapat virus Dengue. Orang yang mengandung virus
Dengue tetapi tidak sakit dapat pergi kemana-mana dan menularkan virus itu kepada orang lain
di tempat yang ada nyamuk Aedes aegypti.

4
Virus Dengue yang terhisap akan berkembang biak dan menyebar ke seluruh tubuh
nyamuk termasuk kelenjar liurnya. Bila nyamuk tersebut menggigit/menghisap darah orang
lain, virus itu akan berpindah bersama air liur nyamuk. Apabila orang yang ditulari tidak
memiliki kekebalan (umumnya anakanak) maka ia akan menderita DBD. Nyamuk yang sudah
mengandung virus

Dengue, seumur hidupnya dapat menularkan kepada orang lain. Dalam darah manusia, virus
Dengue akan mati dengan sendirinya dalam waktu lebih kurang 1 minggu (Depkes RI, 1995:
7).

Gambar 2.1 Mekanisme Penularan DBD

(Sumber: Depkes RI, 2010)

Faktor-faktor yang terkait dalam penularan DBD pada manusia antara lain:

1. Jenis Kelamin; tidak ditemukan perbedaan kerentanan terkena penyakit DBD yang
dikaitkan dengan perbedaan jenis kelamin, laki-laki dan perempuan sama-sama berpotensi
terserang DBD.

2. Status Pendidikan; keluarga dengan tingkat pendidikan rendah biasanya sulit untuk
menerima arahan dalam pemenuhan gizi dan sulit diyakinkan mengenai pentingnya
pemenuhan kebutuhan gizi atau pentingnya pelayanan kesehatan lain yang menunjang
tumbuh kembang anak (Aziz Aimul, 2003: 37).

3. Kepadatan Penghuni Rumah; apabila di suatu rumah ada nyamuk penular DBD yaitu Aedes
aegypti maka akan menularkan penyakit DBD pada semua orang yang tinggal di rumah
tersebut atau di rumah sekiranya yang berada dalam jarak terbang nyamuk yaitu 50 meter
dan orang yang berkunjung ke rumah tersebut (Depkes RI, 2010: 2).

5
4. Umur; DBD pada umumnya menyerang anak-anak, tetapi tidak menutup kemungkinan
orang dewasa tertular penyakit DBD. Dalam dekade terakhir ini terlihat adanya
kecenderungan kenaikan proporsi pada kelompok usia dewasa (Depkes RI, 2012: 2).

Penularan virus Dengue melalui gigitan nyamuk lebih banyak terjadi di tempat yang
padat penduduk seperti di perkotaan dan pedesaan pinggir kota. Oleh karena itu, penyakit DBD
lebih bermasalah di daerah sekitar perkotaan (Faisal Yatim, 2007: 107).

Tempat yang potensial untuk terjadi penularan DBD adalah:

1. Wilayah yang banyak kasus DBD (endemis)

2. Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang datang dari


berbagai wilayah, sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus Dengue
cukup besar. Tempat-tempat tersebut antara lain:

a. Sekolah yang disebabkan karena siswa sekolah berasal dari berbagai wilayah serta
siswa sekolah merupakan kelompok umur yang paling susceptible terserang DBD

b. Rumah sakit/puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya

c. Tempat umum lainnya seperti hotel, pertokoan, pasar, restoran dan tempat ibadah.

3. Pemukiman baru di pinggir kota karena di lokasi ini penduduknya berasal dari berbagai
wilayah, maka kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carier yang membawa
virus Dengue yang berlainan dari masing-masing lokasi asal (Depkes RI, 2010: 3).

2.1.4 Pencegahan dan Pengendalian Vektor DBD


Vektor adalah arthropoda yang dapat memindahkan atau menularkan suatu infectious
agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan (Wahid Iqbal Mabarak dan Nurul
Chayatin, 2009: 310).

Pengendalian vektor merupakan upaya yang dilakukan untuk mengurangi atau menekan
populasi vektor serendah-rendahnya sehingga tidak berarti lagi sebagai penular penyakit dan
menghindarkan terjadinya kontak antara vektor dan manusia (Srisasi Gandahusada, 1998:
244).

Upaya pencegahan tidak harus dilakukan manakala kita sudah benar-benar sakit. Tetapi,
upaya pencegahan harus dilakukan jauh sebelumnya yaitu pada kondisi sehatpun harus ada

6
upaya yang positif. Tindakan pencegahan merupakan upaya untuk memotong perjalanan
riwayat alamiah penyakit pada titik-titik atau tempat-tempat yang paling berpotensi
menyebabkan penyakit atau sumber penyakit (Budioro, 2001: 47).

Pencegahan penyakit DBD dapat dilakukan dengan cara mengendalikan nyamuk Aedes
aegypti sebagai vektor utama DBD. Pencegahan yang efektif seharusnya dilaksanakan secara
integral bersama-sama antara masyarakat, pemerintah dan petugas kesehatan.

Hingga saat ini pemberantasan nyamuk Aedes aegypti merupakan cara utama yang
dilakukan untuk memberantas DBD karena vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi
virusnya belum tersedia. Sasaran pemberantasan DBD dapat dilakukan pada nyamuk dewasa
dan jentik. Upaya pemberantasan meliputi:

a. Pencegahan dengan cara menguras, menutup, dan mengubur atau dikenal dengan gerakan
3 M, yaitu:

1. Menguras tempat penampungan air secara teratur sekurang-kurangnya seminggu sekali


atau menaburkan bubuk abate ke dalamnya

2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air

3. Mengubur/menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung

air hujan seperti kaleng bekas, plastik, dll.

b. Pemberantasan vektor/nyamuk, penyemprotan/fogging fokus pada lokasi yang ditemui


kasus

c. Kunjungan ke rumah-rumah untuk pemantauan jentik dan abatisasi

d. Penyuluhan dan kerja bakti melakukan 3 M (Addin A, 2009: 77)

Kegiatan PSN DBD selain dilakukan dengan cara 3 M, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia juga mencanangkan 3 M plus yaitu 3 M ditambah dengan:

a. Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat lainnya yang sejenis
seminggu sekali

b. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak

7
c. Menutup lubang-lubang atau potongan bambu/pohon dengan tanah atau yang

lain

d. Menaburkan bubuk larvasida misalnya di tempat-tempat yang sulit dikuras

e. Memelihara ikan pemakan jentik di kolam atau bak penampungan air


f. Memasang kawat kasa

g. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam kamar

h. Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai

i. Menggunakan kelambu

j. Memakai obat nyamuk yang dapat mencegah dari gigitan nyamuk (Depkes RI, 2010: 3).

2.1.5 Angka Jentik Nyamuk di Indonesia

Dalam Sosialisasi Pencegahan DBD, penyuluhan tentang pencegahan DBD harus


sering dilakukan agar masyarakat termotivasi untuk ikut berperan serta dalam upaya-
upaya tersebut. Untuk daerah Sumatera Utara angka kejadian DBD mengalami
peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 2013, jumlah kasus DBD tercatat 4.732 dengan
(IR) sebesar 35 per 100.000 penduduk, dibanding tahun 2012 angka ini mengalami
kenaikan yaitu 4.367 kasus dengan IR sebesar 33 per 100.000 penduduk. Hal ini masih
sangat jauh dari indikator keberhasilan program sebesar 5 per 100.000 penduduk
(Dinkes Pemprovsu, 2013). Pada tahun 2002 sudah ditemukan penderita DBD
sebanyak 3 kasus setelah Kota Padangsidimpuan berpisah dengan Kabupaten Tapanuli
Selatan. Angka kejadian DBD terjadi penurunan dan kenaikan dari tahun 2008 sampai
2013 yaitu sebanyak 17 kasus tahun 2008, 20 kasus tahun 2009, 16 kasus tahun 2010,
18 kasus tahun 2011, 66 kasus tahun 2012 dan terdapat 2 orang yang meninggal, dan
43 kasus tahun 2013. Kota Padangsidimpuan merupakan kota yang sporadis terhadap
kasus DBD karena kasus yang ada tidak selalu menetap di setiap daerah (kecamatan).
Kecamatan Padangsidimpuan Selatan merupakan kecamatan yang lebih banyak kasus
DBD yaitu 13 kasus di Puskesmas Padangmatinggi dan 6 kasus di Puskesmas
Sidangkal.

8
Kemudian yang kedua paling banyak adalah Kecamatan Padangsidimpuan Utara yaitu
12 kasus di Puskesmas Sadabuan.Kecamatan Padangsidimpuan Selatan memiliki 28
sekolah dasar berjumlah 6.174 orang yang terdiri 3.168 laki-laki dan 3.006 perempuan.
Ada 2 sekolah yang memiliki jumlah kasus DBD yaitu SDN 200208 tahun 2013
ditemukan 2 kasus dan SDN 200220 ada 1 kasus, dimana dari data tersebut dapat
disimpulkan bahwa kejadian DBD perlu diwaspadai mengingat DBD merupakan
penyakit menular dan merupakan penyakit endemik yang cepat menimbulkan kematian
jika tidak ditangani dengan tepat (Dinkes Kota Padangsidimpuan, 2013).

Mengingat tempat hidup (habitat) nyamuk Aedes aegypti adalah tempattempat yang
terdapat pada air bersih antara lain bak mandi, ember, vas bunga, tempat minum burung,
tempat penampungan air di dispenser, dan tempat pembuangan air dibawah kulkas.
Beberapa faktor etiologi yang ditemukan berhubungan dengan penyakit DBD adalah
faktor host (umur, jenis kelamin, mobilitas), faktor lingkungan (kepadatan rumah,

9
adanya tempat perindukan nyamuk, tempat peristirahatan nyamuk, kepadatan nyamuk,
angka bebas jentik, curah hujan), dan faktor perilaku (pola tidur dan kegiatan
pemberantasan sarang nyamuk) (Wahyono dkk, 2010). Curah hujan yang tinggi saat
musim penghujan misalnya, dapat menimbulkan banjir dan genangan air di suatu
wadah/media yang menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk, seperti cekungan di
pagar bambu, pepohonan, kaleng bekas, ban bekas, atap atau tulang rumah) (Kemenkes
RI, 2013).

2.1.6 Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)


Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) adalah pemeriksaan tempat-tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang dilakukan secara teratur oleh petugas
kesehatan atau kader atau petugas pemantau jentik (jumantik) (Depkes RI, 2010: 2).
Program ini bertujuan untuk melakukan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD dan
memotivasi keluarga atau masyarakat dalam melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN) DBD. PSN DBD adalah kegiatan memberantas telur, jentik dan kepompong
nyamuk penular DBD di tempat perkembangbiakannya.

Program PJB dilakukan oleh kader, PKK, jumantik atau tenaga pemeriksa jentik
lainnya. Kegiatan pemeriksaan jentik nyamuk termasuk memotivasi masyarakat dalam
melaksanakan PSN DBD. Dengan kunjungan yang berulangulang disertai dengan
penyuluhan masyarakat tentang penyakit DBD diharapkan masyarakat dapat
melaksanakan PSN DBD secara teratur dan terus-menerus.

Tata cara pelaksanaan PJB yaitu:

1. Dilakukan dengan cara mengunjungi rumah-rumah dan tempat-tempat umum untuk


memeriksa Tempat Penampungan Air (TPA), non-TPA dan tempat penampungan air
alamiah di dalam dan di luar rumah atau bangunan serta memberikan penyuluhan
tentang PSN DBD kepada keluarga dan masyarakat

2. Jika ditemukan jentik, anggota keluarga atau pengelola tempat-tempat umum diminta
untuk ikut melihat atau menyaksikan kemudian lanjutkan dengan PSN DBD (3 M atau
3 M plus)

3. Memberikan penjelasan dan anjuran PSN DBD kepada keluarga dan petugas kebersihan
tempat-tempat umum

10
4. Mencatat hasil pemeriksaan jentik di Kartu Jentik Rumah/Bangunan yang ditinggalkan
di rumah yang diperiksa serta pada Formulir Juru Pemantau Jentik (JPJ-1) untuk
pelaporan ke puskesmas dan dinas yang terkait lainnya (Depkes RI, 2010: 4).

5. Berdasarkan hasil pemantauan yang tertulis di formulir JPJ-1 maka dapat dicari ABJ dan
dicatat di formulir JPJ-2.

2.1.7 Pemberdayaan Masyarakat


Pemberdayaan masyarakat berarti meningkatkan kemampuan atau meningkatkan
kemandirian masyarakat. Dalam pemberdayaan masyarakat hal yang terutama adalah
adanya partisipasi masyarakat yaitu keterlibatan masyarakat dalam pembangunan,
meliputi kegiatan dalam perencanaan dan pelaksanaan (implementasi) program/proyek
pembangunan yang dikerjakan di dalam masyarakat lokal. Partisipasi atau peran serta
masyarakat dalam pembangunan pedesaan merupakan aktualisasi dari kesediaan dan
kemampuan anggota masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi dalam implementasi
program yang dilaksanakan (Rahardjo Adisasmita, 2006: 34; Gunawan Sumodiningrat,
2007: 107).

Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan sangatlah penting untuk mencegah


penyakit, meningkatkan usia hidup dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Untuk
mencapai tujuan tersebut perlu adanya upaya pengorganisasian masyarakat yang pada
hakikatnya adalah menghimpun potensi masyarakat atau sumber daya yang ada di dalam
masyarakat itu sendiri melalui upaya preventif, kuratif, promotif dan rehabilitatif
kesehatan mereka sendiri (Soekidjo Notoatmodjo, 2007: 14).

Penggerakan dan pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang


bersifat persuasif dan melalui memerintah yang bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap, perilaku, dan kemampuan masyarakat dalam menemukan,
merencanakan, serta memecahkan masalah dengan menggunakan sumber daya/potensi
yang mereka miliki termasuk partisipasi dan dukungan tokoh-tokoh masyarakat. Tujuan
pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan antara lain:

1. Menumbuhkan kesadaran, pengetahuan dan pemahaman akan kesehatan individu,


kelompok dan masyarakat

2. Manimbulkan kemauan yang merupakan kecenderungan untuk melakukan suatu


tindakan atau sikap untuk meningkatkan kesehatan mereka

11
3. Menimbulkan kemampuan masyarakat untuk mendukung terwujudnya perilaku sehat
(Rafless bencoolen, 2011: 1).

Salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat adalah pembentukan jumantik.


Jumantik merupakan warga masyarakat setempat yang telah dilatih oleh petugas
kesehatan mengenai penyakit DBD dan upaya pencegahannya sehingga mereka dapat
mengajak masyarakat seluruhnya untuk berpartisipasi aktif mencegah penyakit DBD.
Tujuan pembentukan jumantik agar dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat
dan keluarga untuk membiasakan diri dalam menjaga kebersihan lingkungan, terutama
tempat-tempat yang dapat menjadi sarang nyamuk penular DBD.

2.2 Definisi Jumantik


Jumantik yaitu singkatan dari Juru Pemantau Jentik adalah petugas khusus
yang berasal dari lingkungan sekitar yang secara sukarela mau bertanggung jawab
untuk malakukan pemantauan jentik nyamuk DBD aedes aegypti di wilayahnya serta
melakukan pelaporan ke kelurahan secara rutin dan berkesinambungan. (Rosidi,
dkk., 2009)

Jumantik yaitu singkatan dari Juru Pemantau Jentik adalah petugas


khususyang berasal dari lingkungan sekitar yang secara sukarela mau
bertanggungjawab untuk melakukan pemantauan jentik nyamuk di wilayahnya
sertamelak kan pelaporan ke kelurahan secara rutin dan berkesinambungan.
Adapuntujuan dari jumantik adalah menggerakkan peran serta masyarakat dalam
usaha pemberantasan penyakit yang disebabkan oleh nyamuk seperti demam
berdarah, terutama dalam pemberantasan jentik nyamuk penularnya sehingga
penularan penyakit demam berdarah dengue di tingkat desa, dapat dicegah atau
dibatasi. (Sukowinarsih, dkk., 2010)

Jumantik kepanjangan dari Juru Pemantau Jentik merupakan seorang petugas


khusus yang secara sukarela mau bertanggung jawab untuk melakukan upaya
pemantauan jentik nyamuk DBD Aedes Aegypti di wilayah-wilayah dengan
sebelumnya melakukan pelaporan ke kelurahan atau puskesmas terdekat.
(Suhardiono, 2005)

12
2.2.1 Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan pelatihan dan perekrutan Jumantik ini adalah untuk
menurunkan kepadatan atau populasi nyamuk penular penyakit Demam Berdarah
Dangue (DBD) dan jentiknya dengan PJB dan PSN, melalui penyuluhan dan kegiatan
langsung di masyarakat secara terus menerus.Tujuan khusus dari pelatihan kader
Jumantik ini adalah agar para kader selalu terus-menerus memberi motivasi diri
sendiri, keluarga dan masyarakat sekitar memperhatikan dan menjaga lingkungannya
dalam upaya mencegah perkembang biakan nyamuk Aedes Aegypty sehingga
masyarakat berperan secara sadar dapat melaksanakan pemberantasan secara rutin
dan berkala baik dirumah dan di luar rumah(Riyanto, 2012)

2.2.2 Tugas dam Tanggung Jawab Jumantik

Adapun tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh jumantik
untuk dapat memenuhi standar tersebut menurut Dinkes Kota Denpasar tahun 2013
yaitu.

1. Melaksanakan kunjungan rumah dan tempat-tempat umum yang ada di wilayah


kerja sesuai dengan jadwal yang telah dibuat oleh koordinator jumantik.

2. Memberikan penyuluhan perorangan dan melaksanakan pemantauan jentik di


rumah atau bangunan 30 rumah/hari/orang.

3. Penggerak dan pengawas masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk


(PSN).

4. Membuat catatan atau laporan pemeriksaan jentik setiap hari kerja.

5. Memotivasi masyarakat dalam memperhatikan tempat-tempat potensial


perkembangbiakan nyamuk penular DBD.

6. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam PSN- DBD.

2.2.3 Kriteria Kader Jumantik

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk perekrutan kader


jumantik, yakni sebagai berikut: (Riyanto, 2012)

13
a) Dapat baca, tulis dengan bahasa Indonesia
b) Secara fisik dapat melaksanakan tugas-tugas sebagai kader
c) Mempunyai penghasilan sendiri
d) Tinggal tetap di desa yang bersangkutan dan tidak sering meninggalkan tempat
untuk waktu yang lama.
e) Aktif dalam kegiatan sosial maupun pembangunan desanya
f) Dikenal masyarakat, diterima masyarakat dan dapat bekerja sama dengan
masyarakat
g) Berwibawa
h) Sanggup membina paling sedikit 10 kepala keluarga

Selain persyaratan tersebut, ada beberapa persyaratan tambahan yang


wajib untuk mengukur tingkat pengetahuan seorang calon kader jumantik,
adalah sebagai berikut: (Riyanto, 2012)
a) Dapat menyebutkan penyebab penyakit dan nyamuk penular penyakit DBD
Dapat menjelaskan cara penularan penyakit DBD
b) Dapat menyebutkan tanda-tanda penyakit DBD
c) Dapat menyebutkan dan melakukan cara-cara pertolongan pertama
d) Dapat menjelaskan ciri-ciri, lingkaran hidup dan tempat perkembang iakan
nyamuk Aedes aegypti
e) Dapat menyebutkan dan melakukan cara-cara pencegahan penyakit DBD
f) Dapat melakukan pemeriksaan jentik nyamuk Aedes aegypti
g) Dapat melakukan penyuluhan dan motivasi kepada perorangan maupun
kelompok masyarakat

2.2.4 Batasan Karateristik Kader Jumantik Di Puskesmas


Kemampuan merupakan kapasitas seseorang individu untuk
mengerjakan suatu pekerjaan yang memungkinkan seseorang tersebut
menyelesaikan pekerjaannya. Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian
besar responden dengan nilai total skor kemampuan pemecahan masalah yang
tergolong kemampuan pemecahan masalah kurang baik sebesar 50,5 %.
Pemecahan masalah merupakan suatu keterampilan yang meliputi kemampuan
untuk mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan
tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan

14
alternatif dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan mengambil suatu
tindakan keputusan untuk mencapai sasaran. Dari hasil penelitian yang
diperoleh, kemampuan kader dalam mengakses informasi masih kurang baik.
Pihak yang terlibat dalam pemecahan masalah adalah masyarakat yang berperan
sebagai kader, sehingga dapat menyadari adanya permasalahan untuk
mengatasinya. Keterlibatan seorang kader jumantik bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan pada masyarakat dalam masalah penyakit DBD.
a. Hubungan antara status pekerjaan dengan kemampuan pemecahan masalah
DBD kader jumantik
Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagaian besar responden
temasuk kelompok usia dewasa tua sebesar 91,9 %. Usia berkaitan dengan
tingkat kedewasaan, artinya semakin lanjut usia seseorang diharapkan semakin
mampu menunjukkan kematangan jiwa, dalam arti semakin bijaksana terhadap
pandangan dan perilaku yang berbeda, semakin mampu mengendalikan emosi.
Namun dalam usia tua tersebut produktivitas seseorang juga akan mengalami
penurunan seiring bertambahnya umur yang juga menyebabkan menurunnya
kemampuan dan keterampilan.
b. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan kemampuan pemecahan masalah
DBD kader jumantik
Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden dengan
tingkat pendidikan terakhir tamat SMA dengan persentase sebesar 58,6 %.
Pendidikan merupakan salah satu cara yang dapat mengubah perilaku
seseorang. Tingkat pendidikan formal merupakan modal dasar untuk seseorang
dapat memahami suatu hal. Dengan minimal mengikuti pendidikan formal
maka seseorang dapat menjadi cerdas dan pandai. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi pendidikan kader semakin mampu seorang
kader dalam pemecahan masalah DBD.
c. Hubungan antara akumulasi pelatihan dengan kemampuan pemecahan masalah
DBD kader jumantik
Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar kader jumantik
mempunyai akumulasi pelatihan yang baik sebesar 53,2 %, dengan kemampuan
pemecahan masalah DBD yang kurang baik terdapat pada akumulasi pelatihan
yang kurang baik sebesar (98,1 %). Hasil analisis uji statistik Rank Spearman
antara variabel akumulasi pelatihan dengan kemampuan pemecahan masalah
DBD kader jumantik di peroleh nilai p value 0,0001. Hal ini menunjukkan

15
bahwa ada hubungan antara akumulasi pelatihan dengan kemampuan
pemecahan masalah DBD kader jumantik, serta diperoleh rho sebesar 0,894, hal
ini berarti bahwa hubungan antara hubungan akumulasi pelatihan dengan
kemampuan pemecahan masalah DBD kader jumantik memiliki korelasi yang
sangat kuat.
d. Hubungan antara lama kerja dengan kemampuan pemecahan masalah DBD
kader jumantik
Dari hasil penelitian diketahui bahwa ratarata lama kerja responden
sebagai kader jumantik adalah 6 tahun, yang sebagian besar responden
mempunyai lama kerja yang kurang dengan persentase sebesar 60,4 %. Lama
kerja dikaitkan dengan waktu mulai bekerja, dimana pengalaman, masa kerja
juga ikut menentukan kinerja kerja seseorang, karena semakin lama masa kerja
seseorang, maka kemampuan mereka akan lebih baik. Dengan banyak
pengalaman yang dimiliki, maka semakin banyak pula keterampilan yang
pernah diketahuinya. Lama kerja menjadi sebuah dasar perkiraan yang baik atas
produktivitas seseorang.

2.2.5 Pengukuran Kinerja Juru Pemantau Jentik (Jumantik)


Kinerja jumantik dalam penanggulangan DBD dapat diukur dari nilai ABJ yang
diharapkan memenuhi target nasional yaitu lebih dari 95% (Ditjen PP&PL RI,2005).

Target tersebut diperoleh dari rumus sebagai berikut.

ABJ = Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik × 100%


Jumlah rumah diperiksa

Adapun tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh jumantik untuk dapat
memenuhi standar tersebut menurut Dinkes Kota Denpasar tahun 2013 yaitu.

 Melaksanakan kunjungan rumah dan tempat-tempat umum yang ada di wilayah kerja
sesuai dengan jadwal yang telah dibuat oleh koordinator jumantik.
 Memberikan penyuluhan perorangan dan melaksanakan pemantauan jentik di rumah
atau bangunan 30 rumah/hari/orang.
 Penggerak dan pengawas masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk
 (PSN).

16
 Membuat catatan atau laporan pemeriksaan jentik setiap hari kerja.
 Memotivasi masyarakat dalam memperhatikan tempat-tempat potensial
perkembangbiakan nyamuk penular DBD.
 Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam PSN- DBD.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Jumantik kepanjangan dari Juru Pemantau Jentik merupakan seorang
petugas khusus yang secara sukarela mau bertanggung jawab untuk melakukan
upaya pemantauan jentik nyamuk DBD Aedes Aegypti di wilayah-wilayah
dengan sebelumnya melakukan pelaporan ke kelurahan atau puskesmas
terdekat.
Tujuan dari pelaksanaan pelatihan dan perekrutan Jumantik ini adalah
untuk menurunkan kepadatan atau populasi nyamuk penular penyakit Demam
Berdarah Dangue (DBD) dan jentiknya dengan PJB dan PSN, melalui
penyuluhan dan kegiatan langsung di masyarakat secara terus menerus.Tujuan
khusus dari pelatihan kader Jumantik ini adalah agar para kader selalu terus-
menerus memberi motivasi diri sendiri, keluarga dan masyarakat sekitar
memperhatikan dan menjaga lingkungannya dalam upaya mencegah
perkembang biakan nyamuk Aedes Aegypty sehingga masyarakat berperan
secara sadar dapat melaksanakan pemberantasan secara rutin dan berkala baik
dirumah dan di luar rumah.

B. Saran
Meskipun petugas pengelola Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
telah memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik, namun perlu terus
ditingkatkan dengan mengadakan pelatihan atau workshop secara berkala
sesuai kebutuhan dan sumber daya manusia yang terlibat dalam manajemen
PSN.

18
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/doc/289424012/Kader-Jumantik
https://www.slideshare.net/eldeea/evaluasi-proses-pemantauan-jentik-daerah-kepadatan-
jentik-rendah
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/35057/1/Yola%20Dwi%20Putri
%20-FKIK.pdf
http://www.dinus.ac.id/wbsc/assets/dokumen/penelitian/Lap_Akhir/laporan_akhir_peran_
kader_dbd.pdf
http://erepo.unud.ac.id/18866/3/1220025074-3-Cokis_Bab%20II.pdf
http://digilib.unisayogya.ac.id/466/1/PUBLIKASI.pdf
http://eprints.ums.ac.id/5964/1/J410050017.PDF
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-Arta%20S.docx
Depkes RI. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta:
Direktorat Jendral PP-PL. 2005.
Siregar FA. Epidemologi dan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara. 2004.
DKK Semarang. Profil Dinas Kesehatan Kota Semarang 2009. Semarang: DKK Semarang.
2009.
DKK Semarang. Profil Dinas Kesehatan Kota Semarang 2010. Semarang: DKK Semarang.
2010.
Data Puskesmas Gayamsari per Maret 2011.
Widoyono. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya.
Erlangga. Semarang. 2005

19
20

Anda mungkin juga menyukai