Anda di halaman 1dari 9

TUGAS

Nama : Monica Brigita Donsu

NRI : 17011101028
Latar Belakang

Pembangunan kesehatan di Indonesia ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan


hidup sehat bagi setiap orang agar terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Hal ini
ditandai dengan adanya perilaku dan lingkungan yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata. (Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat,
2006)

Di masa yang akan datang, pembangunan kesehatan akan menghadapi berbagai permasalahan dan
tantangan yang cukup berat. Jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, status kesehatan
masyarakat Indonesia masih jauh tertinggal. (Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat, 2006)

Penyakit menular masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat Indonesia saat ini bersamaan
dengan mulai meningkatnya masalah penyakit tidak menular. Salah satu penyakit menular yang
menjadi masalah utama di Indonesia dan menimbulkan dampak ssosial maupun ekonomi adalah
Demam Berdarah Dengue (DBD). Penyakit DBD sudah berulang kali menimbulkan Kejadian Luar Biasa
(KLB) disertai kematian yang banyak. Penyakit yang ditularkan melalui nyamuk Aedes aegypti ini
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti lingkungan, iklim, demografi, sosial ekonomi, dan perilaku.
(Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat, 2006)

Sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia
sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Di Indonesia, DBD pertama kali ditemukan
di kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang meninggal dunia.
Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia. Sampai dengan akhir tahun 2008
juga belum ditemukan obat yang secara efektif dapat mengobati penyakit DBD. (Depkes RI, 2010

Pemerintah telah berusaha membina peran serta masyarakat melalui berbagai kelompok kerja dalam
pemberantasan DBD berupa gerakan pemberantasan sarang nyamuk yang diatur dalam Kepmenkes
No.581 tahun 1992 dengan instrumen 3M (menguras, menutup, dan mengubur) tetapi tidak
menunjukkan hasil yang memuaskan. (Depkes RI, 2010)

Oleh sebab itu, diperlukan suatu manajemen DBD untuk mencegah dan mengendalikan sumber
penularan, agar tidak menjadi sumber infeksi dan mencegah terjadinya KLB.

Makalah ini ditulis untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik senior di Departemen Departemen
Ilmu Kesehatan Masyarakat/Ilmu Kedokteran Pencegahan/Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.1.1. Defenisi

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular berbahaya yang disebabkan oleh
virus Dengue dan dapat menimbulkan kematian dalam waktu singkat oleh karena terjadinya perdarahan
dan syok. (Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat, 2006)
Etiologi

Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne
Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan
mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. (Depkes RI, 2007)

Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit
menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3
merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang
berat. (Depkes RI, 2007)

Cara Penularan

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus,
dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.
Nyamuk tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang
mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari
(extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan
berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan
transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan
berkembang

biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif).
Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum
menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari
setelah demam timbul. (Depkes RI, 2007)

Epidemiologi

Penyakit Demam berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia. Sejak tahun 1968 jumlah kasusnya cenderung meningkat dan penyebarannya bertambah luas
dimana telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD,
dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi
Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun 2009 tidak ada laporan kasus DBD. Selain itu terjadi juga
peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun
2009. Kasus DBD perkelompok umur dari tahun 1993 - 2009 terjadi pergeseran. Dari tahun 1993 sampai
tahun 1998 kelompok umur terbesar kasus DBD adalah kelompok umur

< 15 tahun, tahun 1999 - 2009 kelompok umur terbesar kasus DBD cenderung

pada kelompok umur ≥ 15 tahun. (Depkes RI, 2010)


Keadaan ini erat kaitannya dengan peningkatan mobilitas penduduk sejalan dengan semakin lancarnya
hubungan transportasi serta tersebar luasnya virus dengue dan nyamuk penularnya di berbagai
wilayah Indonesia. (Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat, 2006)

. Patogenesis

Patogenesis DBD masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD
adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune
enhancement . Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi
yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko

berat yang lebih besar untuk menderita DBD. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan
mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang
kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leokosit terutama makrofag. Oleh karena
antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuhnsehingga akan bebas melakukan
replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai Antibodi Dependent Enhancement (ADE),
suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear.
Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan
hipovolemia, dan syok. (Depkes RI, 2010)

Strategi Pengobatan

Pengobatan DBD bersifat suportif. Tatalaksana didasarkan atas adanya perubahan fisiologi berupa
perembesan plasma dan perdarahan. Perembesan plasma dapat mengakibatkan syok, anoksia, dan
kematian. Deteksi dini terhadap adanya perembesan plasma danpenggantian cairan yang adekuat akan
mencegah terjadinya syok, Perembesan plasma biasanya terjadi pada saat peralihan dari fase demam
(fase febris) ke fase penurunan suhu (fase afebris) yang biasanya terjadi pada hari ketiga sampai kelima.
Oleh karena itu pada periode kritis tersebut diperlukan peningkatan kewaspadaan. Adanya perembesan
plasma danperdarahan dapat diwaspadai dengan pengawasan klinis danpemantauan kadar hematokrit
danjumlah trombosit. Pemilihan jenis cairan danjumlah yang akan diberikan merupakan kunci
keberhasilan pengobatan. Pemberian cairan plasma, pengganti plasma, tranfusi darah, dan obat-obat
lain dilakukan atas indikasi yang tepat. (Depkes RI, 2007)

Manajemen Kesehatan

Menurut Notoatmodjo, manajemen kesehatan adalah suatu kegiatan atau suatu seni untuk mengatur
para petugas kesehatan dan nonpetugas kesehatan guna meningkatkan kesehatan masyarakat. Dengan
kata lain, manajemen kesehatan masyarakat adalah penerapan manajemen umum dalam sistem
pelayanan kesehatan masyarakat sehingga yang menjadi objek dan sasaran manajemen adalah sistem
pelayanan kesehatan masyarakat. (Herlambang, 2012)

Ruang lingkup manajemen kesehatan secara garis besar mengerjakan kegiatan yang berkaitan dengan,
(Herlambang, 2012) :

a. Manajemen sumber daya manusia.

b. Manajemen keuangan (mengurusi cash flow keuangan).

c. Manajemen logistik (mengurusi logistik-obat dan peralatan).

d. Manajemen pelayanan kesehatan dan sistem informasi manajemen (mengurusi pelayanan


kesehatan).

Manajemen Kesehatan pada Demam Berdarah

Kebijakan dalam rangka penanggulangan menyebarnya DBD adalah (1) peningkatan perilaku dalam
hidup sehat dan kemandiriian masyarakat terhadap penyakit DBD, (2) meningkatkan perlindungan
kesehatan masyarakat terhadap penyakit DBD, (3) meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi
program pemberantasan DBD, dan (4) memantapkan kerjasama lintas sektor/lintas program. (Direktorat
Kesehatan dan Gizi Masyarakat, 2006)

Strategi dalam pelaksanaan kebijakan di atas dilakukan melalui, (Direktorat Kesehatan dan Gizi
Masyarakat, 2006):

Pemberdayaan masyarakat

Meningkatnya peran aktif masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD
merupakan salah satu kunci keberhasilan upaya pemberantasan penyakit DBD. Untuk mendorong
meningkatnya peran aktif masyarakat, maka upaya-upaya KIE, social marketing, advokasi, dan berbagai
upaya penyuluhan kesehatan lainnya dilaksanakan secara intensif dan berkesinambungan melalui
berbagai media massa dan sarana

 Peningkatan kemitraan berwawasan bebas dari penyakit DBD

Upaya pemberantasan penyakit DBD tidak dapat dilaksanakan oleh sector kesehatan saja, peran sektor
terkait pemberantasan penyakit DBD sangat menentukan. Oleh sebab itu, maka identifikasi stakeholders
baik sebagai mitra maupun pelaku potensial, merupakan langkah awal dalam menggalang,
meningkatkan dan mewujudkan kemitraan. Jaringan kemitraan diselenggarakan melalui pertemuan
berkala, guna memadukan berbagai sumber daya yang tersedia di masing-masing mitra. Pertemuan
berkala sejak dari tahap perencanaan sampai tahap pelaksanaan, pemantauan dan penilaian.
 Peningkatan profesionalisme pengelola program

SDM yang terampil dan menguasai IPTEK merupakan salah satu unsur penting dalam pelaksanaan
program P2 DBD. Pengetahuan mengenai Bionomik vektor, virologi dan faktor-faktor perubahan iklim,
tata laksana kasus harus dikuasai karena hal-hal tersebut merupakan landasan dalam penyususnan
kebijaksanaan program P2 DBD

 Desentralisasi

Optimalisasi pendelegasian wewenang pengelola kepada kabupaten/kota. Penyakit DBD hampir


tersebar luas di seluruh Indonesia kecuali di daerah yang di atas 1000 m diatas permukaan air laut.
Angka kesakitan penyakit ini bervariasi antara satu wilayah dengan wilayah lain, dikarenakan perbedaan
situasi dan kondisi wilayah.

 Pembangunan berwawasan kesehatan lingkungan

Meningkatnya mutu lingkungan hidup dapat mengurangi angka kesakitan penyakit DBD karena di
tempat-tempat penampungan air bersih dapat dibersihkan setiap minggu secara berkesinambungan,
sehingga populasi vector sebagai penular penyakit DBD dapat berkurang. Orientasi, sosialisasi, dan
berbagai kegiatan KIE kepada semua pihak yang terkait perlu dilaksanakan agar semuanya dapat
memahami peran lingkungan dalam pemberantasan penyakit DBD.

Pokok-pokok program pemberantasan DBD mencakup (1) Kewaspadaan dini DBD, (2) Pemberantasan
vektor melalui PSN dengan cara 3M Plus, dan pemeriksaan jentik berkala (PJB) yang dilakukan setiap 3
bulan sekali, (3) Bulan Bakti gerakan ”3M”, (4) Penanggulangan kasus, dimana Puskesmas melakukan
penyelidikan epidemiologi (PE) untuk mengurangi persebaran lebih luas dan tindakan yang lebih tepat,
(5) Penanggulangan KLB, (6) Peningkatan profesionalisme SDM, (7) Pendekatan Peran Serta
Masyarakat dann PSN DBD, (8) Penelitian. (Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat, 2006)

Setiap diketahui adanya penderita DBD, segera ditindaklanjuti dengan kegiatan Penyelidikan
Epidemiologis (PE) dan Penanggulangan Fokus sehingga kemungkinan penyebarluasan DBD dapat
dibatasi dan KLB dapat dicegah. Selanjutnya dalam melaksanakan kegiatan pemberantasan DBD sangat
diperlukan peran serta masyarakat, baik untuk membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan
pemberantasan maupun dalam memberantas jentik nyamuk penularnya. (Direktorat Kesehatan dan
Gizi Masyarakat, 2006)

 Penyelidikan Epidemiolegis (PE) adalah kegiatan pencarian penderita atau tersangka DBD
lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di tempat tinggal penderita dan rumah/bangunan
sekitarnya, termasuk tempat- tempat umum dalam radius sekurang-kurangnya 100 m. Tujuannya adalah
untuk mengetahui penularan dan penyebaran DBD lebih lanjut serta tindakan penanggulangan yang
perlu dilakukan di wilayah sekitar tempat penderita. PE

juga dilakukan untuk mengetahui adanya penderita dan tersangka DBD lainnya, mengetahui ada
tidaknya jentik nyamuk penular DBD, dan menentukan jenis tindakan (penanggulangan fokus) yang akan
dilakukan.
 Penanggulangan Fokus adalah kegiatan pemberantasan nyamuk penular DBD yang dilaksanakan
dengan melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD), larvasidasi,
penyuluhan, dan pengasapan menggunakan insektisisda sesuai kriteria. Tujuannya adalah membatasi
penularan DBD dan mencegah terjadinya KLB di lokasi tempat tinggal penderita DBD dan
rumah/bangunan sekitarnya serta tempat-tempat umum yang berpotensi menjadi sumber penularan
DBD lebih lanjut.

 Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah upaya penanggulangan yang meliputi
pengobatan/perawatan penderita, pemberantasan vektor penular DBD, penyuluhan kepada masyarakat
dan evaluasi/penilaian penanggulangan yang dilakukan di seluruh wilayah yang terjadi KLB. Tujuannya
adalah membatasi penularan DBD, sehingga KLB yang terjadi di suatu wilayah tidak meluas ke wilayah
lainnya. Penilaian Penanggulangan KLB meliputi penilaian operasional dan penilaian epidemiologi.
Penilaian operasional ditujukan untuk mengetahui persentase pemberantasan vektor dari jumlah yang
direncanakan. Penilaian ini dilakukan melalui kunjungan rumah secara acak dan wilayah- wilayah yang
direncanakan untuk pengasapan, larvasidasi, dan penyuluhan. Sedangkan penilaian epidemiologi
ditujukan untuk mengetahui dampak upaya penanggulangan terhadap jumlah penderita dan kematian
DBD dengan cara membandingkan data kasus/kematian DBD sebelum dan
sesudah penanggulangan KLB.

 Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) adalah kegiatan
memberantas telur, jentik, dan kepompong nyamuk penular DBD di tempat-tempat
perkembangbiakannya. Tujuannya adalah mengendalikan populasi nyamuk sehingga penularan DBD
dapat dicegah dan dikurangi. Keberhasilan PSN DBD diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ). Apabila
ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi. Cara PSN
DBD dilakukan dengan ”3M”, yaitu (1) m enguras dan menyikat tempat-trempat penampungan air, (2)
menutup rapat-arapat tempat penampungan air, dan (3) mengubur atau menyingkirkan barang- barang
bekas yang dapat menampung air hujan.

 Pemeriksaan Jentik Berkala adalah pemeriksaan tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk


Aedes aegypti yang dilakukan secara teratur oleh petugas kesehatan atau kader atau petugas pemantau
jentik (jumantik). Tujuannya adalah melakukan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD termasuk
memotivasi keluarga/masyarakat dalam melaksanakan PSN DBD.

Masyarakat juga berperan dalam upaya pemberantasan vektor yang merupakan upaya paling penting
untuk memutuskan rantai penularan dalam

rangka mencegah dan memberantas penyakit DBD muncul di masa yang akan datang. Dalam upaya
pemberantasan vektor tersebut antara lain masyarakat berperan secara aktif dalam pemantauan jentik
berkala dan melakukan gerakan serentak Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Seperti diketahui
nyamuk Aedes aegipty adalah nyamuk domestik yang hidup sangat dekat dengan pemukiman penduduk
sehingga upaya pemberantasan dan pencegahan penyebaran penyakit DBD adalah upaya yang
diarahkan untuk menghilangkan tempat perindukan (breeding places) nyamuk Aedes aegypti yang ada
dalam lingkungan permukiman penduduk. Dengan demikian gerakan PSN dengan 3M Plus, yaitu
menguras tempat-tempat penampungan air minimal seminggu sekali atau menaburinya dengan bubuk
abate untuk membunuh jentik nyamuk Aedes aegypti, menutup rapat-rapat tempat penampungan air
agar nyamuk Aedes aegypti tidak bisa bertelur di tempat itu, mengubur/membuang pada tempatnya
barang-barang bekas seperti ban bekas, kaleng bekas yang dapat menampung air hujan. (Direktorat
Kesehatan dan Gizi Masyarakat, 2006)

Masyarakat juga melakukan upaya mencegah gigitan nyamuk dengan menggunakan obat gosok
antinyamuk, tidur dengan kelambu, menyemprot rumah dengan obat nyamuk yang tersedia luas di
pasaran. Hal sederhana lainnya yang dilakukan oleh masyarakat adalah menata gantungan baju dengan
baik agar tidak menjadi tempat hinggap dan istirahat nyamuk Aedes aegypti. (Direktorat Kesehatan
dan Gizi Masyarakat, 2006)

Pemberantasan DBD akan berhasil dengan baik jika upaya PSN dengan 3M Plus dilakukan secara
sistematis, terus-menerus berupa gerakan serentak, sehingga dapat mengubah perilaku masyarakat dan
lingkungannya ke arah perilaku dan lingkungan yang bersih dan sehat, tidak kondusif untuk hidup
nyamuk Aedes aegypti. (Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat, 2006)

Berbagai gerakan yang pernah ada di masyarakat seperti, Gerakan Jumat Bersih (GJB), Adipura, dan
gerakan-lainnya dapat dihidupkan kembali untuk membudayakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS). Jika ini dilakukan maka selain penyakit DBD maka penyakit-penyakit lain yang berbasis
lingkungan ikut terberantas. (Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat, 2006)

KESIMPULAN

Demam berdarah dengue (DBD) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Pengendalian DBD yang utama adalah dengan memutus rantai penularan yaitu dengan pengendalian
vektornya, karena sampai saat ini vaksin dan obatnya belum ada. Vektor DBD yaitu nyamuk Aedes
aegypti dan

Aedes albopictus pengendaliannya tidak mungkin berhasil dengan baik kalau hanya dilakukan oleh
sektor kesehatan, karena berbasis lingkungan dan nyamuk berkembang biak di wilayah permukiman
penduduk.

Untuk mencegah resistensi dan efektifitas, maka penggunaan insektisida harus selektif, tepat sasaran,
tepat dosis, tepat waktu, tepat cakupan. Peran serta masyarakat dan lintas sektor terkait harus
ditingkatkan secara berkesinambungan melalui penyuluhan dan promosi kesehatan untuk
mengendalikan sumber nyamuk melalui 3M plus dan PSN terpadu. Untuk meningkatkan daya ungkit
pengendalian DBD akan terlaksana dengan baik kalau digerakkan oleh Kementrian Dalam Negeri
termasuk pemerintah daerah di semua tingkat administrasi dan dukungan dukungan teknik dari sektor
kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi : Demam Berdarah Dengue

www.depkes.go.id/downloads/publikasi/.../BULETIN%20DBD.pdf [accessed 5th September 2012]

Departemen Kesehatan RI. 2007. Tatalaksana DBD. Available from:


www.depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana%20DBD.pdf [accessed 5th September 2012]

Direktorat Kesehatan Dan Gizi Masyarakat. 2006. Kajian Kebijakan Penanggulangan (Wabah)
Penyakit Menular Studi Kasus DBD.

Herlambang, S., Murwani, A., 2012. Manajemen Kesehatan dan Rumah Sakit. Ed.

1. Yogyakarta : Gosyen Publishing, 39-40.

Anda mungkin juga menyukai